Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Santosa
"Dalam beberapa belakangan setelah berakhirnya Perang Dingin, masalah terorisme telah menjadi ancaman yang semakin mengkhawatirkan bagi kebanyakan orang di negara maju. Serangan terorisme ke Amerika Serikat (AS) pada tanggal 11 September 2001 pada gilirannya telah menandai perkembangan baru gerakan terorisme, yang membawa implikasi terhadap perspektif keamanan global dan kawasan. Di tengah sistem dunia yang unipolar dan kebijakan unilateralise AS dalam perang terhadap terorisme, PBB mengeluarkan Resolusi DK PBB no. 1373 (2001) secara relatif dapat dikatakan sebagai multilateralisasi kepentingan AS dalam penanganan terorisme. Terlepas dari terorisme tersebut merupakan ancaman bersama, bobot isi resolusi tersebut, dapat diartikan sebagai wadah bagi kepentingan nasional AS. Resolusi DK PBB no. 1373 (2001) ini secara garis besar mewajibkan negara-negara anggota PBB untuk bekerjasama, antara lain lewat pengaturan serta perjanjian bilateral dan multilateral, mencegah serangan teroris, mengambil tindakan untuk melawan pelaku aksiaksi tersebut, dan secepat mungkin menjadi pihak pada konvensi-konvensi internasional serta protokol-protokolnya yang berkaitan dengan terorisme.
Resolusi juga memutuskan untuk membentuk suatu Komite di Dewan Keamanan PBB, yang kemudian dikenal dengan Hama Counter Terrorism Committee (CTC). CTC ini menyerukan kepada semua negara untuk melapor kepada Komite tidak lebih dari 90 hari sejak tanggal resolusi ditetapkan dan setelah itu sesuai dengan jadwal harus diajukan kepada Komite guna penetapan langkah-langkah untuk mengimplementasikan resolusi tersebut. Pemenuhan kewajiban di Counter Terrorism Committee (CTC) memperlihatkan adanya keseriusan Pemerintah Indonesia dalam rangka pemberantasan terorisme khususnya melalui kerangka kerjasama multilateral. Keseriusan ini dapat dinilai dari waktu penyampaian laporan yang dilaksanakan sebelum batas waktu yang ditentukan. Keseriusan lain adalah isi laporan yang disusun berdasarkan masukan-masukan dari departemen terkait. Pencapaian ini jauh lebih baik dibandingkan dengan negara-negara anggota PBB lainnya. Pemenuhan kewajiban di CTC oleh Pemerintah Indonesia terlihat agak berbeda dengan opini yang ada di masyarakat Indonesia. Terlebih lagi opini yang berkembang di masyarakat ini sepertinya didukung pendapat atau pernyataan yang dikemukakan oleh pejabat tinggi negara, tokoh masyarakat, partai politik dan lain-lain. Opini yang berkembang di masyarakat cenderung menyatakan bahwa mereka tidak setuju dengan upaya pemberantasan terorisme yang ditempuh oleh Pemerintah Indonesia karena mereka menganggap sasaran akhir dari opini dunia yang sedang dibangun oleh negara-negara barat dalam rangka pemberantasan teroris adalah umat Islam.
Teori-teori utama yang dipakai dalam penelitian ini adalah teori kebijakan luar negeri dari W.D. Coplin, yang didukung oleh teori struktur politik dari Kenneth Waftz, Teori Rejim Keamanan dari Robert Jervis. Pertanyaan yang muncul dalam penelitian ini adalah mengapa Indonesia memenuhi kewajibannya di CTC sebagai langkah pemberantasan terorisme internasional. Dengan menggunakan penelitian deskriptif analitis, dapat dikatakan bahwa di tingkat ekstemal, unipolarisme dalam struktur sistem internasional saat ini tercermin dalam dominasi peran AS di PBB. Banyak negara, termasuk Indonesia tidak mempunyai ruang manuver yang cukup luas di forum multilateral untuk menentukan sendiri kebijakan luar negeri yang sesuai dengan aspirasi domestik yang sering kali berseberangan dengan kecenderungan pengambilan keputusan di forum PBB. Kebijakan luar negeri yang dijalankan oleh Indonesia dalam forum multilateral adalah untuk mengantisipasi kebijakan negara lain atau posisi mayoritas yang mengemuka dalam masalah tersebut. Upaya Indonesia dalam CTC dilakukan dalam rangka memperkuat leverage posisi Indonesia nantinya. Hal ini dilakukan mengingat keterkaitan antara situasi domestik dengan kebijakan luar negeri tidaklah seerat dan seintensif keterkaitan posisi Indonesia di CTC dengan struktur sistefn internasional yang melingkupinya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12076
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonard Joseph Triyono
"Isu terorisme merupakan berita yang hangat terutama semenjak terjadinya serangan teroris pada menara kembar World Trade Center di New York dan Gedung Departemen Pertahanan Amerika Serikat Pentagon di Washington, DC pada tanggal 11 September 2001. Di Indonesia, isu ini menjadi semakin hangat semenjak terjadinya tragedi bom Bali, 12 Oktober 2002. Pengamatan pada pemberitaan tentang isu terorisrne memberikan indikasi adanya keberagaman pandangan, dilihat dari nada berita yang dilaporkan oleh media berita. Diamati pula bahwa ada kecenderungan menghubungkan Amerika Serikat (AS) pada kebanyakan berita tentang isu terorisme. Fenomena demikian nampaknya wajar berhubung isu terorisme menjadi wacana hangat di kalangan masyarakat setelah negara itu mengkampanyekan perlawanannya secara global. Dalam hal ini AS mendapat penilaian beragam, yakni positif netral, dan negatif seperti dapat dideteksi dari kemasan berita.
Mengingat pentingnya pengaruh suratkabar pada khalayak pembacanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa besar isu terorisme ditonjolkan dalam bentuk berita, dan nada yang bagaimana tentang AS yang disiratkan dalam berita-berita itu. Dengan memakai analisis isi sebagai penelitian unobtrusive, proses pengkodean dilakukan pada tiga suratkabar mainstream (Kompas, Media Indonesia, dan Jawa Pos) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan: seberapa besar isu terorisme mendapat peliputan oleh ketiga suratkabar; seberapa besar AS disinggung dalam pemberitaan; seberapa besar tragedi bom Bali mempengaruhi frekuensi pemberitaan isu terorisme; bagaimana nada pemberitaan tentang AS; bagaimana tragedi bom Bali mempengaruhi nada tentang AS; bagaimana format berita berpengaruh pada nada tentang AS; bagaimana sumber berita berpengaruh pada nada tentang AS; dan seberapa besar subsidi berita dan Kedubes AS di Jakarta dipakai oleo ketiga suratkabar. Untuk mengetahui hubungan-hubungan itu dilakukan analisis kuantitatif terhadap isi ketiga suratkabar di atas dalam periode 19 hari sebelum dan 19 hari sesudah peristiwa bom Bali. Uji statistik terhadap data kuantitatif ini dilakukan dengan Chi-Square. Sebagai pendukung temuan-temuan kuantitatif, penelitian ini desertai analisis kualitatif pada level talcs, menggunakan analisis framing dengan mengadopsi model William A. Gamson.
Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa dalam pemberitaan tentang terorisme, ketiga suratkabar memberikan porsilfrekuensi yang cukup besar dan kurang lebih sama jumlahnya; persentase berita tentang isu terorisme yang menyinggung mengenai AS lebih besar dibandingkan dengan berita yang sama sekali tidak menyinggungnya; persentase jumlah berita tentang terorisme yang berorientasi sebagai isu (bukan semata-mata sebagai peristiwa) lebih besar secara signifikan sesudah tragedi bom Bali dibanding sebelumnya; persentase berita tentang terorisme yang bernada negatif mengenai AS lebih besar dibandingkan dengan yang bernada positif; persentase berita tentang terorisme dengan nada positif mengenai AS lebih besar setelah tragedi bom Bali dibanding sebelumnya; berita dengan format straight news cenderung lebih netral terhadap AS dibandingkan dengan berita dengan format lainnya; berita yang menggunakan sumber berita dari Barat cenderung bernada lebih netral tentang AS; dan subsidi berita tentang isu terorisme dari Kedubes AS di Jakarta sangat tidak signifikan pengaruhnya pada isi media pada ketiga suratkabar yang diteliti.
Penelitian tentang masalah ini memiliki potensi besar di masa depan, dan agar suatu studi dapat menarik kesimpulan-kesimpulan yang valid serta dapat menggeneralisasikan temuan-temuannya, maka kepada pars perninat penelitian ini direkomendasikan agar analisis isi disertai dengan survey mengenai apa saja yang menjadi kendala bagi para gatekeeper dalam memberitakan suatu isu karena dengan cara itu akan dapat dideteksi faktor-faktor, kekuatan-kekuatan, dan aktor-aktor penyebab adanya ketidakleluasaan dalam pemberitaan suatu isu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12068
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djoni Djuhana
"ABSTRAK
Fenomena penyebaran faham radikalisme dan aksi terorisme merupakan
permasalahan yang serius yang mengancam kesatuan dan persatuan Negara
Republik Indonesia. Issue tentang perbedaan faham dan pandangan tentang akidah
dan syariat agama menjadi hal yang paling mendasar, sehingga yang terjadi
adalah intoleransi sesama umat Muslim, terlebih lagi dengan umat non muslim.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisa sejauh mana
pelaksanaan kegiatan atau program kontra radikalisme yang dilaksanakan oleh
Bidang Pencegahan Densus 88 AT Polri, dan juga melihat sejauh mana
kementerian dan lembaga yang terkait dalam menyikapi masifnya penyebaran
faham radikalisme dan aksi terorisme saat ini. Dari penelitian ini, peneliti juga
menyusun dan membuat suatu konsep pelaksanaan kegiatan kontra radikalisme
yang terintegrasi, dimana pihak ? pihak yang terkait dalam pelaksanaan kegiatan
kontra radikalisme bersama ? sama turun ke lapangan, berada di tengah ? tengah
masyarakat, sesuai dengan tugas, pokok dan fungsi serta peranannya
melaksanakan kegiatan pencegahan terhadap penyebaran faham radikalisme dan
aksi terorisme di Indonesia.
Dengan konsep kegiatan/program Kontra radikalisme yang terintegrasi
diharapkan mampu menyentuh masyarakat di berbagai lapisan dan tingkatan
maupun di berbagai komunitas masyarakat guna membentengi dan meng counter
penyebaran faham radikalisme dan aksi terorisme yang terjadi di tengah ? tengah
masyarakat, sehingga kesatuan dan persatuan NKRI dapat terpelihara dan terjaga
dari berbagai ancaman disintegrasi bangsa dan Negara yang terjadi

ABSTRACT
The phenomenon of the spread of radicalism and terrorism is a serious problem
that threatens the unity and integrity the Republic of Indonesia. Issue about the
differences ideology and views on faith and religious laws become the most basic
things, so that happen is intolerance among Muslims, especially with the non-
Muslim community. This study aims to assess and analyze the extent to which the
implementation of activities or programs carried out by the counter radicalism
Prevention Division Densus 88 AT Police, and also look at the extent to which the
relevant ministries and agencies in responding to the massive spread of radicalism
and terrorism at this time. From this study, researchers also compiled and made a
draft implementation of the counter-radicalism integrated, where the relevant
parties in the implementation of counter radicalism together down to the field,
located in the middle of the community, according to their roles, responsibilities
and functions as well as conducting preventive role against the spread of
radicalism and terrorism in Indonesia.
With the concept of activities / programs Contra radicalism that integrates
expected to be able to touch people in different layers and levels and in various
communities in order to fortify and counters the spread of radicalism and
terrorism that occurred in the middle - the middle of the community, so that the
unity and integrity of the Republic of Indonesia can be maintained and awake
from a variety of threats disintegration and state what happened"
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library