Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Nanda Fajar Aditya
"Tesis ini membahas upaya kontra narasi yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana terorisme (PTPT) sebagai upaya deradikalisasi di Indonesia. Penulis menilai bahwa PTPT mampu menjadi salah satu pegiat deradikalisasi yang kredibel mengingat mereka pernah menjadi salah satu bagian dari jejaring terorisme dan mengetahui kelemahan dari narasi yang dibangun.
Penulis akan membagi tesis ini ke dalam 3 (tiga) bagian, yaitu: 1) Penyampai kontra narasi yang dispesifikan kepada pelaku tindak pidana terorisme (PTPT) sebagai pegiat deradikalisasi; 2) Dekonstruksi narasi relijius yang disalahpersepsikan untuk melegitimasi kekerasan, yaitu: thâghût, takfÄ«r, hijrah, i’dad, syahîd dan jihâd; 3) Media yang digunakan oleh PTPT dalam menyampaikan konten kontra narasi.
Penulis menilai walaupun masih terdapat keterbatasan dari PTPT untuk membantu merubah pemahaman penerima manfaat deradikalisasi (PMD) hingga ke tahap pemahaman yang moderat namun PTPT masih dapat mengambil peran aktif untuk melakukan deradikalisasi. Mereka mengetahui narasi yang dipahami PMD dan konten kontra narasi yang masih berada dalam rentang penerimaan PMD. Penulis turut menganalisis bahwa media yang paling efektif untuk menyampaikan kontra narasi dilakukan melalui pertemuan secara personal di dalam lembaga pemasyarakatan/ rumah tahanan secara konsisten dibandingkan deradikalisasi melalui media online.
Penelitian dalam tesis ini bersifat kualitatif. Penulis melakukan wawancara semi-terstruktur dengan pertanyaan yang bersifat terbuka. Untuk mendukung data yang didapat dari hasil wawancara, peneliti turut merujuk berbagai sumber sekunder. Peneliti menggunakan sejumlah teori dalam penelitian ini, yaitu teori narasi, kontra narasi, deradikalisasi dan dekonstruksi.

This thesis tries to discuss the efforts of counter-narrative carried out by perpetrators of criminal acts of terrorism (PTPT) as an effort of de-radicalization in Indonesia. The author assessed that PTPT was able to become one of the credible deradicalization agents in Indonesia, considering that they had been part of a terrorist network and knew the weaknesses of the narrative that had been built even though there are limitations to achieve the ideal goal of deradicalisation to change the ideology of beneficiaries of de-radicalization to moderate level.
The author will divide this thesis into 3 (three) sections, namely: 1) Counter-narrative messenger specified to the perpetrators of criminal acts of terrorism (PTPT) as actor of deradicalization; 2) Deconstruction of religious narratives that are mispercepted to legitimize violence, namely: thâghût, takfÄ«r, hijrah, i’dad, martyrdom and jihâd; 3) Media used by PTPT in delivering counter-narrative content.
The researcher assessed that although there were still limitations of PTPT to help change the understanding of beneficiaries of deradicalisation (PMD) to the moderate level of understanding, PTPT could still take an active role in carrying out deradicalization. They know the narrative understood by PMD and counter narrative content which is still within the range of PMD acceptance. Researchers also analyzed that the most effective media for delivering counter narratives was carried out through personal meetings in prisons/ detention centers compared to online deradicalization.
The research in this thesis is qualitative research. The author conducted semi-structured interviews with open-ended questions. To support data obtained from interviews, researchers also quote from various secondary sources. The author used several theories in this study, namely the theory of narrative, counter-narrative, deradicalization, and deconstruction.
"
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2019
T53536
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nadia Amani Husna
"Isu terorisme di Asia Tenggara sejatinya sudah ada jauh sebelum peristiwa 9/11, akan tetapi sejak peristiwa 9/11 dan Bom Bali, isu terorisme baru dianggap sebagai isu serius oleh ASEAN. Penanganan kontra-terorismenya sendiri tidak bisa hanya berada di level domestik, perlu penanganan di level regional, mengingat ancaman terorisme yang merupakan ancaman transnasional. Akan tetapi, masing-masing negara ASEAN memiliki pola dan gerak ancaman terorisme yang berbeda-beda. Perbedaan inilah yang kemudian menghasilkan penanganan yang berbeda di level domestik. Peran ASEAN sebagai institusi regional sangat diperlukan untuk menghasilkan kebijakan kerjasama kontra-terorisme di level regional, namun dalam prakteknya ASEAN menemukan kendala dalam menyusun kebijakan kontraterorisme di level regional. Oleh sebab itu tulisan ini berusaha meneliti bagaimana peran ASEAN dalam upaya menyusun kebijakan kontraterorisme regional di Asia Tenggara pasca 9/11. Tinjauan literatur ini menggunakan metode taksonomi dengan meninjau 21 literatur akademik terakreditasi yang dikategorikan ke dalam tiga tema utama yaitu: 1) problematika terorisme di ASEAN; 2) upaya ASEAN dalam menangani isu terorisme di kawasan; dan 3) kendala kerjasama ASEAN dalam penanganan terorisme di kawasan. Penulis kemudian menemukan bahwa ASEAN menerapkan konsep comprehensive security untuk menjaga stabilitas keamanan regional dari serangan terorisme. Konsep ini memungkinkan masing-masing anggota ASEAN untuk meningkatkan stabilitas keamanan nasionalnya masing-masing, agar harapannya jika keamanan nasional terbentuk dapat mendorong terbentuknya stabilitas keamanan regional tanpa harus melanggar prinsip ASEAN Way.

The issue of terrorism in Southeast Asia existed long before 9/11, but since 9/11 and the Bali Bombings, the issue of terrorism has only been considered a serious issue by ASEAN. Handling counterterrorism cannot only be at the domestic level, and it needs to be handled at the regional level, considering the threat of terrorism, which is a transnational threat. However, each ASEAN country has different patterns and movements of terrorism threats. This difference affect the results in different handling at the domestic level. The role of ASEAN as a regional institution is needed to produce counterterrorism cooperation policies at the regional level, but in practice, ASEAN finds obstacles in formulating counterterrorism policies at the regional level. Therefore, this paper seeks to examine the role of ASEAN in efforts to formulate regional counterterrorism policies in Southeast Asia after 9/11. This literature review employs a taxonomic aproach by reviewing 21 pieces of authorized academic literature that are classified into three categories: 1) the problem of terrorism in ASEAN; 2) ASEAN's efforts in dealing with terrorism issues in the region, and 3) obstacles to ASEAN cooperation in dealing with terrorism in the region. The author then finds that ASEAN applies the concept of comprehensive security to maintain regional security stability from terrorist attacks. This concept allows each ASEAN member to improve the stability of their respective national security and the expectation if national security is formed, it can encourage the establishment of regional security stability without violating the principles of the ASEAN Way."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library