Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 205 dokumen yang sesuai dengan query
cover
London : Macmillan, 1993
792.01 NEW
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Ninuk Irawati Kleden Probonegoro
"Nomi mengatur napasnya yang memburu, merapikan kain dan memasukkan ujung kebayanya pada gulungan yang melingkari tubuhnya, mengusap keringat dengan lengan kebaya itu, merapikan rambut yang baru beberapa hari dikritingnya, mengambil teko yang tersedia di tempat itu dan menghirup ujungnya. Sementara penonton berteriak "lagi ... lagi", dan sekali lagi pinggul Nomi berputar, dadanya bergerak-gerak dan kepalanya mengangguk-angguk mengikuti irama musik tetalu" (Bab V: 4.).
Tulisan di atas adalah petikan dari suatu pertunjukan teater topeng milik orang Betawi. Orang Betawi itu sendiri terbentuk dari suatu proses melting pot, yaitu percampuran dari beberapa kelompok etnik yang berasal dari berbagai wilayah di Indonesia dan di luar Indonesia, yang pada pencatatan penduduk pada akhir abad 19 (1893) telah merupakan suatu kelompok etnik sendiri, berbeda dari kelompok-kelompok etnik lain (Castles, 1967).
Pada waktu itu di Batavia, yang kemudian menjadi Jakarta, dan sekitarnya, terdapat empat kelas dalam stratifikasi sosialnya, yaitu kelas orang-orang Belanda, mereka yang beragama Kristen yang merupakan orang-orang Indo, kelas Timur Asing, kelas orang Indonesia pada umumnya dan kelas budak (Wertheim, 1964: 136). Golongan budak tidak lagi muncul dalam pencatatan penduduk pada akhir abad ke 19, karena golongan ini telah lebur ke dalam golongan pribumi (atau orang Indonesia pada umumnya), sesuai dengan undang-undang penghapusan perbudakan. Orang Betawi sebagaimana halnya dengan golongan penduduk asli yang lain, dalam sistem pemerintahan Hindia-Belanda masuk dalam kelas sosial bawah.
Daerah di mana orang Betawi tinggal dikuasai oleh tuan-tuan tanah partikulir dengan hak-hak istimewanya. 304 orang tuan tanah partikulir sampai dengan permulaan abad ke 20 menguasai daerah Jakarta dan sekitarnya. (Delden, 1911), dan menurut laporan Sartono Kartodirdjo {1973: 23) pada tahun 1915 seluruh pulau Jawa dikuasai oleh 582 orang tuan-tuan tanah partikulir. Dari data yang diberikan oleh Delden dan Sartono Kartodirdjo tersebut dapat diketahui bahwa sebagian besar tuan tanah partikulir menguasai daerah di mana orang Betawi tinggal.
Antara tuan tanah yang kebanyakan orang Eropa dan Tionghoa dengan hak-hak istimewanya dan orang Betawi yang menjadi penyewa terjadi suatu jarak sosial yang cukup jauh. Orang Betawi yang sampai dengan permulaan abad ke 20 tinggal di daerah kekuasaan tuan-tuan tanah, tertindas karena adanya hak-hak istimewa tuan tanah tersebut. Mereka diharuskan membayar berbagai bentuk pajak dalam jumlah yang tidak kecil, diwajibkan bekerja untuk tuan-tuan tanah dalam waktu yang telah ditetapkan, dan semua beban tersebut disertai sangsi yang cukup berat pula. Keadaan tersebut menyebabkan adanya ketegangan-ketegangan (depresi yaitu perasaan tertekan karena kalah dan kompleks inferior yaitu perasaan rendah diri), yang antara lain terungkap dalam berbagai bentuk pemberontakan (Kartodirdjo, 1984) dan juga dalam bentuk cerita prosy rakyat seperti yang dipertunjukkan dalam pertunjukan teater topeng Betawi.
Suatu pertunjukan teater topeng Betawi dapat berlangsung apabila melibatkan lima unsur yang saling terkait, yaitu (1) si empunya hajat, (ii) pemain, (iii) penonton dan (iv) pertunjukannya.
Pertalian si empunya hajat dengan pertunjukan teater topeng Betawi adalah bahwa yang bersangkutan membutuhkan diadakannya pertunjukan teater topeng Betawi untuk memeriahkan pesta hajatannya, atau untuk menebus nazar yang pernah diucapkan ketika ia tertimpa musibah. Adanya kebutuhan akan pertunjukan teater topeng Betawi oleh kelompok orang-orang yang mempunyai hajat, merupakan salah satu alasan bahwa teater topeng Betawi dapat bertahan.
Pertalian si empunya hajat, pemain dan penonton dengan pertunjukan teater topeng Betawi, disebabkan karena baik si empunya hajat, pemain maupun penonton adalah-anggota masyarakat pendukung teater topeng Betawi. Pemain mempunyai kekhususan, yaitu dalam hal gaya hidup dan pandangan-pandangannya terhadap masalah-masalah sosial, dan kekhususan ini merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi pemain dalam menginterpretasikan dan menyajikan cerita-cerita yang dipertunjukkan. Sedang penonton pertunjukan teater topeng Betawi adalah anggota masyarakat Betawi pendukung teater topeng juga, yang datang menonton pertunjukan tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1987
D167
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herny Mulyani
"Teater merupakan baqian kehidupan manusia yang selalu terkait dan terlibat dalam segala aspek kehidupan. Disadari atau tidak, disengaja ataupun tidak, dari sejarah ketika kehidupan dimulai dan peradaban menyentuh kehidupan manusia, maka terjadilah teater. Bahkan menurut para ahli, teater pada zaman nenek moyang, teater berupa upacara-upacara persembahan, kurban, kelahiran dan kematian. Dalam perkembangannya teater sebagai seni dimulai pada tiga babak, teater tradisional, teater modern dan teater kontemporer. Walaupun sekarang tidak jelas lagi batasan nyata antara ketiganya, Bengkel Teater Rendra dianggap mewakili sebagai bentuk teater modern dan juga kontemporer yang tidak meninggalkan kaidah-kaidah tradisi. Melihat pertunjukkan-pertunjukkan dari Bengkel teater Rendra, dapat dilihat bahwa Rendra dengan kelompok yang diusungnya herusaha untuk menipiskan batas-batas tersebut. Melalui interpretasi subjektif yang' ditangkapnya Rendra berusaha merepresentasikan realitas simbolik yang dianggap mewakili realitas objektif. Salah satu pementasan yang spektakuler adalah "Kereta. Kencana?, sebuah pementasan yang' mengandalkan kepiawaian dua aktor saja dengan setting yang sangat sederhana. Dalam pementasan yang naskah aslinya berbahasa Perancis (les Chaises) dan. ditulis oleh 'seorang' hiran Rumania, terdapat representasi simbolik yang diajukan oleh Bengkel Teater Rendra. Seperti layaknya orang yang bercinta -meminjam istilah rendra- pementasan ini hanyalah Sebuah penawaran, suatu proposal yang diajukan kepada khalayak, sebuah proses kreativitas, dengan pengamatan dan perenungan yang panjang. Apakah khalayak -dalam hal ini penonton akan menerimanya sebagai suatu ajuan, kritik ataupun hihuran, terlepas dari kemampuan interpretasi, pengalaman dan imajinasi penonton sendiri. Seperti sebuah pepatah umum dalam teater, suatu pementasan teater adalah sebuah rumah berpintu banyak, semua tamu dipersilahkan masuk lewat pintu mana saja."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T4830
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson, Edwin L.
New York: McGraw-Hill, 1988
792 WIL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson, Edwin L.
New York: McGraw-Hill, 1988
792 WIL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson, Edwin L.
New York: McGraw-Hill, 1976
792 WIL t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Hochhuth, Rolf, 1931
Reinbek bei Hamburg: Rowohlt Taschenbuch Verlag, 1973
GER 832.914 HOC g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Toita, Yasuji
New York : Weatherhill , 1970
792 TOI k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Read, Alan
London: Routledge, 1993
792.01 REA t
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Aston, Elaine
London: Routledge, 1999
R 792.082 AST f
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>