Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Sunarsi Awaloedin
Abstrak :
Pengendalian intern penerimaan fungsional pasien rawat inap di RS. Haji Jakarta merupakan salah satu sasaran pengendalian yang strategis dalam rangka meningkatkan penerimaan fungsional rumah sakit. Oleh karena itu penerimaan fungsional rawat inap merupakan sumber penerimaan utama RS. Haji Jakarta (47%) dimana penerimaan fungsional tersebut sebagian besar (77%) diperoleh dari pembayaran tunai. Pelaksanaan pengendalian intern penerimaan fungsional pasien rawat inap di RS. Haji Jakarta masih kurang efektif dalam mencegah terjadinya kesalahan pencatatan bukti transaksi layanan rawat inap, serta belum berfungsinya verifikasi dapat menimbulkan kerugian keuangan rumah sakit. Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya gambaran pelaksanaan pengendalian intern penerimaan fungsional pasien rawat imp di RS. Haji Jakarta. Metodologi yang digunakan adalah Deskriptif Analitik dengan pendekatan Kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan cars wawancara mendalarn, observasilpengamatan, telaah dokumen. Dan basil penelitian diperoleh gambaran data bahwa pengendalian intern penerimaan fungsional pasien rawat imp di R.S. Haji Jakarta telah ada dan dilaksanakan namun masih ditemukan beberapa kelemahan dari unsur pengendalian kebijakan, POB, SDM, Pencatatan dan Petaporan, kemudian tindak lanjut atau pelaksanaan dari rekomendasi hasil temuan SPI. Kesimpulan yang diperoleh Bari pcnelitian ini adalah kebijakan, POB, SDM, di R.S. Haji masih kurang memadai dalam melindungi kerugian keuangan. Saran yang diajukan dalam mengefektifkan pengendalian intern penerimaan fungsional pasien rawat inap adalah menggunakan titik kendali strategis yaitu membenahi Kebijakan, POB, SDM, rnemfungsikan verifikasi sebelum pasien bayar.
The Internal Control of Inpatient Functional Income at Jakarta Hajj Hospital 2001The Internal Control of Inpatient Functional Income at Jakarta Hajj Hospital is one of the strategic control target, within the effort to increase the functional income of the hospital. Because the functional income of inpatients is the main source of income for the Jakarta Hajj Hospital (47%), where a majority (77%) of said functional income are cash payment. The objective of this research is to obtain an accurate view of the practice of internal control of the inpatient admission at the Jakarta Hajj Hospital. The methodology applied in Analytic Descriptive cum Qualitative approach. Data collecting was done through in-depth interview, observation, and documentary review. From the research it was identified that the internal control of the functional income of inpatients at the Jakarta Hajj Hospital has already been practiced but it was also found several intrinsic weaknesses within the factors of policy, Standard Operating Procedures, Human Resource, record control and reporting, and in the follow up on application of the recommendation from the SPI findings. The conclusion obtained from this research in the process of Policy, Standard Operating Procedures, Human Resource, is not sufficient in protecting the possibility of functional income loss. The recommendation in enhancing the effectiveness of the internal control of the functional income of inpatients is to utilize the strategic control points as follows, revamping the Policies, SOP, Human Resource, to apply verification prior to payments from patients.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ichwanul Fitri
Abstrak :
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun dan disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae). World Health Organization (WHO) menetapkan Tahun 2000 eliminasi penyakit kusta kurang dari 1110.000 penduduk Jumlah penderita kusta di Indonesia berjumlah 130.000 orang dengan prevalensi 1-5110.000 penduduk. Eliminasi penderita kusta di Indonesia telah berada di atas standar yang ditetapkan WHO, yaitu pada Tahun 2001 yang berjumlah 17.137 orang dengan prevalensi 0,84110.000 penduduk. Prevalensi penderita kusta di Propinsi Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Tahun 2001, masih berada di atas prevalensi nasional 0,84110.000 penduduk, yaitu 1,41110.000 penduduk dengan jumlah penderita kusta 1.185 orang. Pada Tahun 2001 dan 2002, penderita kusta yang berobat di puskesmas dan rumah sakit berjumlah 195 orang. Penderita yang putus berobat atau Drop Out (DO) berjumlah 89 orang. Sementara yang telah menyelesaikan pengobatan atau Release from Treatment (RFT) berjumlah 106 orang. Penelitian bertujuan memperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya penderita kusta yang DO berobat di Propinsi DKI Jakarta Tahun 2001-2002. Disain yang digunakan dengan pendekatan kualitatif yang berupaya menggali informasi secara mendalam tentang hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kasus penderita kusta yang drop out (DO) berobat. Data diperoleh melalui wawancara mendalam dengan 45 informan yang terdiri dari 14 informan DO, 15 RFT dan informan kunci terdiri dari 5 informan dokter dan 10 paramedis. Dari hasil penelitian diperoleh, umur, pendidikan dan pekerjaan serta pengetahuan tentang lama pengobatan dan waktu harus kembali ke pelayanan kesehatan setelah pengobatan pertama (faktor predisposisi) cenderung berhubungan dengan DO pengobatan kusta. Akses biaya dan efek samping obat (faktoe pemungkin) memiliki kecenderungan berhubungan DO pengobatan kusta. Keterampilan petugas (faktor penguat) memiliki kecenderungan berhubungan DO pengobatan kusta. Faktor penguat lainnya yaitu, supervise terhadap petugas kesehatan yang telah dilakukan kurang baik, insentif yang diterima informan dokter kebanyakan bukan bersumber dan program kusta. Sementara insentif yang diterima informan paramedis sudah cukup. Untuk menekan jumlah penderita DO kusta di Propinsi DKI Jakarta maim perlu disarankan agar dilakukan pelatihan dan penyegaran kepada petugas kesehatan/juru kusta secara kontinyu dan berkelanjutan. Untuk puskesmas dalam wilayah Propinsi DKI Jakarta, perlu melakukan pendataan ulang penderita kusta khususnya penderita yang DO berobat dan meningkatkan penyuluhan tentang penyakit kusta, serta memotivasi penderita yang DO berobat untuk minum obat secara teratur sesuai dengan ketentuan. Untuk kepentingan ilmu pengetahuan, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penderita kusta dengan variabel dan metode penelitian yang berbeda di Propinsi DKI Jakarta.
Leprosy is a yearly communicable disease which is caused by Mycobacterium Leprae. WHO stated that, in 2000, elimination of leprosy is less than 1110.000 populations. The number of population in Indonesia is 130.000 with 1-5/10.000 prevalence. The elimination of leprosy in Indonesia has been on the standard that was determined by WHO, that in 2001 the number of leprosy sufferers are 17,137 with 0, 84110.000 populations. The prevalence of leprosy in Jakarta in 2001 is still above the standard of national prevalence, where the number of sufferers 1.185 of 1.41110.000 populations. In 2001 and 2002, leprosy sufferers that having treatment from Public Health Center and hospital were 195 persons. DO patients were 89 persons, while the releases from treatment patients (RFT) were 106 persons_ This study aimed to obtain information about factors that caused of leprosy DO patients from the treatment in Jakarta in 2001-2002. The design of the study by using qualitative approach attempted to deepen information about things related to case causes of DO leprosy patients. Data were acquired through in-depth interview with 45 informants that consisted of 14 DO informants, 15 RFT informants and key informants that were 5 doctors and 5 paramedics. The result of the study showed that age, education, occupation, the knowledge of treatment period and time to return to the treatment service after the first treatment (predisforcing factors), cost access and drugs side effect (enabling factors), personnel skills (reinforcing factor) had any direct relation to the DO of leprosy treatment. The other reinforcing factors are supervision -- to the health personnel was unsatisfactory, and incentives -- that received by the doctor informants were not from -leprosy program, while the incentives received by paramedics were satisfactory. To decrease the number of DO patients from the treatment in Jakarta, it is necessary to conduct continual and periodic training and reinforcement to the health/leprosy personnel. To the public health center in Jakarta, it is necessary to hold registrations of leprosy sufferers especially DO from the treatment patient and to increase illumination on Leprosy, also to motivate the patient of having treatment in order to take medicine regularly as it was prescribed_ For the interest -of science development, it is necessary to conduct further study about leprosy sufferer with different variable and research methodology in Jakarta.
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T12748
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herwin Hasan
Abstrak :
Factors Related with Implementation of Therapeutic Communication of the Nurses at Solok HospitalTherapeutic Communication was describe as the process by which nurses provide care for clients in needs of psychosocial intervention. This research study ilustrattes the interpersonal communication of the nurses at Solok Hospital. The Research used the cross sectional method by getting the sample of the total population of the nurses at Solok Hospital during the month of July until August 2002. The data were gathered from the given questionnaire at the respective respondents and was properly interpreted and explained on the basic of statistic reports with technical analysis distribution frequency, and chi square. The data analysis consist of univariat and bivariat. The analysis also implied that the relation of bivariat between age, gender, education, length of the data analysis consist of univariat and bivariat. The analysis also implied that the relation of bivariat between age, gender. education, length of work, employed status, knowledge, attitude, facility with perception of therapeutic communication. The result of this research showed there are 4 variables:( attitude, facility, length of work and employed status) have significant relationship with perception of therapeutic communication. Based on this research, it is recommendation is Focused on the achievement of the therapeutic communication of nurses and further development of there ability of therapeutic communication. References : 35 (1980-2000)
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T12718
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rita Endang
Abstrak :
Selama ini yang menjadi masalah pada Direktorat Penilaian Alkes, Produk Diagnostik dan PKRT adalah Iambatnya registrasi produk untuk mengeluarkan nomor izin edar agar produk dapat beredar di pasaran. Walaupun sudah ada aplikasi registrasi DERAP kelambatan masih terjadi. Hal ini disebabkan karena tidak adanya kontrol baik secara internal dari direktorat maupun eksternal dari industri farmasi. Selain itu pemantauan yang dilakukan selama ini menggunakan cara konvensional dari pencatatan. Demikian juga rnekanisme pelaporan belum seluruhnya otomatis sehingga laporan yang diberikan tidak akurat dan penyajiannya memakan waktu lama. Dengan adanya alat bantu aplikasi versi pengembangan ini maka masalah kelambatan registrasi produk dapat diketahui secara dini sehingga dapat diupayakan mempercepat proses registrasi. Kelebihan aplikasi ini dibandingkan dengan aplikasi yang lama karena aplikasi ini mempunyai sistem pemantauan baik untuk internal direktorat maupun untuk eksternal industri farmasi. Selain itu pada aplikasi ini tersedia sistem pelaporan yang memonitor periode waktu mingguan, bulanan, triwulanan serta tahunan. Aplikasi versi pengembangan ini dapat menampilkan indikator keberhasilan yaitu persentase produk per kelas terapi yang dievaluasi tepat waktu, bahkan yang dievaluasi lebih cepat dari waktu yang disepakati. Dengan adanya indikator keberhasilan direktur dapat meningkatkan kinerja direktorat. Manfaat pengembangan ini terutama bagi direktur penilaian untuk mempercepat registrasi dan menyajikan indikator keberhasilan; bagi kepala subdit penilaian dan manajer registrasi industri farmasi untuk memantau waktu registrasi produk; bagi kepala seksi rata operasional untuk menyajikan informasi yang akurat dalam waktu singkat.
Up to now one problem in the Directorate of Equipment and Product Assessment is the slow process of product registration to obtain distribution permit number as to distribute the product in the market. Despite the application of DERAP, delay is still happening. This is caused by lack of internal and external controls from the directorate and the pharmacy industries. Besides, the monitoring system at the present is using conventional method of reporting. The reporting system itself is not fully automatic and thus the report is sometimes inaccurate and time consuming in presentation. The revised version application helper detects the delay problem of registration early and therefore could accelerate the registration process. One advantage of this application is that this new application has directorate internal and industries external monitoring system in it. This application also has a reporting system which monitor periodically n the period of weekly, monthly, three monthly, and yearly basis. This revised application could show success indicators i.e. percentage of product by class that have been evaluated timely (in-time and on-time). This indicator could improve the performance of directorate. The main benefits of this application for Director of Assessment is to accelerate registration process and present success indicator, for Head of Sub directorate of Assessment and Registrar Manager of pharmacy industries is that they are able to monitor the time of product registration, while for Head of Operational Management Section is the presentation of accurate information in short time.
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13083
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heryati Harijanto
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haris Maruli
Abstrak :
Istilah Cricital Limb Ischemia (CLI) digunakan untuk semua pasien dengan nyeri saat istirahat, ulkus atau gangren yang dapat dibuktikan secara objektif akibat penyakit arteri oklusif. CLI merupakan manifestasi paling berat penyakit pembuluh arteri perifer (PPAP) atau Periperhal Arterial Disease (PAD) akibat berkurangnya aliran darah secara bermakna dan terus menerus dan akan menyebabkan amputasi jika tidak segera ditangani. CLI merupakan stadium III (nyeri waktu istirahat) dan N (ulkus atau gangren) klasifikasi Fontaine (Tabel 1). Untuk menghindari kesalahan diagnosis, definisi klinis ini harus diperkuat dengan kriteria objektif berupa parameter hemodinamik. Menurut TransAtlantic InterSociety Consensus on Management of Peripheral Arterial Disease (TASC), kriteria objektif CLI meliputi AB1 (ankle brachial index) < 0,4, tekanan sistolik ankle 5 50 mmHg, atau tekanan sistolik toe <30 mmHg. European Working Group on Critical Limb Ischemia Definition membuat sistem idasifikasi CLI yang dapat diterima secara umum (Table 2). Tanpa adanya perbaikan perfusi aliran darah, pasien dengan CLI beresiko tinggi kehilangan tungkainya. Penanganan yang paling efektif adalah menghilangkan atau memintaskan penyumbatan pada arteri dengan angioplasti atau revaskularisasi bedah tetapi umumnya kurang berhasil karena gangguan pembuluh darah perifer biasanya multisegmen dan melibatkan pembuluh darah kecil. Selain itu, pasien dengan PPAP sebagian besar beresiko tinggi untuk menjalani pembedahan dan tidak semua pasien bersedia dilakukan pembedahan. Oleh karena itu farmakoterapi digunakan pada kasus tersebut sebagai usaha akhir untuk memperbaiki manifestasi iskemi tungkai yang parah disertai harapan untuk memperbaiki kualitas hidup pasien. Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui faktor resiko dan mengevaluasi hasil penanganan konservatif dengan farmakoterapi pasien dengan CLI di RS Pelni Petamburan Jakarta.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Spencer, Peter
New York: Churchill livingstone , 1998
615.5 SPE c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jassawalla, C. P.
Abstrak :
Buku yang berjudul "Index-therapeutic of prescribed proprietary products" ini disusun oleh C. P. Jassawalla. Buku ini berisikan index therapeutic.
Bombay: Pestonji Cooverji Co., [date of publication not identified]
615.5 JAS i II
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lestaria Aryanti
Abstrak :
ABSTRAK
Frozen shoulder merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekakuan pada sendi bahu yang diawali dengan rasa nyeri dan berakibat berkurangnya lingkup gerak sendi kesegala arah. Seringkali keadaaan ini timbul tanpa alasan yang jelas, tetapi dapat pula dihubungkan dengan berbagai keadaan seperti angina/insufisiensi coroner, hemiplegia, parkinson, tumor pada daerah apex paru-paru, tumor pada payu dara, akibat pemakaian obatobatan, diabetes melitus dan lain sebagainya.(1, 3, 4, 5, 6,11,13,18,26). Keadaan ini merupakan 'self limiting disease' (2,8,22,23,24). Reeves (23) meneliti penderita Frozen Shoulder selama 5 sampai 10 tahun (dengan rata-rata 30 bulan } pada 41 penderita, semua kembali pulih dengan baik secara spontan. Dengan waktu penyembuhan antara 1 sampai 4 tahun setelah timbulnya gejala. Simmand meneliti bahwa setelah 3 tahun dari 21 penderita hanya 5 penderita yang berfungsi normal, 9 penderita masih terdapat kelemahan dan nyeri serta 6 penderita terdapat kelemahan dan keterbatasan gerak. Karena gangguan fungsi yang dialami serta rasa nyeri me nyebabkan penderita mencari berbagai pertolongan kepada tenaga kesehatan seperti dokter spesialis syaraf, spesialis rheumatologi, spesialis bedah tulang, maupun pada dokter rehabilitasi medik. Pengobatan yang diberikan dalam bidang rehabilitasi medik bertujuan untuk menghilangkan rasa sakit dan mengembalikan lingkup gerak sendi pada keadaan yang normal. (6.1618,20)

Penanganan dalam bidang rehabilitasi medik dapat berupa terapi panas/dingin, terapi latihan fisik, manipulasi dengan atau tanpa anestesi, ultra sound, medikamentosa seperti analgesik dan steroid. Dari semua jenis terapi ini, latihan gerak merupakan bagian yang terpenting. Tanpa latihan gerak, maka sulit diharapkan hasil yang baik. Pengobatan ini bukan merupakan pengobatan standard, tetapi disesuaikan dengan keadaan penderita. (18, 10) Lamanya pengobatan dan jenis terapi yang diberikan menyebabkan biaya yang dikeluarkan oleh penderita menjadi cukup besar.

Terapi latihan fisik yang merupakan salah satu terapi dibidang rehabilitasi medik merupakan terapi yang mudah dilaksanakan baik dirumah maupun di rumah sakit. Melakukan latihan terapi fisik di rumah sakit sampai sembuh sempurna tentunya tidak ekonomis, untuk itu latihan dirumah secara teratur dapat mengatasi masalah tersebut. Sebagian besar keberhasilan-keberhasilan terapi ditunjang oleh latihan fisik tersebut. Sepanjang pengetahuan penulis belum ada penelitian dibidang rehabilitasi medik di Indonesia untuk membandingkan hasil terapi latihan fisik pada penderita Frozen Shoulder yang dilakukan dirumah dengan latihan fisik yang dilakukan dirumah sakit. Oleh karena itu perlu di lakukan penelitian dengan tujuan agar dapat menilai efek terapi latihan fisik tersebut pada pemulihan rasa sakit dan fungsi dari bahu serta efisiensi dalam jumlah biaya yang diperlukan selama pengobatan penderita Frozen Shoulder.

Meskipun penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan, diharapkan akan diperoleh pengertian yang lebih mendalam tentang manfaat latihan fisik yang dilakukan dirumah?
1990
T58521
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>