Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Roslily Hanna
Abstrak :
Diskriminasi berbasis agama kerap menjadi isu yang tidak terpisahkan dalam kehidupan Masyarakat Indonesia, tak terkecuali dalam dunia pendidikan. Tulisan ini mengangkat cerita tentang narasi toleransi dan diskriminasi berbasis agama yang terjadi di Sekolah Menengah Atas Negeri di Kota Tangerang Selatan. Bagaimana diskriminasi berbasis agama terjadi di sekolah tidak terlepas dari figure of hegemony yang ada di sekolah, terutama sebagian guru dan otoritas sekolah. Diskriminasi berbasis agama yang terjadi di sekolah juga hadir dengan berbagai bentuk yang bervariasi. Mulai dari larangan melakukan perayaan acara Natal di sekolah, sulitnya perizinan untuk menggunakan ruang kelas untuk beribadah, bias dalam mengatur aturan berpakaian di sekolah, serta menerapkan aturan-aturan tertentu dalam kegiatan dan ruang belajar di sekolah. Hegemony dalam beragama yang terjadi di sekolah tentunya juga tidak terlepas dari counter-hegemony. Pada bagian keempat tulisan ini akan spesifik menceritakan proses counter-hegemony yang terjadi di sekolah. Terutama melalui peranan guru di kelas memberikan informasi kepada siswa terkait dengan sudut pandang lain dalam melihat narasi toleransi selain dari sudut pandang hegemony, kegiatan OSIS, dan juga diskusi lintas agama antara guru dan siswa. ......Religious discrimination has long been an issue that seems near inseparable from Indonesian society, the education system being a sphere that is not exempt from that very fact. This paper aims to discuss how religious discrimination takes hold at a public high school in the city of Tangerang Selatan. Diving into how religious discrimination are inextricably linked to figures of hegemony at school, as such teachers and other school authorities. Religious discrimination at school also takes shape in a multitude of forms. From banning Christmas celebrations at school, to the difficulty of receiving permits from school authorities to use classrooms for religious prayer, biases in school dress codes, and other select rules that applied certain religious identities. Although, this religious hegemony has not stood without resistance from counter-hegemony. Counter-hegemony in this case refers to the role of teachers in the classroom informing students on different perspective to see religious discrimination other than the hegemonic point of view, student council events, and interfaith dialogue between teachers and students.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaki Zamzami
Abstrak :
Di tengah intoleransi yang sedang berkembang di Tasikmalaya, Jawa-Barat, yang sedang berkembang, mulai muncul penanaman nilai-nilai toleransi. Beberapa studi sebelumnya menjelaskan bahwa hal tersebut disebabkan oleh adanya peran institusi negara, kurikulum formal dalam institusi pendidikan, dan peran dari guru dalam menanamkan nilai-nilai toleransi kepada peserta didik. Namun, kami melihat bahwa toleransi itu juga ditanamkan oleh lembaga pendidikan berbasis Islam (pesantren) kepada peserta didik (santri) melalui kurikulum terselubung. Kurikulum terselubung yang diterapkan yaitu ajaran tanbih yang merupakan pedoman pesantren yang mengajarkan nilai-nilai luhur hidup rukun antar sesama umat manusia. Tanbih disebarkan melalui saluran pendidikan kepada para santri dan sekolah rintisan pesantren. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bahwa dalam berbagai kasus tertentu, dalam institusi pendidikan berbasis agama seperti pesantren, nilai-nilai toleransi diajarkan melalui kurikulum terselubung. Data dalam penelitian ini diperoleh melalui observasi, studi pustaka, dan wawancara mendalam dengan pimpinan pesantren, guru, peserta didik, dan santri dari salah satu pesantren yang memiliki pengaruh cukup penting di Tasikmalaya, pada Pondok Pesantren Suryalaya. Berdasarkan temuan data di lapangan bahwa penanaman tanbih kepada peserta didik masih menemukan keragaman dampak terhadap sikap toleransi. Secara analisis teoritik melalui kurikulum terselubung, penanaman nilai-nilai tanbih di lingkungan Yayasan Pendidikan Pondok Pesantren Suryalaya perlu dioptimalkan kembali karena pada dasarnya terdapat kondisi nilai-nilai tradisional yang melekat kuat pada komunitas agama di Tasikmalaya dan secara umum di Indonesia. ......In the midst of the growing intolerance in Tasikmalaya, West Java, the values of tolerance are beginning to emerge. Several previous studies explained that this was due to the role of state institutions, the formal curriculum in educational institutions, and the role of teachers in instilling values of tolerance in students. However, we see that tolerance is also instilled by Islamic-based educational institutions (pesantren) in students (santri) through a hidden curriculum. The hidden curriculum that is implemented is the tanbih teaching which is the guideline for Islamic boarding schools that teach the noble values of living in harmony among human beings. Tanbih is disseminated through educational channels to students and pesantren pilot schools. This study aims to explain that in certain cases, in religion-based educational institutions such as Pesantren, the values of tolerance are taught through a hidden curriculum. The data in this study were obtained through observation, literature study, and in-depth interviews with pesantren leaders, teachers, students, and students from one of the Islamic boarding schools that have a significant influence in Tasikmalaya, at Pondok Pesantren Suryalaya. Based on the findings of data in the field, planting tanbih for students still found a variety of impacts on tolerance. In theoretical analysis through a hidden curriculum, the cultivation of tanbih values within the Suryalaya Islamic Boarding School Education Foundation needs to be re-optimized because basically there are conditions for traditional values that are strongly attached to the religious community in Tasikmalaya and general in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Alief Aurum
Abstrak :
Penelitian berikut merupakan penelitian dengan pendekatan kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara penggunaan media sosial dan religiusitas dengan toleransi. Penelitian ini menggunakan konsep social media uses and gratification (Rathnayake dan Winter, 2017), religiusitas (El-Menouar, 2014), dan toleransi (Vogt, 1997). Metode pengumpulan data yang digunakan adalah survei, sementara penarikan sampel menggunakan quota sampling dengan mempertimbangkan proporsi jumlah mahasiswa di setiap fakultas dan persentase jenis kelamin. Survei dilaksanakan secara daring kepada muslim generasi Z dengan rentang usia 17-23 tahun pada Universitas Indonesia melibatkan seluruh empat belas fakultas. Hasil yang ditemukan dari penelitian ini adalah tidak terdapat hubungan yang signifikan antara penggunaan media sosial dengan toleransi, namun terdapat hubungan negatif yang signifikan antara variabel religiusitas dengan variabel toleransi, bahkan hubungannya termasuk ke dalam kategori moderate correlation (hubungan sedang). Namun, dalam variabel toleransi, hubungan negatif yang signifikan hanya terjadi antara religiusitas dengan dimensi moral tolerance (toleransi terhadap tindakan orang lain di ruang privat), bukan pada political tolerance (toleransi terhadap tindakan orang lain di ruang publik) dan social tolerance (toleransi terhadap keberadaan orang lain). Hubungan negatif yang signifikan tersebut memiliki lokus di toleransi ranah privat, bukan publik dan keberadaan orang lain. ......This study is quantitative research with a purpose to find a relation between social media uses and religiosity with tolerance. Using social media uses and gratification (Rathnayake dan Winter, 2017), religiosity (El-Menouar, 2014), and tolerance (Vogt, 1997). Data collecting method used in this study is survey and sampling used is quota sampling based on proportion of student in each faculty and percentage of sex. The survey is conducted by spreading an online questionnaire to Moslem Gen-z (age ranges from 17 to 23 years old) from all of faculties in University of Indonesia. The result of this study proved that there is no significant correlation between social media uses and tolerance. However, there is a negative significant correlation between religiosity and tolerance. The negative significant correlation only occured between religiosity and moral tolerance dimension (tolerance of acts in the private sphere). Meanwhile, correlation between religiosity to political tolerance dimension (tolerance of acts in the private sphere) and social tolerance dimension (tolerance of people’s states of being) has no negative significant correlation. The locus of the negative and significant correlation is in the private sphere, not in the public sphere and people’s state of being.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library