Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 28 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Faisal Reza
"Istilah-istilah deskriptif digunakan dalam perdagangan untuk menyampaikan informasi kepada konsumen mengenai atribut, sifat atau keunggulan suatu produk. Merek yang hanya terdiri dari istilah deskriptif ini disebut sebagai merek deskriptif. Merek adalah suatu tanda yang digunakan untuk membedakan barang atau jasa dari suatu produsen dan produsen lain. Karena itu merek deskriptif seharusnya tidak dapat didaftar karena dianggap tidak mempunyai daya pembeda.. Merek deskriptif di Indonesia tidak dapat didaftar, baik di dalam ketentuan UU merek No. 21 tahun 1961 yang menggunakan sistem pendaftaran dekalaratif, maupun dalam UU Merek No. 19 tahun 1992 yang menggunakan sistem pendaftaran konstitutif, hingga UU Merek No. 15 tahun 2001 yang berlaku saat ini. Namun dalam kenyataannya di Indonesia terdapat merek-merek deskriptif yang didaftar, terutama berdasarkan Putusan Pengadilan.
Tesis ini meneliti mengenai masalah pendaftaran merek deskriptif di Indonesia, dengan menggunakan pendekatan konseptual yang meneliti mengenai konsep Secondary Meaning, pendekatan undang-undang dengan meneliti undang-undang merek di Indonesia dan pendekatan komparatif dengan melakukan perbandingan undang-undang merek di beberapa Negara berkaitan dengan masalah pendaftaran merek deskriptif. Pendekatan kasus juga dilakukan untuk meneliti putusanputusan pengadilan yang menjadi dasar didaftarkannya merek-merek deskriptif di Indonesia.
Dari hasil penelitian yang dilakukan didapat hasil bahwa masalah utama dalam pendaftaran merek deskriptif ini adalah tidak jelasnya pengaturan mengenai merek deskriptif ini dalam Undang-Undang Merek di Indonesia. Hal ini mengakibatkan terjadi perbedaan pendapat antara Hakim dan Pemeriksa merek mengenai merek deskriptif ini. Seharusnya dibuat suatu pengaturan yang jelas dan rinci mengenai pendaftaran merek deskriptif dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pemilik merek dengan kepentingan pihak ketiga sesuai dengan ketentuan dalam Paris Convention dan TRIPS Agreement.

Descriptive terms commonly used in the course of trade to convey information about attribute, characteristics or quality of a product, to consumers. Trademark, consists solely of descriptive terms is called Descriptive Marks. Trademark is a sign, used to distinguished goods or services from a producer from another. Therefore Descriptive Mark should not be registered because it lacks distinctive nature. Descriptive Mark in Indonesia is non-registrable, in the provision of The Trademark Act No. 21/1961 which used declarative system or in its predecessor, The Trademark Act No. 19/1992, even in the current Trademark Law in Indonesia, The Trademark Act No.15/2001. On the contrary, there are Descriptive Marks registered in Indonesia, based on Court and Supreme Court Decision in Indonesia.
This Tesis analyses the problem regarding the registration of Descriptive Marks in Indonesia, using Conceptual Approach which analyze the concept of Secondary Meaning, and using Statute Approach to analyze Trademark Law in Indonesia, and also using Comparative Approach to compare Trademark Law in various country in relation to Descriptive Mark. Case-Approach also used to analyze various Court and Supreme Court decisions in Indonesia that become Landmark Decision in Descriptive Mark registration problems.
Based on this Legal Research, we find that the major problem in the problematic registration of Descriptive Mark is because of the ambiguity of the current Trademark Law in Indonesia, regarding Descriptive Mark. This problem is causing different opinion between Judges and Trademark Examiner regarding Descriptive Mark. There should be more clear and comprehensive provisions in Indonesian Trademark Law about Descriptive Mark, which also considered the legitimate interests of trademark owners and third parties, based on the provisions in Paris Convention and TRIPS Agreement.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T-Pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Martha Oktorina
"Merek terkenal memiliki reputasi yang tinggi dan cenderung untuk ditiru, dipalsukan atau disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak memiliki hak atas merek tersebut. Penggunaan tanpa hak atas merek terkenal juga terjadi di dalam perdagangan di internet. Merek digunakan sebagai nama domain yang berfungsi sebagai alamat situs dari suatu perusahaan untuk mempromosikan produkproduknya dan memudahkan konsumen untuk mengingat situs perusahaan tersebut. Prinsip pendaftaran nama domain adalah first come first served. Prinsip ini dimanfaatkan oleh beberapa pihak untuk membonceng keterkenalan dari suatu merek dengan mendaftarkan merek tersebut sebagai nama domain. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yaitu apa saja yang dapat dikatakan sebagai tindakan itikad buruk dalam penggunaan merek terkenal sebagai nama domain dan bagaimana WIPO Arbitration & Mediation Center menyelesaikan penggunaan merek terkenal yang didaftarkan sebagai nama domain di internet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai tindakantindakan yang dapat dikatakan sebagai tindakan itikad buruk dalam penggunaan merek terkenal sebagai nama domain dan menyajikan analisa hukum dalam penyelesaian sengketa antara merek dan nama domain yang terjadi di internet dan penerapannya untuk penyelesaian sengketa di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif, dengan menggunakan metode pendekatan kasus dan perbandingan. Simpulan dalam penelitian ini yaitu tindakan itikad buruk dalam penggunaan merek terkenal sebagai nama domain adalah tindakan pendaftaran merek terkenal sebagai nama domain yang didasarkan pada tujuan untuk menjual, menyewakan, atau memindahkan hak atas nama domain tersebut kepada pemilik merek atau saingan bisnisnya dengan sejumlah harga, untuk mencegah pemilik merek mendaftarkan merek miliknya sebagai nama domain di internet, mengganggu bisnis atau usaha yang sedang dijalankan oleh saingannya, serta menarik dan mengarahkan para pengguna internet kepada situs milik pendaftar nama domain untuk tujuan komersial. Itikad buruk juga dilihat dari pendaftaran yang dilakukan secara tidak wajar atau tidak jujur, yang mengakibatkan kerugian bagi pihak lain dan menyesatkan konsumen. Penyelesaian sengketa melalui WIPO Arbitration & Mediation Center menggunakan metode arbitrase dan mediasi dengan beracuan pada ketentuanketentuan yang terdapat dalam Uniform Dispute Resolution Policy yang diadopsi oleh ICANN.

Well-known marks have a high reputation and tend to be imitated, falsified or misused by parties who do not have rights or legitimate interest to the mark. The use of well-known mark without the right or legitimate interest such as also occurs in the Internet. Mark is used as a domain name that is used as the address of the Website of the company with the aim to promote their products and allow customers to remember the company website. The principle of domain name registration is first come first served. This principle is exploited by some parties to hitchhike the well-known of a mark by registering the mark as a domain name. The main problems of this research are what kind of action that can be said as an act of bad faith in the use of well-known marks as domain names and how does The WIPO Arbitration and Mediation Center resolve the dispute over the use of the well-known marks that are registered as domain names in the Internet. The purposes of this research are to obtain information about actions that can be said as an act of bad faith in the use of well-known marks as domain names and present a legal analysis of the settlement of disputes between well-known marks and domain names in the Internet and its use for dispute settlement in Indonesia. The method used in this research is the normative method, using the case and comparative approach. The conclusions in this research are the acts of bad faith use of well-known marks as domain names are the actions of well-known mark’s registration as domain names based on the purpose to sale, lease or transfer its right over the domain name to the well-known mark’s owner or its business competitor with a number of price, in order to prevent the proprietor of the wellknown marks to register their marks as a domain name on the Internet, disrupt the business that are run by its rivals, and to attract and direct users of Internet to its site for the commercial gain. This bad faith can also be seen from the registration conducted in an unnatural or dishonesty, which resulted in losses for others and mislead the consumers. The settlement of well-known marks and domain name’s dispute through WIPO Arbitration and Mediation Center is uses the method like arbitration and mediation by using the provisions of the Uniform Dispute Resolution Policy adopted by ICANN.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
R.M. Suryodiningrat
Bandung: Tarsito, 1981
346.048 SUR a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Pembahasan mengenai generic term dalam
perlindungan merek terkait dengan istilah “Town Square”
setidak-tidaknya mencakup dua masalah penting, yaitu: (1)
apa urgensi pengaturan secara khusus mengenai generic term.
dan (2) apakah merek town square merupakan generic term
sehingga dapat diajukan gugatan pembatalan merek di
Pengadilan Niaga. Di Indonesia generic term hanya diatur
secara implisit (tersirat) dalam pasal 5 huruf b dan c UU
No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sedangkan, di Amerika
Serikat, walaupun perlindungan terhadap generic term tidak
diatur secara lengkap dalam Section 45 the Lanham Act (15
U.S.C. § 1127), namun seiring dengan teori hukum tentang
generic term yang terus mengalami perkembangan sehingga
menghasilkan berbagai preseden, cara penyelesaian terhadap
masalah generic term telah mengalami kemajuan dan memiliki
kepastian hukum. Dari Berbagai data yang ada dapat
ditunjukkan bahwa generic term harus diatur secara lebih
khusus dan jelas, karena merupakan istilah yang menunjukkan
genus suatu jenis barang atau jasa dari produk yang menjadi
komoditi perdagangan yang dapat dipergunakan secara bebas
oleh seluruh warga. Dari berbagai preseden di Amerika
Serikat dapat pula dibuktikan bahwa perlindungan hukum
terhadap generic term di suatu negara sangat penting. Di
Indonesia, “Town Square” telah tergeneralisasi sehingga
menjadi generic term. Jadi, dapat dilakukan gugatan
pembatalan pendaftaran merek “Town Square” terhadap PT GMR
di Pengadilan Niaga dengan menggunakan dasar hukum pasal 68
ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek serta berbagai
teori hukum mengenai generic term. Penelitian ini
menggunakan metode normatif/doktrinal. Sedangkan, metode
pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah metode
kualitatif sehingga menghasilkan data yang bersifat
preskriptif."
Universitas Indonesia, 2005
S24458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devina Ayu
"Adapun Hukum Merek pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hasil karya seorang Pemilik Merek, namun demikian tidak semua Merek dapat didaftarkan dan dilindungi. Merek Generik adalah Merek yang telah menjadi milik umum, sedangkan Merek Deskriptif adalah Merek yang merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimohonkan pendaftarannya, Keduanya merupakan dua dari jenis-jenis Merek yang tidak dapat didaftarkan sebagaimana disebutkan di dalam UU No. 15 Tahun 2001 Pasal 5 huruf c dan d. Adapun Tesis ini merupakan penelitian yang berupaya meninjau tentang bagaimana pengaturan Merek Generik dan Deskriptif di Indonesia berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001 Tentang Merek (khususnya dalam hal kriteria Merek Generik dan Deskriptif yang dapat dilindungi berdasarkan UU No. 15 Tahun 2001) dan secara internasional berdasarkan Perjanjian-perjanjian Internasional yang terkait dengan Merek, kemudian di dalam Tesis ini akan dianalisa pula mengenai bagaimanakah penerapan Pasal 5 huruf c dan d UU No. 15 Tahun 2001 dalam prakteknya di Indonesia dengan melakukan analisa atas 2 (dua) Putusan Mahkamah Agung terkait permohonan pendaftaran Merek Generik dan Desktiptif di Indonesia. Maka pada Penelitian ini dapat dilihat bahwa UU No. 15 Tahun 2001, Pemeriksa Merek, dan Hakim berperan penting dalam memberikan kepastian hukum atas perlindungan Merek di Indonesia.

It is known that Law of Trademark is basically aimed at protecting the creation of Brand owner; however, not all brand are registrable and protected. Generic brand is a brand which has become public possession; meanwhile, Descriptive brand is a brand which literally delivers information related to the goods or service being registered. Both are two brands among many types of non-registrable Brands/Trademark as it has been explained in Law number 15 year 2001 article 5C&D. This thesis includes a research conducted to observe the management of Generic and Descriptive brand and internationally based on International Agreements related on Brand. Later on, the thesis also analyzed the practical enforcement of article 5C&D of Law No. 15 year 2001 in Indonesia based on 2 (two) verdicts from Supreme Court related to registration appeal of Generic & Descriptive Trademark in Indonesia. In conclusion, the research unveils the importance of Law No. 15 year 2001, Brand Examiner and Judge in delivering Law assurance on Trademark protection in Indonesia.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Manalu, Oloan
"Sebagai salah satu wujud karya intelektual merek memainkan peranan yang sangat penting dalam dunia perdagangan barang dan jasa serta perkembangan ekonomi secara global. Selain berfungsi sebagai tanda pengenal atas suatu produk baik barang maupun jasa yang dimiliki oleh seseorang, merek juga berfungsi sebagai pembeda antara produk barang atau jasa dari satu produsen dengan produsen lainnya. Sedemikian pentingnya arti sebuah merek sehingga menjadikannya bagian kekayaan yang sangat berharga secara komersial, yang keberadaanya lebih bernilai dibandingkan dengan aset riil sebuah perusahaan. Tidak hanya itu pentingnya peran merek dalam kehidupan pasar seringkali merek dijadikan komoditi yang sangat laku untuk diperdagangkan, sehingga memunculkan praktek pemalsuan dan peniruan yang menjurus pada persaingan curang didasari itikad tidak baik yang pada akhirnya akan berdampak kerugian tidak hanya terhadap pemilik merek tetapi juga para konsumen itu sendiri. Adapun motif dan alasannya adalah memperoleh keuntungan dalam waktu yang relatif singkat, dengan cara mendompleng ketenaran merek pihak lain yang sudah tekenal, tanpa melalui promosi yang memakan waktu lama dan biaya yang sangat besar. Mengenai merek terkenal hingga saat ini belum terdapat definisi yang jelas, baik didalam ketentuan internasional maupun nasional sehingga situasi yang demikian sering dimanfaatkan oleh para oknum pengusaha lokal dalam melakukan pelanggaran terhadap merek terkenal di Indonesia. Dari penjelasan diatas terdapat tiga hal yang mendasari tesis ini, yakni Hak-hak apa sajakan yang dimiliki oleh pemilik merek terkenal dalam hal ini Christian Dior Couture sebagai pemilik merek dagang DIOR, Upayaupaya apa yang dapat ditempuh oleh Christian Dior Couture sebagai pemilik merek terkenal terkait dengan adanya peniruan atas merek dagang DIOR, Apakah putusan hakim dalam perkara merek DIOR telah sesuai dengan Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Metode penelitian yang dilakukan untuk mengkaji dan menjawab permasalahan di atas adalah dengan menggunakan metode penelitian yang bersifat deskriptif analitis, sedangkan metode pendekatan penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif melalui library research yang meliputi sumber hukum primer, skunder dan tersier. Kemudian data-data tersebut dianalisis dengan metode kualitatif sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bersifat deduktif induktif. Berdasarkan penelitian untuk memberikan perlindungan yang maksimal terhadap merek, khususnya merek terkenal disarankan agar dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap Undangundang nomor 15 Tahun 2001Tentang Merek guna efektifitas dari Undang-undang tersebut. Diperlukan upaya-upaya peningkatan pengetahuan dan integritas aparatur penegak hukum dalam hal ini hakim pada Pengadilan Niaga, sehingga dapat lebih berhati-hati dalam memberikan pertimbangan hukum atas perkara merek yang diperiksa. Begitupun kepada aparatur Ditjen HKI dalam hal ini pemeriksa merek perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan kemampuan teknis dan integritas petugas pemeriksa merek tersebut, tidak hanya itu yang tidak kalah penting adalah peningkatan sarana dan prasarana penunjang yang berbasis teknologi modern, guna meningkatkan kualitas sistem pemeriksaan merek sehingga terjadinya pelanggaran merek dapat diminimalisir.

As one form of intellectual work, mark plays a very important role in goods and services world trade, as well as global economic developments. In addition to functioning as the identification of a product of both goods and services of the owner, mark also function as a differentiator between the product or service from one manufacturer to the other manufacturers. The importance of mark makes it a valuable part of commercial, of which its existence is more valuable that the real assets of a company. Not only that, the importance of mark in the market life often made it become a popular commodity for trading, which at the end triggers forgery and fraud/impersonation practices that leads to unfair competition and impact not only to the owner but also to the consumers. Most motives are to gain as much benefits in a relatively short time by hijacking the well-known mark that has already been established, without having to spend more cost on the promotion. In regards to the well-known brand, until now, there has been no clear definition, both in the international and national provisions. This situation is often misused and exploited by unscrupulous local businessmen in violation of a well-known mark in Indonesia. From the above explanation, there are three things that underlie this thesis, namely: What are the rights owned by the owner of the well-know marks, in this case Christian Dior Couture as the owner of the trademark Dior?; What efforts can be reached by Christian Dior Couture as the owner of a well-known mark associated with the imitation of the trademark Dior? Is the Judge's ruling in the case of the trademark Dior has been in accordance to the Indonesian Trademark Law No. 15/2001? The research methodology in assessing and addressing the above matters is with the use of descriptive analysis and normative juridical approach through literature review which include a source of primary, secondary and tertiary law. Then the data were analyzed using qualitative methods so that it can be deduced. As the result of the research, in accordance to provide maximum protection for the well-known marks, recommendations are made to improve the Indonesian Trademark Law No. 15/2001 for the Act to become more effective. Necessary efforts are needed to improve the knowledge and integrity of law enforcement officials in this case, the judge in the Commercial Court, to be more cautious in giving legal opinions on examining marks. Likewise, the DG of Intellectual Property Rights apparatus in this cased to improve the technical ability and integrity of the mark inspectors, also to improve the facilities and infrastructure based on modern technology, and to improve the quality of the brand inspection system so that violations of well-know brand can be minimized.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T43134
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Trade Mark Law in Indonesia has regulated geographical indication. It means, that Indonesia has already harmonized the regulation to the TRIP's system. However, the existence of the rules has not provided optimum protection to the potential geography in Indonesia. One of the Obstacles is the existence of the implementation rule to support the enforcement of geographical indication on the Act No. 15/2001 has not yet issued."
JHUII 12:29 (2005)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Imanuddin
"Skripsi ini membahas analisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam Hasil penelitian ini menghasilkan dua tipe pengawasan yaitu pengawasan preventif melalui sosialisasi pengawasan dalam pendaftaran merek pengawasan dalam perpanjangan merek dan pengawasan dalam penghapusan merek Pengawasan kedua adalah tindakan represif berupa koordinasi antar instansi pemerintah responsivitas pemerintah sumber daya dan peran pengawasan masyarakat.

This research discusses the analysis of monitoring aspect of the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. The purpose of this study is to analyze the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. This study uses qualitative approach with descriptive design The techniques used for data collection are observation and in depth interview. This study resulted in two types of supervision The first is preventive supervision through socialization supervision in brand registration supervision on brand extention and brand elimination. The second is repressive action such as coordination among government agencies government responsivity resources and the role of public supervision."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Marlyna
"Penelitian ini mengkaji penerapan UU Merek dalam mengatasi permasalahan obat palsu di Indonesia untuk menguji tujuan merek dalam melindungi konsumen. Pertanyaan penelitian dalam disertasi ini: 1) apakah sistem pelindungan merek bertujuan untuk melindungi konsumen; 2) mengapa konsumen perlu mendapatkan pelindungan hukum agar terlindungi dari bahaya obat palsu; 3) apakah merek bertujuan untuk melindungi konsumen berdasarkan hasil penelitian empiris terhadap perusahaan farmasi dan penelitian terhadap putusan pengadilan di Indonesia; 4)  bagaimana penegakan hukum untuk melindungi konsumen dari bahaya obat palsu di Indonesia. Disertasi ini menggunakan Teori Penegakan Hukum oleh Publik dari William M. Landes dan Richard A. Posner, serta A. Mitchell Polinsky dan Steven Shavell. Disertasi ini menggunakan metode penelitian sosio-legal.
Kesimpulan dari disertasi ini yaitu konsep tujuan merek untuk melindungi konsumen didasarkan pada perkembangan konsep pelindungan merek dan teori analisis ekonomi. Penelitian terhadap konsumen membuktikan konsumen tidak berdaya untuk melindungi dirinya dari bahaya obat palsu. Penelitian terhadap perusahaan farmasi dan  putusan pengadilan menunjukkan sistem pelindungan merek tidak melindungi konsumen dari bahaya obat palsu. Hukum Merek tidak dapat dipaksa untuk melindungi konsumen karena akan merusak sistem pelindungan hukum merek itu sendiri. Agar konsumen dapat terlindungi dari bahaya obat palsu maka penegakan hukum harus dilakukan oleh publik dengan menggunakan UU Kesehatan.

This reserach examines the application of the Trademark Law in overcoming the problem of counterfeit medicines in Indonesia to examine trademarks objective in protecting consumers. The research questions are: 1) whether the trademark protection system aims to protect consumers; 2) why consumers need to get legal protection to be protected from the dangers of counterfeit drugs; 3) whether the trademark aims to protect consumers based on the results of empirical research on pharmaceutical companies and research on court decisions; 4) how law enforcement must be pursue to protect consumers from the dangers of counterfeit medicines in Indonesia. This dissertation uses the Public Law Enforcement Theory developed by William M. Landes and Richard A. Posner, also by A. Mitchell Polinsky and Steven Shavell. This study uses socio-legal research methods.
The conclusions are the concept of trademark objectives to protect consumers based on the development of trademark protection concepts and economic analysis theory. Research on consumers proves that consumers are powerless to protect themselves from the dangers of counterfeit medicines. Research on pharmaceutical companies and court decisions shows that the trademark protection system does not protect consumers from the dangers of counterfeit medicines. Trademark Law should not be forced to protect consumers because it will damage the system. In order to protect consumers, law enforcement must be carried out by the public using the Health Law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
D2772
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>