Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Iman Jaya
Abstrak :
Pemberantasan dan pengobatan penyakit TB paru belum memperlihatkan hasil yang memuaskan, diperkirakan ada 500.000 penderita baru setiap tahunnya dan 175.000 diantaranya akan meninggal. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara faktor resiko lingkungan dengan terjadinya penyakit TB paru. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Barat dengan menggunakaan desain kasus kontrol. Sebagai responden diambil 79 orang penderita TB paru BTA (+), dengan jumlah yang sama juga diambil sebagai kontrol yang dipilih secara purposif dari 671 penderita tersangka yang terdaftar dalam registrasi TB Kabupaten. Keadaan ventilasi, kelembaban, pencahayaan sinar matahari dan konstruksi lantai yang berhubungan dengan rumah responden diobservasi sebagai faktor Iingkungan fisik, sedangkan data demografi diperoleh dari hasil interview oleh petugas Puskesmas yang telah dilatih. Data lingkungan fisik dan demografi diuji dengan menggunakan analisis univariat, bivariat dan mullivariat untuk mcnentukan dislribusi frekuensi, adanya hubungan dan kekuatan hubungan antara faktor lingkungan sebagai variabel bebas dan penderita TB paru BTA(+) sebagai variabel terikat. Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa responden TB paru laki-laki dengan BTA(+) diperkirakan 2 kali lebih besar dari responden wanita. Dari mereka yang terkena TB paru BTA (+), 49,3% diantaranya berada pada usia produklif (25-44). Sekitar 30% dari responden yang terinfeksi TB adalah mareka yang berpendidikan rendah dan sedang (SDISLTP). Hasil analisis bivariat menunjukkan adanya kontak penularan serumah, ventilasi kamar tidur yang jelek dan kepadatan penghuni sekamar secara statistik mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya TB pare BTA positif, dengan nilai Odd Ratio 3,36 (p=0,035); 2,82 (p=0,001) dan 2,12 (0,028). Diantara faktor-faktor resiko lingkungan tersebut, analisis muitivarial menunjukkan bahwa ventilasi kamar tidur merupakan variabel yang paling kuat hubungannya dengan terjadinya penularan TB paru (OR = 1,63; p = 0,005). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kualitas udara dalam rumah ikut berperan terjadinya TB paru BTA (+).
2000
T3368
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alma Luspa
Abstrak :
Secara Nasional Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi beban kerja yang berat, karena hampir 70% penderita TB paru adalah penduduk yang berusia produktif terutama mereka yang yang berasal dari ekonomi lemah, RS RK Charitas Kota Palembang merupakan salah satu jalan keluar (outlet) untuk peningkatan cakupan Program Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS, sehingga dapat direplikasikan kepada RS swasta lainnya, haI ini terlihat tingginya angka sembuh dari hasil pelaksanaan pengobatan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi mendalam tentang proses efektifitas Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS di RS RK Charitas Kota Palembang, dengan melihat dari pendekatan sistem, yang terdiri dari komponen masukan (input) terdiri dari tenaga pelaksana yang dilihat dari pengetahun, lama kerja, beban kerja dan sikap, serta dana, obat, sarana dan metoda. Komponen proses dilihat dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring. Penelitian ini dilakukan dengan metoda Kualitatif, di mana pengumpulan data dilakukan dengan melaksanakan wawancara mendalam (WM) dengan Direktur RS, Ketua tim Penanggulangan Penyakit TB paru serta Perawat kesehatan dan tenaga Farmasi yang bertugas di Poliklinik DOTS. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa proses Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS di RS RK Charitas Palembang secara keseluruhan telah herhasil dengan baik, sesuai dengan Pedoman Nasional Penanggulangan Penyakit TB paru Departemen Kesehatan RI yaitu angka kesembuhan >85%, Drop out <10% dan angka kambuh 4,5%, Namun walau demikian masih terdapat kendala baik di komponen masukan (Input) maupun di pelaksanaan kegiatan. Untuk mereplikasikan keberhasilan Penanggulangan Penyakit TB paru dengan strategi DOTS ke RS swasta lainnya, maka perlu Political Komitmen dari Pimpinan RS, dan pemberian makanan tambahan, bebas biaya retribusi setiap kunjungan serta PMO dari kalangan keluarga sendiri. Dan pihak penanggung jawab Program Penanggulangan Penyakit TB paru yaitu Dinas Kesehatan Kota Palembang diharapkan untuk memberikan umpan balik dan saran dari hasil kerja RS RK Charitas serta benclunarking RS swasta Iainnya ke RS RK Charitas kota Palembang.
Tuberculosis disease currently is still a major problem, because almost 70% of lung tuberculosis sufferers are people in productive age, especially those from lower income. RK Charitas Hospital of Palembang City as one of outlets for improving the coverage of lung tuberculosis disease overcoming program by DOTS. It seems that this strategy can be applied to the other private hospitals, as it can be seen from the high of recovery rate of result implementation treatment of lung tuberculosis disease by DOTS strategy. The objective of this study is to obtain further information on the process of the effectiveness overcoming of lung tuberculosis disease by DOTS strategy at RK Charitas Hospital of Palembang City. We used system approach that covers of input components that consist of knowledge, working duration, attitude and workload of staff, fund, medicine, means and method. The process component included was planning, implementation and monitoring. This study conducted using qualitative method, where data collected by in-depth interview to the director of the hospital, the chief of the team on lung tuberculosis disease overcoming, nurses, chemistry officer who work at DOTS polyclinic. Based on the result of this study showed that the process of lung tuberculosis disease overcoming by DOTS strategy at RK Charitas hospital of Palembang. It wholly has been success with good result. And it met with the Lung Tuberculosis Disease Overcoming National Guidelines, MOH RI, i.e. recovery rate > 85%, drop-out < 10% and recurrence rate 4,5%, even though is still having obstacle in input component and the implementation activity. To reapply the success of lung tuberculosis disease overcoming by DOTS strategy to other private hospitals, so it needs Political Commitment of the Hospital?s leader, and giving additional food, free from retribution each visiting also the PMO from nuclear family. For one who?s responsible to the program on lung tuberculosis overcoming, the Local Health Service of Palembang City, it is hoped to give a feedback and suggestion to the work achievement of RK Charitas Hospital also the benchmark from other private hospitals to RK Charitas Hospital of Palembang City.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T4036
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Idham Latif
Abstrak :
Dari Studi Evaluasi Manfaat tahun 2001 (SEM 2001) oleh Balitbangkes Depkes RI di Indramayu, 74% responden penelitian menyatakan bahwa pengobatan TB boleh dihentikan setelah merasa sembuh meskipun baru beberapa minggu/bulan minum obat/berobat TB. Hal itu berarti sebagian besar masyarakat Indramayu ?berpengetahuan salah? menyatakan boleh menghentikan pengobatan TB. Fakta tersebut merupakan masalah yang dianggap penting untuk diatasi, mengingat angka Case Notivication Rate tuberkulosis di Indramayu dari tahun 1999 s/d 2001 terlihat adanya peningkatan, disamping itu angka kesembuhan tiga tahun terakhir masih belum optimal. Tingginya proporsi pengetahuan masyarakat yang salah tentang pengobatan TB tersebut, kemungkinan menjadi ancaman bagi keteraturan pengobatan penderita TB. Atas alasan tersebut, penulis melakukan penelitian dengan menganalisis data sekunder basil SEM 2001, dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pengetahuan tentang penghentian pengobatan TB. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional/potong lintang, dengan sampel anggota rumah tangga yang berumur di atas 15 tahun dari rumah tangga terpilih SEM 2001. Jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk mencapai tingkat kepercayaan 95%, tingkat kemaknaan 5% (a=0,05), dan kekuatan uji 90% yaitu sebanyak 3.338 responder, dengan presisi 0,0242. Hasil penelitian menujukkan bahwa, proporsi pengetahuan masyarakat yang ?menyatakan salah? boleh menghentikan pengobatan TB adalah sebesar 67%. Dan ke enam variabel independen yang diteliti, empat diantaranya berhubungan dan bermakna secara statistik, yaitu faktor: keterpaparan media komunikasi (p=0,0000, 0R=13,732, 95% CI: 10,142-18,592), keterpaparan sumber informasi petugas kesehatan (p=0,0000, OR=11,765, 95% CI: 8,220-16,840), pendidikan (p=,0000, OR=2,952, 95% CI: 2,327-3,744), dan pekerjaan (p=0,0000, OR=1,416, 95% CI:1,180-1,700). Dari perhitungan dampak potensial, disimpulkan bahwa faktor keterpaparan media komunikasi memberikan kontribusi sebesar 88,28%. Berdasarkan temuan penelitian, Departemen Kesehatan hendaknya meningkatkan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) yang bertujuan untuk mendekatkan dan mengintensifkan. keterpaparan media komunikasi kepada masyarakat tentang program penanggulangan TB. Kegiatan tersebut antara lain penyebarluasan informasi tentang penanggulangan TB dalam bentuk kampanye dengan menggunakan media komunikasi seperti: TV/radio/koran/poster/spanduk/leaflet yang menjangkau wilayah terkecil, yaitu desa/kelurahan.
Based on Benefit Evaluation Study in 2001 (BES 2001) by the Bureau of Health Research and Development in Indramayu, 74% of the respondents said that tuberculosis treatment can be stopped if the patient feels recovered after consuming TB drugs for a few weeks/month. It shown that most of Indramayu people wrongly stated that they are allowed of quitting the TB treatment at any time. This fact becomes an important problem to be solved considering that tuberculosis Case Notification Rate in Indramayu from 1999 to 2001 was increased. In addition the cure rate for the last 3 years is still not optimal. This high rate proportions of the knowledge of the community that allowing self-stopping TB treatment will affect the regularity of treatment. Therefore, a study was conducted to analyze the secondary data obtained from BES 2001 in order to know factors related to the knowledge explaining the allowance of self quitting the treatment. This study uses cross sectional design with the sample of household members aged over 15 years or over from those elected by BES 2001. The samples, at least, should be 3.338 respondents in order to achieve confidence level 95%, significance level 5% (a=0,05), and power of the test 90%, for precision 0,0242. The research shows that the proportion of the knowledge of the community wrongly stated allowing to self-stopping tuberculosis treatment is 67%. Based on the six variables been studied, statistically, there were four variables significantly related i.e: the expose of media of communication (p=0,0000, OR=13,732, 95% CI: 10,142-18,592), the expose of health information by health staff (p=0,0000, OR=11,765, 95% CI: 8,220-16,840), education (p=0,0000, OR=2,952, 95% CI: 2,327-3,744), and job (p=0,0000, OR=1,416, 95% CI:1,180-1,700). From potential impact calculation, it is concluded that the expose of the media of communication contributing 88,28%. Based on the research result, it is recommended that the Health Department should improve the service on communication, information and education in order to make it access to the community and to intensify the expose of media of communication on tuberculosis problem. The following efforts include dissemination of information, on tuberculosis infection by using certain media like TV/radio/newspaper/ poster/banner/leaflet in order to cover the entire area including village and hamlet.
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T4035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikrotul Ulya
Abstrak :
ABSTRAK
Tesis ini membahas kemampuan mahasiswa Fakultas Psikologi UAngka penemuan kasus menurut Global tuberculosis Report 2016 sebesar 77 dan dikawasan Asia Tenggara sebesar 46,5 . Sedangkan di Indonesia mengalami titik stagnan dalam 5tahun terakhir di kisaran 32 - 33 kasus. Angka penemuan kasus TBC di Kota Depok tahun2016 baru tercapai 58 dari target cakupan. Sedangkan di Kota Bekasi, cakupannya sebesar62 . Sejak tahun 2014 dengan menggunakan strategi PPM Public Private Mix di Kota Depokmelibatkan fasyankes Fasilitas Pelayanan Kesehatan swasta dalam penanganan TBCmenggunakan metode DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse. Saat ini, dari 4 RSswasta yang sudah bekerja sama menjangkau 18,7 kasus TBC di seluruh Kota Depok.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas biaya penerapan strategi DOTS di RumahSakit swasta Kota Depok. Penelitian ini merupakan penelitian evaluasi ekonomi dengan denganmetode kohort retrospektif. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Oktober ndash; April 2018dengan melakukan study comparative antara 3 alternatif Cost Effectiveness Analysis , yaituPuskesmas yang menggunakan DOTS, RS DOTS dan RS Tanpa DOTS. Peneliti melakukanpenghitungan microcosting dari perspektif societal/masyarakat dengan menghitung biaya yangdikeluarkan oleh pasien dan provider pelayanan kesehatan. Output yang dipakai untuk mengukurpenanganan TBC adalah angka pengobatan lengkap Success Rate . Estimasi biaya berdasarkantarif Rumah Sakit, harga pasar, serta wawancara dari petugas RS.Hasil penelitian dari 36 sampel per kelompok menunjukkan bahwa Success Rate dipuskesmas 86,1 , RS dengan DOTS sebesar 77.78 sedangkan yang non DOTS sebesar 63.89 . Penambahan biaya provider di puskesmas dan RS DOTS meningkatkan success rate. Biayasocietal penatalaksanaan TBC di puskesmas 42 dari biaya di RS swasta. Dari perhitunganACER Average Cost Effectiveness Ratio didapatkan bahwa RS yang melaksanakan strategiDOTS lebih cost effective, dengan nilai ACER di Puskesmas adalah Rp 1.948.284, RS DOTS Rp3.989.576 dan RS tanpa DOTS sebesar Rp 5.390.323. Untuk menaikkan 1 angka kesuksesanpengobatan membutuhkan biaya Rp 10.084.572 dengan melakukan intervensi program DOTS keRS Swasta. Analisis bivariat menyatakan bahwa terdapat perbedaan bermakna efektivitas biayaperspektif societal pada pengobatan TBC di puskesmas, RS dengan DOTS, dan RS tanpa DOTS .Keywords : Cost effectiveness analysis, DOTS, Fasyankes swasta, Success Rate, ACER, ICER
ABSTRACT
According to Global Tuberculosis Report 2016, the number of TB cases 77 andSoutheast Asia cases 46.5. While Indonesia was at a stagnant point in the last 5 years in therange 32 33 of cases. Case Detection Rate 2016 at Depok City only reached 58 of targetcoverage. While at Bekasi, coverage of 62. Since the year 2014 by using strategies of PPM Public Private Mix in the Depok City involves private health service facility to handling TBusing DOTS Directly Observed Treatment Shortcourse . Currently, partnership between DepokHealth District Office with 4 private hospitals can increase 18.7 of TB cases. The aims of thisstudy is to determine cost effectiveness of DOTS strategy implementation in Private Hospital. This research is a study of the economic evaluation with method a retrospective cohortstudy. This research will be conducted in October ndash April 2018 by doing a comparative studybetween 3 alternatives Cost Effectiveness Analysis , i.e. Public Health Care PHC Puskesmas,DOTS and Non DOTS Private Hospitals. Researchers did a microcosting from the perspective ofsocietal by calculating the costs incurred by the patient and health care provider. Outputmeasured by the number of complete treatment Success Rate . Cost estimation based onHospital rates, market prices, and interviews of the officers of hospital.From 36 samples per group shows that the Success Rate at PHCis 86.1 DOTS hospitalof 77.78 and non DOTS hospital of 63.89 . The addition cost providers PHC and DOTShospital increase success rate. The cost of TB treatment in PHC 42 of costs in a privatehospital. ACER Average Cost Effectiveness Ratio is obtained that the hospital which carry outthe strategy of DOTS is more cost effective. ACER in PHC is Rp 1,948,284, DOTS Hospital Rp3,989,576 and Non DOTS Hospital is Rp 5,390,323. To increase 1 success rate of TBtreatment costs Rp 10,084,572 with intervention DOTS programs into a private hospital. Bivariatanalysis stated that cost effectiveness societal perspectives on TB treatment between PHC, DOTS hospital and Non DOTS hospital has a significant difference.Keywords Cost effectiveness analysis, DOTS, Fasyankes swasta, Success Rate, ACER, ICER
2018
T50136
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Filly Mandalie
Abstrak :
ABSTRAK
Latar Belakang : Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosiss (MTB) dan merupakan masalah kesehatan utama didunia.1World Health Organization (WHO) pada tahun 2018 melaporkan 10 juta orang terdiagnosis TB di seluruh dunia. Indonesia merupakan negara dengan insiden TB tertinggi ketiga di dunia, terjadi peningkatan kasus baru sebesar 70% dari 331.703 menjadi 563.879 antara tahun 2015-2018 dan kasus TB MDR/TB RR, rata-rata 8.8 per 100.000 populasi, 2.4 % merupakan kasus baru dan dan 13% merupakan TB pengobatan ulang.2 Berdasarkan data WHO tingkat kegagalan pengobatan pada pasien TB MDR cukup besar (lebih dari 50%), juga terjadi di Indonesia yang disebabkan tinggi nya angka kematian (17%) dan loss to follow up (26%). Kegagalan pengobatan mengakibatkan pengobatan dihentikan dan diperlukan penggantian rejimen. Komorbiditas, Efek samping obat, resistensi obat merupakan faktor yang mempengaruhi kegagalan pengobatan dan dinilai melalui konversi sputum yang merupakan indikator respons pengobatan dan digunakan sebagai indikator keberhasilan pengobatan atau kegagalan pengobatan. Tujuan : Mengetahui hubungan konversi sputum pasien TB MDR dengan berbagai faktor non genetic dan genetic yang terjadi selama fase intensif yang sedang diobati di RS paru DR.M.Goenawan Partowidigdo. Metode: Data diambil secara kohort retrospektif melalui rekam medis TB MDR (1 Oktober 2018 sampai 31 Maret 2019). Data yang terkumpul dilakukan uji statistik. Hasil : SP yang mendapat terapi jenis STR memiliki karakteristik rerata usia sebesar 35,11 tahun dengan jenis kelamin laki-laki sedikit lebih banyak dibanding perempuan (57,9% vs 42,1%), sebagian besar memiliki riwayat pengobatan TB sebelumnya (84,2%) namun tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien TB aktif (87,7%). Terdapat 32 SP yang tidak memiliki riwayat pengobatan dan tidak memiliki riwayat kontak tetapi terinfeksi kuman TB MDR sebanyak sepertiga SP memiliki komorbiditas DM. SP yang mendapat terapi jenis konvensional memiliki karakteristik rerata usia sebesar 40,22 tahun, lebih banyak berjenis kelamin laki-laki (61,5%), dengan riwayat pengobatan TB sebelumnya (73,5%) namun tidak memiliki riwayat kontak dengan pasien TB aktif (86,3%), sebanyak sepertiga SP memiliki komorbiditas DM Subjek yang tidak mememiliki komorbiditas dan tidak konversi sputum sebesar 18,4% sedangkan yang tidak memiliki komorbiditas dan tidak konversi sputum sebesar 55,2% dimana hasil ini bermakna secara statistik (p=0,016, RO 2,23 IK95% 1,15 - 4,32). SP dengan DM memiliki risiko 2,23 kali untuk tidak terjadi konversi sputum. Jumlah efek samping obat anti tuberkulosis lebih dari 2 jenis yang mengalami konversi sputum sebesar 43,1 % sedangkan yang jumlah efek sampingnya ≤ 2 mengalami konversi sputum sebesar 23,6 % dimana hasil ini bermakna secara statistik (p<0,001, RO 0,11 IK95% 0,05 -0,25). Pada akhir bulan keenam dan dilakukan kultur dan DST dan LPA lini dua didapatkan perubahan sifat resistensi, bisa akibat mutasi atau pasien terinfeksi oleh 2 strain yang berbeda. Kesimpulan: Konversi kultur sputum yang tertunda mengakibatkan waktu pengobatan yang diperpanjang dan beresiko kegagalan pengobatan. DM, efek samping onat dan resistensi adalah salah satu Faktor yang menyebabkan waktu konversi sputum lebih lama, sehingga resiko kegagalan terapi menyebabkan resiko mortalitas meningkat.
ABSTRACT
Background: Tuberculosis (TB) is an infection caused by Mycobacterium tuberculosis (MTB) and is a main health problem in the world.1 The World Health Organization (WHO) in 2018 reported 10 million people diagnosed with TB worldwide. Indonesian is country with the third highest incidence of TB in the world, an increase in new cases is 70% from 331,703 to 563,879 between 2015-2018 and MDR TB cases an average of 8.8 per 100,000 population, 2.4% is a new cases and 13% is a re-treatment of TB cases.2 Based on WHO data, the treatment failure rate in MDR TB patients is quite large (more than 50%), also occurring in Indonesia which causes high mortality (17%) and loss to follow-up (26%). Treatment failure causes the treatment being stop and replacement regimen are needed. Many factors that influence treatment and approved through sputum conversion which is an indicator of treatment response and is used as an indicator of treatment success or treatment failure. Objective: To know the relation of sputum conversion in patients with various factor non genetic and genetic that occur during intensive phase while in the process of treatment in pulmonary hospital of Dr. M. Goenawan Partowidigdo. Methods: Data were collected in retrospective cohort through MDR TB medical records (1 October 2018 until 31 March 2019). The data collected is done by statistical tests. Results: SP who received STR type therapy had characteristic a mean age of 35.11 years with sex of male more slightly than female (57.9% vs 42.1%), most had a history medication of previous treatment TB (84, 2%) but do not have a contact history with active TB patients (87.7%). There were 32 SPs who had no history of treatment and had no contact history but were infected with MDR TB as much as one third of SP have comorbid DM. SP who received individua type of therapy had a mean age of 40.22 years, most are male (61.5%), with a history of previous TB treatment (73.5%) but had no contact history with active TB patients (86.3%), as many as one third of SP have comorbid DM. Subjects who did not have comorbidity and no sputum conversion were 18.4% while those who did not have comorbidity and had no sputum conversion were 48.9% where these results were statistically significant (p = 0.016, RO 2.23 IK95% 1.15 - 4 , 32). SP with DM has a risk of 2.23 times for not occur sputum conversion. The number of side effects of anti tuberculosis drugs more than 2 types be through sputum conversion was 43.1% while the number of side effects ≤ 2 be through sputum conversion was 23.6% where these results were statistically significant (p <0.001, RO 0.11 IK95 % 0.05 - 0.25). At the end of the sixth month and culture had be done and DST and LPA line two, there was a change of characteristic resitence, it could be due to mutations or the patient was infected by 2 different strains. Conclusion: Delayed conversion of sputum culture causes the time extended of treatment and risk treatment failure. DM, drugs side effects and resistance are one of the factors that cause a longer sputum conversion time, so the risk of therapy failure causes an increased risk of mortality.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Dini Azika
Abstrak :
Latar Belakang: Tuberkulosis resistan obat (TB RO) masih menjadi masalah kesehatan utama di dunia. Tahun 2020 secara global terdapat 157.903 kasus TB Multi Drug Resistant/Rifampicin Resistant (MDR/RR) terdeteksi dan ternotifikasi, 95% dilakukan enrollment, namun angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR sebesar 59% dan TB XDR sebesar 52%, sedangkan di Indonesia terdapat 8.268 kasus TB RR/MDR, 52% dilakukan enrollment namun angka keberhasilan pengobatan TB RR/MDR sebesar 47% dan TB XDR 30%. Tahun 2020, Klofazimin (CFZ) merupakan salah satu bagian grup B pengobatan TB RO tanpa injeksi pada paduan jangka pendek dan jangka panjang. Terdapat beberapa efek samping dalam penggunaan CFZ salah satunya adalah hiperpigmentasi kulit. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kekerapan, karakteristik subjek, awitan, durasi, dan derajat hiperpigmentasi kulit akibat CFZ serta faktor apa saja yang berhubungan pada pengobatan TB RO di RSUP Persahabatan. Metode: Desain penelitian ini adalah kohort retrospektif menggunakan data rekam medis pasien, dilakukan di Poli TB RO RSUP Persahabatan Juli 2021-Mei 2022, dengan teknik total sampling. Subjek penelitian adalah pasien TB RO yang mendapatkan CFZ di Poli TB RO di RSUP Persahabatan yang memulai enrollment pada tahun 2019-2020 yang memenuhi kriteria penelitian. Hiperpigmentasi kulit dinilai dari anamnesis bulanan setiap pasien kontrol. Hasil: Didapatkan 429 subjek penelitian dengan kekerapan hiperpigmentasi kulit pada 48 subjek (11,18%). Karakteristik subjek usia 41 (18−78) tahun, 58% laki-laki, 48% dengan gizi kurang dan normal, 25,2% komorbid DM tipe 2 dan 2,8% komorbid HIV, durasi pengobatan 285 (1−860) hari, kasus terbanyak TB RR/MDR sebesar 89,3%, dan luaran sembuh sebesar 47%. Efek samping hiperpigmentasi kulit didapatkan dengan median awitan 31 (28−168) hari pengobatan dan hingga pengobatan selesai efek samping hiperpigmentasi kulit masih didapatkan (belum reversibel). Kesimpulan: Terdapat hubungan antara efek samping hiperpigmentasi kulit dengan durasi pengobatan (p=<0,001)m yakni hari ke 344 (70−769) dan paduan jangka pendek oral dan jangka pendek injeksi (p=<0,001)f dengan RR 10,100 (5,059−20,166). Kata kunci: efek samping, hiperpigmentasi kulit, klofazimin, tuberkulosis resistan obat. ......Background: Drug-resistant tuberculosis (DR TB) is still a major health problem in the world. In 2020 globally there were 157,903 cases of Multi Drug Resistant/Rifampin Resistant (MDR/RR) TB detected and notified, 95% were enrolled, but the treatment success rate for RR/MDR TB was 59% and XDR TB was 52%, while in Indonesia there were Of the 8,268 cases of RR/MDR TB, 52% underwent enrollment but the success rate of RR/MDR TB treatment was 47% and 30% XDR TB. In 2020, Clofazimine (CFZ) is part of group B RO-TB treatment without injection in short-term and long-term combinations. There are several side effects in using CFZ, one of which is skin hyperpigmentation. This study aims to determine the frequency, subject characteristics, onset, duration, and degree of skin hyperpigmentation due to CFZ and what factors are related to the treatment of DR TB at Persahabatan Hospital. Methods: The design of this study was a retrospective cohort using patient medical record data, carried out at the DR TB clinic Persahabatan Hospital from July 2021-May 2022, with a total sampling technique. The research subjects were DR TB patients who received CFZ at the DR TB clinic at the Persahabatan Hospital who started enrollment in 2019-2020 who met the research criteria. Skin hyperpigmentation was assessed from the monthly history of patient. Results: There were 429 subjects who received CFZ with frequent skin hyperpigmentation in 48 subjects (11.18%). Subject’s characteristics are 41 (18−78) years old, 58% male, 48% with malnutrition and normal, 25.2% comorbid type 2 DM and 2.8% comorbid HIV, duration of treatment 285 (1−860) days, the most cases of RR/MDR TB were 89.3%, and the outcome recovered was 47%. The side effect of skin hyperpigmentation was obtained with a median onset of 31 (28−168) days of treatment and until the end of treatment the side effect of skin hyperpigmentation was still found (not reversible). Conclusion: There is a relationship between side effects of skin hyperpigmentation with treatment duration (p=<0.001)m i.e. day 344 (70−769) and short-term oral and short-term injection (p=<0.001)f with RR 10.100 (5.059−20.166).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Cicilia Windiyaningsih
Abstrak :
Di seluruh dunia Tuberculosis masih masalah kesehatan yang utama. Koinfeksi TB + HIV dan TB resisten obat Menjadi beban di pemerintah maupun di masyarakat. Tujuan pemberdayaan ini adalah membuktikan edukasi akan meningkatan pengetahuan wanita usia subur dalam pencegahan penularan Tuberkulosis sebelum dan sesudah diberikan materi pencegahan penularan tuberculosis. Sampel untuk wanita usia subur di Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA) Bambu Petung sejumlah dan Payung Tunas Teratai sebanyak 139 Wanita Usia Subur (WUS). WUS secara sukarela yang mau melakukan pre, post dan visitasi tes. Kuesioner yang dipergunakan sesuai standar Kementrian Kesehatan Tahun 2019. Analisis secara deskriptif dan analitik dengan Spearman Corelation:. Hasil Pengetahuan berhubungan bermakna nilai pretes dan post tes setelah dilakukan edukasi pencegahan penularan Tuberculosis pada WUS dengan proposi yg menjawab salah pada pre tes 40WUS (28.8%) sedangkan post tes yang salah 10 WUS (7.2%) artinya ada penurunan proporsi yang menjawab pertanyaan tidak benar. Proporsi yang menjawab benar dari 70% menjadi 92.8% artinya ada peningkatan yang menjawab pertanyaan benar sejumlah 22.8%. Hasil analisis statistik perbedaan penurunan dan kenaikan tersebut bermakna dengan nilai p 0.006, OR 6.788, 95%CI 1.659-27.779. Kesimpulan edukasi meningkatan pengetahuan WUS tentang pencegahan penularan Tuberculosis.
Yogyakarta : Sekolah Tinggi Teknologi Adisutjipto, 2020
600 JPM 3:1 (2020)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Bungsu Machmud
Abstrak :
Background: Tuberculosis and its resistance are a major global health problem in the world. The increased incidence and mortality of tuberculosis in Indonesia remain a big public health issue especially in Jakarta Province. No published studies have focused on assessing the outcome treatment of tuberculosis resistance both in success and death. We aimed this study to assess the survival of cured and death outcomes as well as the determinant factors which might influence drugs resistant tuberculosis in Jakarta between 2010 and 2015. Methods: this study analyzed the national electronic tuberculosis register (e-TB Manager) of Jakarta province in 2010 to 2015. All adult patients who lived in Jakarta province and were diagnosed with multidrug-resistant tuberculosis (MDR-TB) and extensively drug-resistant tuberculosis (XDR-TB) were eligible for the study. Kaplan Meier survival curve was used, together with log-rank test and Chi-Square (X2) test for descriptive analysis. Cox regression analysis helped determine the potential risk factors. Several risk factors were analyzed in this study, including age, gender, residency, HIV status, resistance status, and history of previous treatment. Results: we analyzed 553 samples in this study. The drug-resistant tuberculosis cases increased gradually from 2010 to 2015. Of all cases, 248 and 67 patients were cured and death, respectively. There was a difference in survival rate between patients diagnosed with MDR-TB and XDR-TB with successful treatment. Poor treatment outcome (death) among patients was predicted by age greater than 60 years old (HR 3.48; 95% CI 1.48 - 8.38, p-value = 0.004). Conclusion: there was a difference survival rates between success treatment (cured) and poor treatment outcome (death) during six years of observation. Age of patients is a single-predictor in survival of death. While, HIV status and resistance status were predictors in survival of cured.
Jakarta: University of Indonesia. Faculty of Medicine, 2021
610 UI-IJIM 53:2 (2021)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Laelatul Chasanah
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini menyajikan model matematika penyebaran Tuberculosis TB dengan mempertimbangkan vaksinasi untuk mensimulasikan dinamika TB dan mengevaluasi dampak pada TB aktif dari beberapa strategi vaksinasi. Populasi dibedakan menjadi tujuh yaitu populasi individu susceptible yang dapat divaksin , tidak dapat diberikan vaksin , tervaksin V , exposed lambat L , exposed cepat E , infectious I dan recovery R . Analisis model matematika dilakukan dengan menentukan titik keseimbangan dari model yang dibentuk, menentukan Basic Reproduction Number R0 dan menganalisa kestabilan dari titik keseimbangannya. Selanjutnya, interpretasi numerik diperoleh dari analisis sensitivitas parameter u1, u2 dan ? terhadap R0 dan simulasi model autonomous. Simulasi numerik dari model yang dibentuk menunjukkan bahwa untuk mencapai keadaan bebas penyakit tidak cukup hanya dengan memaksimalkan salah satu dari parameter u1, u2 atau ? . Selain itu, vaksin lebih efektif diberikan kepada individu yang berumur di bawah 30 tahun dibandingkan dengan individu yang baru lahir.
ABSTRACT
This study presents a mathematical model of Tuberculosis TB transmission considering vaccination to simulate the TB dynamic and evaluate the impact on active TB of several vaccination strategies. The population was divided into seven populations, i.e., susceptible individuals population that can be vaccinated , can 39 t be vaccinated , vaccinated V , slow L and fast E exposed, infectious I and recovery R . The mathematical model analysis was done by determining the equilibrium point of the model, determining the Basic Reproduction Number Basic Reproduction Number R0 , and analyzing the stability of the equilibrium point. Then, some numeric interpretations were given by sensitivity analysis of parameters u1, u2 and to R0 and autonomous model simulations. Numerical simulations of the model show that to reach a disease free equilibrium point is not enough by maximizing one of the parameters u1, u2 or Moreover, the vaccine is also more effective given to individuals under 30 years than the newborn.
2018
T50963
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajiv Hidhayatullah
Abstrak :
ABSTRAK Indonesia merupakan negara dengan beban ganda pada penyakit menular dan tidak menular. Tuberkulosis merupakan salah satu penyakit infeksi yang memiliki prevalensi cukup tinggi dengan Indonesia berperingkat dua dari seluruh negara dalam hal jumlah pasien tuberculosis, diabetes mellitus merupakan salah satu penyakit tidak menular yang memiliki prevalensi cukup tinggi juga. Konvergensi keduanya menimbulkan implikasi serius terhadap morbiditas dan mortalitas dari masing-masing penyakit tersebut, pada tuberkulosis dengan adanya komorbiditas ini meningkatkan resiko munculnya kavitas; kavitas inilah yang memiliki implikasi untuk memperlambat konversi. Dengan menggunakan metode cross-sectional serta analisisi chi-square pada pasien tuberkulosis dengan komorbiditas diabetes mellitus diteliti. Hasilnya tidak ditemukan adanya hubungan yang jelas pada subjek yang memiliki lesi kavitas dan tidak terutama pada konversi pasca 2 bulan pengobatan. Sehingga terdapat perbedaan antara pasien dengan komorbid diabetes mellitus dan tuberkulosis pada umumnya. Perlu dilakukan studi lebih lanjut dengan desain kohort prospektif dengan menghitung kontrol gula darah pada diabetesnya
ABSTRACT Indonesia is a country with a double burden of both transmissible and intransmissible disease. Tuberculosis is one of the transmissible disease that is quite prevalent in Indonesia and currently Indonesia is second in number of tuberculosis patient, meanwhile one of the leading chronic disease in number in Indonesia is diabetes Mellitus. The convergence of both disease could lead to serious implication in both the morbidity and mortality of each, from tuberculosis standpoint it could lead to delays in elongated duration in treatment; also cavitary lesion is shown to be more common in diabetes mellitus patient, and in general tuberculosis patient it can result in delay of conversion. So, using chi-square analysis the relationship between cavitary lesion and conversion in patient with tuberculosis comorbidity diabetes mellitus is studied. The result is inconclusive (p=0.906) with the realiton between cavitary lesion and conversion in tuberculosis patient with diabetes mellitus after 2 month intensive treatment. Thus this study should be reassessed by using prospective study design and with the control of glucose level to be respected
2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>