Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizki Ananda
Abstrak :
ABSTRAK Pembentukan daerah otonomi khusus atau daerah yang bersifat istimewa, sekiranya perlu dimuat dan menjadi suatu landasan dalam menerjemahkan Pasal 18B ayat (1) UUD Tahun 1945. Aceh, Papua, Yogyakarta, dan Daerah Khusus Ibukota Jakarta telah mempresentasikan pola desentralisasi asimetrik, namun pengaturan mengenai pembentukan daerah khusus di Indonesia tidaklah pernah diatur secara eksplisit sepanjang sejarah terbitnya berbagai macam aturan mengenai Pemerintahan Daerah baik pada era setelah kemerdekaan hingga saat reformasi. Ide-ide pembentukan yang ditinjau dari negara lain seperti Hong Kong dan Basque, dapat dijadikan suatu pijakan untuk menelaah lebih lanjut terhadap norma yang seperti apa yang dapat membentuk suatu daerah khusus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pembentukan daerah khusus dan istimewa melalui landasan hukum pembentuknya dengan melakukan perbandingan terhadap beberapa daerah secara historis dan beberapa daerah di negara lain, serta memberikan pandangan terhadap kemungkinan atas dibentuknya daerah khusus yang baru. Penelitian hukum ini dilakukan dengan menggunakan kajian kepustakaan dan perundang-undangan yang kemudian dikaji secara sistematis dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dalam masalah yang diteliti. Landasan hukum bagi terbentuknya Daerah Khusus dan Istimewa di Indonesia di dasarkan pada pengaturan mengenai Pemerintahan Daerah dalam UUD Tahun 1945, Undang Undang Pemerintahan Daerah sebagai pelaksana Konstitusi Indonesia, serta Undang Undang khusus dan istimewa yang dimiliki Daerah Khusus dan Istimewa di Indonesia. Aceh, Papua, DKI Jakarta, serta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan empat daerah desentralisasi asimetrik di Indonesia yang terbentuk melalui faktor religi-etno politik, sosial-buadaya dan sejarah hukumnya. Sedangkan Hong Kong dan Basque memiliki ciri yang hampir serupa denan daerah asimetrik di Indonesia menjadikan sejarah hukum sebagai faktor pembentukan desentralisasi asimetrik yang kemudian dikukuhkan dalam beberapa instrumen hukum. Dilihat secara teori dan peraturan undang-undang, pembentukan daerah khusus dan istimewa dapat terjadi. Pembentukan daerah khusus dan istimewa sebaiknya tidak diberikan sertamerta dikarenakan ancaman akan disintegrasi dan menambahnya beban anggaran negara dalam pengelolaan dana khusus, akan tetapi daerah tersebut dapat dijadikan ?kawasan khusus? berdasarkan Pasal 360 UU No. 23 Tahun 2014.
ABSTRACT The establishment of special autonomous regions or special areas, should be made into a norm to interprate Article 18B paragraph (1) Constitution of 1945. Aceh, Papua, Yogyakarta and Jakarta has presented a pattern of asymmetric decentralization, but the arrangements regarding formation special areas in Indonesia is never explicitly regulated in the history of the publication of a wide variety of rules on good regional government in the era after independence until the reform. Ideas formation are reviewed from other countries such as Hong Kong and Basque, can be used as a sample model of asymmetric for further studying of the norm as to what may establish a special area. This study aims to determine the formation of a Spesial Autonomous Region and Special Area through its constituent legal basis to do a comparison of some areas historically and several regions in other countries, as well as provide insight into the possibility of the establishment of new specialized areas. Legal research was done by using study literature and legislation that then systematically studied and drawn conclusions in relation to the matter being investigated. The legal basis for the establishment of the Spesial Autonomous Region and Special Area in Indonesia is based on the setting of the Local Government in the 1945 Constitution, the Local Government Act as executor of the Indonesian Constitution, and the Law of spesial autonomous region and special area in Indonesia. Aceh, Papua, Jakarta and Yogyakarta Special Region is the fourth area of asymmetric decentralization in Indonesia formed through based ethno-religious of political, social-culture and legal history factor. While Hong Kong and Basque have almost identical characteristics with asymmetric regions in Indonesia made legal history as a factor in the formation of asymmetric decentralization which later confirmed in several legal instruments. Based on the theory and rule of law, the establishment of spesial autonomous region and special area can be made. The establishment of spesial autonomous region and special area should not be given because it built by legal-history factors, so the other area which had a special authorities can be used as a "special region" under Article 360 of Law No. 23, 2014.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T45519
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kevin Farrera Lutfiano
Abstrak :
Indonesia mengakui keberadaan daerah istimewa dan daerah khusus sesuai dengan yang tercantum pada pada 18B Undang-Undang Dasar 1945. Daerah tersebut adalah Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Daerah Otonomi Khusus Papua dan Papua Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Daerah Istimewa Aceh. Daerah-daerah tersebut memiliki kewenangan-kewenangan tersendiri yang khusus dan berbeda dengan kewenangan daerah otonomin lain pada umumnya di Indonesia. Penerapan kebijakan desentralisasi asimetris ini dilatarbelakangi oleh kebutuhan politis dan juga kebutuhan efisiensi pemerintahan atau administratif. Indonesia mengatur mengenai daerah-daerah khusus tersebut melalui undang-undang masing-masing yaitu Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Undang-undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Undang-UndangNomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Indonesia yang menyatakan dengan tegas bahwa dirinya adalah negara kesatuan menerapkan kebijakan ini selaras dengan unsur-unsur negara kesatuan sesuai dengan teori tata negara mengenai negara kesatuan. Seluruh kewenangan khusus yang dimiliki daerah-daerah tersebut mengikuti teori-teori negara kesatuan yaitu kewenangan legislatif terdapat pada satu badan legislatif nasional, daerah tidak memiliki karakter kedaulatan, dan hanya ada satu pemerintahan yaitu pemerintah pusat. Terdapat pula negara kesatuan lain di dunia yang memiliki daerah dengan kewenangan khusus yaitu United Kingdom dengan Wales, Skotlandia dan Irlandia Utara, Cina dengan Hong Kong dan Makau serta Tanzania dengan Zanzibar. Daerah-daerah khusus di Indonesia adalah yang paling ideal dengan teori negara kesatuan dibandingkan dengan daerah-daerah khusus di negara lain. Daerah khusus di Indonesia juga sesuai dengan asas desentralisasi yaitu diserahkannya wewenang pemerintah kepada daerah otonom atau pendelegasian kekuasaan kepada tingkatan yang lebih rendah dalam suatu hirarki teritorial melalui ketentuan legislatif berdasarkan konstitusi. Seluruh daerah khusus di Indonesia didelegasikan kekuasaan khusus melalui ketentuan legislatif nasional sehingga sesuai dengan asas desentralisasi, berbeda dengan negara lain yaitu Cina dan Tanzania. ......Indonesia recognizes the existence of special areas or special autonomus areas in accordance with those stated in article 18B in the Constitution of 1945. The area is a Special Capital Region of Jakarta, the Special Autonomous Region of Papua and West Papua, Yogyakarta and Aceh. These areas have their own authority which is special and different from other autonomus regions authority in general in Indonesia. Application of asymmetric decentralization policy is based on political needs or the needs of governmental or administrative efficiency. Indonesia regulating these areas with each of their own Act which is Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 Tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2012 Tentang Keistimewaan Yogyakarta dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh. Indonesia, which is a unitary state, is well-suited with the elements of a unitary state in accordance with the theory of the unitary state when applying this policy. All of the special Areas authority follow the unitary states theory which is the legislative power should be held by one national body, the local areas doesn?t have sovereignity characteristic, and the power should be held only by the central government. There is also another unitary state in the world that has a region with a special authority, namely the United Kingdom with Wales, Scotland and Northern Ireland, China with Hong Kong and Macao as well as Tanzania with Zanzibar. Special regional authority in Indonesia when compared to these areas is the most ideal when analized by the theory of unitary state. The Special Region in Indonesia is also ideal when analyzed with the theory of decentralization where the power is being transfer to autonomous region and delegating the power to the lower level in a territorial hierarchy through regulations by national legislation.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
S59350
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 43(2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library