Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Caecilia Kartika Marulita
"Dalam pelaksanaan lelang, disyaratkan adanya Nilai Limit yang ditetapkan oleh Penjual (kreditur) dengan nilai pasar sebagai prioritas pertama (batas atas) dan nilai likuidasi sebagai alternatif terakhir (batas bawah). Tidak diaturnya ketentuan mengenai kewajaran penetapan Nilai Limit mengakibatkan banyaknya gugatan perdata yang diajukan oleh pihak tereksekusi untuk menuntut ganti kerugian karena objek jaminannya dijual jauh dibawah harga pasar. Penelitian ini akan menjawab bagaimanakah pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum dalam penetapan nilai limit lelang hak tanggungan dalam suatu gugatan perdata dan bagaimanakah metode valuasi objek lelang berupa tanah dan bangunan berdasarkan Appraisal atau
Penilai Publik, dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif melalui kajian terhadap bahan pustaka maupun data sekunder, serta studi kasus terhadap pertimbangan Majelis Hakim dalam perkara perdata nomor 213/Pdt.G/2020/PN Bdg. Bahwa pemenuhan unsur perbuatan melawan hukum dalam penetapan nilai limit lelang hak tanggungan dalam suatu gugatan perdata seharusnya tidak hanya dilakukan dengan menguji unsur pengertian PMH dalam arti sempit yaitu ada atau tidaknya pelanggaran terhadap hak subjektif orang lain dan/atau pelanggaran atas kewajiban hukum pelaku, namun juga PMH dalam arti luas yakni bertentangan dengan kesusilaan baik, ataupun bertentangan dengan kepatutan, ketelitian, dan kehati-hatian. Kemudian, untuk menentukan dasar nilai yang akan digunakan sebagai nilai limit, setiap penilai/penaksir dalam melakukan valuasi objek lelang harus menggunakan pedoman pada Standar Penilaian Indonesia (SPI) 205 yang
dikeluarkan oleh Majelis Profesi Penilai Indonesia (MAPPI) dan PMK Petunjuk Pelaksanaan Lelang yang berlaku melalui pendekatan diantaranya pendekatanpasar, pendapatan, dan biaya
......In carrying out an auction, a Limit Value is required to be determined by the Seller
(creditor) with market value as the first priority (upper limit) and liquidation value
as the last alternative (lower limit). The absence of provisions regulating the
fairness of limit value determination results in many civil lawsuits being filed by
executable parties seeking compensation because the collateral object is sold far
below the market price. This research will answer how the fulfillment of the element
of unlawful acts in determining the limit value of auctions in a civil lawsuit and the
valuation method for auction objects in the form of land and buildings based on
Appraisals or Public Appraiser, using juridical-normative research methods
through a study of literature and secondary data, as well as case studies on the
considerations of the Panel of Judges in the civil case number 213/Pdt.G/2020/PN
Bdg. The fulfillment of the element of unlawful act in determining the limit value of
the mortgage auction in a civil lawsuit should not only be carried out by examining
the element of unlawful act in the narrow sense, namely whether or not there is a
violation of the subjective rights of other people and/or a violation of the
perpetrator's legal obligations, but also unlawful act in a broad sense which is
contrary to good decency, or contrary to propriety, thoroughness, and prudence.
Then, to determine the basic value to be used as the limit value, each
appraiser/appraiser in valuing the auction object must use the guidelines in the
Indonesian Appraisal Standard (SPI) 205 issued by the Indonesian Appraiser
Profession Council (MAPPI) and Minister of Finance Regulation on Auction
Implementation Guidelines, through several approaches including market
approach, revenue approach, and cost approach"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cintya Amanda Labetta Arie Seno
"Dewasa ini, seringkali dapat ditemukan adanya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Sebagai contoh antara lain adalah dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang berdasarkan data mayoritasnya melibatkan anak di bawah umur, kemudian adanya keterlibatan anak di bawah umur sebagai pelaku penyerangan warga oleh gangster, dan juga perundungan. Tidak jarang perbuatan melawan hukum ini kemudian menuntut Pertanggungjawaban hukum dari anak di bawah umur, yang padahal jika ditinjau menurut undang-undang, maka karena faktor usianya dan/atau status perkawinannya, ia dianggap belum cakap secara hukum. Di sisi lain untuk menjawab permasalahan tersebut dan juga untuk melindungi pihak yang tidak cakap, undang-undang mengenal adanya lembaga perwakilan bagi pihak yang tidak cakap. Oleh karenanya terhadap Pertanggungjawaban atas perbuatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur pada umumnya dilimpahkan kepada orang tua ataupun wali dari anak tersebut, hal ini dimungkinkan mengingat keberadaan Pasal 1367 KUH Perdata yang pada dasarnya menyatakan bahwa seseorang juga bertanggung jawab atas kesalahan pihak lain yang berada dalam tanggungannya. Dalam praktiknya Pertanggungjawaban tersebut menjadi suatu isu yang menarik, oleh karena adanya keberagaman terkait definisi anak berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia. Yaitu dimana dalam beberapa ketentuan hukum tersebut terdapat batasan usia yang berbeda yang digunakan sebagai ukuran kedewasaan selain daripada status perkawinan, atau dalam ketentuan hukum lain seperti halnya hukum adat, maka terdapat standar ukuran yang berbeda untuk menentukan kedewasaan seseorang, yaitu dimana dalam hal ini kedewasaan tidak ditentukan berdasarkan usia, melainkan faktor lain. Selain itu, harus dilihat pula sejauh mana orang tua/wali harus bertanggung jawab atas perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh anak di bawah umur yang berada dalam tanggungan mereka, hal ini yang mana berkaitan erat dengan konsep pertanggungjawaban yang berlaku, dimana dalam perbuatan melawan hukum dikenal beberapa konsep Pertanggungjawaban yaitu diantaranya adalah liability based on fault, strict liability dan vicarious liability. Berdasarkan hal tersebut maka dalam menganalisa, penulis menggunakan metode penelitian berbentuk yuridis normatif yaitu dengan studi kepustakaan serta metode perbandingan untuk menemukan persamaan dan perbedaan serta kelebihan dan kelemahan pengaturan dan implementasi dari beberapa negara yaitu Indonesia, Austria, dan California. Kesimpulannya, konsep tanggung jawab yang berbeda menghasilkan kriteria yang berbeda bagi orang tua untuk bertanggung jawab dan hal tersebut memiliki kelebihan serta kelemahannya tersendiri.
......Unlawful conduct that are committed by minors could be mainly found in the current times. For examples are in the case of Traffic accidents, in which data shows that majority of it are involving minors, or in the case of gangster attack, and even in the case of bullying that also shows involvement of minors as the perpetrators. Oftentimes, these unlawful conducts then demand legal responsibilities from the minors, whom due to their age and/or marital status, are actually considered to be lacking legal capacity according to the law. On the other hand, serving as an answer to these problems and as a protection towards parties who lacks legal capacity, the law has recognized the existence of legal guardian or deputy for those considered to be lacking legal capacity, including minors. Therefore, legal responsibilities that rises out of minors’ unlawful conduct are generally delegated to the parents or guardians who are entitled to custody of the minors, this is given the existence of Article 1367 of Indonesian Civil Code which regulates that an individual shall be responsible not only for the damage caused by their own deeds, but also those that are caused by the action of the individuals they are responsible for, or caused by those under their supervisions. However, in its practice, the very exact legal responsibilities then had become an interesting issue, these are in regard to the various definition of minors according to Indonesian law. In which, there are different standard of age that are seen as a yardstick to determine one’s maturity in various laws that are available in Indonesia, other than that of marital status. In the other hand, a different standard to determine one’s maturity applies in some regulations such as in  customary law, that determine one’s maturity based on other factors rather than one’s ages. Aside from that, it must also be reviewed to what extent parents or guardians could be held responsible for unlawful conduct which committed by minors who are under their care, this is indeed closely related to the concept of legal liabilities in terms of unlawful conduct. In which, there are several concepts of liabilities that are being recognized, namely liability based on fault, strict liability, and vicarious liability. Based on these very reasons, therefore to analyze in regard to this matter the author uses a juridical-normative research method along with comparative method to find similarities and differences, as well as advantages and disadvantages of the existing regulations along with its implementation on various countries, such as Indonesia, Austria, and California. This research concludes that different concept of liabilities results in different criteria for parental responsibilities, each of which comprised its own advantages and disadvantages."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Habby Bayu
"Perbuatan melawan hukum dalam perkara No. 26/PDT/2012/PTR telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Hal ini disebabkan pihak penggugat selaku pihak yang merasa dirugikan telah dapat membuktikan kepemilikan hak atas tanah yang di ajukan ke pengadilan negeri Pekanbaru serta dikuatkan oleh putusan Pengadilan Tinggi Riau Nomor 26/PDT/2012/PTR yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, serta telah memenuhi unsur perbuatan melawan hukum dari segi hukum pidana yang melanggar tergugat melanggar Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang No. 51 Tahun 1960 Tentang : Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Ijin Yang Berhak Atau Kuasanya. Sehingga telah terbukti tergugat telah melakukan perbuatan melawan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, penarikan kesimpulan penelitian ini dilakukan dengan metode logika deduktif.
Kesimpulan yaitu dimana tergugat telah melakukan Penguasaan dan Penggunaan Tanah secara Illegal, yaitu Tergugat telah melanggar pasal 2 Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasannya mengatakan ?Dilarang memakai tanah tanpa ijin yang berhak atau kuasanya yang sah, sehingga sangsi pidana sebagaimana tercantum dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasannya.

The unlawful act in case No. 26 / PDT / 2012 / PTR has met the elements of unlawful act as provided for in Article 1365 of Civil Code. This is due to the plaintiff as the party who feels aggrieved has been able to prove ownership of land rights in the District Court of Pekanbaru and upheld by the High Court Pekanbaru No. 26 / PDT / 2012 / PTR who already have permanent legal force, and has fulfilled the elements of unlawful act in terms of criminal law that violates. The defendant violated Government Regulation of law No. 51 Year 1960 About: Prohibition of Use of Land Without Permission of The Eligible or The Proxy. So that has been proven that the defendant be liable of unlawful act. The method used in this research is normative juridical methods. At this research, the conclusion draws will be carried out by the method of deductive logic.
It is concluded that the judge did not consider the terms of the criminal law that where the defendant has done Tenure and Land Use in Illegal, that Defendant had violated Article 2 of Law No. 51 Prp of 1960 on Prohibition of Use of Land Without Permission of The Eligible or The Proxy, which mentioned "Banned uses the land without permission entitled or authorized proxy ", so the judges should deciding cases consider this matter with the settlement dispute that the defendant not only got the sanction for damages materially, but exposed to penal sanctions as contained in Article 6 of Law No. 51 Prp Year 1960 on Prohibition of Use of Land Without Permission of The Eligible or The Proxy."
Depok: Universitas Indonesia, 2016
T46601
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library