Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Arief Indra Sanjaya
Abstrak :
Sepsis adalah gejala klinis akibat infeksi disertai respon sistemik yang dapat berupa hipotermia, hipertermia, takikardia, hiperventilasi atau letargi. Sepsis neonatorum adalah sepsis yang teijadi pads neonates, dan pada biakan darah didapatkan basil positif. Pada sepsis neonatorum sering disertai infeksi saluran kemih (ISK). ISK ini dapat menyebabkan kerusakan ginjal dan memperberat sepsis. Untuk menegakkan diagnosis ISK sebagai standar adalah hitting koloni kuman pada biakan urin. Pewarnaan Gram urin merupakan pemeriksaan yang cepat, dapat rnengetahui morfologi dan jumlah kuman dalam hari pertama, serta dapat mendeteksi adanya ISK. Dengan melihat basil pewarnaan Gram urin maka pemberian terapi antibiotika secara empiris dapat lebih terarah. Tujuan penelitian ini ialah mendapatkam metode yang cepat dan mudah untuk mendeteksi ISK pada sepsis neonatorum. Penelitian ini juga bertujuan mendapatkan data proporsi ISK, pola kuman penyebab ISK dan antibiogramnya pada sepsis neonatorum. Subjek penelitian adalah 100 bayi secara klinis menderita sepsis neonatorum yang dirawat di bangsal Perinatologi dan NICU Bagian IKA RSCM. Bahan berupa darah vena dan urin kateterisasi, diperiksa di Bagian Patologi Klinik RSCM. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pewamaan Gram urin langsung dan urin sitospin, biakan min, dan biakan darah. Dinilai tingkat sensitivitas dan spesifisitas pewarnaan Gram urin terhadap biakan urin. Pada penelitian ini didapatkan proporsi ISK pada sepsis neonatorum sebesar 8%. Pola kuman penyebab ISK terbanyak pada sepsis neonatorum adalah Pseudomonas sp dan Staphylococcus epidermidis. Tes sensitivitas antibiotika Pseudomonas sp resisten terhadap antibiotika yang diujikan. Staphylococcus epidermidis sensitif terhadap antibiotik Ampicillinsulbactam, Vancomycin, Meropenem, Imipenem, dan Oxacillin. Pada penelitian ini didapatkan tingkat sensitivitas pewarnaan Gram urin langsung 75% dan spesifisitas 100%, sedangkan pewarnaan Gram urin sitospin didapatkan sensitivitas 100% dan spesifisitas 98,9%. Pada kurva receiver operator curve (ROC) didapatkan sensitivitas dan spesitifitas terbaik pewamaan Gram urin sitospin untuk diagnosis ISK bila cut off point > 3 kuman per lapangan pandang imersi (pembesarkan 1000x). Pewarnaan Gram urin sitospin merupakan pemeriksaan yang dianjurkan untuk mendiagnosis ISK pada sepsis neonatorum secara rutin.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58460
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Billy, Matthew
Abstrak :
Infeksi Saluran Kemih (ISK) disebabkan oleh mikroorganisme dengan atau tanpa gejala berupa sakit saat berkemih, urgensi, dan peningkatan frekuensi berkemih. Pada ISK tanpa gejala, diagnosis ditegakkan melalui kultur urin dengan jumlah koloni mikroorganisme 105 colony forming unit (cfu)/mL. ISK terutama disebabkan oleh bakteri, sehingga terapi awal yang diberikan secara empirik untuk ISK adalah antibiotik. Ampisilin dulu pernah digunakan sebagai terapi empirik untuk ISK, tetapi tidak lagi digunakan karena angka resistensinya yang tinggi. Secara teoritis, resistensi tersebut dibawa oleh plasmid dan akan hilang dalam populasi bakteri apabila tidak pernah digunakan. Penelitian ini bertujuan melihat apakah ampisilin berpotensi menjadi sensitif kembali dengan pola resistensi yang relatif sama dibandingkan dengan siprofloksasin sebagai pembanding untuk menghambat pertumbuhan bakteri penyebab ISK secara in vitro. Studi ini menggunakan metode potong lintang dengan pengambilan sampel urin di puskesmas-puskesmas di Jakarta yang diuji pola resistensi terhadap kedua antibiotik. Hasil penelitian menunjukkan angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap antibiotik ampisilin dan siprofloksasin secara berurutan adalah 89,5% dan 10,5% dan perbedaan tersebut tersebut bermakna melalui uji Chi-square dengan nilai p < 0,001. Dengan tingginya angka resistensi bakteri penyebab ISK terhadap ampisilin, maka ampisilin belum dapat digunakan kembali sebagai terapi ISK terutama untuk penyebab ISK oleh bakteri Gram negatif. Untuk bakteri Gram positif, ampisilin masih mungkin untuk dipakai kembali sebagai pengobatan ISK, tetapi masih perlu diteliti lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih besar. ......Urinary tract infection (UTI) is caused by microorganism with or without clinical symptoms such as dysuria, urgency, and increase frequency of urination. For asymptomatic UTI, diagnosis was supported by urine culture marked by more than 105 colony forming unit (cfu)/mL. UTI is mainly caused by bacteria; therefore, initial empirical therapy of UTI is using antibiotic. Once, ampcillin has been used as empirical therapy for UTI; however, it is no longer used as empirical therapy because of its high number of resistance. Theoretically, the resistance is carried by plasmid which will be lost in bacteria population if it has never been used. The objective of this study is to find whether ampicillin has potency to be sensitive again with the same resistance pattern as ciprofloxacin as reference for inhibiting growth of bacteria causing UTI. Method of this study is cross-sectional study with urine samples collection at Puskesmas in Jakarta which were tested its resistance pattern to both of antibiotics. Result of this study showed that resistance number of bacteria causing UTI to ampicillin and ciprofloxacin and are 89,5% and 10,5% respectively and this difference is significant based on Chi-square test with a p value of < 0,001. Ampicillin’s resistance is high so that ampicillin still can not be used again as therapy of UTI particularly against Gram negative bacteria. For Gram-positive bacteria, ampicillin is still likely to be reused as a treatment for UTI, but still need to be investigated further with a larger number of samples.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Insan Kharis
Abstrak :
Infeksi saluran kemih (ISK) merupakan infeksi yang cukup sering terjadi, terutama pada pasien-pasien anak dan geriatri, wanita, serta pasien-pasien rawat inap di rumah sakit. Walaupun ISK seringkali dapat diterapi dengan antibiotik, diketahui terdapat masalah resistensi kuman ISK yang cukup tinggi terhadap antibiotik ampisilin, kotrimoksazol, dan kloramfenikol di Indonesia serta di negara-negara berkembang lainnya. Dalam penelitian ini, dilakukan uji disc-diffusion untuk mengidentifikasi efek antibakterial ekstrak etanol 70% daun Delonix regia terhadap pertumbuhan dua spesies bakteri Gram-negatif yang paling sering menyebabkan ISK, Escherichia coli dan Proteus mirabilis. Daun Delonix regia yang telah dikeringkan diekstrak dengan pelarut etanol 70%. Kemudian, ekstrak diencerkan empat kali dalam brain-heart infusion, menghasilkan ekstrak cair dengan kandungan 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, dan 8 mg/mL dan diteteskan ke atas disc kosong. Selanjutnya, zona hambat yang terbentuk pada biakan-biakan Escherichia coli dan Proteus mirabilis dihitung dengan jangka sorong. Dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Tidak terbentuk zona hambat di sekitar disc yang mengandung ekstrak daun Delonix regia. Dua faktor utama yang kemungkinan mempengaruhi hasil penelitian adalah jenis pelarut dan konsentrasi ekstrak yang digunakan. Selain itu, target molekular zat aktif yang diekspresikan oleh kedua spesies bakteri coba serta jenis produk Delonix regia yang digunakan mungkin turut berpengaruh pada hasil penelitian. ......Urinary tract infections (UTIs) are common infections among children, geriatrics, women of all ages, and hospital inpatients. While UTIs can be successfully treated with antibiotics, it is currently known that there are high levels of antibiotic resistance to ampicillin, co-trimoxazole, and chloramphenicol among UTI pathogens in Indonesia and other developing countries. In this study, antimicrobial susceptibility testing using disc-diffusion method was performed to identify the antibacterial activity of 70% ethanolic extract of Delonix regia leaf against two common UTI pathogens, Escherichia coli and Proteus mirabilis. Dry Delonix regia leaves were extracted in 70% ethanolic solvent. It was then diluted four times in brain-heart infusion, giving four solutions with extract concentrations of 64 mg/mL, 32 mg/mL, 16 mg/mL, and 8 mg/mL. Afterward, the zones of inhibition formed on agar plates with Escherichia coli and Proteus mirabilis colonies were measured using vernier scale. This method was repeated three times. No evident zone of inhibition was formed around discs containing Delonix regia extract of all concentrations. Two main factors probably affecting the results of this study are extract solvent and concentrations used. Other factors, such as molecular targets expressed by both species of bacteria and products of Delonix regia likely play minor roles.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library