Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lufti Bagus
"Tujuan: Membandingkan hasil pemeriksaan urodinamik pada pasien prolapsus uteri (PU) dengan terpasang pesarium dan setelah dilakukan operasi histerektomi transvaginal.
Bahan dan cara : Penelitian ini bersifat prospektif dan dilakukan konsekutif, pada wanita dengan prolapsus uteri yang diindikasikan untuk menjalani operasi di subbagian Uroginekologi RSCM periode Agustus 2001 sampai dengan Mei 2004. Sebelum dilakukan operasi pasien dilakukan pemeriksaan urodinamik (dalam keadaan terpasang pesarium) di departemen Urologi RSCM dan secepat-cepatnya satu bulan sesudah operasi dilakukanan pemeriksaan urodinamik kembali. Uji statistik dilakukan dengan Student's t test dan uji korelasi Spearman.
Hasil penelitian: Dari 76 pasien PU yang dirujuk ke departemen Urologi dalam kurun waktu tersebut diatas, terdapat 29 pasien yang menjalani pemeriksaan urodinamik sebelum dan sesudah operasi dengan usia rata-rata 59±8 (40-76) tahun. Derajat prolapsus uteri derajat 1 1(3,4%), derajat II 5(17,2%) dan derajat III 23(79,3%). Semua pasien disertai dengan sistorektokel kecuali 1 pasien prolapsus uteri derajat I. Duapuluh enam pasien (89,7%) menjalani operasi histerektomi transvaginal (TVH) disertai kolporafi anterior (KA) dan kolpoperinioraf (KPR), 2 (6,9%) pasien menjalani TVH dan KPR sedangkan 1(3,4%) pasien dilakukan prosedur Manchester. Perbandingan parameter hasil pemeriksaan urodinamik sebelum dan sesudah operasi terdapat penurunan tekanan detrusor pada laju aliran maksimum (PQmax) dari rata-rata 35 menjadi 31 cmH2O dengan p =0,035 dan berkurangnya residual urine dari rata-rata 51 menjadi 33 ml dengan p =0,025. Didapatkan juga peningkatan laju aliran maksimum (Qmax) dari rata-rata 13,6 menjadi 14,1 ml/det dengan p=0,88. Secara umum didapatkan perbedaan yang tidak bermakna pada hasil diagnosis urodinamik pre dan pasca operasi , p = 0,663. Tidak ditemukan inkontinensia stress pada pemeriksaan urodinamik pra- dan pasca-operasi.
Kesimpulan : Didapatkan penurunan yang bermakna pada PQmax dan residual urine, serta didapatkan peningkatan Qmax yang secara statistik tidak bermakna. Didapatkan perbedaan yang tidak bermakna pada kesimpulan pemeriksaan urodinamik sebeium operasi (terpasang pesarium) dengan sesudah dilakukan operasi (TVH+KA dan KPR). Tidak diperlukan tindakan pencegahan anti inkontinensia stress pada operasi PU, bila setelah dipasang pesarium tidak didapatkan inkontinensia stress pada pemeriksaan urodinamik pre-opnya.

Objectives: To compare the urodynamic patterns in women with uterovaginal prolapse (UP) using vaginal pessary and after transvaginal hysterectomy.
Materials and methods: A prospective study was performed in consecutive patients with UP in the Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta, from August 2001 until May 2004. Patients indicated for surgery (transvaginal hysterectomy = TVH) were included in this study. Urodynamic pressure-flow studies were performed before (with pessary inserted) and at least 1 month after surgery.
Results: From 76 UP patients who were revered to Department of Urology, there were 29 women with an urodynamic evaluation before and after surgery. Mean age 59±8 (40-76) years. One (3,4%) patient UP grade I, 5(17,2°h) patients UP grade II and 23 (79,3%) patients UP grade III. Except one patient (UP grade I) all patients had concomitant cystorectocele. Twenty six (89,7%) patients underwent TVH, anterior colporrhaphy (ACR) and colpoperinieorhaphy (CPR), 2(6,9%) patients were underwent TVH+CPR and 1(3,4%) underwent Manchester procedure. Mean detrusor pressure at maximum flow (PQmax) before and after operations decreased from 35 to 31 cmH2O, p=0,035 ; while mean maximum flow rate (Amax) increased from 13,6 to 14,1 mils, p=0,88 and residual urine decreased from 51 to 33 ml, p =0,025. Overall, there were no significant differences in the urodynamic patterns before and after surgery, p= 0,663. In this study we did not find any stress incontinence before or after surgery. There were no stress incontinence found in urodynamic evaluations pre- and post operatively
Conclusions: Using vaginal pessary or having transvaginal hysterectomy do not give a different impact on urodynamic parameters in women with UP."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kurniawati
"LATAR BELAKANG. Prolaps organ panggul menimbulkan keluhan kelemahan dasar panggul yang dapat mempengaruhi kualitas hidup seorang wanita. Prolaps organ urogenital dialami oleh 30-50 wanita yang berusia 20-59 tahun. Penanganan yang tepat dan dini untuk mengatasi gangguan tersebut menjadi salah satu upaya efektif. Untuk dapat melakukan penanganan dini maka diperlukan pengenalan awal terhadap penilaian prolaps organ panggul dengan keluhan minimal pada pasien. Sebelumnya studi yang dilakukan pada 296 wanita usia diatas 40 tahun, didapatkan penurunan vagina 0,5 cm di bawah himen dapat memprediksi secara akurat gejala penonjolan atau penurunan organ. Di Indonesia belum terdapat penelitian mengenai ambang batas prolaps organ panggul yang dapat memperkirakan munculnya keluhan kelemahan dasar panggul. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memperkirakan ambang batas timbulnya keluhan kelemahan dasar panggul, diketahuinya prevalensi kasus POP di RSCM dan diketahuinya sensitifitas dan spesifisitas kuesioner PFDI-20 dalam menilai keluhan POP. METODE. Penelitian ini merupakan suatu studi potong lintang. Data diambil dari pemeriksaan langsung POP-Q dan wawancara kuesioner PFDI-20 . Dilakukan di Poli ginekologi dan uroginekologi RSCM sejak bulan Juli 2017 hingga November 2017. HASIL. Pada penelitian ini disimpulkan bahwa dari 385 orang subyek penelitian didapat 13 mengalami prolaps organ panggul dengan proporsi masing-masing 11.2 mengalami prolaps uteri, 12.3 sistokel, dan 11.7 mengalami rektokel. Uji validitas dengan Pearson test dan reliabilitas dari kuesioner PFDI-20 menunjukan hasil valid dan reliabel. Penurunan sejauh 2.5 cm diatas himen yaitu prolapse derajat 1 sudah bisa menimbulkan keluhan penurunan organ panggul. Sedangkan untuk komponen keluhan pada kuesioner didapat PDFI-16 AUC 0.828 ndash; 0.860, IK 95 dan PFDI-19 AUC 0.831 - 0.854, IK 95 yaitu keluhan sulit menahan kemih dan sulit berkemih dianggap sebagai keluhan penurunan organ panggul yang lebih dini dirasakan oleh subyek penelitian. KESIMPULAN. Kuesioner PFDI-20 dapat digunakan sebagai skrining keluhan prolaps organ panggul. Ambang batas prolaps organ panggul yaitu jarak 2,5 cm diatas himen didalam vagina mulai menunjukkan adanya keluhan. Kata Kunci. Prolaps organ panggul, prolaps uteri, sistokel, rektokel.
......BACKGROUND. Prolaps of pelvic organs lead to complaints of pelvic floor weakness that may affect a woman 39;s quality of life. Urogenital organ prolapse is experienced by 30-50 of women aged 20-59 years. Proper treatment and early diagnosis of these disorders become one of effective efforts. To be able to perform early treatment is required early recognition of the assessment of pelvic organ prolapse with minimal complaints in patients. Previous studies conducted on 296 women over the age of 40 years, resulted a 0.5 cm vaginal protruded under the hymen can accurately predict symptoms of protrusion or prolapse of pelvic organ. In Indonesia there has been no research on pelvic organ prolapse thresholds that can estimate complaints of pelvic floor weakness. This study is aim to reveal of pelvic organ prolapse thresholds that can estimate complains of pelvic floor weakness, the prevalence of POP cases in RSCM and the sensitivity and specificity of PFDI-20 questionnare in assessing POP complaints. METHOD. This study is a cross sectional study. Data was taken from direct examination POP-Q and interview PFDI-20 questionnaire . Performed in the Gynecology and Urogynecology outpatient clinic at Cipto Mangunkusumo Hospital from July 2017 to November 2017 RESULTS. From 385 subjects, 13 had pelvic organ prolapse with proportion of 11.2 having uterine prolapse, 12.3 cystocele, and 11.7 had rectocele. Validity test with Pearson test and reliability of PFDI-20 questionnaire showed valid and reliable results. A decrease of 2.5 cm above the hymen ie 1st degree of prolapse can lead to early complaints of pelvic organ descent. As for the complaint component of the questionnaire revealed that PDFI-16 AUC 0.828 - 0.860, 95 IK and PFDI-19 AUC 0.831 - 0.854, 95 IK , that is difficult to resist urinary complaints and difficult in micturition, is considered an early complaint of pelvic organ felt by subjects. CONCLUSION. The PFDI-20 questionnaire can be used as a screening for pelvic organ prolapse complaints. The pelvic organ pelvic prolapse threshold of 2.5 cm above the hymen inside the vagina begins to show a complaint. Keywords. Pelvic organ prolapse, uterine prolapse, cystocele, rectocele"
Jakarta: Fakultas Kedokteran, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fajar Ekaputra
"ABSTRAK
Nama Program Studi Judul ABSTRAK : Muhamad Fajar Ekaputra: Pendidikan Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi: Dampak Penyuluhan Disfungsi Dasar Panggul Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil lebih dari 36 minggu dalam Pemilihan Metode Persalinan di Wilayah DKI Jakarta TUJUAN: Mengetahui tingkat pengetahuan ibu mengenai disfungsi dasar panggul sebelum dan setelah penyuluhan dan mengetahui adakah perbedaan perubahan sikap dalam pemilihan metode persalinan sebelum dengan setelah penyuluhan LATAR BELAKANG: Pada negara berkembang sekarang ini, terdapat ketakutan akan proses persalinan secara pervaginam yang akan menyebabkan terjadinya kerusakan dasar panggul dan prolaps organ panggul di kemudian hari. Alasan ini yang memperkuat seorang wanita untuk memilih persalinan secara seksio cesaria. Sehingga pada negara berkembang, terdapat pandangan bahwa seksio cesaria merupakan jalan yang paling aman untuk melahirkan. Okonkwo melaporkan bahwa terdapat peningkatan permintaan seksio cesaria pada ibu hamil di Nigeria karena ketakutan terjadinya suatu disfungsi dasar panggul berdasarkan informasi yang diberikan oleh dokter. Di Indonesia saat ini masih belum ada penelitian mengenai tingkat pengetahuan wanita tentang disfungsi dasar panggul. Pengetahuan dan pemahaman yang tidak tepat akan menyebabkan pemilihan metode persalinan yang keliru. Peneliti meyakini bahwa dengan suatu pemberian edukasi yang baik, benar dan komprehensif. Seorang wanita dapat memilih metode persalinan yang diinginkannya secara lebih rasional dan bukan karena ketakutan akan terjadinya suatu disfungsi dasar panggul. DESAIN DAN METODE: Penelitian ini menggunakan desain pre ndash; post tes. Pada awal penelitian kita memberikan semacam tes tertulis untuk mengetahui pengetahuan awal peserta sebelum dilakukan penyuluhan dan pemilihan metode persalinan yang diinginkan. Setelah didapatkan hasil tes, dilanjutkan dengan pemberian edukasi tentang disfungsi dasar panggul. Kemudian dilakukan post tes untuk mengetahui tingkat pengetahuan subyek penelitian dan cara persalinan yang akan ditempuh. Penelitian ini berlangsung pada bulan Februari hingga Mei 2016 di 5 Puskesmas Wilayah DKI Jakarta yaitu PKM Warakas Jakarta Utara , PKM Tanah Abang Jakarta Pusat , PKM Cengkareng Jakarta Barat , PKM Jatinegara Jakarta Timur dan PKM Jagakarsa Jakarta Selatan . Subjek penelitian yang diteliti sebanyak 102 orang. viii HASIL: Sebanyak 102 subjek penelitian yang mengikuti penelitian ini memberikan hasil mean pretes 71 10,49 p

ABSTRACT
ABSTRACT Muhammad Fajar Ekaputra Obstetrics and Gynecology Comparison Level of Knowledge About Pelvic Floor Dysfunction Beforeand After counseling in Term Pregnancy in the Jakarta AIM Knowing the level of knowledge about pelvic floor dysfunction before and after counseling in term pregnancy women and knowing is there a difference a change of attitude in the selection method of delivery before and after counseling BACKGROUND In developing countries today, there is a fear of vaginal childbirth process that will cause damage to the pelvic floor and pelvic organ prolapse later in life. These reason is that reinforces a woman to choose childbirth Cesarian section. So in developing countries, there was supposition that Cesarian section is the safest way to give birth. Okonkwo reported that there is an increasing demand for Cesaria section in pregnant women in Nigeria because of fear of the occurrence of pelvic floor dysfunction based on the information given by the doctor. In Indonesia, there is still no research on the level of knowledge about the female pelvic floor dysfunction. Incorrect education and misunderstanding are will lead to the selection of the wrong method of delivery. Researchers believe that by giving a good education, correct and comprehensive. A woman can choose the method of delivery that wants a more rational and not because of fears of a pelvic floor dysfunction. DESIGN AND METHODOLOGY This study design using pre post test. At the beginning of our study provide some sort of written test to determine the initial knowledge of participants prior to the extension and the selection of the desired method of delivery. Having obtained the results of the test, followed by education about pelvic floor dysfunction. Then do the post test to determine the level of knowledge of the subject and mode of delivery that will be pursued. The study took place between February and May 2016 in 5 Public Health Center PHC in Jakarta that PHC Warakas North Jakarta , PHC Tanah Abang Central Jakarta , PHC Cengkareng West Jakarta , PHC Jatinegara East Jakarta and PHC Jagakarsa South Jakarta . Subjects were examined as many as 102 people. RESULTS A total of 102 study subjects who began the study gives the results of the pretest mean 71 10.49 p "
2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Karram, Mickey
"Part of the Female Pelvic Surgery Video Atlas Series, this title enhances your surgical skills in the key area of gynecology, urogynecology, and urology."
Philadelphia: Elsevier/Saunders, 2013
618.144 KAR s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library