Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuhartati
"Tesis ini membahas bagaimana pelaksanaan perlindungan dan pelayanan terhadap perempuan korban kekerasan dalam rumah tangga pada PKT RSCM. Undangundang Nomor 23 Tahun2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang disahkan berlakunya tanggal 22 September 2004, mengamanatkan bahwa korban KDRT berhak mendapatkan perlindungan dan pelayanan kesehatan. Namun belum banyak perempuan yang mengetahui hal ini, karena Undang-undang PKDRT masih baru. Pelaksanaan perlindungan dan pelayanan terhadap korban KDRT dijelaskan peneliti berdasarkan pemikiran Joanna Shapland, tentang kebutuhan korban yang perlu diperhatikan antara lain: (1) perhatian segera (keselamatan dan perlindungan), (2) terus menerus dukungan dan informasi,(3) representasi atau perwakilan formal di pengadilan,(4) restitusi dan kompensasi, dan (5) peran penting awal polisi. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan melakukan pengamatan terlibat untuk dapat memperoleh pengalaman langsung dan pemahaman tentang kesulitan mengenai pelaksanaan perlindungan dan pelayanan korban di PKT RSCM . Hasil penelitian diketahui bahwa belum seluruhnya kebutuhan korban dapat dilaksanakan. Hasil penelitian menyarankan pemerintah dalam hal ini Kementerian Pemberdayaan Perempuan lebih giat melakukan penyuluhan dan sosialisasi Undang-undang PKDRT, pemerintah harus memperhatikan atau menyediakan anggaran untuk beroperasinya PKT RSCM agar lebih berdaya guna, Undang-undang PKDRT harus lebih dulu dipahami implementasinya oleh para aparat hukum.

This thesis explores how the implementation of protection and service to women victims of domestic violence at the CCP RSCM. Law Number 23 Year 2004 on the Elimination of Domestic Violence which was ratified into force on 22 September 2004, mandated that victims of domestic violence are entitled to protection and health services. But not many women know this, because the Domestic Violence Act was still new. Implementation of protection and service to victims of domestic violence based on the ideas explained researcher Joanna Shapland, about the needs of victims who need to be considered include: (1) immediate attention (the safety and protection), (2) ongoing support and information, (3) formal representation or representation in court, (4) restitution and compensation, and (5) an important role early police. This research is qualitative research by conducting observations involved to be able to obtain direct experience and understanding of the difficulties regarding the implementation of protection and victim services at the CCP RSCM. The results showed that not all the needs of victims can be implemented. The results suggested that the government in this case the Ministry of Women more active in conducting education and socialization of Domestic Violence Act, the government must consider or provide a budget for the operation of the CCP to make it more efficient RSCM, Domestic Violence Act must first understand its implementation by law enforcement agencies."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27474
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
"Tesis ini memuat penelitian lentang kemarnpuan perempuan dewasa
rnuda- memberikan pemaafan.Pemaafan yang diharapkan dapat diberikan
adalah pemaafan total. Konsep pemaafan yang menjadi dasar penelitian ini
disusun oleh Baumeister, Exline, dan Sommer (dalam Worthington, 1998).
Pemaafan didefinisikan sebagai proses coping individu yang dapat
rnenerima dan mengatasi emosi negatif (seperti rasa marah, benci, sakit hati),
clan menggantinya dengan kinginan yang kuat untuk mencari sesuatu yang
bermakna, seperti misalnya, kedamaian.
Enright(1993) mendefinisikan pcniaafan interpersonal sebagai suatu
kchendak yang kuat untuk melepaskan penilaian yang negatif terhadap pelaku
kcjahatan yang telah melukai korban, dan menggantinya dengan keinginan
untuk berbelas-kasih terhadap pelaku kejahatan tersebut
Sementara menurnt Worlington pcmaafan terbagi dalam dua dimensi.
Pertama, dimensi inzefpersonal, yang ditandai dengan kemarnpuan individu
bertemu kembali dengan orang yang melukainya, dan menerirnanya
sebagaimana saat sebelum peristiwa yang menyakitkan (transgression) teijadi.
Kedua, dimensi intrapsikis yang ditandai dengan hilangnya emosi 'gatif dari
dalam diri individu yang menjadi korban.
Menurut Pargament (1997) pemaafan yang demikian terjadi karena
korban melakukan religious coping. Agama yang di dalamnya mengajarkan
nilai-nilai yang baik, mampu menjadikan individu menahan diri dari membalas
dan berbuat kjahatan. Seberapa besar peran falctor agama dalam pengambilan
keputusan individu untuk memberi pemaafan, inilah yang ditelaah dalam
penelitian ini.
Penelitian ini menjadikan perempuan dewasa muda yang menjadi
korban chifd abused sebagai informan. Hal tersebut sesuai dengan maksud
pendekatan kualitatif yang menjadikan pengalaman subyektif individu sebagai
fenomenon yang menarik unmk diteliti. Dari tiga orang perempuan dewasa
muda yang masing-masing mengalami kekerasan selama kurang lebih 5 tahun,
digali seberapa jauh mereka sudah memaaikan pelaku kekerasan dan
pengalaman masa lalu mereka,
Sebagai hasil penelitian didapati ternyata tidak seorang pun dapat
rnemaafkan secara total. Mereka hanya dapat memaafkan dalam batas tertentu
yaitu secara interpersonal saja, ataupun hanya secara inn-apsikis saja, bahkan
ada juga yang tidak bisa memberi pemaafan
Ketidakmampuan perempuan dewasa muda memaafkan secata total
para pelaku kekerasan, tentunya disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu
faktor yang mempengaruhi keputusan tersebut adalah proses coping yang
belum selesai, dan tidak didapatinya pemaafan intrapsikis. Korban masih
dibelenggu oleh rasa marah, benci, dendam, dan berbagai emosi negatif
lainnya.
Selanjutnya, ditemukan pula bahwa agama sebagai fasilitator sosial pun
bersifat ambivalen. Artinya, individu yang menaruh kepercayaannya pada
agama dapat terdorong untuk memberi pemaafan, tetapi juga sebaliknya tidak
memberi -pemaafan. Sebagai contoh, pada korban kekerasan seksual yang
merasa dirinya ‘kotor’, dan tidak layak dimaafkan, kepercayaannya pada
agama mendorong korban untuk tidak memaafkan pelaku, sama seperti korban
pun tidak dapatt memaafkan dirinya sendiri."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38385
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aisha Emilirosy Roekman
"Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) merupakan isu yang penting di Indonesia, dengan penelitian yang sedikit. Beberapa faktor dianggap berkontribusi untuk memperparah kondisi pasien seperti usia ketika menikah (muda) dan lama kekerasan, serta rendahnya tingkat GAF score (fungsionalitas). Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk mencari korelasi antara usia ketika menikah, lama kekerasan, dan current GAF scale saat pasien mengalami kondisi KDRT. Metode cross sectional digunakan serta data diambil dari Buku Laporan Jaga KDRT dan Rekam Medis pada Departemen Psikiatri RSCM-FKUI (2013-2017). Data yang digunakan sebanyak 50 pasien dengan kekerasan fisik dimana rerata (SD) usia ketika menikah adalah 25.45 (6.26) tahun, dengan 1921.10 (2554.51) hari rerata periode kekerasan, dan 69.10 (7.93) rerata dari GAF Score. Uji komparasi antara GAF dan periode kekerasan ditemukan rerata GAF lebih tinggi pada periode kekerasan berjangka panjang, juga periode kekerasan jangka panjang merupakan nilai tertinggi pada nilai rerata usia ketika menikah. Pada uji korelasi tidak ditemukan korelasi antara usia ketika menikah dan GAF (p = 0.975) serta periode kekerasan dengan GAF (0.132). Maka dari itu, usia ketika menikah dan periode kekerasan serta GAF tidak memiliki korelasi yang bermakna secara statistik. Menggunakan variabel yang berbeda serta kekuatan penilitian yang dikuatkan diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih bermakna.

Domestic Violence has become an important issue in Indonesia with limited research. Several factors that contributes in affecting the patient's condition are early age at marriage, long term period of abuse, and low GAF. This study aims to find the correlation between age at marriage, period of abuse, and current GAF scale in responding to the domestic violence. Cross sectional study and data collection from the DV Report Book of Psychiatric Department and medical records at RSCM-FKUI (2013-2017) used in this research. Among 50 subjects, the mean (SD) age at marriage is 25.45 (6.26), with 1921.10 (2554.51) mean of period of abuse, and 69.10 (7.93) GAF mean. The comparison between mean of GAF and period of abuse shown higher long term physical abuse (26.16), and long term abuse is high in mean age at marriage (27.68). Moreover, there are no correlation between age at marriage and current GAF (p = 0.975) with no correlation between period of abuse and current GAF (p = 0.132). Thus, age at marriage, period of abuse, and GAF have no statistical significant correlation. It is recommended to use different variable that correlate with GAF, and increasing the power of research to give more meaningful result."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Yoga Febrianto
"Tugas karya akhir ini membahas pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang kerja online saat work from home pada masa pandemi COVID-19. Dengan menggunakan teori feminis radikal, tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana terjadinya kekerasan seksual berbasis jenis kelamin/gender yang difasilitasi teknologi terhadap perempuan pekerja selama WFH, apa yang menjadi latar belakangnya, dan menjelaskan perbedaan kekerasan seksual berbasis sex/gender di ruang fisik dengan ruang cyber. Tugas karya akhir ini menggunakan secondary data analysis untuk menganalisis data dari Never Okay Project dan South East Asia Freedom of Expression Network (2020) dan ditemukan bahwa kekerasan seksual berbasis gender terhadap perempuan pekerja dalam ruang cyber memiliki penyebab dasar yang sama dengan yang terjadi di ruang fisik karena teknologi mereproduksi hubungan hierarki gender. Meski begitu, pelecehan seksual yang dialami perempuan pekerja dalam ruang cyber saat pandemi COVID-19 menghasilkan dampak, kerentanan, dan ketidakberdayaan yang lebih buruk daripada pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja fisik pada umumnya.
......The work of this final paper discusses sexual harassment experienced by women workers in the online workspaces when working from home during the COVID-19 pandemic. Using radical feminist theory, this paper aims to explain how technology-facilitated gender/gender-based sexual violence occurs against women workers during WFH, what is the background, and also explain the difference between sex/gender-based sexual violence in physical space and cyberspace. This final paper uses secondary data analysis to analyze the data from Never Okay Project and South East Asia Freedom of Expression Network (2020) and it is found that gender-based sexual violence against women workers in cyberspace has the same basic causes as those that occur in physical space because technology reproduces hierarchical gender relations. Even so, the sexual harassment experienced by women workers in cyberspaces during the COVID-19 pandemic resulted in a worse impact, vulnerability and helplessness that sexual harassment that occurred in the physical workplace in general."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library