Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Benedictine Widyasinta
Abstrak :
Sebagai alat diagnosis kepribadian, tes Wartegg sudah banyak digunakan di Indonesia Walaupun demikian tidak banyak penelitian dilakukan untuk melihat Akurasinya. Pentingnya masalah ini mengingay kritik yang dilontarkan terhadapnya. Padahal tes Wartegg sebagai tes gambar memiliki nilaio diagosis yang baik Penelitian ini akan dibatasi pada nilai diagnosis tes Wartegg untuk gejala menarik Alasannya individu menaxik ciiri akan mengalami kesulitan dalazrn berinteraksi dengan lingkungan sosial sekitarnya. Menarik diri merupakan fenomena yang bervariasi, baik dilihat dari pengertian, bentuk, serta intensitasnya. Diantara sekian banyak variasi yang ada, peneliti meneoba mengacu definisi Schneider (1964) yang cukup mendasar dan dapat menealcup variasi tersebut. Gejala menarik cliri dalam peneljtian ini diartikan sebagai tendensi untuk bereaksi melarikan diri dari tuntutan, tekanan, ancaman, atau frustrasi yang dialami ketika berinteraksi bersama manusia lain di lingkungannya, yang ditandai oleh empat ciri utama, yakni: (1) keterbatasan kontak sosial, (2) keterbatasan kontak realitas, (3) keterbatasan afek, serta (4) keeemasan. Keempat ciri utama dan rnendasar ini dapat bergradasi dari sanat ringan (normal) hingga berat (abnormal) serta muncul dalam berbagai bentuk gcjala menarik diri yang ada (misalnya psikosis; depresi; ketergantungan za! psikoaktif; gangguan atau gaya kepribadian avoidanl, schrkoii schizogypal). Homey (1951) menggunakan islilah moving away from peopfe untuk menjelaskan fenomena menarik diri, yang cliartikan sebagai tendensi untuk selalu berrelasi dengan manusia lain karena takut bahwa relasi tersebut akan membangkitkan perasaan dan hasrat yang akhirnya dapat menimbulkan Huslrasi dan konflik. Gejala menarik diri seperti diskripsi Hommey ini memperlihatkan orang yang takut berperan serta dalam kehidupan bersama manusia Iain. Gejala ini serupa dengan yang pernah disebutkan Tillich (1951) sebagai akibat dari lack courage to be as a part. Seseorang menarik cliri dnri relasi interpersonal kanena kurang memiliki kebencian dan kemauan untuk menjadi bagian dmi kebersamaanyang lebih luas. Alasannya adalah ketika seseorang menyatakan kesediaannya menjadi bagian dmi sesuam maka konsekuensinya adalah orang itu harus siap tnmpil sebagai individu dengan segala keunikarmya, juga merelakail sebagian dari individualitasnya unmk lebur dalam kebersamaan itu. Jika seseorang menyadari bahwa ia belum mengembangkan identitas dirinya secara kokoh dan jelas maka orang itu juga akan merasa takut betada dalam kebersamaan. Kesadaran mengenai identitas diri merupakzm hal yang penting bagi seseorang untuk berpartisipasi dalam kebetsamaan- Jika identitas diri seseorang belum jelas dengan sendirinya ia juga tidak tahu bagaimana menghadirkan dirinya dalam kebersamaan itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa menaztik diri seperti yang didieskripsikan Harney atau yang oleh Tillich disebut sebagai lack of courage to be as a part, pada dasarnya bersumber dari kesadaran akan krisis identitas. Akhirnya kembali pada tujuan penelitian untuk melihat nilai diagnosis tes Wartegg terhadap gejala menarik diri, maka peneliti bermaksud melihat apakah subyek dengan gejala menarik diri secara diferensiatif akan menampilkan profil tertentu dalam tes Wartegg, dibandingkan dengan subyek tampa gejala menarik diri. Jika dalam penelitian ini ditemukan ada proiil ten tu untuk gejala menarik diri dan secara diferensiatif membedakan dari subyek non menarik diri, maka ada profil tersebut dapat dijelaskan oleh konsep yang dikemukakan oleh Homey dan Tillich. Dengan latarbelakang seperti yang diuraikan diatas, maka secam umum permasalahan dalam penelitian ini adalah mengenai: Bagaimakah tes Wartegg dapat berfungsi sebagai alat diagnosis unruk gejala menarik. Permasalahan tersebut diatas dijawab rnelalui pendekatan kua1itatif§ dengan menggunakan dokumen kasus sebagai datas sekunder. Pengambilan sampel dilakukan secara non probabilita dengan teknik insidental sampling. Dengan demikian basil penelitian ini terbatas hanya berlaku untuk sampel yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan: tm Wartegg dapat berfungsi sebagai diagnosis gejala menarik diri. Secara Iebih rinci hasilnya adalah sebagai berikut: 1. Pada subyek menarik diri adalah, untuk (1) aspek keterbatasan kontak sosial, menonjol dan relatif konsisten diwakili oleh indikator absence or scan! of animate ature, isolation, emptiness, disusul soft intensity+poor form Ievei serta dominant straight lines; (2) aspek keterbatasan kontak realitas diwakili indikator isolation; (3) aspek keterbatasan afek diwakili oleh absence or scan of animate nature, isolation, serta empxiness; (4) aspek kecemasan diwakili oleh indikator reinforcement serta small drawings. 2. Secara diferensiatif tes Wartegg dapat membedakan subyek penelitian menarik diri dari subyek penelitian nun menarik. Jika dalam penelitian ini pada basil tes Wartegg ditemukan indikator empiiness bukan jizii covering; isolation bukan conleri; constriction bukan expansion; sofi imensity+poor form level bukan moderate to strong intensity; dominan sir-aight lines bukan dominant curved; maka kenlungkinan besar subyek bertenden menarik. 3. Ditemukan ada kesesuaian antara hasil tes Wartegg dengan hasil wawancara untuk gejala menarik
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cut Safrina Dahri
Abstrak :
Diantara banyak teknik proyektif tes yang sering dipakai dalam pemeriksaan psikologis adalah tes Wartsg. Sebagai salah satu teknik proyektif tes Wartegg memiliki kualitas nilai sebagai alat cliagnostik dan bersifat praktis sehubungan dengan waktu yang diperlukan untuk administrasi, skoring dan interpretasi. Salah satu pertimbangan yang digunakan dalam menganalisis hasil gambar adalah dengan melihat hubungan stimulus dan gambar (stimulus drawing- relations), selain dua pertimbangan lainnya yaitu isi gambar (content) dan cara. pelaksanaan (execution). Pada dasarnya, masing-masing stimulus memiliki sifat yang berbeda sehingga penting untuk melihat kesesuaian gambar yang dihasilkan subyek dengan sifat dari stimulus itu sendiri (afinitas) Stimulus tes Wartegg dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu stimulus feminin (stimulus l,2,7, dan 8) dan stimulus maskulin (stimulus 3,4,S dan 6). Afinitas laki-laki biasanya lebih baik terhadap stimulus yang maskulin, sedangkan afinitas perempuan biasanya Iebih baik terhadap stimulus yang feminin. Perspektif mengenai peran dan stereotipi gender tidak terlepas dzui konteks budaya. Sehingga, penelitian ini bertujuan untuk melihat atinitas laki-laki dan perempuan pada sampel penelitian di Indonesia. Penelitian dilakukan pada mahasiswa UI, Sl reguler dengan tujuan memperoleh subyek yang memiliki kecerdasan rata-rata. Teknik yang digunakan adalah melihat kesesuaian gambar subyek clengan sifat-sifat yang terkandung didalam stimulus tersebut(stimulus-drawing relations). Uji sinifikansi clilakukan untuk melihat apakah ada perbedaan afinitas subyek laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maskulin, dan sebaliknya terhadap stimulus yang feminin. Hasil penelitian terhadap 62 subyek yang terdiri dad 31 subyek laki-laki dan 31 subyek perempuan menunjukkan bahwa subyek laki-laki mempunyai afinitas yang baik terhadap stimulus maskulin maupun terhadap stimulus feminine. Begitu pula sebaliknya, subyek perempuan mempunyai afinitas yang baik terhadap stimulus feminin maupun terhadap stimulus maskulin. Uji signifikansi pada l.o.s menunjukkan bahwa afinitas laki-laki dan perempuan hanya berbeda pada stimulus 2 (stimulus feminin) dan stimulus 4 (stimulus maskulin). Berdasarkan hasil penelitian, beberapa satan untuk penelitian selanjutnya adalah menambah jumlah subyek, meneliti subyek dengan karakteristik peran gender tradisional dimana pada penelitian ini mahasiswa diasumsikan lebih memiliki peran gender yang modern dan penelitian mengenai atinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maslculin dan feminin dengan mempertimbangkan pekerjaan subyek.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2002
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sulistyawati Patricia Melati
Abstrak :
Dari sekian banyak tes psikologi, tes Wartegg adalah salah satu dari alat tes proyektif yang sering digtmakan dalam seleksi pegawai maupun setting klinis. Hal ini antara lain disebabkan karena tes Wartegg memiliki beberapa ketmtungan antara lain adalah waktu yang relatif singkat dalam pengadministrasian, skoring dan juga kaya dalam interpretasi. B Dalam tes Wartegg, jenis kelamin subyek memiliki arti interpretalif yang sangat penting. Hal ini disebabkan karena nilai simbolik rangsang-rangsangnya rnemiliki hubungan dengan jenis kelamin. Di dalam tes ini terdapat 4 rangsang yang disebut dengan rangsang maskulin dan 4 rangsang lainnya yang disebut dengan rangsang feminin. Dalam penelitiannya, Kinget membuktikan bahwa afinitas laki-laki lebih baik pada stimulus maskulin sedangkan aflnitas perempuan lebih baik pada stimulus feminin. Dahii 2002, dalam penelitiannya mengenai alinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus maskulin dan stimulus feminin pada tes Wartegg, mencoba membuktikan hal tersebut. Penelitian yang dilakukan dengan menyebarkan tes Wartegg kepada 62 orang mahasiswa Universitas Indonesia membuktikan bahwa baik subyek laki-laki dan subyek perempuan memiliki afinitas yang sauna baiknya terhadap stimulus feminin ,dan stimulus maskulin. Afinitas laki-laki dan perempuan pada stimulus feminin hanya berbeda pada rangsang nomor 2 sedangkan afinitas subyek laki-laki dan perempuan pada stimulus maslculin hanya berbeda pada rangsang nomor 4. Penulis berusaha membuktikan teori Kinget ini dengan melakukan usaha replikasi dan unelitian telah dilakukan oleh Dahri. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk melihat aiinitas laki-laki dan perempuan yang berperan gender tradisional dalam menjawab stimulus feminin dan maskulin dalam tes Wartegg. Penelitian dilakukan dengan mengadministrasikan tes Wartegg kepada 2 kelompok subyek yang memiliki profesi sesuai dengan peran gender tradisionalnya yakni montir bagi laki-laki dan baby sitter bagi perempuan. Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menunjukan bahwa laki-lalci dan perempuan yang memiliki pekerjaan sesuai dengan peran gender tradisionalnya memiliki afinitas yang kurang lebih sama baiknya pada stimulus nomor l,2, 5 dan stimulus nomor 6. Afinitas laki-laki dan perempuan terhadap stimulus Wartegg ditemukan menunjukkan perbedaan yang signiikan pada stimulus no 3,4,7 dan 8. Pada stimulus nomor 3 dan 4 yang merupakan stimulus maskulin, jumlah laki-laki yang beraiinitas terhadap stimulus ini secara sitnifikan lebih banyak dihandingkan dengan perempuan. Sedangkan pada stimulus nomor 7 dan 8 yang merupakan stimulus feminin, jumlah perempuan yang beraktvitas terhadap stimulus ini secara signifikan lebih banyak dibandingkan dengan subyek laki-laki. Untuk dapat mempertajam hasil penelitian ini masih dibutuhkan penelitian-penelitian lanjutan di masa yang akan datang.
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library