Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 59 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mira Suminar
"Kekerasan terhadap Istri adalah suatu bentuk penganiayaan secara fisik maupun emosional/psikologis yang merupakan cara pengontrolan terhadap pasangan dalam kehidupan rumah tangga Kekerasan terhadap Istri menimbulkan dampak yang serius pada kesehatan dan kualitas hidup wanita, sehingga kekerasan menjadi prioritas kesehatan masyarakat dalam upaya pencegahan dan penanggulangannya (WHO, 1996). Studi mengenai Kekerasan terhadap istri di masyarakat yang menunjukan tentang masalah kekerasan terhadap istri sebagai masalah kesehatan masyarakat masih kurang, sehingga sangat sedikit sekali laporan mengenai dampak kekerasan terhadap istri (Suryadi, 1999 : 23).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengungkap akibat kekerasan pada aspek fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi korban.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam kepada korban dan keluarganya . Lokasi penelitian dilakukan di kota Jakarta dan Bandung. Informan yang dilibatkan dalam penelitian ini terdiri dari enam orang informan korban dan enam orang informan keluarga korban sebagai tringulasi sumber.
Dampak fisik yang dialami oleh informan dalam penelitian ini adalah memar, gatal-gatal dan kulit panas, darah mengucur dari hidung dan mata bengkak , timbulnya perubahan pola menstruasi dan merasa enggan untuk melakukan hubungan seksual.
Dampak kekerasan terhadap aspek psikologis menyebabkan timbulnya perasaan ketakutan dan munculnya gejala-gejala depresi seperti harga diri rendah, merasa tidak berdaya dan kehilangan harapan untuk tetap mempertahankan perkawinannya, penurunan nafsu makan dan kurang tidur, perasaan sedih, menurunnya gairah untuk menjalani kehidupan sehari-hari , mengalami putus asa dan cenderung berkeinginan untuk mengakhiri hidup.
Dampak kekerasan pada aspek sosial yang dialami oleh informan antara lain terbatasnya interaksi dengan dengan orang lain karena suami sering membatasi pergaulannya dan perasaan malu korban terhadap orang lain, Dampak kekerasan terhadap aspek ekonomi yang dialami adalah istri harus mengeluarkan uang untuk mengobati lukanya dan keterbatasan pemenuhan ekonomi karena suami jarang memberikan nafkah, sehingga istri harus meminta bantuan pada keluarga, orang tua dan harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Peneliti menyarankan kepada Pemerintah untuk mempercepat pengesahan RUU KDRT serta mengimplementasikan kebijakan "Toleransi nol" secara menyeluruh dan termonitor dengan baik. Terhadap Kelompok Profesi kesehatan peneliti menyarankan untuk Lebih peka terhadap pasien dengan cedera khas akibat penganiayaan, Membuka unit-unit layanan perempuan korban kekerasan di Rumah Sakit Umum yang melibatkan perawat, dokter, psikiatri dan psikolog dalam upaya penanganannya, Melakukan advokasi kepada Pemerintah untuk membuat kebijakan mengenai keringanan pembiayaan untuk korban kekerasan terhadap istri. Terhadap kelompok psikologis peneliti menyarankan membuat shelter pelayanan pendampingan psikologi dengan biaya gratis dan bekerjasama dengan sektor kesehatan dan LSM untuk menjaring korban kekerasan terhadap istri yang mengalami gangguan psikologis.

Abuse to wife is a form of maltreatment physically and also emotional/ physiologist which is a controlling way to couple in householder life. Wife abuse has generating serious effects to wife health and quality of life, so that abuse become the public health priority in prevention and overcome effort (WHO, 1996). Study of wife abuse in society which is show about wife abuse as a public health problem is still less, so that there's still very small amount report about the effect of wife abuse (Suryadi, 1999:23).Problem in this research is not yet known clearly the effect of abuse victim in physically, psychology, social, and economy aspect.
This research use qualitative approach by doing interview to victims and their family. Research is conducted in Jakarta and Bandung. Informant that entangled in this research composed from six informants from victims and six informants from their family as the source of triangulation.
Physical effect which is felt by victims is bruise, itches and hot skin, nose bleeding and bloated eyes, menstruation pattern changed and sexual desire decrease.
Abuse effect to physiology aspect mention the appearance of fear and the appearance of depression symptoms like lack of self-confidence, empowered, feel not powered and lost the will to keep her marriage, the decrease of eating desire and lack of sleep, sad feeling, the decrease of desire to live on daily life, desperate and tend to suicide.Abuse effect in social aspect which is experienced by informant for example is the lack of interaction with other people because her husband oftenly strict her association and victim embarrassed to other people. Abuse aspect to economy is wife has to spend some money for healing her wound and the economy fulfill limitation because husband rarely gives maintenance, so that wife has to ask help from family, parents, and has to work to fulfill the daily life.
Researcher is suggesting the Government to haste the authentication of RUU KDRT and also implementing the "Zero Tolerance" policy totally and monitored well. To Health Profession Group researcher suggest being more sensitive to patient with abuse typical wound. Open women abuse service unit in General Hospital which is involved nurse, doctor, psychiatry, and physiology in handling effort. Conduct an avocation for Government to make a policy about priority defrayal for wife abuse victim. To physiology group researcher suggest making physiology adjacent service shelter with free cost and cooperate with health sector and LSM netting abuse victim to wife who suffer physiology trouble.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13061
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yuliati Amperaningsih
"Secara umum ditegaskan bahwa KTP umumnya dan KTI khususnya akan membawa dampak negatif yang sangat luas bagi kehidupan seluruh masyarakat, baik dari segi kesehatan, sosial, maupun ekonomi. KTI dapat berdampak fatal karena dapat mengakibatkan kematian seorang perempuan.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah belum diketahuinya perilaku pencarian layanan pendampingan korban KTI dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kota Bandar Larnpung tahun 2004.
Penelitian ini bertujuan mengetahui gambaran kerentanan, keseriusan terhadap masalah KTI dan gambaran manfaat, rintangan serta peran keluarga dalam pencarian layanan pendampingan. Selain itu faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku pencarian layanan pendampingan tersebut.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan melakukan wawancara mendalam pada 4 informan korban yang melapor ke LSM Damar dan 4 orang keluarganya, serta 4 informan korban yang tidak melapor (menyelesaikan masalah sendiri) dan 4 keluarganya. Selain itu dilakukan wawancara mendalam terhadap 4 pendamping korban dari LSM Damar. Lokasi penelitian dilakukan di wilayah Kota Bandar Lampung.
Hasil penelitian ini adalah menunjukan bahwa umur, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, jarak tempat tinggal dan pengetahuan mempengaruhi persepsi individu, maka secara tidak langsung mempengaruhi perilaku pencarian layanan pendampingan terhadap masalah KTI, dan seluruh informan korban yang melapor maupun yang tidak melapor menganggap masalah KTI merupakan hal yang serius. Selain manfaat yang didapat informan korban yang melapor adalah secara hukum, konseling psikologis, pendampingan medis, dan pemberdayaan ekonomi, sedangkan korban yang tidak melapor hanya mendapat manfaat psikologis saja. Kemudian rintangan yang dirasakan korban yang melapor adalah tidak tahu keberadaan LSM Damar, takut biaya mahal, takut dan malu dengan keluarga, serta rintangan saat proses pendampingan seperti sikap aparat yang tidak berperspektif perempuan, kurangnya informasi dari LSM Damar tentang proses pengadilan yang sedang berjalan. Rintangan korban yang tidak melapor adalah rasa malu menceritakan masalah KTI dan rasa takut pada suami. Untuk peran keluarga pada umumnya berespon baik, walaupun ada yang tidak perduli dengan keadaan korban. Layanan yang diberikan LSM Damar pada umumnya baik, namun ada ketidakpuasan pada proses pendampingan hukum dan putusan pengadilan.
Peneliti menyarankan meningkatkan frekuensi program yang sudah ada sampai kepada tingkat institusi pemerintah, swasta, dan masyarakat, menambah SDM untuk penanganan kasus, peningkatan pengelolaan dokumentasi kasus korban, diadakan konseling keluarga dan support group, melakukan advokasi untuk segera mengesahkan UU Anti KdRT, Biro Bina Pemberdayaan Perempuan agar mengkampanyekan dan meningkatkan dana yang memadai untuk KTP dan KTI khususnya, melakukan pelatihan cara penanggulangan dan penanganan KTI bagi petugas kesehatan, menyisipkan pengetahuan gender, KTP pada mata ajaran terintergrasi, meningkatkan sikap aparat penegak hukum dan putusan pengadilan yang setimpal bagi pelaku, untuk individu, keluarga dan masyarakat harus peka terhadap kejadian KTI, orangtua menanamkan keadilan dan kesetaraan gender sejak dini. Bagi akademisi memperbanyak penelitian tentang KTP pada umumnya dan KTI khususnya.

The Behavior of Seeking Assistance to the Victims of Wife Violence and the Factors Influencing Taken Place in Bandar Lampung City in 2004In general affirmed that generally violence to women and more specific is violence to wife will bring negative impact for the whole life society, from health, social, and economic aspects. The violence to women can cause fatal impact death of a woman.
Problem of this research is not known yet of the behavior seeking assistance to the victims of woman violence and the factors influencing in Bandar Lampung City in 2004.
This research aim to acknowledge susceptible definition, serious concern to women violence problems and benefits that will achieve, barricade and also the family role in assistance seeking. Besides that, to know what factors are influencing the assistance seeking behavior.
This research used qualitative approach which conducted indepth interview to 4 victims informer which reported to NGO Damar and 4 families member, and also 4 victim informer which did not report (finishing problem by themselves) and 4 of his/her family member. Besides that also indepth interview to ward for victim assistance from Damar. Research location in Bandar Lampung City.
The result of this research is to show that the age, education, job, income, apart residence and knowledge influence individual perception, hence indirectly influence behavior seeking of assistance. Generally informer of victim which reported and also which did not report susceptible to wife violence, and all victim informer which report and also which did not report to assume that wife violence represent serious matter. Besides benefit which got victim informer of which report is judicially, psychological counseling, medical assistance, and the economic enableness, while victim which did not report only get just psychological benefit. Then the barricade felt by a victim which report is do not know existence of NOD Damar, fear costly expense, fear and lose face with family, and also the barricade moment of assisting process like: police attitude which is not in woman perspective, lack of information from NOD Damar of about litigation which is run in process. Barricade of Victim which do not report is feeling as homed to tell problem of wife violence and have cold feet at husband. For role of family of generally good respond, although there is which not give a dam with victim circumstance. Service given by the NGO Damar is generally good, but there is no satisfaction of assisting process to punish and the justice decision.
Researcher suggest to embolden program of campaign there until to level of governmental institution, private sector, and socialize, adding human resources for the case handling, require to be performed by counseling of family and support group, need improvement of documentation of victim case, conducting the advocation to immediately authenticate regulation of against domestic violence, Local Government in order to campaign and allocation of adequate fund for women violence and wife violence, conducting of training is a way of handling wife violence for health worker, inserting knowledge of women violence to the integrated subject, improving attitude of every police of enforcer punish and decision in kind justice for perpetrator, for more research about women violence and wife violence, for the individual, family and society have to be sensitive to the occurrences of wife violence.
References : 93 (1974 - 2004)
"
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T13174
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jonathan A. Trisna
"Lima pasang suami-istri bertemu selama duabelas kali dalam kelompok kecil untuk meningkatkan penyesuaian antar suami-istri. Hasil evaluasi mereka setelah enam kali pertemuan dan wawancara sebulan setelah pertemuan berakhir menunjukkan adanya peningkatan dalam penyesuaian antara suami-istri. Tes kertas dan pinsil tidak menunjukkan hal ini.
Telah didapatkan bahwa salah satu penyebab timbulnya banyak masalah psikologis yang dialami seseorang ialah persepsinya yang salah atau beliefnya yang salah terhadap persepsinya (Ellis, 1973). Belief yang menimbulkan penyesuaian buruk orang itu dengan lingkungannya disebut belief negatif.
Belief negatif ini dapat dibentuk orang tersebut oleh atribusi yang dilakukan orang-orang penting terhadapnya pada masa dininya (Laing, 1971), injunction (larangan bertingkah laku bebas) yang diberikan orang tuanya dan nasihat-nasihat yang membentuk naskah hidupnya (Steiner, 1974). Di samping pembentukan masa lampau, belief negatif juga bisa dibentuk pada masa kini, misalkan karena diajarkan padanya oleh orang panutannya, oleh bacaan dan tontonannya.
Suatu belief dapat menjadi negatif karena isinya (contentnya), karena intensitasnya, karena dimiliki yang tertentu (yang mungkin bukan merupakan belief negatif bila dimiliki orang lain), dan karena diterapkan pada suatu situasi atau konteks tertentu. Belief seperti ini akan menimbulkan konflik dalam hubungan interpersonal orang tersebut dengan orang lain di sekitarnya, terutama dengan pasangan hidupnya.
Program dalam penelitian ini mempunyai tujuan agar suami-istri dalam pernikahan mempunyai penyesuaian yang baik. Tujuan ini hendak dicapai melalui suatu perlakuan dalam kelompok kecil. Perlakuan itu mengarah pada empat langkah, yaitu: (1) Kesadaran, para peserta dalam program ini menjadi sadar akan adanya belief negatif yang mereka miliki dan yang menyebabkan buruknya penyesuaian dengan pasangannya; (2) Keputusan, setelah timbul kesadaran, mereka dibimbing untuk mengambil keputusan mengubah belief negatif yang mereka miliki; (3) Tekad, peserta menjabarkan secara konkrit keputusan untuk berubah itu dalam sebuah kalimat singkat dan jelas tentang tingkah laku yang akan mereka lakukan; (4) Tingkah laku, peserta melaksanakan tekad yang telah mereka buat sendiri. Diharapkan setelah melaksanakan langkah-langkah ini timbul kebiasaan baru yang meningkatkan penyesuaian mereka dengan pasangan mereka.
Adapun hipotesa yang akan diteliti adalah:
Terdapat peningkatan penyesuaian antar suami-istri peserta kelompok kecil yang mencoba menghilangkan belief negatif yang lazim ada pada suami-istri dalam pernikahan.
Untuk penelitian ini digunakan QUASI-EXPERIMENTAL DESIGN. Bentuk disainnya ialah Single Group Pretest-Postest Design. Variabel independennya ialah perlakuan dalam kelompok, variabel perantara ialah perubahan belief negatif, dan variabel dependennya ialah penyesuaian suami-istri.
Instrumen yang dipakai ada dua, yaitu (1) wawancara yang diberikan pada para peserta sebulan setelah program selesai dan (2) tiga buah tes kertas dan pinsil, yaitu modifikasi dari Dyadic Adjustment Scale dan Kansas Marital Satisfaction Scale, serta Semantic Differential.
Adapun prosedur penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Kepada para anggota Gereja Bethel Indonesia Jl. Cimahi 23, cabang Cengkareng, ditawarkan program ini yang dilaksanakan dalam 12 kali pertemuan, seminggu sekali selama dua jam tiap kali pertemuan. Ada lima pasang suami-istri yang berminat mengikuti program ini.
b. Kesepuluh peserta menerima tes awal (tes kertas dan pinsil).
c. Tiap pertemuan mempunyai topik tersendiri sebagai berikut:
1. Belief negatif I
2. Belief negatif II
3. Mengerti dan Mengekspresikan Kasih
4. Komitmen Keberhasilan Pernikahan
5. Pembentukan Kepribadian Anak
6. Penyesuaian Dalam Pernikahan
7. Komunikasi dalam Pernikahan
8. Menyelesaikan Konflik
9. Mengambil Keputusan dalam Masalah
10. Hirarki Dalam Keluarga
11. Seks Dalam Pernikahan
12. Keluarga yang Kokoh
d. Pada tiap pertemuan ada latihan pengendapan seperti diskusi dan studi kasus, tanya jawab, sharing (berbagi pengalaman), role play, dan refleksi diri.e. Ada pula pekerjaan rumah mingguan yang perlu dilakukan tiap peserta yang disebut janji mingguan. Pekerjaan rumah ini dipilih sendiri oleh peserta.f. Setelah enam kali pertemuan, para peserta mengisi lembaran Evaluasi Pernikahan Tengah Program.
g. Sebulan setelah perlakuan berakhir, tiap pasang suami-istri diwawancarai. Mereka juga mendapatkan tes akhir (tes kertas dan pinsil).
h. Dari instrumen yang dipakai dilihat apakah perlakuan dalam kelompok kecil ini mendukung hipotesa penelitian ini.
Hasil penelitian ini mendukung hipotesa walaupun dengan beberapa catatan. Dukungan terhadap hipotesa nyata dari wawancara dan data Evaluasi Pernikahan Tengah Program. Hasil tes kertas dan pinsil ternyata tidak mendukung hipotesa penelitian. Ada beberapa dugaan hasil tes ini: (1)faktor social approval, (2)pengisian tes awal yang kurang realistis, dan (3)peningkatan tolok ukur untuk menilai kwalitas pernikahan setelah mengikuti program."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zuraida G. Soepoetro
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1983
S2211
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmiyati Sarah
"Resiko besar yang harus dihadapi pelaut adalah terbatasnya waktu untuk berkumpul dengan keluarga Keith & Schaefer (dalam Fesbach,1987) mengemukakcan bahwa terdapat konflik peran pada istri-istri yang suaminya memiliki waktu kerja yang panjang karena dengan demikian kesempatan untuk membangun nilai-nilai keluarga seperti kedekatan, kehangatan dan keintiman menjadi berkurang.
Banyak Iagi faktor-faktor pendukung terciptanya kepuasan perkawinan yang kurang dapat dipenuhi seutuhnya oleh seorang suami karena terbatasnya waktu yang dimiliki karena tuntutan pekerjaannya. Kondisi dimana istri harus Iebih banyak menanggung beban serta Iebih besar bertanggung jawab terhadap kelangsungan kehidupan rumah tangga seperti istri pelaut akan menyebabkan tidak dapat dipenuhinya beberapa faktor tersebut diatas. Oleh karenanya penulis ingin Iebih jauh mengetahui tentang gambaran kepuasan perkawinan pada istri istri pelaut melihat cukup banyak ditemukan para istri yang suaminya bekerja sebagai pelaut mengeluhkan mengenai keadaan rumah tangga mereka. Melihat yang Iebih banyak mengalami masalah adalah para istri, maka peneliti secara khusus melakukan penelitian pada subyek istri.
Selanjutnya penulis berharap dari penelitian ini dapat diperoleh manfaat yaitu memberikan masukan kepada istri pelaut tentang hal-hal yang penting untuk diperhatikan guna menegakkan Iandasan yang kuat bagi terciptanya kepuasan perkawinan, memberikan informasi bagi institusi yang menangani masalah masalah keluarga, tentang masalah kepuasan perkawinan yang dirasakan istri pelaut dimana informasi ini dapat dimanfaatkan untuk tujuan penyuluhan, konseling ataupun terapi bagi yang bermasalah serta menambah hasil-hasil penelitian tentang keluarga pelaut yang berguna bagi penelitian selanjutnya.
Penelitian ini dilakukan terhadap 5 orang subyek penelitian dengan melakukan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa alasan yang mendorong subyek penelitian untuk menikah beragam, yaitu sebagai wadah pemenuhan kebutuhan ekonomi, kelangsungan generasi, karena menganggap pemikahan sebagai sesuatu yang normal dan wajar juga karena cinta. Ada pula subyek yang menikah karena kasihan pada calon suami yang telah Iama mengejarnya, juga karena subyek merasa tidak enak menolak calon mertua yang telah datang dari jauh untuk melamar. Sedangkan jenis perkawinan istri pelaut didominasi oleh jenis perkawinan tradisionaI. Diketahui pula bahwa tingkat kepuasan perkawinan istri pelaut naik dan turun silih berganti. Pada umumnya tinggi rendahnya kurva kepuasan perkawinan istri pelaut dipengaruhi oleh keberhasilan penyesuaian diri istri terhadap tugasnya baik sebagai istri maupun sebagai istri pelaut. Keberhasilan pada masa penyesuaian diri berpengaruh pada kuatnya Iandasan perkawinan selanjutnya. Selain itu, kurva kepuasan perkawinan iuga dipengaruhi oleh terpenuhinya faktor-faktor yang mendukung terciptanya kepuasan perkawinan, yaitu afeksi dari suami, keberhasilan anak anak dalam sekolah dan kelancaran karir suami. Faktor- faktor kepuasan perkawinan yang tidak dapat dipenuhi oleh suami dapat menimbulkan ketidakpuasan perkawinan yang dirasakan istri pelaut, dalam penelitian ini ditemukan faktor-faktor tersebut antara Iain adalah kualitas komunikasi yang buruk dengan suami, faktor sosial, faktor hubungan intim, faktor peran dan tingkah Iaku suami yang kurang sesuai dengan keinginan istri serta faktor kebutuhan istri yang tidak terpenuhi oleh suami, khususnya kebutuhan untuk dimengerti. Ada pula subyek yang merasakan bahwa faktor ekspresi afeksinya tidak terpenuhi oleh suami serta hubungan mertua dan ipar yang buruk.
Hal lain yang perlu diperhatikan Iebih Ianjut dalam penelitian ini adalah adanya sejumlah keterbatasan yang diduga dipengaruhi oleh jumlah subyek yang terbatas, alat ukur yang kurang tajam menggali inforrnasi, kekurang- terampilan peneliti dalam menggali informasi ataupun dalam menganalisa data karena pendekatan kualitatif merupakan pendekatan yang baru bagi peneliti. Saran untuk penelitian selanjutnya adaiah melengkapi subyek penelitian, yaitu bukan hanya istri saja yang dijadikan subyek, namun juga suaminya sehingga informasi mengenai kepuasan perkawinan dapat diperoleh lebih Iengkap. Disamping itu penambahan jumlah subyek penelitian dapat memperkaya hasil penelitian, agar wawancara yang dilakukan oleh peneliti dapat berjalan lancar, maka diperlukan waktu yang cukup untuk membina ?raport' antara peneliti dan subyek penelitian, sehingga sewaktu wawancara dilakukan subyek penelitian tidak canggung menjawab pertanyaan peneliti."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
S2768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irma Christanti
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keintiman yang dimiliki oleh istri yang berperan penuh sebagai ibu rumah tangga, maupun sebagai ibu bekeija ,yang tetap bertanggung jawab pada urusan keluarga dan rumah tangga di samping urusan pekerjaan di luar rumah. Karena keintiman merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh dalam kelangsungan hidup berumah tangga. Batasan keintiman ( intimacy ) p»ada penelitian ini merupakan hubungan antara dua individu, dengan jalinan ikatan, di mana satu sama lain saling mempercayai, ada keinginan untuk selalu bersama , saling membutuhkan, dan ada kecocokan, agar hubungan dapat berlangsung lama, mengingat dua individu tersebut berbeda sifat dan latar belakang . Intimacy ini terdiri atas 9 jenis yang merupakan gabungan dari teori Charles Jung http://www.couDlescompanv.com ) dan Olson ( dalam Schaefer & Olson, 1983 ) yakni fisik, estetik, rekreasional, intelektual, spiritual, emosional, seksual, cinta tanpa pamrih, dan sosial. ( dalam Alat yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner keintiman, dengan metode sampling incidental sampling. Dalam p>enelitian ini terdapat 100 partisipan, dengan usia antara 23-60 tahun ,tinggal di wilayah Jakarta dan sekitarnya, dan berpendidikan terakhir minimal SMU. Analisis data menggunakan frekuensi dan tabulasi silang yang menggunakan program komputer SPSS ( Statis t ical Packagefor Social Science ) versi 11.0 untuk melihat sejauh mana keintiman yang di miliki oleh ibu rumah tangga yang berperan penuh dan yang berperan ganda. Hasilnya adalah sebagian besar responden hanya memiliki jenis keintiman fisik, spiritual, dan sosial, dan asumsi penulis bahwa ibu rumah tangga memiliki jenis keintiman lebih besar daripada ibu bekerja tidak sepenuhnya benar. Banyak faktor pendukung yang memyebabkan ibu bekerja memiliki jenis keintiman tertentu dengan perolehan yang besar. Selain itu juga diperoleh data pada penelitian ini bahwa sebagian subyek yang dikategorikan memiliki jenis keintiman fisik, spiritual, sosial, berada pada usia masa dewasa muda, dengan rentang pernikahan 0-5 th. Namun penelitian ini tidak dapat digeneralisir untuk semua ibu rumah tangga, hingga disarankan untuk mengadakan penelitian serupa dengan sample yang lebih banyak, dengan asumsi akan lebih representatif, dan dilakukan di daerah lain, agar dapat melihat gambaran lebih tuas tentang keintiman dalam pernikahan, serta melengkapi penelitian dengan metode observasi dan wawancara agar dapat diperoleh data yang lebih maksimal untuk memberi gambaran psikologis."
2004
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Di Indonesia, terutama di Jakarta tampaknya perselingkuhan telah menjadi gaya hidup dalam masyarakat. Fenomena ini tidak hanya terjadi di kota-kota besar seperti halnya Jakarta, tetapi juga di kota-kota kecil atau di daerah (h;tp://www.e-psikologi.comkeIuarg/seling5uh.htm) Data yang diproleh menunjukkan dari
sejumlah praktek konsultasi perkawinan (Marriage Counseling) yang ada di Jakarta
membuktikan bahwa sebahagian besar penyebab terjadinya krisis dalam perkawinan adalah dikarenakan masalah perselingkuhan (Hawari, 2002).
Akibat dari perselingkuhan suami, maka istri akan mengalami perasaan sakit hati dan kecewa Oleh karena itu untuk dapat mengatasi perasaan tersebut dan
mengembalikan hubungan seperti sebelumnya, maka diperlukan adanya perilaku mwmaatkan pada istri.
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat bagaimana gambaran forgiveness pada istri sebagai upaya untuk mengembalikan keutuhan rumah tangga akibat perselingkuhan suami dan faktor apa saja yang menyebabkaan istri memanfaatkan perselingkuhan yang dilakukan oleh suami. Responden penelitian 2 orang, responden
pertama adalah N dan reaponden kedua adalah A yang memiliki pengalaman suami berselingkuh dan subjek hingga sekarang masih bertahan dalam perkawinannya.
Hasil studi menunjukkan bahwa lamanya berpacaran dan saling mengenal
tidak memiliki pengaruh tehadap keinginan pasangan untuk berselingkuh Subjek pertama, yaitu N menilai menilai perselingkuhan yang dilakukan oleh pasangan dikarenakan adanya kekurangan dalam dirinya dalam melayani pasangan (kegiatan seksual). Namun, N menyadari bahwa pasangan berselingkuh bukan hanya dikarenakan kekurangan dalam dirinya, tetapi hal tersebut telah menjadi sifat suami
yang kelika berpacaran telah memiliki banyak kekasih. Sebaliknya., subjek kedua,
yaitu A menilai pasangan berselingkuh dikarenakan terpengaruh oleh teman-teman kantornya. Jenis perselingkuhan yang dilakukan oleh masing-masing pasangan subjek
juga berbeda-beda. Pada subjek N, pasangan berselingkuh iebih dengan satu orang, yaitu dengan keponakan N dan dengan teman satu profesi. Perselingkuhan yang
dilakukan suami berlangsung bertahun-tahun, bahkan sepanjang perkawinan, dimana perselingkuhan jenis ini dapat digolongkan dalam Long-term Ajair. Sedangkan suami A berselingkuh dengan wanita yang bekerja sebagai pegawai magang dikantorya. Perselingkuhan yang dilakukan oleh suami A dikarenakan adanya suasana
yang mendukung dan belum adanya keterikatan emosional dan komitmen apa pun terhadap partner seksualnya, sehingga perselingkuhan jenis ini dapat digolongkan dalam Flings.
Kedua subjek belum dapat memaatkan sepenuhnya psrseiingkuhan yang
dilakukan oleh pasangannya. Perilaku memaafkan hanya terlihat dari tindakan subjek sehari-hari yang masih melayani kebutuhan suami, sepeni masih menyiapkan sarapan
dan masih melakukan hubungan seksual. Namun, perilaku memaaikan belum dapat dihayati dan dirasakan sepenuhnya dalam diri subjek. Hal ini dikarenakan adanya
rumination about Iransgression, yaitu kocenderungan Subjek untuk terus menerus mengingat kejadian perselingkuhan suami, sehingga menghalangi dirinya untuk memaafkan. Oleh karena itu, perilaku memaafkan subjek terhadap perselingkuhan
suami tergolong dalam dimensi Holiow Forgiveness, yaitu subjek dapat
mengekspresikan secara konkret pemanfatan melalui perilaku, namun sebenamya ia belum dapat merasakan dan menghayati adanya pemaafan dalam dirinya.
Kedua subjek masih bertahan dalam perkawinan dikarenakan oleh alasan
pribadi, yaitu anak. Walaupun pada subjek A, sclain karcna alasan pribadi, ia masih berlahan dalam perkawinan dikarenakan oleh alasan Enansial, yaitu ketergantungan secara ekonomi terhadap suami dan meuganggap perselingkuhan bukan merupakan
alasan untuk bercerai. A menganggap apabila ia bcrccrai dari suaminya belum tcntu ia akan mendapatkan suami yang lebih baik dafi suaminya sekarang"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2004
T38512
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shepriyani Miftajanna
"Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan tentang dialektika pada pasangan suami-istri yang menjalani keputusan childfree serta memperoleh pemahaman akan pola komunikasi pasangan suami-istri dalam menjalani keputusan childfree dan upaya mengelola dialektika yang dilakukan pasangan dalam hubungan pernikahan itu sendiri. Metode penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data penelitian diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi dengan informan penelitian yang terdiri dari dua pasangan suami-istri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasangan childfree mengalami variasi dialektika dalam analisis internal dan eksternal. Pasangan pertama (P dan R) menghadapi dialektika keterpisahan dan kebersamaan (autonomy-connection), dengan P ingin hidup tanpa anak sementara R ingin memiliki anak. Pasangan kedua (W dan I) menghadapi dialektika kepastian dan ketidakpastian (certainty-uncertainty), dengan W meragukan komitmen childfree mereka karena I menyukai anak kecil. Dalam dialektika eksternal, pasangan childfree menghadapi ketegangan pengungkapan dan penyembunyian (revelation-concealment). Secara umum, pasangan cenderung tidak ingin secara terbuka mengungkapkan pilihan mereka karena adanya stigma negatif masyarakat terhadap childfree. Pada intinya teori dialektika relasional menawarkan diskusi rasional di antara pasangan ketika menghadapi ketegangan terkait menjalani keputusan childfree dari pengaruh secara internal dan eksternal. Diskusi rasional yang dilakukan pasangan adalah dengan mengelola kontradiksi-kontradiksi yang ada secara seimbang. Pengelolaan dialektika internal cenderung menggunakan strategi seleksi dan integrasi berupa reframing, sementara dialektika keterbukaan dan ketertutupan (openness-closedness) menggunakan strategi segmentasi dan diskualifikasi dalam masalah finansial. Dalam dialektika eksternal, pasangan menggunakan strategi netralisasi dan alterasi siklik yang sesuai dengan kategori dialektika yang dihadapi. Upaya kompromi dan pergantian menjadi ciri khas pasangan dalam mengungkapkan dan menyembunyikan (revelation-concealment) keputusan childfree kepada lingkungan sosial.

This study aims to gain knowledge about dialectics in married couples who undergo childfree decisions and understand the communication patterns of married couples in undergoing childfree decisions and efforts to manage dialectics carried out by couples in the marriage relationship itself. The research method for this study is qualitative with a case study approach. Research data were obtained through in-depth interviews and observations with research informants consisting of two married couples. The results of this study indicate that childfree couples experience dialectical variations in internal and external analysis. The first couple (P and R) face a dialectic of autonomy-connection, with P wanting to live without children while R wanting to have children. The second couple (W and I) face a dialectic of certainty and uncertainty, with W doubting their childfree commitment because I likes small children. In the external dialectic, childfree couples face the tension of revelation-concealment. In general, couples tend not to want to openly express their choices because of the negative social stigma against childfree. In essence, the theory of relational dialectics offers a rational discussion between partners when facing tensions related to making decisions child-free from internal and external influences. The rational discussion conducted by the pair is to manage the contradictions that exist in a balanced way. Management of internal dialectics tends to use selection and integration strategies as reframing, while openness-closedness uses segmentation and disqualification strategies in financial matters. In the external dialectic, the couple uses neutralization and cyclic alteration strategies that are appropriate to the dialectical category they are facing. Attempts to compromise and change are characteristic of couples in revelation-concealment childfree decisions to the social environment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Buzawa, Eve S.
London : Sage, 2002
364.15 BUZ d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Etty Dumi Rachmawati
"Dalam perkawinan tentu akan timbul apa yang dinamakan harta dalam perkawinan. Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama. Sedangkan, harta bawaan dari masing-masing suami atau istri dan harta benda yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan adalah dibawah penguasaan masing-masing, sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Selain harta benda, perkawinan juga menimbulkan utang, bisa berupa utang bersama, utang suami atau utang istri. Utang yang dibuat semasa hidup bisa menjadi warisan yang ditinggalkan oleh salah satu pihak dalam perkawinan. Apabila harta yang ditinggalkan cukup untuk melunasinya maka persoalan selesai. Namun bila yang terjadi adalah keba1ikannya, tentu akan menimbulkan masalah. Demikian juga yang terjadi dalam kasus yang telah diputus oleh Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Putusannya Nornor 2574 K/Pdt/2000. Dalam Putusannya MA menyatakan bahwa pelunasan utang pewaris hanyalah sebesar harta yang ditinggalkannya. Sedangkan harta bawaan dari pasangan yang ditinggalkan bukanlah merupakan harta peninggalan sehingga tidak bisa dijadikan sebagai jaminan pelunasan utang. Tesis ini menggunakan metode penelitian yuridis analitis dan metode yang dipergunakan adalah penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>