Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Rizqi Robbani Hanif
"Indonesia sebagai negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, dikenal sebagai ldquo;hotspot rdquo; perdagangan jenis tumbuhan dan satwa liar karena perannya sebagai peyuplai terbesar di kawasan Asia. Di saat yang sama, Indonesia juga dikenal sebagai negara dengan laju penurunan keanekaragaman hayati yang tinggi. Penurunan ini salah satunya disebabkan oleh maraknya perdagangan ilegal jenis tumbuhan dan satwa liar. Selama ini, upaya penegakan hukum atas kejahatan tersebut hanya berfokus pada jenis yang dilindungi saja. Hal ini dikarenakan Undang-undang No. 5 tahun 1990 sebagai induk kebijakan konservasi di Indonesia tidak memberikan ketentuan sanksi yang memadai terhadap kegiatan perdagangan ilegal jenis tumbuhan dan satwa liar, khususnya bagi jenis yang tidak dilindungi. Padahal, terdapat banyak jenis, yang tidak termasuk jenis yang dilindungi, namun berada dalam kondisi populasi yang terancam dan masih diperdagangkan secara bebas. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan tujuan untuk mencari alternatif instrumen penegakan hukum yang dapat menjerat para pelaku perdagangan ilegal jenis tumbuhan dan satwa liar yang tidak dilindungi undang-undang. Dengan mengambil sudut pandang yang lebih luas terhadap aktifitas perdagangan, tidak terbatas pada aktifitas jual beli saja, maka terdapat beberapa undang-undang yang dapat dijadikan alternatif instrumen penegakan hukum terhadap kejahatan ini, yaitu ; undang-undang tindak tindak pidana korupsi, undang-undang kepabeanan, undang-undang karantina ikan, hewan, dan tumbuhan, undang-undang kehutanan, serta undang-undang perikanan. Keberadaan undang-undang ini dapat menjadi solusi untuk mengisi kekosongan hukum, namun, hal ini tidak mengurangin urgensi untuk mengevaluasi kebijakan dalam undang-undang konservasi sumber daya alam hayati yang selama ini berlaku di Indonesia.
......
Indonesia, as one of the countries that has very high rates of biodiversity, is well known as the ldquo hotspot rdquo of international wildlife trade because of its role as the biggest supplier in Asia. However, Indonesia is also well known as the country that experienced massive biodiversity degradation, which is mostly caused by the high number of illegal trading of plant, animal, and other wildlife form. Until this very day, the law enforcement on illegal wildlife trade is only focused on protected species because Undang Undang No. 5 tahun 1990, as the prime reference of conservation rsquo s policy in Indonesia, does not provide adequate instrument of sanction on illegal trade of unprotected species, whereas there are lots of species in Indonesia that are threatened in the wild and are still being traded illegally. This research is using juridical normative approach, with the purpose to provide an alternative instrument of law enforcement on illegal trading of unprotected species from another act aside of Undang Undang No. 5 tahun 1990. If we consider the trade of wildlife as more than a process of selling and buying, then there are some acts that can be used as an alternative of law enforcement instrument, such as an anti corruption act, anti money laundering act, custom act, quarantine act, forestry act, and fisheries act. Those acts are used only as an alternative, and it does not lessen the urgency to evaluate the current conservation policy in Indonesia itself."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S68489
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Juven Renaldi
"ABSTRAK
Perdagangan spesies flora dan fauna adalah salah satu ancaman terbesar terhadap keberlangsungan spesies-spesies tersebut. Mekanisme hukum untuk mengendalikan perdagangan tersebut dapat dibedakan secara umum menjadi larangan perdagangan trade ban , dimana perdagangan dilarang total, serta pasar terkontrol regulated market , dimana perdagangan diperbolehkan dengan pembatasan. Tulisan ini meneliti mekanisme manakah yang lebih sesuai untuk diterapkan sebagai strategi konservasi, dengan mempelajari kedua mekanisme di Indonesia, Peru, India, dan Afrika Selatan. Hasil yang ditemukan adalah baik larangan perdagangan maupun pasar terkontrol adalah mekanisme pengendalian yang efektif terhadap spesies-spesies yang berbeda, tergantung dari kondisi dan faktor-faktor seputar spesies yang bersangkutan. Faktor yang paling utama adalah karakteristik biologis dan situasi pasar terhadap spesies, serta paradigma kebijakan yang sudah diambil oleh negara habitat spesies terkait. Berbekal hasil penemuan tersebut, tulisan ini juga meneliti mengenai kebijakan Indonesia saat ini dan masa depan, dan menemukan bahwa regulasi Indonesia yang ada sekarang masih belum cukup komprehensif dalam mengatur penetapan status perlindungan spesies, serta faktor-faktor yang harus dipertimbangkan ketika memilih memberlakukan larangan perdagangan atau pasar terkontrol terhadap suatu spesies. Sementara kebijakan di masa depan dalam bentuk Rancangan Undang-Undang, telah memperbaiki permasalahan penetapan status perlindungan spesies, namun masih belum mengatur pertimbangan dalam pemilihan mekanisme secara lengkap, terutama faktor pasar terhadap suatu spesies. Oleh karena itu, tulisan ini menyarankan pemerintah Indonesia untuk mengevaluasi ulang mekanisme pengendalian yang diterapkan pada setiap spesies, untuk memastikan bahwa strategi yang dipilih saat ini tidak akan malah memperburuk upaya konservasi suatu spesies

ABSTRAK
Wildlife trade is one of the biggest factor threatening the existence of various species. Policies to regulate and control those trade can generally be categorized as trade ban, where any trade is prohibited, and regulated market, where trade is permitted within a strict limit. This paper investigates which policy is more suited to serve the purpose of species conservation, by studying their practices in Indonesia, Peru, India, and South Africa. It finds that both trade ban and regulated market are actually effective for different types of species, depending on each species rsquo condition and circumstances. The main factors to consider include the biological characteristic and the market condition of said species, as well as the existing policy in the regulating State. Using those factors as point of analysis, this paper also investigates Indonesia rsquo s current and future regulation, and finds that Indonesia rsquo s current policy did not cover a comprehensive categorization of protected species, and did not allow an informed decision making proccess in determining between applying trade ban or regulated market to a species. While its future regulation in the form of Rancangan Undang Undang, has tried to fix some issues such as the categorization of protected species, but still failed to regulate a comprehensive considerations in determining which policy to choose, particularly concerning the market of a species. Therefore, this paper recommends the government of Indonesia to re evaluate all protected species on whether the current policy being implemented is really the right one for them, rather than being detrimental to the very conservation of said species."
2017
S69506
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library