Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 117 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yuni Satia Rahayu
Abstrak :
Usaha perbaikan kondisi kaum perempuan yang dilakukan Perwari khususnya dalam bidang perkawinan dan pendidikan mengalami berbagai kendala. Kendala-kendala tersebut diantaranya adanya ancaman melalui telepon dan surat. Akibatnya, banyak anggota Perwari yang mundur dan bubarnya Perwari cabang Bogor. Kendala tersebut disebabkan kampanye anti poligami dan tuntutan pembentukan Undang-undang Perkawinan yang dilakukan oleh Perwari. Di samping kampanye anti poligami dan Undang-undang Perkawinan, Perwari juga memilih pendidikan dan isu perkawinan yang lain. Alasan Perwari memilih isu ini karena isu ini akan memperkuat kedudukan dan posisi perempuan. Terhadap partai politik, Perwari bersikap untuk tidak bergabung ke salah satu partai tersebut. Mereka akan lebih independen bila tidak bergabung ke salah satu partai politik. Namun Perwari menyetujui bekerja sama dengan partai politik untuk mengkampanyekan isu mereka. Perwari mengirim program perjuangannya pada 15 partai politik, tetapi hanya 2 partai yang memberikan tanggapan terhadap proposal tersebut. Kedua partai tersebut gagal untuk menjalankan program yang diusulkan Perwari. Kedua partai tersebut tidak memasukkan program yang diajukan Perwari menjadi program partai. Meskipun Perwari tidak mau bergabung ke salah satu partai politik, dia mendukung kaum perempuan yang masuk menjadi anggota partai. Dia berharap mereka akan mendukung perjuangan untuk memperbaiki kondisi perempuan. Untuk mengupas berbagai permasalahan dalam tesis ini maka digunakan konsep gender. Konsep ini memuat berbagai indikator diantaranya marginalisasi, subordinasi, beban berlebih, kekerasan dan stereotipe. Berbagai indikator tersebut dapat menjelaskan berbagai tekanan yang dialami Perwari akibat tuntutannya dalam bidang perkawinan, Metodologi penelitian yang dipakai dengan pendekatannya kualitatif. Metode pengumpulan data memakai metode oral history dan studi literatur. Sementara subjek penelitian adalah mereka yang yang pernah terlibat dalam Perwari. Baik yang mengalami langsung mau pun yang mendengar atau mengetahui tentang Perwari. ......Perwari's Consistency in Defending Women's Right (The review towards Perwari's Activities between 1945 and 1965)Some efforts done by Perwari to improve the women's condition especially in marriage and education matters had faced some obstacles. Some of the obstacles were threats trough the telephones or letters. The effect was tremendous and lead to the resignation of Perwari's members and the dissolvement of Perwari office in Bogor. The aforementioned obstacle derived from Perwari's militant campaigns on anti polygamy and their demand to draft the Marriage Law in Indonesia. Besides having campaigned on anti polygamy and Marriage Law Perwari also focused on education and other issues related to marriage. The reason Perwari choosed these issues was very much linked to will their position to strengthen women's position. Perwari refused to join any political parties due to their position to be independent in the society. However, Perwari agreed to collaborate with the political parties in order to campaign their issues. Perwari had offered some collaborative programs to 15 political parties, but only 2 political parties responded to it. Unfortunately the last mentioned 2 political parties failed to implement the programs offered by Perwari in their political programs. Eventhough Perwari refused to join to one of political parties, Perwari still supported women to become member of the political party. Perwari believed this would improve women's condition by supporting women to join political party. The concept of gender is used in this thesis to analyze all of the aforementioned problems. This concept consists some indicators, such as: marginalization, subordination, multiple burden. violence and stereotype. Those indicators are being used to explain all of the pressure that Perwari experienced in relation to their demand for Marriage Law. The research is using qualitative approach for its research methodology with regards to the data collection this research is using oral history and literature study. All of the subject research were those who were involved directly with Perwari.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Harlina
Abstrak :
ABSTRAK
Pada tahun-tahun terakhir ini, angka partisipasi angkatan kerja perempuan meningkat. Peningkatan partisipasi perempuan tersebut menunjukkan kecenderungan peningkatan peran perempuan dalam aktivitas ekonomi dan pembangunan. Peran perempuan dalam bidang ketenagakerjaan telah ditetapkan pila dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara tahun 1998.

Seiring dengan meningkatnya angkatan kerja perempuan, ada hal penting yang memerlukan perhatian, yaitu masalah perlindungan terhadap tenaga kerja perempuan, terutama buruh perempuan pabrik. Perlindungan terhadap pekerja perempuan tidak hanya menyangkut perlindungan fisik (penciptaan kondisi kerja yang baik, lingkungan, jaminan kesehatan), tetapi juga termasuk perlindungan atas hak-hak perempuan untuk memperoleh perlakuan yang lama dengan pekerja laki-laki seperti kesempatan kerja, memilih profesi, pemberian gaji, dan tunjangan. Perlindungan tersebut diarahkan kepada peningkatan harkat dan martabat pekerja. Perlindungan terhadap pekerja dirasakan masih kurang, hal tersebut terlihat dari banyaknya aksi mogok para pekerja dan pelanggaran hak-hak dasar perempuan serta lemahnya pengawasan terhadap perusahaan. Perlindungan terhadap buruh perempuan bukan persoalan jenis kelamin, tetapi menyangkut hak asasi, maka hak dasar perempuan harus dilindungi. Akan tetapi, kenyataannya peraturan yang seharusnya menjadi pelindung bagi hak-hak perempuan justru memberi peluang bagi terjadinya pelanggaran hak.

Pengingkaran dan pelanggaran perlindungan terhadap hak-hak buruh perempuan merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Dengan demikian, perlindungan kepada buruh perempuan belum sesuai dengan hak asasi manusia. Sehubungan dengan hal itu terlihat bahwa pelaksanaan peraturan-peraturan pun belum terlaksana dengan baik karena peraturan yang ada belum dapat dilaksanakan secara efektif bagi perlindungan terhadap buruh perempuan.
1999
T 2481
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Listyarti
Abstrak :
Gerakan perempuan di Republik Islam Iran terbilang lebih maju dibandingkan negara-negara Islam lainnya di Timur Tengah. Meski mengalami banyak hambatan mulai dari tafsir agama maupun budaya etnis serta kebijakan pemerintah, namun kenyataannya gerakan perempuan di Iran dapat tumbuh dan berkembang, bahkan muncul banyak tokoh¬tokoh perempuan Iran yang eksistensinya diakui masyarakat internasional. Tesis ini mencoba mengungkap tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik. Islam Iran dan faktor-faktor yang mempengaruhi berkembangnya gerakan Perempuan pasca revolusi Islam Iran, mulai dari tokohnya, tuntutannya, model gerakannya, dan perubahan kebijakan pemerintah yang adil terhadap perempuan. Terdapat tiga (3) fase dalam menggambarkan gerakan perempuan di Iran pasca kemenangan revolusi Islam Fase pertama, sepuluh tahun pertama pasca revolusi Islam (1979-1989)--di era pemerintahan Ayatullah Khomeini- menghasilkan berbagai peraturan yang bias jender. Misalnya peraturan yang melarang jabatan hakim bagi perempuan, dengan alasan wanita lebih emosional dan irasional. Pada era ini, sudah mulai muncul oposisi gerakan perempuan Iran yang melakukan perlawanan terhadap berbagai kebijakan yang merugikan hak-hak kaum perempuan dan korban kekerasan. Fase 2 : Sepuluh tahun kedua (1989-1999) pasca revolusi islam terjadi perubahan terhadap berbagai peraturan yang bias jender-peraturan tersebut secara bertahap mulai direvisi. Sehingga 11 tahun setelah revolusi islam, pemerintah mencabut pelarangan hakim perempuan di Iran. Pada era ini, pemerintahan Iran juga membuat kebijakan yang menjamin hak-hak reproduksi Perempuan. Perempuan Iran sudah ada yang menjadi anggota parlemen, bahkan ada yang menduduki jabatan strategis di pemerintahan. Hal ini tentunya dampak signifikan dari jaminan pelaksanaan hak atas pendidikan rakyat Fase 3 : Sepuruh tahun ketiga (1999 s.d sekarang, pada fase ini, banyak perempuan --baik secara individu-maupun berkelompok terus memperjuangkan hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi di Iran. Mereka yang kemudian menciptakan model gerakan perempuan di Iran. Model yang dikembangkan adalah: Pertama, tuntutan yang diajukan kaum perempuan didominasi oleh persamaan hak-hak perempuan dan perlindungan hak anak; kedua, tuntutan merevisi hukum keluarga di Iran karena banyak yang mengabaikan hak perempuan dan anak-anak, terutama hukum yang berkaitan dengan perkawinan, perceraian dan implikasinya; ketiga, menyuarakan gagasan bahwa HAM universal tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Hal-hal yang sudah jelas di atur dalam Al-Quran., misalnya hak waris yang berbeda antara laki-Iaki dan perempuan, & kewajiban menggunakan jilbab, tidaklah menjadi bagian yang mereka gugat. Inilah yang membedakan gerakan perempuan barat dengan gerakan perempuan di Iran, di Iran gerakan perempuannya justru menyakini banyak pihak bahwa ajaran Islam dan hukurn Islam tidaklah bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM universal. Dalam tesis ditemukan faktor-faktor yang mendorongnya terjadi perubahan kebijakan di Iran terhadap Perempuan dan yang secara signifikan juga telah mempengaruhi tumbuh dan berkembangnya gerakan Perempuan di Republik Islam Iran. Faktor pertama adalah meningkamya pendidikan; dan Faktor yang kedua adalah Perubahan politik di dalam negeri karena munculnya kesadaran dan tafsir hukum Islam yang tidak di dasari budaya patriarki. Selain itu ada temuan yang menarik, ternyata perempuan-perempuan Iran yang terusir dari negeri Iran karena menolak kebijakan pemerintah tetap bisa berhubungan dengan organisasi perempuan dalam negeri Iran, atau tetap bisa rnemberikan informasi berkaitan dengan perkembangan Iran. Faktor ketiga, Munculnya tokoh-tokoh perempuan Iran yang berani melawan kondisi sosial politik dan sosial budaya di Iran, mereka berjuang sesuai dengan latar belakang keahliannya. Toko-h¬tokoh tersebut berupaya menegakan HAM dan demokrasi di negerinya. Faktor keempat, ada faktor lain, yaitu munculnya kesadaran Para Mullah & pemimpin Iran bahwa ajaran Al Quran senantiasa mengikuti perkembangan jaman dan kitab tersebutlah yang menjadi dasar islami bagi konstitusi Iran, sehingga pemerintah pun mau melakukan telaah kembali bagi kebijakan-kebijakan pemerintahan Iran yang bias jender. Faktor kelirna, Faktor sosial budaya masyarakat yang menghormati perempuan mulia dalam sejarab Islam, mis. putri Rasullah SAW - Fatimah Az Zahra- dimana kemuliaan Fatimah, perilakunya yang santun, lemah lembut, pintar, berani dan bijak, dijadikan doktrin nilai-¬nilai yang dianut masyarakat Iran dan terinternalisasi dalam budaya masyarakat. Nilai¬nilai ini berisi ajaran agar kaum laki-laki dan perempuan saling menghargai, menghormati, memahami hak dan kewajibannya masing-masing.
Women movement in Islamic Republic of Iran admitted more developed than Islamic countries in Middle - East. Though, obtaining many obstructions starting from exegesis, ethnic culture to government policy; in fact that women movement in Iran can grow and develop, moreover many Iran female figures emerge whose existence admired by the world. This Thesis tries to uncover the growth and the development of women movement in Islamic Republic of Iran and some factors affecting its development in the post - Islamic revolution of Iran, starting from the figures, the demands, the movement form and the changes of government policy which is fair towards women. There are three phases in describing women movement in Iran in the post - victory of Islamic revolution. In the first phase, first decade of the post . Islamic revolution (1979-1989) in the era Ayatollah Khomeini authority causing many regulations which were obscure in gender. For instance, the regulation which forbade the position of judge for women with the reason that's women admired more emotional and irrational. In the era, Iran women movement had emerged as opposing against some regulations causing disadvantages for women right and authority victim. In the second phase: second - decade (19894999) of the post - Islamic revolution, there were many changes for several regulations which were obscure in gender- those were gradually revised. After eleven years in Islamic revolution, Iran government withdrew prohibition for women judge. In the era, Iran government also withdrew the policy protected reproduction right for women. Iran women became member in parliament; even there were some occupied strategic position in government. This matter was definitely significant effect from the guarantee of applying the right for citizen education. In the third phase: third - decade (1999- ....) , many women both individually or in group keep on struggling the human right and democracy in Iran. And they create women movement form there. The form developed as follows; firstly, the demands they ask are dominated with the equality of women right and the protection of children right; secondly, the demand to revise family rules in Iran as they ignored more the right of women and children, mainly the rules dealing with marriage, divorce and its implications; thirdly, declaring ideas of universal human right which is not against Islamic laws. Those matters which are obviously regulated in Al- Qur'an, for example heritage right differing women and men, and the obligation for using veil are not a part to be claimed. This thing makes a difference among women movement in Iran and west countries; in Iran, the women movement believes that Islamic law is not against to the principles of universal human right. The third factor, many women figures emerge who bravely fight social-political condition and social-culture in Iran, they fighting line with their competence background.. Those figures make an effort to uphold the human right and the democracy there. The forth factor, the awareness of mullahs and Iran leaders raise up as they understand that Al - Qur'an continually follows the development and the holy book becomes the Islamic basic for Iran constitution, so that the government study further the Iran government policies which are obscure in gender The fifth factor, social- cultural factor in society giving respect to magnificent women in Islamic history, e.g Fatimah Az Zahra- the daughter from Rasullah SAW , her nobility,her politeness, her gracefulness, her brilliance, her courage and wisdom, can be doctrinal values followed by Iran society and internalized into culture society. These values consist of the knowledge teaching men and women should respect each other and understand the right and the obligation.
2007
T20706
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deviyanti Dwiningsih
Abstrak :
Indonesia merupakan negara hukum (Rechtsstaat), dengan karakteristik adanya penghormatan terhadap hak asasi manusia (HAM).Salah satu ciri dari negara hukum adalah adanya persamaan hak-hak perempuandengan laki-laki dalam bidang apapun termasuk bidang politik. Bahkan hak-hak perempuan secara jelas diatur dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang memuat persamaan hak dan pendekatan non diskriminasi bagi laki-laki dan perempuan baik dalam hukum dan pemerintahan maupun akses terhadap lapangan pekerjaan yang layak. Oleh karena perempuan adalah warga negara yang mempunyai hak politik sebagimana laki-laki.Data menunjukkan partisipasi dan keterwakilan perempuan di bidang politik sangat kecil khususnya di Legislatif.Hal ini disebabkan karena adnaya diskriminasi. Diskriminasi terhadap perempuan itu menyebabkan keadilan dan kesetaraan dibidang politik dengan menggunakan prinsip “tindakan khusus sementara”, seperti yang tertuang dalam pasal 28H ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan “ setiap orang berhak mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan keadilan”. Tindakan khusus sementara ini dapat dilihat dalam upaya peningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia, peningkatan keterwakilan dalam posisi strategis pada kekuasan, partisipasi penuh dalam proses pengambilan keputusan dan sinergitas. ...... Indonesia is the legal state (Rechtsstaat) that has high respect of human rights. One characteristic of the legal state is the equality between women and men in all sectors including the political one. Definitely women's rights is provided for in the Article 27 paragraph (1) and paragraph (2) of the 1945 Constitution which includes equal rights and non-discrimination approach between men and women before the law and government as well as employment access. In other words, women are citizens who have political rights equal to men's rights. The data indicate that the participation and representation of women in the political sector is tremendously low particularly in the Legislature. It relates to discrimination. The discrimination against women results in justice and equality in the political sector by using the principle of "temporary special measures", as set out in the Article 28H Paragraph (2) of the 1945 Constitution. The article states "every person should be entitled to special treatment and to have the opportunity and the same benefits to achieve equality of justice ". The temporary special measures can be shown in the effort of enhancing the quantity and quality of human resources, higher representation in strategic position in the power, full participation in the decision-making process and synergy.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T35598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmi Faisal
Abstrak :
ABSTRAK
Narapidana perempuan hamil/ menyusui merupakan minoritas dalam komunitas suatu bangsa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana perempuan hamil dan menyusui memerlukan pembinaan yang berbeda narapidana pada umumnya. Hal ini terjadi karena narapidana perempuan dengan kondisi hamil dan menyusui memiliki fisik dan kebutuhan yang jauh berbeda dengan narapidana pada umumnya. Perawatan kesehatan reproduksi, pengobatan fisik maupun psikis, serta perlindungan terhadap anak-anak dari narapidana perempuan di dalam Lapas menjadi sangat penting karena akan menentukan masa depan narapidana dan anaknya sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dan hasil dari penelitian yang diperoleh setiap Lembaga Pemasyarakatan memiliki kebijakan atas permasalahan yang berbeda-beda, hal ini didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang mereka miliki dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Lapas Klas II B Anak Wanita Tanggerang dirasakan cukup memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui karena akses kesehatan, perlindungan keselamatan, serta program pembinaan yang cukup efektif. Untuk Lapas Perempuan Klas II A DKI Jakarta memiliki faktor penghambat yang membuat pihak Lapas dirasakan masih kurang memenuhi hak-hak narapidana tersebut akibat dari kondisi Lapas yang over crowded. Sedangkan, Lapas Klas II A Bogor merupakan Lapas dengan permasalahan yang lebih kompleks, kondisi Lapas yang over crowded, tidak adanya akses perlindungan yang memadai, serta dilarangnya narapidana yang pasca melahirkan membawa anak ke dalam Lapas, menjadikan kebijakan Lapas ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang ada dan belum memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui.
ABSTRACT
Pregnant and breastfeeding women's prisoners are a minority in the community of a nation in the Prison. Prisoners of pregnant and breastfeeding women require different counseling of convicts in general. This happens because female prisoners with pregnant and breastfeeding conditions have a physical and a need that is much different from the convicts in general. Reproductive health care, physical and psychological treatment, as well as protection of children from female prisoners in prison are very importance because it will determine the future of inmates and their own children. In this study, the authors use normative juridical research methods focused on assessing the application of norms or norms in positive law, and the results of research obtained by each the prison have policies on different issues, the inhibiting factors they have in the coaching process within the prisons. Prisons Class II B Child Tanggerang is sufficient to fulfill the rights of pregnant and lactating female prisoners because of health access, safety protection, and effective coaching programs. For prisons of Women Class II A DKI Jakarta has an inhibiting factor that makes the prisons felt is still not meet the rights of prisoners is due to the condition of prisons are overcrowded. Meanwhile, Prisons Class II A Bogor is prisons with more complex problems, overcrowded prisons, inadequate access to protection, and prohibition of post partum prisoners bringing children into prisons, making this prison's policy contrary to some existing regulations and has not fulfilled the rights of pregnant and breastfeeding women's prisoners.
2018
T51054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aberdeen : Aberdeen University Press , 1990
323.34 WOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Umam Noer
Jakarta: Pusat Kajian Wanita Dan Gender (PKGW) UI, 2016
303 KHA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Khaerul Umam Noer
Jakarta: Pusat Kajian Wanita Dan Gender (PKGW) UI, 2016
303 KHA t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: LBH APIK, 1999
323.34 KOM
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008
346.013 4 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>