Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 40 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wirdanengsih
Abstrak :
Penelitian ini mengunakan metode observasi partisipasi yang didukung oleh studi literatur, wawancara, dan pengamatan. Tesis ini menjelaskan keberadaan perempuan dibidang politik menunjukan bahwa dengan didukung oleh kemampuan individu mulai dari tingkat pendidikan perempuan yang umumnya relatif tinggi, pengalaman organisasi yang dimiliki serta latar belakang pekerjaan dan kondisi sosial ekonomi mereka yang memadai menjadikan mereka dapat bertahan menjadi anggota DPR RI. Namun ada faktor lain yang lebih mempengaruhi keberadaan perempuan di DPR RI tersebut, seperti hubungan keluarga, hubungan pertemanan dan ikatan primordial yang merupakan suatu jaringan yang dapat digunakan dan dimanfaatkan untuk mencapai tujuan politik perempuan DPR R.I. Dengan demikian hubungan sosial yang terbentuk tidak semata-mata hubungan antar individu tapi melampaui batas garis keturunan dalam rangka memperoleh dan mempertahankan kekuasaan yang ada. Adanya proses rekrutmen politisi perempuan yang dipengaruhi oleh jaringan yang dimiliki juga akan mempengaruhi peran sebagai anggota parlemen dimana perempuan parlemen tersebut dalam perannya sehari-hari, bias gender masih mempengaruhi mereka karena memang awal rekrutmen mereka tak lepas adanya campur tangan kekuasaan laki-laki . Kemudian jaringan sosial yang mereka miliki tidak semata-mata jaringan yang terbentuk atas kekuatan mereka melainkan juga atas kekuatan yang dimiliki oleh pihak lain namun ada juga sebaliknya bahwa perempuan tersebut itulah yang memiliki pengaruh dalam suatu jaringan sehingga tercapai tujuan yang dimaksud.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9731
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luki Widiastuti
Abstrak :
Ideologi negara pada dasarnya bertujuan mengarahkan warganya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Dengan menggunakan ideologi ibuisme negara menetapkan peran perempuan dalam kehidupan keluarga yang lebih banyak dikonotasikan sebagai "Ibu". Untuk menyebarkan ideologi itu, negara memanfaatkan aparatnya diantaranya Tentara Nasional Indonesia (TNI). Oleh karena sifat kepemimpinan yang hierarkis, maka TNI menciptakan subordinat melalui organisasi istri yang selanjutnya perempuan/istri prajurit menjadi subordinat dari organisasi istri. Peran istri prajurit sebagai ibu dalam lingkungan keluarga militer semakin lebih nampak dengan peran tambahan sebagai pendamping suami sekaligus sebagai anggota organisasi istri Persit Kartika Chandra Kirana. Dengan menggunakan teori dan metode penelitian yang berperspektif perempuan, penelitian ini berusaha mengungkap kehidupan perempuan dalam budaya militer yang menganut sistem hierarki dimana lelaki sebagai penentu kebijakan baik dalam kehidupan keluarga dan dalam organisasi istri prajurit TNI-AD. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan studi dokumentasi. Penelitian dilakukan di Asrama Kesatuan Divisi I Kostrad Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor. Dengan subjek penelitian sebanyak sepuluh orang istri anggota prajurit TNI-AD. Suami mereka berasal dari pangkat terendah hingga tertinggi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perempuan, sebagai istri anggota TNI-AD, terkooptasi: (1) kegiatan istri dalam organisasi Persit Kartika Chandra Kirana lebih banyak mengarah pada kegiatan domestik dan merupakan kondisi bagi karier suami, (2) istri berkewajiban menjaga kondisi fisik suami sebagai prajurit, (3) konsekuensi penempatan perempuan dalam struktur institusi militer menyebabkan istri berkewajiban mengutamakan rumah tangga sehingga terbatas peluang untuk mengaktualisasi diri, (4) negara dan TNI-AD memperoleh keuntungan ganda dari para istri prajurit berupa dukungan moril dan materiil, (5) dalam perjalanan sejarahnya perkembangan politik negaralah yang mempengaruhi perkembangan organisasi istri yang semula organisasi ini mandiri berubah menjadi organisasi yang bergantung pada institusi TNI-AD. Oleh karena itu, disarankan agar Persit Kartika Chandra Kirana berusaha menjadi organisasi yang mandiri.
Woman and States: Armys Wife Tentara Nasional Indonesia-Angkatan Darat (TNI-AD) in The Wives' OrganisationAn ideology of state is basically a foundation and guideline for its citizens for their way of within the country. With `ibuism' (matriarchal) ideology, the states that the connotation of a woman's role is as a `mother' in the family. To spread this ideology, the country has used its institutions, one of which is the TNI. Because of the hierarchical nature of its leadership, the TNI creates sub-ordination through a wives' organization, and following that, the soldier's wife becomes the organization?s sub-ordinate. A soldier's wife role as a mother in a military family environment is clearer with the addition role of her husband as loyal companions and as a member of the wives' organization `Persit Kartika Chandra Kirana'. Using research theory and methodology from a woman's perspective, this research tries to shed light on a woman's life in a military tradition that uses a hierarchical system, where the man is the decision maker in both family life and in the wives' organization of TNI-AD. This research is conducted using a qualitative approach. Data were gathered from in depth interviews and documentation study. The research was held in barracks of Infantry Division I Army Strategy Commando Kecamatan Cilodong Kabupaten Bogor and it?s using ten research subjects from army wives, who their husbands being from the lowest to the highest position. The research result shows that women, as army wives are subject to cooptation: (1) a wife's activity in the Persit Kartika Chandra Kirana organization is more related to domestic activity and become the condition for husband carrier, (2) a wife is obligated to maintain her husband's physical condition, (3) as the consequence of woman's position in a military institution structure, she is obligated to give priority to family life, which imposes s on her self actualization, (4) the states and the TNI-AD obtains double benefits from a soldier's wife in term of moral and material support, (5) historically, it is the development of the states politics that has influenced the wives' organization evolution from an independent organization into an organization which is dependent on the army institution. Therefore, is it recommended that the `Persit Kartika Chandra Kirana' endeavors to become an independent organization.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2002
T9728
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Hartiningsih
Abstrak :
Penelitian ini mengungkapkan bahwa pengalaman perempuan dapat membentuk solidaritas politis dan menjadi gerakan bersama untuk menolak kekerasan dan menegakkan demokrasi dengan cara-cara berpolitik yang baru. Akan tetapi, hal itu tidak bisa dianggap sebagai "sudah seharusnya". Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan metode personal naratif atau wawancara mendalam mengenai sejarah hidup responden, terungkap, bahwa kata kuncinya adalah pengalaman yang didefinisikan oleh diri sendiri setelah pembangkitan kesadaran (CR). Prosesnya episternik. Kalau dikotomi publik-privat berhasil dibongkar dalam proses CR, maka diasumsikan tidak ada lagi dikotomi antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum, sehingga solidaritas politis lebih mudah terbentuk. Namun hal itu tak bisa diandaikan. Hasil riset memperlihatkan diperlukannya kesadaran yang tinggi dan upaya terus menerus untuk mewujudkan solidaritas politis, karena ada "ego" manusia yang cenderung untuk menguasai manusia lainnya. Cara berpolitik yang baru hanya mungkin dilakukan kalau terjalin solidaritas politis antar perempuan, dan hal ini berawal hubungan-hubungan yang lulus antar manusia. Itulah demokrasi dalam perspektif perempuan. Pengalaman perempuan juga paralel dengan kaum marjinal. Cara pandang epistemik antara perempuan dan kelompok marginal juga paralel; bahwa pengalaman mereka didefinisikan oleh masyarakat, penguasa, tradisi, agama dan lain-lain. Dengan kata lain, cara baru berpolitik juga hanya dimungkinkan kalau ada dekonstruksi dan destabilisasi pemahaman epistemik mereka yang termarjinalkan. Karena itu, perjuangan politik perempuan tidak dapat dilakukan secara eksklusif, dan perempuan berpotensi menjadi agen pembaharu di dalam masyarakat. Women 's Experience: Solidarity, a New Way of Doing Politics to Enhance DemocracyThe study explores that women's experience can form a political solidarity and allied movement to cast off violence and to establish democracy with new ways of doing politics. However, it cannot be taken for granted, as "how it should be". By using qualitative approach, personal narratives or in-depth life history interview, I discovered that the key word is that the self-defined experience after Consciousness Raising (CR). The process is epistemic. If the dichotomy of public-private is successfully understood in the process of CR, it is assumed that there are no more dichotomies between private and public interests so that political solidarity is easier to form. After all, this cannot just be imagined. This research disclosed that it takes high consciousness and continuous effort to form political solidarity due to the existing human ego that tends to dominate each other. A new ways of doing politic is made possible only if there is solidarity among women and it begins with sincere human relations. That is democracy from women's perspective. Women's experience is also parallel to that of the marginal group. Epistemic view between women and marginal group is also parallel, in that society, rulers, tradition, religions, etc define their experience. In other word, a new ways of doing politics is made possible only if there is deconstruction and destabilization of epistemic understanding of those marginalized. Consequently, women's political movement cannot be achieved exclusively, and women are a potential force as the agent of change in their society.
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11958
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Sulastri
Abstrak :
Dilihat dari jumlahnya, perempuan merupakan warga negara terbesar di Republik Indonesia. Data menunjukkan bahwa lebih dari separuh warga negara ini berjenis kelamin perempuan. Jumlah yang sedemikian besar menunjukkan bahwa suara perempuan sangat signifikan dalam menentukan hasil Pemilihan Umum. Dan kelompok perempuan pulalah yang merupakan konsumen terbesar dari kebijakan politik yang dikeluarkan oleh negara. Meskipun perempuan merupakan obyek kebijakan politik yang terbesar, namun keikut sertaan perempuan dalam pengambilan kebijakan tersebut justru sangat terpinggirkan, hal ini terlihat dari kecilnya jumlah perempuan yang duduk dalam lembaga-lembaga politik pengambil kebijakan publik, termasuk didalamnya lembaga legislatif. Dalam lembaga legislatif hasil Pemilihan Umum tahun 1999 jumlah perempuan hanya mencapai 9 persen. Sedikitnya jumlah perempuan ini tidak lepas dari peranan partai politik sebagai lembaga yang menjalankan fungsi rekrutmen politik. Oleh karena itu dalam penelitian ini ingin meneliti tentang bagaimana proses rekruitmen partai politik pada pemilu 1999. Dan sebagai studi kasus diambil Partai Persatuan Pembangunan, dengan pertimbangan partai ini merupakan partai lama, namun ternyata dalam rekruitmen perempuannya justru yang terendah, dibandingkan partai lain termasuk partai-partai baru. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian kualitatif dengan analisa deskriptif. Adapun pengambilan data ditempuh melalui wawancara dan dokumentasi. Narasumber yang diwawancara adalah pengurus partai politik PPP dan kader PPP dimana penentuan respondennya dipakai sistem purposive. Dari hasil penelitian, didapatkan data bahwa selama ini perempuan dalam lembaga legislatif Indonesia sepanjang kesejarahannya selalu menempati posisi minoritas, baik di lembaga-lembaga legislatif pusat maupun daerah. Dan perempuan-perempuan yang ada dalam lembaga legislatif tersebut -meskipun secara kuantitas masih rendah- memiliki kualitas yang tinggi. Ini terlihat dari tingkat pendidikan anggota legislatif perempuan yang semakin meningkat. Pada Pemilihan Umum tahun 1999, jumlah perempuan yang direkrut oleh PPP hanya mencapai 9,41 % dari keseluruhan caleg DPR RI. Rendahnya jumlah caleg perempuan ini disebabkan karena PPP dalam rekrutmen caleg perempuan, sering menggunakan standar ganda. Dan penentuan akhir untuk pilihan caleg diserahkan kepada Lembaga Penetapan Caleg dimasing-masing tingkatan pengurus. Anggota Lantap ini terdiri dari Ketua Pimpinan Partai dan beberapa orang anggota lain dari pengurus. Sedangkan dari hasil penelitian juga didapat bahwa jumlah perempuan dalam kepengurusan ini sangat terbatas. Struktur Organisasi yang sangat elitis, dimana penentu kebijakan adalah sebagian kecil elit tersebut, dan elit yang dimaksud didominasi oleh laki-laki menjadikan perempuan semakin terpinggirkan termasuk untuk memperoleh kesempatan direkrut menjadi caleg. Kondisi ini diperparah dengan adanya perspektif gender elit politik partai PPP yang ternyata dan hasil penelitian ini menunjukkan belum sensitif jender. Artinya banyak elit politik PPP yang belum menyadari tentang kesetaraan gender bahkan beberapa elit rnasih tidak menyetujui perempuan duduk dalam lembaga politik. Perspektif elit yang demikian ini disebabkan karena digunakannya ideologi Islam konservatif yang memberikan tafsiran Al Qur'an maupun Hadist, dengan perspektif maskulin. Perspektif gender elit PPP dan penafsiran atas ideologi Islam yang digunakan merupakan faktor perpektif teologis yang amat berpengaruh dalam rekruitmen caleg perempuan termasuk faktor lain yaitu belum melembaganya organisasi PPP dalam bentuk aturan-aturan yang belum jelas dan terlembaga.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12262
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irene Erlyska Octaviany
Abstrak :
Meningkatkan jumlah perempuan di panggung politik merupakan isu yang banyak diperdebatkan sepanjang masa Pemilu tahun 2004 ini terutama menjelang Pemilu 5 April 2004 yang lalu untuk memilih calon legislatif. Inti perdebatan terfokus pada masalah kemampuan perempuan dalam berpolitik dan tidak terpenuhinya kuota 30 %. Partisipasi perempuan dalam dunia politik masih kurang terwakili. Hal ini disebabkan bukan karena kecilnya represcntasi kaum wanita tetapi karena lambatnya proses perubahan. Hal ini dikarenakan adanya pendapat bahwa keikutsertakan kaum perempuan di kancah dunia politik akan membahwa dampak buruk yaitu ketidakstabilan dalam keluarga sehingga kaum pria enggan untuk memberikan tempat bagi wanita di dunia politik Sebagai penelitian kualitatif dengan perspektif kritis, dalam tesis ini digunakan metode analisis wacana dengan paradigma kritis. Yaitu, model wacana critical discourse analysis (CDA) dari Norman Fairclough. Teori ini menggabungkan tiga dimensi dalam communicative events, yaitu teks, praktik wacana (discourse practice) dan praktik sosial budaya (sociocultural practise). Selanjutnya analisis teks yang digunakan berdasar teori Pan dan Konsicki. Hasilnya dari frame yang ditemukan bahwa Metro TV, stasiun televisi yang mengukuhkan diri sebagai Election Channel menonjolkan bahwa keterwakilan perempuan dalam politik perlu mendapatkan perhatian lebih. Sanyak caleg perempuan yang berkualitas dengan visi dan misi yang jelas harus terhadang dengan kendala-kendala yang disebabkan oleh budaya patriaki. Penelitian ini juga memakai paradigma kritis. Dalam ilmu komunikasi dan kajian media, paradigma kritis sering dipakai dalam penelitian terutama dalam mengungkapkan bagaimana suatu teks muncul di masyarakat. Di dalam paradigma kritis terdapat cultural study, the critical theory. feminism, reception theory dan semiotic. Data ideologi sendiri merupakan kata yang penting dalam teori kritis. Definisi ideologi adalah sekelompok ide yang menjadi struktur dasar sebuah grup, sebuah sistim representasi bagaiman suatu grup atau individual melihat keadaan di sekelilingnya. Produksi teks yang diteliti mencerminkan bagaimana ideologi pengelola Metro TV yang berfungsi sebagai perpanjagnan tangan dari sekelompok pemegang kckuasaan. Maka isi media itu tentu tidak bertentangan dengan kepentingan mereka.
The main issue in 2004 election, especially in the upcoming of the last . July 5th, 2004 legislative candidate election was how to increase the number of women in politics. The debates were focused on the women's performance in politics and unfulfilled quota of 30%. Women's participation in political world is still not well represented, not because of the small number of representation, but merely in view of the fact that changing the opinion that women's participation in politics will bring instability in their family's life. That is the reason why men are not eager to give place to women in political world. As a qualitative research with crisis perspective, this thesis will use critical discourse analysis (CDA) from Norman Fairclough. This theory combines three dimensions in communicative events which are text, discourse practice and sociocultural practice. Next, the text analysis that will be use is based on Pan and Konsicki theory. The result from the frame the has been discovered by Metro TV, TV station that proclaimed as the Election Channel, was women's representation in politics needs more attention, since many women candidates the have a quality vision and a clear mission stumbled by patriarchal culture. This research was also using a critical paradigm, in communication science and media presenting is use to discover how a text emerge in society. Inside critical' paradigm there are cultural study, the critical theory, feminism, reception theory and semiotic. The word ideology it self is an important word in critical theory. Definition of ideology is a group of ideas that become a base of a group, a representing system or how a group or individual see their surrounding. The researched on the text production reflects on how Metro TV ideology functions as the helping hand from the people in power, so they would not go against their interest.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T 13909
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ira Sutandi
Abstrak :
Pada musim gugur 1918 Presiden Woodrow Wilson berpidato di hadapan para anggota Senat Amerika Serikat. Ia mengatakan bahwa negara sedang berjuang untuk "to make the world safe for democracy". Untuk mencapai tujuan tersebut, beliau membutuhkan pertolongan. Ia mengatakan, "I ask that you lighten them and place in my hand instruments ... which I do not now have, which I sorely need, and which I have daily to apologize, for not being able to employ" (Chafe, 1976: 3). Terjemahannya: "Saya meminta kamu untuk meringankan beban mereka dan memberi saya "alat bantu", dimana saya tidak mempunyainya dan sangat saya butuhkan; dari hari ke hari saya minta maaf karena belum sempat memperkerjakan mereka." Instrument yang dimaksudkannya adalah pertolongan yang dapat diberikan oleh kaum wanita. Satu tahun kemudian, pemerintah menyetujui hak pilih bagi kaum wanita yang dituangkan kedalam Amandemen ke-19 setelah disetujui oleh semua negara bagian (Chafe, 1976:3). Melalui perjuangan selama lebih dari setengah abad, pergerakan wanita berhasil memasuki kancah politik, terutama dengan diterimanya secara resmi hak pilih bagi kaum wanita. Pergerakan wanita yang penulis maksudkan adalah pergerakan wanita baik itu gerakan para feminis di Amerika maupun gerakan untuk menonjolkan hak pilih saja. Menurut kamus Webster gerakan feminisme di Amerika dikatakan sebagai gerakan akan persamaan hak antara pria dan wanita di bidang politik, ekonomi dan social, atau kegiatan terorganisasi yang memperjuangkan hak-hak serta kepentingan wanita, sedangkan yang dikatakan "woman suffrage" lebih dikhususkan pada bidang politik yang menuntut hak pilih bagi wanita. Diterimanya hak pilih bagi wanita menandakan bahwa wanita diterima untuk ikut serta berpolitik. Politik dapat diartikan secara luas adalah interaksi antara individu-individu dengan lembaga-lembaga yang menyusun dan melaksanakan cara dan sarana untuk memerintah suatu masyarakat yang terorganisasikan. Secara sempit, seni untuk mempengaruhi, memanipulasi atau mengontrol golongan-golongan utama di dunia terhadap golongangolongan lain yang bertentangan. Walaupun demikian, para pemimpin pergerakan wanita memperingatkan bahwa tugas yang mereka jalankan tidaklah mudah. Hal ini dikemukakan oleh Carrie Chapman Catt, salah seorang pemimpin pergerakan wanita di Amerika. Kutipan di bawah ini diambil dari buku Century of Struggle karya Flexner: "In 1920 Mrs. Catt Warned Suffragists that the franchise was only an entering wedge, that they would have to force their way through the locked door to the place where real political decisions are made, whether an issues or on candidates, you will have a long hard fight before you get behind that door, for there is the engine that moves the wheels of your party machinery ... if you really want women's vote to count, make your way here". (Flexner, 1971:326). Terjemahannya : "Pada tahun 1920 Ny. Catt memperingatkan para wanita yang mempunyai hak pilih bahwa apa yang didapat hanyalah suatu celah, di mana mereka harus memaksakan diri melaluinya yang dikatakan sebagai pintu yang masih tertutup menuju tempat di mana keputusan-keputusan politik dapat mereka buat, baik itu merupakan isu atau kandidat, kamu masih harus berjalan jauh untuk memperjuangkan di belakang pintu ini, karena dari sinilah titik awal digerakkannya roda-roda mesinmu ... kalau kamu betul-betul mau ikut berpolitik, mulailah jalan awalmu di sini". Hak pilih bagi wanita memberikan kesempatan bagi wanita untuk ikut memajukan kesejahteraan masyarakat luas dan membantu kaum pria untuk menjalankan roda pemerintahan. Awal diterimanya wanita untuk ikut secara resmi memasuki bidang politik menggugah penulis untuk meneliti lebih lanjut mengenai mengapa setelah berjuang selama lebih dari setengah abad barulah secara resmi dapat diterima hak pilih itu. Penulis mulai memperhatikan pergantian para pemimpin wanita dalam kurun waktu dua generasi. Penulis mendapatkan adanya perbedaan persepsi mengenai dasar pergerakan yang mereka kemukakan untuk tercapainya cita-cita yang mereka harapkan. Para pemimpin pergerakan wanita generasi pertama mendasarkan alasan mereka pada hak-hak alamiah (natural rights), disamping adanya ikatan perkawinan (marietal bondage). Pemimpin generasi kedua mendasarkan pada pentingnya wanita dalam keluarga. Pendapat para penulis yang menyatakan alasan wanita mengadakan pergerakan antara lain ditulis oleh Mary Wollstonegraf dalam A Vindication of the rights of woman. Dalam buku ini dia menyatakan bila wanita tidak diperlengkapi?
Depok: Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Noor
Abstrak :
ABSTRAK
BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada masa pemerintahan orde baru tampak adanya usaha yang serius dari pemerintah untuk mengikutsertakan seluruh lapisan masyarakat dalam pembangunan. Usaha semacam ini memberi petunjuk bahwa wanita diharapkan pula peranannya dalam pembangunan.


Harapan pemerintah akan keikutsertaan kaum wanita dalam pembangunan sebenarnya dapat dimengerti terlebih melihat jumlah penduduk wanita yang lebih besar dibandingkan jumlah penduduk pria. Berdasarkan hasil Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) tahun 1985, jumlah penduduk wanita tercatat 62,4 juta jiwa, sedangkan penduduk pria berjumlah 61,6 juta jiwa1. Penduduk wanita yang besar ini dapat menjadi modal dalam pembangunan bangsa. Di samping itu UUD 1945 menegaskan bahwa wanita di Indonesia berpeluang sama dengan kaum pria untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Pasal 27 UUD 1945 menyebutkan :

1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu sendiri dengan tidak ada kecualinya.

2. Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Pasal 27 di atas mengungkapkan jaminan hak dan kewajiban bagi penduduk tanpa membedakan apakah wanita atau pria dalam bidang kegiatan dan hak perorangan artinya kaum wanita juga mempunyai kedudukan dan hak yang sama dengan kaum pria dalam masa pembangunan seperti sekarang. Garis-garis Besar Haluan Negara tahun 1986 menyebutkan Wanita, baik sebagai warga negara maupun insan pembangunan mempunyai hak kewajiban dan kesempatan yang sama dengan pria di segala bidang kehidupan bangsa dan dalam segenap kegiatan pembangunan. Sehubungan dengan itu, kedudukannya dalam masyarakat dan peranannya dalam pembangunan perlu terus ditingkatkan serta diarahkan, sehingga dapat meningkatkan partisipasinya dan memberikan sumbangan yang sebesar-besarnya bagi pembangunan bangsa sesuai dengan kodrat, harkat, dan martabatnya sebagai wanita.

Pada bagian lain GBHN tahun 1996 menyebutkan :
Pembangunan politik merupakan usaha pembangunan kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan diarahkan untuk lebih memantapkan perwujudan demokrasi Pancasila.

Sehubungan itu dan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan politik perlu lebih di dorong dan dikembangkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan politik bangsa.

Sedangkan Pudjiwati Sajogyo mengungkapkan "tindakan berupa mengajak wanita untuk berpartisipasi dalam pembangunan bukan saja suatu tindakan efesien, tetapi berarti pula pemanfaatan sumber manusiawi dengan potensi tinggi"2. Pada pandangan lain Hanna Papanek mengatakan :
Ada alasan yang sangat sederhana untuk mengadakan penelitian lapangan mengenai golongan wanita dalam masyarakat manapun. Kita kurang mengetahui tentang wanita daripada tentang pria dalam masyarakat manapun yang pernah dikaji. Dari sudut tinjauan merata terhadap semua pengetahuan yang dikumpulkan oleh para ahli antropologi, ahli, sosiologi, ahli ilmu politik, ahli ilmu sejarah, dan ekonomi, kita dapat menarik kesimpulan yang sangat sederhana bahwa diperlukan penelitian lebih banyak mengenai wanita dalam hgmpir setiap bidang social budaya yang mungkin ada.

Sedangkan T.G. Ihromi mengatakan :
Dengan adanya landasan formal dalam GBHN mengenai peranan dan tanggung jawab wanita dalam masa pembangunan maka jelas bahwa proses pembaagunan telah berpengaruh dan dipengaruhi oleh wanita.

Beberapa pandangan di atas menunjukkan bahwa peningkatan peran serta wanita dalam segala bidang memberi gambaran pula tentang peran serta wanita dalam bidang politik?.
1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endriatmo Soetarto
Abstrak :
Wilayah pedesaan yang merupakan tempat tinggal sebagian besar penduduk Indonesia hingga kini masih menarik perhatian bagi para peneliti dan perencana baik di tingkat pusat maupun daerah, bahkan makin meningkat dalam beberapa dasawarsa terakhir ini. Perhatian ini terutama dilandasi kesadaran bahwa dalam rangka pembangunan yang tengah digalakkan dewasa ini, maka kebutuhan untuk merangsang wilayah pedasaan khususnya yang ditujukan bagi pengelolaan sumber - sumber alamiah maupun manusiawinya, besar kemungkinan akan mempercepat derap pembangunan. Dalam hubungan ini kenyataan telah mengajarkan bahwa faktor keberhasilan program pembangunan banyak ditentukan oleh sejauh mana partisipasi masyarakat pedesaan mampu ditimbulkan. Alasan pokok yang ditunjuknya adalah seringkali suatu program pembangunan, khususnya yang datang dari "atas-desa" justru memunculkan "keterasingan" bagi masyarakat pedesaan itu sendiri. Padahal yang diharapkan adalah dengan partisipasi aktif dari masyarakat pedesaan di dalam proses pembangunan, maka pembangunan akan dirasakan sebagai karya seluruh warga masyarakat.l)
Depok: Universitas Indonesia, 1987
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ninip Hanifah Kadir
Abstrak :
Penafsiran tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam masih menjadi wacana yang sering diperdebatkan karena termasuk wilayah khilafiyah dan ijtihadiyah. Penafsiran yang ada masih memperlihatkan bias gender. Pemahaman penafsiran ini berpengaruh pada etika sosial di kalangan umat Islam khususnya dan masyarakat luas umumnya sehingga berdampak pada peran dan kedudukan perempuan, Agar penafsiran tentang kepemimpinan tidak bias gender, perlu diadakan pemberdayaan perempuan melalui para mubaligah. Merekalah penyampai ajaran-ajaran Islam kepada umatnya. Oleh sebab itu, perlu diadakan penelitian tentang mubaligah untuk mengetahui pemahaman mereka tentang kepemimpinan perempuan dalam Islam Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif berperspektif perempuan. Data dikumpulkan dengan teknik wawancara mendalam, kemudian dianalisis dengan perspektif gender untuk memperlihatkan pemahaman mubaligah tentang relasi perempuan dan laki-laki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman mubaligah tentang kepemimpinan perempuan bervariasi karena latar belakang pendidikan agama yang berbeda. Hanya sebagian menyetujui kepemimpinan perempuan dalam rumah tangga dan dalam negara (sebagai presiden). Namun seluruhnya menyetujui kepemimpinan perempuan dalam masyarakat pada tatanan yang lebih rendah (bukan sebagai presiden). Mereka yang mengikuti feminisme modern mengakui kesetaraan gender, sedangkan yang dipengaruhi mufasir tradisional tidak mengakuinya.
The interpretation of women's leadership in Islam often becomes a debate. It is regarded as a polemic and an exercise of judgment on the basis of the Qur'an and the sunnah. Today's interpretation tends to be gender biased. The understanding of the interpretation influences social ethics, especially for Moslems, and generally for the whole society. It gives an impact on the role and status of women. To decrease the gender bias, women empowerment via mubaligahs (women preachers) is badly needed. It is due to the fact that mubaligahs are persons in charge of transferring Islam teaching to their followers. Consequently, we need a research about the mubaligahs. The research was conducted by using qualitative approach with women's perspective. The data were collected with in-depth interview. Gender-based analysis was used to probe mubaligah's understanding into the relation of women and men. The result reveals that the understanding of mubaligahs is varied because their religious educational background is different. Only some of them acknowledged and the other disagreed with the women's leadership in the family as well as in the society (as president). On the contrary, all of them legitimized with the women's leadership in the society on the lower level (not as president). Some of them approved gender equality (following the concept of modern-Islamic feminism), and the other disapproved (being influenced by the traditional-Islamic interpreter).
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2001
T14630
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Welya Safitri
Abstrak :
Penelitian dalam Tesis ini bertujuan untuk mengetahui peran perempuan dalam politik di Timur Tengah pada umumnya dan secara khusus di Mesir, karena Mesir sebagai yang terdepan terhadap adanya pemberian peran politik perempuan di kawasan negara Timur Tengah, hal ini disebabkan adanya undang-udang yang mensupport kegiatan politik perempuan. Penulis berusaha menganalisa mengapa peran politik perempuan khususnya di Mesir dan di wilayah Timur Tengah umumnya masih menjadi kontroversi dan faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kontroversi mengenai peran politik perempuan tersebut, serta bagaimana prospek dan permasalahannya pada masa mendatang. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan memakai metode studi Kasus. Temuan penelitian ini antara lain berdasarkan fakta historis, keikutsertaan perempuan dalam lapangan politik di kawasan Timur Tengah merupakan suatu realita bahwa peran politik mengalami indikasi peningkatan. Selain ditemukan juga bahwa gerakan Feminis di Timur Tengah diwakili oleh Mesir. Penelitian ini menjelaskan juga tentang peran politik perempuan, walaupun masih ada sebagian kelompok yang tidak menyetujui terhadap peran politik perempuan. Akan tetapi, Gerakan kelompok/iindividu yang memperjuangkan hak-hak politik perempuan semakin mengalami peningkatan, beberapa nama yang patut disebut adalah diantaranya: Nawal el-Shadawi, Huda Sya'rawi, dan yang saat ini sedang mengemuka adalah Lady First Mesir, yakni :Suzan Mubarak. Pada intinya, kehadiran peran politik perempuan dalam Parlemen Mesir masih sangat minim sekali, hal ini terbukti belum terpenuhinya kuota yang diberikan oleh pemerintah Mesir bagi perempuan. Tentu saja minimnya peran tersebut dikarenakan ada sejumlah kendala yang menghadang bagi keberhasilan peran politik perempuan tersebut. Sehingga untuk mengatasinya diperlukan mekanisme-mekanisme tertentu. Keberhasilan peran politik perempuan di Mesir dan kawasan Timur Tengah diantaranya ditandai dengan turut berpartisipasinya para perempuan untuk ikut ambil bagian dalam pemilu di Mesir, serta ditandai pula adanya keterwakilan peran perempuan dalam memainkan politiknya tidak hanya sebatas di parlemen saja, akan tetapi juga di lembaga eksekutif dan bidang lainnya. Sementara, masa depan peran politik perempuan sangat tergantung kepada kaum perempuan itu sendiri, mengingat masih banyaknya agenda permasalahan yang terkait erat dengan peran dan partisipasi politik perempuan, oleh karenanya perlu ada peningkatan secara simultan terhadap sumber daya kaum perempuan dalam segala bidang, tanpa terkecuali pemberdayaan di bidang politik.
The study in this thesis is aiming at knowing women roles in politics in Middle East in general and in particular in Egypt, as Egypt as is the frontline in giving woman political roles in the Middle East countries, it is because there legislations supporting the woman political activities. The writer tries to analyze why woman political roles especially in Egypt and in Middle East region generally have been in controversies and what factors causing the controversies concerning the woman political roles, and how the prospect and the problems in the future. This study uses the qualitative approach by using case study method. The findings of this study among them is that based on the historical facts, the woman participation in political filed in the Middle East region represents a reality that the political roles are experiencing an improved indication. In addition, the finding also that the feminist movement in Middle East represented by Egypt. This study also explains concerning political roles of woman. though still there is a part of groups who disagree to woman political roles. However, the group/individual movement in struggle for the woman political rights is increasingly improved, some name worth to mention among them such as Nawal el-Shadawi, Huda Sya'rawi, and at present the outstanding one is Egypt Lady First, Suzan Mubarak. The point is, the presence of woman political roles in Egypt Parliament is still very minimum, it is proven by the unmeet quota given by Egypt administration for woman. Certainly the minimum roles caused by several constraints deter for the success of woman political roles. So in order to solve it requires certain mechanism. The success of woman politics in Egypt and Middle East region among them is indicated by the participation of women to take part in the election in Egypt, and also indicated by the representation of woman roles in playing their political roles not limited only in parliament, but also in executives and other areas. Whereas, the future of political roles of woman is highly depend on the women themselves, considering many agenda of issues closely related to the roles and participation of woman politics, therefore it demands the simultaneous improvement to the woman resources in all respects, without exception to the empowerment in politics.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T16846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>