Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bambang Sartopo
Abstrak :
ABSTRAK
Di dalam upaya menjaga kesinambungan kegiatan industri perkayuan yang berwawasan lingkungan di Kalimantan Selatan, dirasa perlu untuk mendaurulangkan limbah industri. khususnya industri perkayuan. Ternyata saat ini masih perlu ditingkatkan pengelolaan sumber daya alam hutan dilaksanakan berdasarkan penglihatan lingkungan.

Oleh karena itu dalam rangka pengembangan industri perkayuan dan dalam upaya menyediakan energi nonkonvensional perlu dipilih suatu teknologi yang tepat, agar dapat membantu mengurangi pencemaran dan kerusakan lingkungan. Salah satu teknologi pemanfaatan limbah sebagai energi alternatif adalah teknologi gasifikasi.

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat minat dan faktor-faktor apa yang mempengaruhi minat Para pengusaha industri kayu untuk memanfaatkan limbah kayu sebagai energi melalui gasifikasi. Berkaitan dengan tujuan tersebut di atas dilakukan penelitian terhadap 20 perusahaan kayu di Kalimantan Selatan yang terdiri dari 12 perusahaan HPH dan 8 perusahaan non HPH.

Untuk mendapatkan data primer dan sekunder, dalam penelitian ini digunakan cara-cara : observasi terbatas di perusahaan-perusahaan kayu, mengadakan wawancara kepada para pengusaha dan mengisi kuesioner. Pengambilan sampel dilakukan secara cak dan sederhana.

Pengukuran minat dilakukan dengan dua model, model pertama diukur dengan lima kriteria persepsi yaitu harga energi yang digunakan, harga energi alternatif (gasifikasi), besarnya investasi untuk energi alternatif (gasifikasi), informasi teknologi gasifikasi, dan kemudahan investasi bagi para pengusaha. Sedangkan model kedua minat diukur dengan tujuh kriteria persepsi yaitu kriteria yang disebut di atas ditambah dengan kesadaran lingkungan para pengusaha, dan kesetiakawanan sosial para pengusaha.

Hasil pengolahan dari kedua model tersebut di atas menunjukkan bahwa tingkat minat para pengusaha termasuk kategori sedang.

Data dianalisis dengan menggunakan model regresi linier di mana sebagai variabel tak bebas adalah minat sedangkan variabel bebasnya menggambarkan status perusahaan, sumber modal perusahaan, lama pengoperasian, sumber energi yang digunakan dalam proses produksi, volume produksi, dan jenis produksi.

Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa :

1. Status perusahaan tidak menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat;

2. Sumber modal perusahaan menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat;

3. Lama pengoperasian perusahaan tidak menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat;

4. Sumber energi yang dipergunakan tidak menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat;

5. Volume produksi, bila minat diukur dengan lima kriteria maka yang menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat adalah hanya perusahaan dengan volume produksi antara 6000 - 12.000 m3 per tahun. Sedang bila minat diukur dengan tujuh kriteria maka yang menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat adalah perusahaan dengan volume produksi antara 6000 - 12.000 m3 dan di atas 120.000 m3 per tahun.

6. Jenis produksi yang dihasilkan, bila minat diukur dengan lima kriteria maka jenis produksi tidak menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat, sedangkan bila minta diukur dengan tujuh kriteria maka produksi kayu gergajian dan kayu lapis menunjukkan hubungan pengaruh terhadap minat.

Dari studi ini juga menunjukkan bahwa minat para pengusaha yang hanya dilihat dari pandangan teknis ekonomis menghasilkan faktor-faktor yang berpengaruh jauh lebih kecil dari pada jika minat menyertakan juga kesadaran lingkungan dan kesetiakawanan sosial para pengusaha. Oleh karena dalam pengambilan keputusan investasi untuk teknologi gasifikasi ini perlu menyertakan pertimbangan-pertimbangan kesadaran lingkungan dan kesetiakawanan sosial.
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ventin Ariandy
Abstrak :
ABSTRAK
Industri daur ulang pulp dan kertas Indonesia menghasilkan pembentukan limbah baru berupa limbah pulp kertas mencapai 300.000 ton/tahun dimana sebagian besar dibuang langsung ke TPA. Padahal potensi limbah pulp kertas dengan energi mencapai 20 MJ/kg dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan sampah yang lebih efektif yaitu Waste to Energy (WTE). Namun, prinsip mengubah limbah industri menjadi Refuse-Derived Fuel (RDF) menjadi tantangan baru dalam pengolahan limbah yang memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Salah satunya adalah kadar air yang cukup tinggi dan bervariasi antara 40-85 persen yang menjadi tantangan dalam teknologi WTE khususnya unit pengolahan termal sehingga dibutuhkan pre-treatment seperti biodrying untuk mengubah karakteristik awal limbah pulp kertas menjadi RDF yang lebih mudah diaplikasikan. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki performa proses biodrying limbah pulp kertas dan sampah daun dalam berbagai rasio pencampuran dengan hasil menunjukkan bahwa degradasi sampah daun sangat berperan dalam menurunkan kadar air (6-15 persen), namun menghasilkan suhu yang cenderung lebih rendah (36-42 derajtC). Penurunan kadar air terhadap kadar VS (7-10 persen) menghasilkan performa dengan indeks biodrying 3,85. Terhadap hubungannya proses biodrying dengan bio-stabilitas sampah, rasio pencampuran yang hampir setara (50:50 atau 60:40) menghasilkan produk yang relatif stabil setelah proses biodrying 7-15 hari dengan kualitas RDF kelas 5 (>3 MJ/kg).
ABSTRACT
Indonesian pulp and paper recycling industry produces paper waste up to 300,000 tons/year, which is discharged directly into landfill while its potential of energy, which can reached up to 20 MJ/kg, can be used for more effective waste management, such as Waste to Energy (WTE). However, the principle of converting waste into Refuse-Derived Fuel (RDF) is a new challenge in waste management because of its complex characteristics, such as moisture content that is quite high (40-85%) which is another challenge in WTE technology, especially thermal treatment units. So, it has to be treated using pre-treatment such as biodrying to reach the initial characteristics of paper pulp waste into easier-applied RDF. This study discusses the process performance of paper waste and waste biodrying mixing ratio which showing the degradation of leaf waste correlated to decreased water content (6-15 persen), but producing lower temperatures than normal biodrying (36-42 derajat C). The decrease in moisture content against the volatile solid degradation (7-10 persen) resulted in a performance with biodrying index up to 3.85. Regarding connection of biodrying processes with waste biostabilization, a higher mixing ratio (50:50 or 60:40) produces a relatively stable product after 7-15 days refining process with grade 5 RDF quality (>3 MJ/kg).
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmah Mardliah
Abstrak :
ABSTRAK
Limbah pulp kertas dari proses daur ulang kertas diketahui memiliki potensi nilai kalor yang dapat dijadikan solid recovered fuel. Limbah pulp kertas pada penelitian ini diketahui memiliki kadar air yang tinggi (84,82%) dengan kadar volatile solid sebesar 79,60%, dan rasio C/N 33,58%. Komposisi limbah pulp kertas terdiri dari kertas sebanyak 69,40% dan komposisi plastik sebanyak 30,60%. Dalam upaya menurunkan kadar air dan meningkatan nilai kalor limbah pulp kertas, akan dilakukan pretreatment dengan metode biodrying. Pada penelitian ini, dilakukan biodrying pada feedstock limbah pulp kertas dengan menggunakan campuran sampah daun. Rasio limbah pulp kertas pada tiap reaktor dibuat berbeda. Rasio antara limbah pulp kertas dengan sampah daun pada Reaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut adalah 50:50; 60:40; 80:20. Suhu tertinggi pada biodrying dihasilkan pada Reaktor 3, tetapi Reaktor 3 mengalami penurunan kadar air akhir terkecil (9,13%) dengan penurunan volatile solid terbesar (13,12%). Namun hasil uji ANOVA menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan (p<0,05) untuk suhu pada tiap reaktor. Performa biodrying yang paling baik dicapai oleh Reaktor 2 karena mengalami penurunan kadar air akhir terbesar (23,04%) dengan penurunan volatile solid terkecil (7,84%). Nilai kalor (LHVwet) produk biodrying pada Reaktor 1, 2, dan 3 berturut-turut 5,95 MJ/kg; 4,68 MJ/kg; 2,86 MJ/kg. Berdasarkan nilai kalor, produk biodrying yang memenuhi standar SRF adalah Reaktor 1 dan Reaktor 2. Panas yang dihasilkan pada proses biodrying merupakan tanda terjadinya aktivitas mikroorganisme dalam mendegradasi senyawa organik. Jenis mikroorganisme yang terdapat pada feedstock biodrying berdasarkan fase suhu yang dihasilkan terdiri dari mikroorganisme mesofilik dan mikroorganisme termofilik. Pada penelitian ini juga diteliti jumlah bakteri mesofilik dan bakteri termofilik selama proses biodrying. Dari pengujian jumlah bakteri dengan metode Total Plate Count (TPC) dihasilkan bakteri mesofilik terbanyak ada pada Reaktor 3 dengan rata-rata 17 x 109 CFU/gram, begitu pula dengan bakteri termofilik dengan rata-rata 13 x 106 CFU/gram. Uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan (p>0,05) untuk jumlah bakteri mesofilik antar reaktor. Jumlah bakteri termofilik juga menghasilkan perbedaan yang signifikan antar reaktor (p>0,05).
ABSTRACT
The waste of paper pulp from the paper recycling process is known to have potential heating values ​​that can be used as solid recovered fuel. The paper pulp waste in this study is known to have high water content (84.82%) with a volatile solid content of 79.60%, and C/N ratio of 33.58%. The composition of paper pulp waste consists of 69.40% paper and 30.60% plastic. In an effort to reduce water content and increase the calorific value of paper pulp waste, a pretreatment will be carried out using the biodrying method. In this study, biodrying was carried out on paper pulp waste feedstock by using a mixture of leaf waste. The ratio of paper pulp waste to each reactor is made different. The ratio between paper pulp waste and leaf waste in Reactors 1, 2, and 3 respectively is 50:50; 60:40; 80:20 The highest temperature on biodrying was generated in Reactor 3, but Reactor 3 decreased the smallest final moisture content (9.13%) with the largest decrease in volatile solids (13.12%). However, the ANOVA test results showed no significant difference (p <0.05) for the temperature of each reactor. The best biodrying performance was achieved by Reactor 2 because it experienced the largest decrease in final moisture content (23.04%) with the smallest volatile solid decline (7.84%). Calorific value (LHVwet) of biodrying products in Reactor 1, 2, and 3 respectively 5.95 MJ/kg; 4.68 MJ/kg; 2.86 MJ/kg. Based on the heating value, biodrying products that meet the SRF standard are Reactor 1 and Reactor 2. The heat generated in the biodrying process is a sign of the activity of microorganisms in degrading organic compounds. The types of microorganisms found in biodrying feedstock based on the resulting phase temperature consist of mesophilic microorganisms and thermophilic microorganisms. In this study also examined the number of mesophilic bacteria and thermophilic bacteria during the biodrying process. From testing the number of bacteria using the Total Plate Count (TPC) method produced the most mesophilic bacteria in Reactor 3 with an average of 17 x 109 CFU/gram, as well as thermophilic bacteria with an average of 13 x 106 CFU/gram. ANOVA test showed that there were significant differences (p> 0.05) for the number of mesophilic bacteria between reactors. The number of thermophilic bacteria also produced a significant difference between reactors (p> 0.05).
2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library