Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rani Septrina
Abstrak :
Latar Belakang : Operasi bibir sumbing merupakan prosedur operasi paling pertama pada pasien sumbing bibir dan langit-langit. Prosedur ini berdampak pada fungsi dan estetik penampilan. Teknik Gentur merupakan teknik operasi bibir sumbing yang dikembangkan oleh beliau dan telah digunakan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo/Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Teknik ini menggunakan rotation-advancement, flap segitiga, mencegah takik dengan beberapa detail untuk mengatasi defek yang lebar. Maka hipotesis kami, apakah teknik Gentur dapat memberikan hasil yang simetris ada pengukuran antropometri. Metode : Analisis cross sectional dilakukan pada 14 pasien sumbing bibir satu sisi yang telah dilakukan operasi dengan menggunakan teknik Gentur. Pengukuran antropometri direk sebelum dan sesuadah prosedur dilakukan analisa dengan SPSS 17. Data kemudian diklasifikasikan menjadi cupud?s bow, tinggi vertical, tinggi horizontal, merah bibir dan hidung. Hasil : Dari 14 pasien, ditemukan kebanyakan pasien dilakukan operasi pada umur 3 bulan (64,3%), kebanyakan bayi perempuan (64,3%), sumbing komplit (85,8%), dan pada sisi kiri (57,1%). Teknik ini dapat memberikan simetri bibir dan hidung yang signifikan (CI 95%, pvalue <0.005) pada cupud?s bow, tinggi vertical, tinggi horizontal, merah bibir dan hidung. Dengan melakukan teknik ini, penulis dapat membuat simetri pada bibir dan hidung yang baik (78,57%) bahkan pada defek yang lebar (64,3%) dan langit-langit yang jatuh (57,1%). ...... Background: Cheiloplasty is the earliest surgical procedure in cleft lip and palate patient. This procedure has impact on functional and aesthetical appearance1. The Gentur?s technique is method of cleft lip surgery that has been developed by him and has been used in Cipto Mangunkusumo Hospital/Faculty of Medicine University of Indonesia. It uses the rotation-advancement, small triangular, preventing notching with some other details to overcome the wide cleft. Thus gives us hypothesis, does the Gentur's technique give symmetrical result in anthropometric measurement. Methods: cross sectional analytic study will be taken from medical record in 14 unilateral cleft lip patients undergo cheiloplasty procedure. Direct anthropometric data before and after procedure is analyzed using SPSS17. Datas were classified in cupid?s bow, vertical height, horizontal height, vermillion and nostril. Result: From 14 patients, we found that most patient whose undergone surgery in 3 month (64.3%) are mostly female (64,3%), complete defect (85,8%) and in left side (57,1%). This technique is able to produce significant lip and nose symmetry (CI 95%, pvalue <0.005) in cupid?s bow, vertical height, horizontal height, thickness of vermillion and nose. By doing this technique, the author able to create good lip and nose symmetry (78.57%) even in wide defect (64.3%) and collapse palate (57.1%).
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Indeks wajah pada mahasiswa etnis Cina rentang usia 20-22. Estetika wajah merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepercayaan diri dalam suatu komunitas sosial. Indeks-indeks wajah sangat penting untuk mendapatkan estetika wajah dalam perawatan ortodontik. Indeks wajah ini dapat dipengaruhi oleh jenis kelamin dan etnis. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah mengukur indeks wajah mahasiswa/i etnis Tionghoa pada Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha dengan menggunakan pengukuran antropometri. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional. Indeks wajah dari 48 subjek diukur dengan menggunakan jangka sorong dial. Hasil: Hasil mengindikasikan bahwa laki-laki memiliki indeks wajah (89.5±5.66) lebih besar daripada perempuan (86.67±4.45). Indeks mulut-lebar wajah dan indeks wajah atas pada perempuan lebih besar dibandingkan dengan laki-laki, indeks mulut-lebar wajah pada perempuan 35.22±2.46 dan pada laki-laki 34.69±3.04. Indeks wajah atas pada perempuan 56.03±2.99 dan pada laki-laki 55.35±3.72. Indeks tinggi wajah bawah-tinggi wajah lebihbesar pada laki-laki (61.22±1.77) daripada perempuan (60.20±3.81). Indeks dagu-tinggi wajah bawah juga lebih besar pada laki-laki (50.63±3.61) dibandingkan perempuan (49.64±4.04). Simpulan: Laki-laki etnis Tionghoa memiliki tipe wajah leptoprosop serta tinggi wajah bawah dan dagu yang lebih tinggi, sedangkan pada perempuan etnis Tionghoa memiliki tipe wajah mesoprosop, tinggi wajah yang lebih tinggi dan mulut yang lebih lebar.
Facial aesthetics is one of the factors affecting personal confidence in a social community. Facial indices are very important to obtain a facial aesthetic in orthodontic treatment. Facial indices can be influenced by gender and ethnicity. Objectives: To measure facial indices of Chinese ethnic students at the Faculty of Medicine, Maranatha Christian University aged 20-22 years old in 2011 using anthopometric measurements. Methods: This was an observational descriptive study. Facial indices of 48 students were measured using dial caliper. Result: Male have larger facial index (89.5±5.66), than female (86.67±4.45). Mouth-face width index and upper facial index of female was greater when compared with male, which mouth-face width index of female was 35.22±2.46 while index of male was 34.69±3.04. Upper facial index of female was 56.03±2.99 and male was 55.35±3.72. The lower facial height-facial height index was greater in male (61.22±1.77) than in female (60.20±3.81). Chin-lower facial height index was also greater in male (50.63±3.61) than female (49.64±4.04). Conclusion: Chinese male aged 20-22 have leptoprosop facial type and higher lower facial height and chin, whereas Chinese female aged 20-22 have mesoprosop facial type, higher facial height and wider mouth.
Universitas Kristen Maranatha, 2012
pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Firlia Ayu Arini
Abstrak :
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi pengukuran antropometri Lingkar Pinggang, IMT, RLPP, dan Skinfold Thickness dengan persen lemak tubuh BIA sebagai "Golden Standard". Beberapa studi telah menghasilkan rumus prediksi lemak tubuh dengan pengukuran IMT dan Skinfold, serta menetapkan batasan gizi lebih untuk populasi anak di Asia. Dalam penelitian ini juga dievaluasi rumus prediksi dan cut-off point yang paling tepat digunakan untuk populasi anak di Indonesia. Penelitian dilakukan pada 157 anak dari SD Vianney dan SD Mardi Yuana di Jakarta dan Depok pada tahun 2010 yang menunjukkan prevalensi gizi lebih di atas 20%. Studi validasi ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian cross sectional. Pengambilan sampel menggunakan rumus uji koefisien korelasi. Alat yang digunakan untuk mengukur Lingkar Pinggang dan RLPP adalah pita meter non-elastis, untuk pengukuran IMT yaitu dengan microtoise dan timbangan SECA, serta caliper Harpenden untuk mengukur Skinfold Thickness. Setiap pengukuran dilakukan dua kali. Analisis yang dilakukan adalah uji korelasi untuk melihat kekuatan hubungan variabel antropometri dan rumus prediksi dengan persen lemak tubuh, analisis sensitivitas dan spesifisitas cut-off point, uji beda rumus prediksi dengan persen lemak tubuh, dan uji regresi. Hasil menunjukkan rata-rata Lingkar Pinggang, RLPP, persen lemak tubuh dan tricep skinfold lebih tinggi pada anak laki-laki, dan rata-rata IMT, bicep, dan subscapular lebih tinggi pada anak perempuan. Semua variabel berhubungan kuat dengan persen lemak tubuh BIA, yang paling kuat hubungannya adalah IMT Z score pada anak perempuan dengan r = 0.985. Rumus prediksi persen lemak tubuh yang memiliki hasil hampir serupa dengan persen lemak tubuh BIA adalah rumus IMT Deurenberg. Cut-off point yang paling baik sensitivitas dan spesifisitasnya adalah cut-off point IMT WHO dengan sensitivitas 79.75% dan spesifisitas 91.03%. Secara umum, IMT lebih baik dalam memprediksi persen lemak tubuh.
The purpose of this study was to evaluate correlation between anthropometric measurement : waist circumference, body mass index (BMI), waist-hip-ratio, and skinfold thickness; and percentage of body fat measured by BIA as a golden standard. Some studies found several equations to predict percentage of body fat from antrhopometric measurements like body mass index and skinfold thickness. Previous studies had established cut-off points to define overweight for pediatric population in Asia. In this study, a prediction equation and cut-off point to define overweight would be evaluated as well, the ones which were closer to percentage of body fat BIA, was a better approach and indicator to define overweight in Indonesian children. Data were obtained from 157 children from two different elementary schools, SD Vianney and SD Mardi Yuana. Both schools had overweight prevalence more than 20%. Design of this validation study was a cross sectional one with a quantitative approach. Samples were taken by using sampling equation of coeficient correlation. Waist circumference and waist-hip ratio were measured by using non-elastic tape, body mass index was measured by using SECA body scale and microtoise, and skinfold thickness was measured by using Harpenden caliper. Every measurement was taken two times. This study analyzed the strength of correlation between antropometric measurement and percentage body fat BIA, evaluated the sensitivity and spesificity of cut off points to define overweight, and evaluated the difference between prediction equations and BIA. Results showed that means of waist circumference, waist hip ratio, percentage body fat, and tricep skinfold are higher in boys, whereas, body mass index, bicep and subscapular skinfold were higher in girls. Every variable had a good correlation with percentage body fat BIA. The strongest correlation was between BMI in Z score and percentage body fat BIA in girls with r = 0.985. The prediction equation that produced similar result with percentage body fat BIA was equation from Deurenberg and the cut-off point that had a highest sensitivity and specficity was standard from WHO, the sensitivity was 79.75% and specificity was 91.03%. Overall, BMI was a good prediction to assess percentage body fat.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
T21807
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library