Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 24 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Endah Wulandari
"Ruang Lingkup dan Cara : Gel cincau hijau memiliki sifat seperti agar sehingga menimbulkan pemikiran apakah dapat dipakai sebagai medium elektroforesis. Kenyataan ba,h a gel dapat terbentuk tanpa melalui proses pemanasan dianggap sebagai suatu keunggulan. Namun terdapat masalah apakah warna hijau disebabkan klorofil dapat dibuang, dan karakteristik gel belum diketahui dengan baik. Gel cincau dibuat dari daun Stephania hernandifolia, dan beberapa karakteristiknya dipelajari seperti : kondisi pembuatan, daya tahan /perubahan dalam penyimpanan pada berbagai suhu, dan upaya untuk menghilangkan klorofil. Kekuatan gel dinilai dari kemampuannya menahan beban (buatan sendiri) dan dengan curdmeter. Analisis kualitatif terhadap bubuk gel dilakukan untuk menentukan karbohidrat pembentuk gel serta monomernya (uji Molisch, jodium, Benedict, Barfoed, Bial, Tauber, osazon). Dilakukan pula upaya untuk menilai adanya enzim pektin esterase (produk : asam asetat), yang dilaporkan memegang pcranan dalam pembentukan gel.
Hasil dan kesimpulan : Gel dengan konsistensi yang baik diperoleh dari 5 g daun segar dan 50 ml air. Pada suhu kamar (30°C) gel dapat bertahan sampai 3 hari; selanjutnya terjadi pengeluaran cairan (sineresis) yang berlangsung lebih cepat pada suhu lebih tinggi. Gel mampu menahan beban 20 g, dan dengan alas curdmeter 95,93 g (nilai untuk agar swallow 1% : 45 g dan 154,72 g). Etanol absolut dapat dipakai untuk mengekstraksi kiorofil dari gel, yang setelah dikeringkan, meninggaikan bubuk berwarna keabu-abuan yang tidak lagi mampu membentuk gel (ireversibel). Gel yang dikeringkan sampai berat konstan (3 hari , 70°C) menunjukkan kandungan bahan padat 0,147% (0,35731242,0815 g). Analisis kualitatif menyatakan karbohidrat pembentukan gel mengandung heksosa, pentosa dan asam uronat. Aktivitas enzim pektin esterase tidak berhasil diidentifikasi. Gel cincau belum berhasil digunakan sebagai medium elektroforesis antara lain disebabkan warna hijau belum dapat dihilangkan tanpa merusak sifat dan kemampuan membentuk gel, dan gel mengecil akibat panas yang terbentuk pada saat elektroforesis.

Cincau Gel (Stephania hernandifalia) : Some Characteristics and The Possibility for use as Medium for ElectrophoresisScope and methods: It was thought that green cincau gel, on account of its agar-like property, could be used as a medium for electrophoresis. The fact that cincau gel could form without involving heat treatment., in contrast with agar, is considered an advantage. However, the properties of green cincau have not been well characterized, and the green color due to the presence of chlorophyll has to be removed.
The gel, prepared from the leaves of Stephania hernandifolia, was studied for : preparative c9ndition, stability/changes during storage at different temperatures, and method for removing chlorophyll. Gel strength was evaluated from its ability to hold weight and by the use of curdmctcr. The gel powder, after removal of chlorophyll and drying to constant weight, was analysed for its carbohydrate constituents (test : Molisch, iodine, Benedict, Barfoed, Bial, Tauber, ozason). The presence of pectin esterase, which has been reported to be involved in the gelling process, was also examined (product : acetic acid).
Findings and Conclusion: Green gel of good consistency was made from 5 g of leaves and 50 ml water. The gel was stable under storage for 3 days at room temperature (34°C). Water loss (syneresis) was observed during longer storage, and was more pronounced with increasing temperatures. The gel could withstand 20 g weight, or 95,93 by using a curdmotor (respective findings for 1% agar, 45 g and 154,72 g) Absolute ethanol was use to remove chlorophyll from the gel, however, the powder let after drying the gel was grayish in color and could no longer be reconstituted (irreversible). The decolorized gel, dried to constant weight (3 days, 70°C) conteined 0.147% solid (0.3573/242.0815). Qualitative analyses indicate the presence of hexose, pentose and uronic acid. Pectin esterase activity could not be detected. The gel could not yet be used as support material for electrophoresis due others, failure to remove chlorophyll without loss of the gel-forming ability, and shrinkage caused by the heat produced during an electhroporetic run."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13673
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Risdawati Djohan
"ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian pengaruh bahan pengikat Amylum maydis, Amylum manihot, Kollidon-25 dalam pelarut air daft pelarut alkohol, Gelatin dan yang dibuat secara cetak lansung menggunakan Avicel PH 101 sebagai vehicle* terhadap waktu hancur dan dissolution rate tablet Tolbutamide
Penelitian dissolution rate Tolbutabide dari tablet Tolbutamide dilakukan menggunakan alat dissolution rate menurut BP 80 , media yang digunakan buffer Fosfat yang mengandung Na^HPO^ 2,04 % b/v dan KH^PO^ 0,135 % b/v,-pad suhu 36,5 - 37,5°C dan putaran keranjang 100 putaran setiap menit, Dissolution rate tablet Tolbutamide meningkat sesuai dengan tingkathidrofil bahan pengikat dan umumnya mempunyai waktu hancur yang relatif cepat .
Hasil-hasil yang diperoleh adalah sebagai beriku|t K^ q (kadar zat terlarut setelah 30 menit -percobaan ) tablet Tolbutamide dengan bahan pangikat Amylum maydis = 72 % dengan waktu hancur 12', dengan bahan pengikat Amylum mani«' hot = 87 % dengan waRtu hancur 30"^dengan bahan pengikat Kollidon-25 dalarn pelarut aic - 24,5 % dengan waktu hancur 43' dan dalam pelarut alkohol = 8,04 % dengan waktu hancur 87', dengan bahan pengikat Gelatin = 103^1 % dengan waktu hancur 3* dan dengan cetak langsung menggunakan Avxcel PH IQl = 70 % dengan waktu hancur 1^30.
Dari penelitian ini ternyata^formula tablet Tolbutamide dengan larutan bahan pengikat gelatin 10 % b/v^ memberikan hasil terbalk, yaitu K^q = 103,1 % dan waktu hancur 3 menit setelah disimpan 12 minggu ."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1983
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akhiruddin Maddu
"Telah dikaji pengaruh kelembaban terhadap sifat optik film gelatin yang dibuat dengan teknik casting melalui proses sol-gel. Film gelatin dikaji sifat optiknya terhadap perlakuan variasi kondisi kelembaban. Respon optik yang diamati berupa transmisi dan absorpsi optik pada spektrum cahaya tampak yang diperoleh dari spektrofotometer UV-Vis (Ultraviolet ? Visible). Hasil pengukuran transmisi dan perhitungan absorpsi optik memperlihatkan bahwa respon optik film gelatin berada pada pita cahaya tampak yang lebar dalam rentang 530 ? 680 nm, dengan respon cukup nyata pada pita spektrum 580 ? 650 nm. Perlakuan kelembaban berbeda memberikan perubahan karakteristik optik yang signifikan, yaitu spektrum transmitansi dan absorbansi optik film gelatin berubah terhadap perubahan kelembaban. Intensitas transmitansi optik film gelatin naik terhadap kenaikan kelembaban pada selang 580 ? 650 nm, sebaliknya spektrum absorbansi optiknya turun terhadap kenaikan kelembaban pada selang tersebut. Kurva intensitas transmisi dan absorpsi optik terhadap variasi kelembaban dari 37%RH hingga 99%RH pada 610 nm memperlihatkan lineritas yang cukup baik. Dua sampel film gelatin yang diuji memperlihatkan karakteristik yang sama.

Humidity Dependence of Optical Properties of Gelatin Films. Humidity dependence of optical properties of gelatin films prepared by casting technique has been investigated. Gelatin films was investigated its optical properties to varied humidity condition. Optical responses investigated are optical transmission and absorption at visible light spectrum measured utilizing a UV-Vis (Ultraviolet ? Visible) spectrophotometer. The results of optical transmittance and absorbance obtained shows an optical response of gelatin films in widely visible light spectrum within range 530 ? 680 nm, with most clearly response in a spectrum band in 580 ? 650 nm. Different humidity treatment cause a significantly change of optical characteristics, that is the transmittance and absorbance change in to humidity. Transmittance of gelatin films increase with increasing humidity in a range 580 ? 650 nm, in contrast with absorbance that is decrease with increasing humidity. Plot of transmission and absorption intensity with varied humidity from 37%RH to 99%RH at 610 nm exhibited a good linearity. Two samples showed same characteristics."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Akyunul Jannah
Malang: Sukses Offset, 2008
664.26 AKY g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Putri Ratna Sari
"Penelitian tentang bahan baku pembuatan cangkang kapsul mengalami perkembangan, terlebih lagi dengan sadarnya masyarakat mengenai bahan baku untuk memproduksi kapsul gelatin yang mayoritas terbuat dari kulit babi. Dengan adanya permasalahan tersebut, diperlukan bahan baku pengganti kapsul gelatin dengan menggunakan karagenan. Namun penggunaan karagenan dinilai masih kurang efektif sebagai agen pembawa obat, maka dari itu dilakukan modifikasi dengan menambahkan mikroalga Spirulina platensis sebagai bahan tambahan untuk mengoptimalkan kinerja sebagai agen pembawa obat dan juga menambahkan crosslinker CaCl2. Formulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah variasi konsentrasi S. platensis (10,52%, 15%, 19,04%, 22,7%, 26,08%) dan konsentrasi CaCl2 dengan konsentrasi (8,1%, 10,52%, 26,08%, 37%, 45%). Karakterisasi yang dilakukan meliputi uji bobot, kadar air, ketahanan dalam air, derajat keasaman, ketahanan dalam asam, dan uji kelenturan. Setelah menemukan formulasi terbaik maka dilakukan analisis formulasi optimum dengan melakukan uji disolusi dan uji SEM.  Formulasi terbaik yang diperoleh pada penelitian ini adalah kapsul dengan penambahan S. platensis 26,08% dan CaCl2 45%, dengan bobot 0.2433 g, kadar air 13%, ketahanan dalam air 38 menit, kelarutan dalam larutan asam 44 menit, dan kelenturan yang fleksibel dan tidak mudah pecah. Hasil uji disolusi kapsul yang mengandung obat ketoprofen pada pH 1,2; 4,5; dan 6,8 selama 90, 2, dan 4 menit secara berturut-turut adalah 61,30%, 54,90%, 89,58%. Dengan demikian, kapsul dengan bahan S. platensis dengan bantuan tambahan CaCl2 dapat digunakan sebagai cangkang kapsul pengganti gelatin.
......Research of raw material for making capsule shell has developed, especially with the public awareness about the raw material for producing capsule shell, which mostly are made from pig skin. With these problem, raw material for gelatin capsule is replaced by using carrageenan. However by using carrageenan is still less effective as a drug delivery agent. The purpose of this study was to use microalgae Spirulina platensis because it contains polyhydroxybutyrate (PHB) which are the kind of polymer to improve performance as a drug delivery agent and also use cross-linker CaCl2. The formulation used in this study was the variation of the concentration of Spirulina platensis (10,52%, 15%, 19,04%, 22,7%, and 26,08%) and the concentration of CaCl2 (8,1%, 10,52%, 26,08%, 37%, and 45%). Characterization carried out included weight test, water content, water resistance, acidity, acid resistance, and flexibility test. After finding the best formulation, the optimum formulation analysis was carried out by conducting a dissolution test and SEM test. The best formulation obtained in this study were capsules with the addition of Spirulina platensis 26,08% and  CaCl2 45%, weighing 0,2433 g, water content 13%, water resistance 38 minutes, solubility in acidic solution is 44 minutes, and has flexible capsule. The capsule dissolution test results containing the ketoprofen drug at pH 1.2; 4.5; 6.8 for 90, 2, and 4 minutes are 61.3%, 54.9%, and 89.58%, respectively. Thus, capsules with Spirulina platensis and CaCl2 can be used for replace gelatin capsule shell."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia , 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Akif Tholibul Huda
"Tubuh manusia memiliki mekanisme hemostatik intrinsik tubuh dengan kapasitas yang terbatas sehingga pada kondisi tertentu hemostatic material sangat diperlukan untuk membantu dalam mempercepat proses pembekuan darah. Gelatin merupakan salah satu hemostatic material yang cocok digunakan sebagai wound dressing karena memiliki sifat antigenitas rendah, biodegradibilitas yang baik, dan biokompatibilitas di lingkungan fisiologis. Gelatin dapat dikombinasikan dengan monetite yang memiliki peran penting untuk membantu memusatkan komponen seluler dan protein darah sehingga dapat mendorong pembentukan gumpalan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi konsentrasi monetite 0%, 3%, 5%, 7%, dan 10% terhadap karakteristik sifat porositas, sifat mekanik, perilaku degadrasi, dan sifat toksisitas pada wound dressing dengan bahan dasar gelatin. Sampel disintesis dengan metode freeze drying yaitu metode pengeringan bahan dalam keadaan beku dengan menghilangkan kandungan air secara langsung dari keadaan padat menjadi uap tanpa melalui fase cair. Setelah dilakukan freeze drying, sampel akan dipanaskan menggunakan vacuum drying oven untuk membentuk cross-linking dan dilanjutkan dengan proses karakterisasi. Hasil karakterisasi porositas menunjukkan bahwa monetite memiliki peran dalam mengurangi volume pori yang tersedia sehingga dapat menurunkan sifat porositas spons gelatin 4% hingga 7%. Adapun dari perilaku degradasinya, monetite dapat menjaga integritas jaringan gelatin sehingga meningkatkan kemampuan sampel dalam menahan degradasi. Dan melalui karakterisasi sitotoksisitas, dapat diketahui bahwa penambahan variasi persentase monetite tidak berdampak signifikan terhadap viabilitas pada sampel.
......The human body has an intrinsic hemostatic mechanism with a limited capacity so under certain conditions hemostatic material very necessary to help in accelerating the process of blood clotting. Gelatin is one hemostatic material suitable for use as wound dressing because it has the properties of low antigenicity, good biodegradability, and biocompatibility in physiological environments. Gelatin can be combined with monetite which has an important role to help concentrate cellular components and blood proteins so as to promote clot formation. This study was conducted to determine the effect of adding variations in monetite concentrations of 0%, 3%, 5%, 7%, and 10% on the characteristics of porosity, mechanical properties, degradation behavior, and toxicity properties of wound dressing with a gelatin base. Samples were synthesized by the method freeze drying namely the method of drying materials in a frozen state by removing the water content directly from the solid state to vapor without going through the liquid phase. Once done freeze drying, the sample will be heated using vacuum drying oven to form cross-linking and proceed with the characterization process. The results of the porosity characterization show that monetite has a role in reducing the available pore volume so that it can reduce the porosity of the gelatin sponge by 4% to 7%. As for its degradation behavior, monetite can maintain the integrity of the gelatin network thereby increasing the ability of the sample to resist degradation. And through the characterization of cytotoxicity, it can be seen that the addition of variations in the percentage of monetite does not have a significant impact on the viability of the samples."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Daging ikan tenggiri pada umumnya digunakan untuk produksi empek-empek, kerupuk dan bakso ikan, sedangkan sirip dan tulangnya belum dimanfaatkan secara optimal. Tulang ikan tenggiri dapat dimanfaatkan untuk pembuatan gelatin. Gelatin adalah protein dari hidrolis kolagen tulang dan kulit hewan yang banyak digunakan untuk keperluan industri pangan dan non-pangan."
541 JSTK 5:1 (2014)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzana Fauzi
"Ekstrak buah pare memiliki berbagai macam khasiat, namun hampir semua kandungannya memiliki rasa yang sangat pahit. Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa beads alginat dapat menutupi rasa pahit ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata). Pada penelitian ini beads ekstrak buah pare (Momordica charantia Linn) dibuat dengan menggunakan metode gelasi ion dengan terjadinya taut silang antara natrium alginat dengan kalsium klorida yang dimanfaatkan untuk menutupi rasa pahit. Beads dibuat menggunakan natrium alginat (1,5% b/v) dengan berbagai perbandingan ekstrak buah pare (0,5:1; 1:1; dan 2:1), gelatin (2% b/v) dan CaCl2 3%. Formula beads dievaluasi fisik dan fungsional meliputi morfologi, efisiensi proses, ditribusi ukuran partikel, daya mengembang, kadar air, dan uji rasa pahit. Formula 1 dengan perbandingan ekstrak:alginat (0,5:1) yang memiliki bentuk hampir bulat dengan ukuran diameter 600-1200 µm, daya mengembang 113,21% dan kadar air 15,34% menunjukkan formula yang paling optimal menutupi rasa pahit karena memiliki nilai yang berbeda bermakna secara statistik dengan nilai p<0,05 jika dibandingkan dengan standar.
......The bitter gourd fruit has many pharmaceutical effect, but almost all the substances was bitter. The previous study has shown that alginate beads can mask the bitter flavour of sambiloto (Andrographis paniculata). In this study beads of bitter gourd fruit extract (Momordica charantia Linn) was prepared by using ionic gelation method that cross linking occured between sodium alginate and calcium chloride that used to covering the bitter flavour. Beads were prepared using sodium alginate (1.5% w/v) with various comparisons bitter gourd fruit extract (0,5:1, 1:1, and 2:1), gelatin (2% w/v), and CaCl2 3%. The obtain beads were characterized physically and functionally include morphology, process efficiency, particle distribution, swelling index, and water content. Formula one with comparison extract:alginate (0,5:1) which has almost spherical shape with diameter 600-1200 µm, swelling index 113,21% and water content 15,34% has shown the best formula could cover the bitter taste that has the value statisticly different with p value >0,05 if compared with standard."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S69352
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Viktoria Mardhika Estepane
"Gelatin merupakan bahan utama penyusun cangkang kapsul. Salah satu cara untuk mengetahui adanya kandungan gelatin porsin dalam campuran gelatin adalah dengan deteksi molekuler terhadap sekuens sitokrom b cyt b pada DNA dari gelatin. Penelitian ini dilakukan untuk mengoptimasi kondisi metode PCR-RFLP dalam mendeteksi kandungan porsin dan bovin dari cangkang kapsul dalam campurannya sehingga diperoleh metode yang sensitif dan efisien, karena rendahnya jumlah DNA trace setelah proses pembentukan gelatin dan pengolahannya menjadi kapsul. Optimasi dilakukan pada ekstraksi DNA, kondisi PCR, dan sensitivitas metode PCR-RFLP. Ekstraksi dioptimasi agar diperoleh jumlah DNA yang cukup dan dapat teramati pada gel agarosa. Kondisi optimum untuk PCR DNA reference dan kapsul diperoleh dengan pemilihan DNA polimerase yang memberikan hasil terbaik. Hasil amplifikasi DNA reference campuran bovin-porsin didigesti menggunakan enzim restriksi BsaJI. Enzim restriksi BsaJI memotong gen sitokrom b porsin menjadi dua fragmen, yaitu 228 bp dan 131 bp. Optimasi sensitivitas metode PCR-RFLP menunjukkan metode mampu mendeteksi hingga konsentrasi 0,01 porsin dalam campurannya dengan bovin, dianalisis dengan kuantifikasi berbasis software dan pengamatan visual. Hasil tersebut menunjukkan bahwa metode PCR-RFLP dapat digunakan sebagai metode deteksi awal dan sensitif dalam mendeteksi porsin dengan konsentrasi rendah dalam campuran gelatin.

Detection of porcine, as one of gelatin sources, can be done by molecular detection of cytochrome b sequence in DNA. This study was aimed to optimize the PCR RFLP method in detecting porcine in capsule shell and porcine in mixtures with bovine in gelatin to obtain a sensitive and efficient method. Optimization was carried out for DNA extraction, PCR conditions, and the sensitivity of PCR RFLP method. Due to very low DNA trace in gelatin after various manufacturing process, the extraction was optimized to obtain sufficient DNA yield which was visible on the agarose gel. The optimum condition for DNA amplification was obtained by selecting the most suitable DNA polymerase. Amplified various concentrations of porcine bovine DNA mixtures and capsule shell DNA were digested using BsaJI restriction enzyme. BsaJI restriction enzyme was able to cleave porcine cytochrome b gene into two fragments of 228 bp and 131 bp. The optimization of the sensitivity of PCR RFLP method showed that method is able to detect up to 0.01 porcine in mixtures with bovine analyzed using software based quantification and visual observation. Result demonstrated that the PCR RFLP method is sensitive and suitable for early detection of porcine DNA in gelatin mixtures."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2017
S68409
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>