Found 4 Document(s) match with the query
Gita Permata Maharani
"Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2007 tentang Pengesahan Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage (Konvensi untuk Perlindungan Warisan Budaya Takbenda) dibuat untuk melindungi warisan budaya takbenda yang ada di Indonesia. Salah satu warisan budaya takbenda yaitu bahasa Using yang merupakan bahasa daerah asli Banyuwangi. Sebagai warisan budaya takbenda, sudah seharusnya eksistensi bahasa Using dapat terus berkembang dan dilestarikan dengan baik oleh pemerintah daerah dan masyarakat. Namun dalam praktiknya pelestarian bahasa Using ini belum berjalan sepenuhnya. Oleh karena itu, permasalahan yang diangkat dalam penelitian untuk skripsi ini adalah pengaturan pelestarian warisan budaya melalui bahasa daerah dalam ketentuan hukum di Indonesia dan implementasi dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam melestarikan bahasa daerah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sosio-legal. Dari hasil analisis terdapat Peraturan Daerah Kabupaten Banyuwangi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pelestarian Warisan Budaya dan Adat Istiadat di Kabupaten Banyuwangi (
a quo) yang mengatur pelestarian bahasa dan sastra Using salah satunya dengan cara penerapan pendidikan bahasa Using sebagai kurikulum lokal. Adapun implementasi dari kebijakan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi terkait pelestarian bahasa Using melalui pendidikan belum dapat dilakukan optimal karena penerapan muatan lokal bahasa Using di sekolah masih terbatas.
Presidential Regulation Number 78 of 2007 concerning Ratification of the Convention for the Safeguarding of Intangible Cultural Heritage (Convention for the Protection of Intangible Cultural Heritage) was made to protect the intangible cultural heritage in Indonesia. One of the intangible cultural heritage is the Using language is the native regional language of Banyuwangi. As an intangible cultural heritage, the existence of the Using language should continue to develop and be properly preserved by local governments and the community. Language preservation based on current regulations can be done by implementing Using language for education at school and outside of school. However, the preservation of the Using language has not been fully implemented. Therefore, the issues raised in research for this thesis are arrangements for preserving cultural heritage through regional languages in Indonesian legal provisions and the implementation of Banyuwangi Regency Government policies in preserving regional languages. The method used in this research is socio-legal. From the results of the analysis, there is Banyuwangi Regency Regional Regulation Number 14 of 2017 concerning the Preservation of Cultural Heritage and Customs in Banyuwangi Regency a quo) which regulates the preservation of Using language and literature, one of which is by implementing Using language education as a local curriculum. As for the implementation of the Banyuwangi Regency Government's policy regarding the preservation of the Using language through education, it has not been carried out optimally because the application of the local content of the Using language in schools is still limited. "
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library
Noneng Hodijah
"Penelitian ini berangkat dari suatu asumsi bahwa masyarakat adat Minangkabau menganut sistem matrilineal yaitu suatu ketertiban masyarakat dimana kekerabatan dihitung menurut garis ibu semata-mata. Salah satu ciri sistem ini adalah hak-hak dan pusaka diwariskan oleh mamak kepada kemenakannya yaitu saudara laki-laki ibu kepada anak dari saudara perempuan. Termasuk dalam hal ini harta pencaharian .
Seiring dengan perubahan struktur sosial yang terjadi menyebabkan pegeseran sistem pewarisan harta pencaharian dalam masyarakat adat Minangkabau. Pergeseran struktur keluarga luas ke keluarga inti disebabkan faktor-faktor masuknya agama Islam, ekonomi, pola menetap, serta pergeseran hubungan mamak dan kemenakan. Harta pencaharian tidak lagi diwariskan oleh mamak kepada kemenakan tetapi pada anaknya.
Dalam memahami masalah penelitian yang telah dirumuskan, digunakan pendekatan kualitatif. Untuk memperoleh data primer dan sekunder digunakan pengamatan dan wawancara. Tekhnik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif.
Kesimpulan hasil penelitian ini adalah bahwa Pergeseran ini telah menjadi kenyataan yang diterima dan hidup serta diterapkan secara umum dalam masyarakat adat Minangkabau dimana semakin pentingnya kedudukan harta pencaharian dalam kelangsungan hidup sehari-hari. Salah satu ekses dari pergeseran ini adalah meningkatnya sengketa antara mamak dengan kemenakan maupun antara anak dan kemenakan mengenai harta pencaharian di Sumatera Barat pada umumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T16396
UI - Tesis Membership Universitas Indonesia Library
"Tulisan ini mengkaji kebijakan pengelolaan di Kawasan Cagar Budaya Desa Bawamataluo (Kab. Nias Selatan) sebagai objek kajian. Sudah sejak tahun 2009 desa ini diusulkan ke UNESCO sebagai nominasi daftar warisan budaya dari Indonesia, namun masih belum mendapat pengesahan. Seiring disahkannya UU RI no 11 tahun 2010 tentang cagar budaya dan yang terbaru UU RI no 6 tahun 2014 tentang desa, dirasakan penting untuk melihat Desa Bawamataluo dari perspektif kedua produk hukum tersebut. Harapannya agar pengelolaan desa Bawamataluo selam ini dapat disesuaikan dengan kaidah perundang-undangan di Indonesia maupun UNESCO. Tulisan ini menggunakan penalaran induktif yang berawal dari pembahasan pembahasan setiap data hasil observasi, wawancara, dan studi pustaka. Data-data tersebut dianalisis dan diinterpretasi untuk merumuskan sebuah hipotesis bahwa UU RI no 11 tahun 2010 dan no 6 tahun 2014 pada dasarnya tidak bertentangan dan saling mendukung. Namun ada beberapa perbedaan istilah kiranya diperhatikan para pemangku kebijakan agar tidak mengalami perbedaan cara tanggap kedepannya."
SBA 17:1 (2014)
Artikel Jurnal Universitas Indonesia Library
Rani Nur Bening
"Perencanaan tata ruang wilayah sudah seharusnya memperhatikan peruntukan fungsi kawasan cagar budaya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama dan kebudayaan. Sejalan dengan hal tersebut penggusuran Kampung Akuarium didasari dengan adanya rencana untuk mengintegrasikan lokasi Kampung Akuarium sebagai bagian dari Kawasan Cagar Budaya Kota Tua. Selain itu berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta lokasi Kampung Akuarium merupakan peruntukan ruang pada sub-zona pemerintahan daerah yang diatur melalui Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi wilayah DKI Jakarta. Pada tahun 2020 Kampung Akuarium dibangun kembali melalui metode partisipasi masyarakat bernama Community Action Plan (CAP) dan direncanakan dengan pendirian rumah susun. Pembangunan rumah susun merupakan kegiatan yang diizinkan bersyarat pada sub zona pemerintahan daerah. Pembangunan kembali Kampung Akuarium juga telah didahuli dengan adanya sidang Tim Ahli Cagar Budaya dan ekskavasi arkeologi. Kebijakan pembangunan kembali Kampung Akuarium merupakan bentuk dari regenerasi kampung di perkotaan seperti pada pembangunan Kampung Budaya Gamcheon di Busan, Korea Selatan. Kampung Akuarium dan Kampung Budaya Gamcheon memiliki persamaan karakteristik, yaitu memiliki nilai sejarah bagi negara masing-masing, dikelilingi oleh situs cagar budaya dan menggunakan metode partisipasi masyarakat dalam pembangunannya.
Regional spatial planning should pay attention to the designation of the function of the cultural heritage area because it has important values ââfor history, science, education, religion and culture. In line with this, the eviction of Kampung Akuarium was based on a plan to integrate the location of Kampung Akuarium as part of the Kota Tua Cultural Heritage Area. In addition, based on the DKI Jakarta Spatial Plan, the location of the Kampung Akuarium is a spatial designation in the regional government sub-zone which is regulated through the Detailed Spatial Planning and Zoning Regulations for the DKI Jakarta area. In 2020 the Aquarium Village was rebuilt through a community participation method called the Community Action Plan (CAP) and is planned for the construction of flats. The construction of flats is an activity that is conditionally permitted in the sub-zone of local government. The redevelopment of the Aquarium Village has also been preceded by a meeting of the Cultural Conservation Expert Team and archaeological excavations.The policy of rebuilding the Aquarium Village is a form of urban village regeneration, such as the construction of the Gamcheon Cultural Village in Busan, South Korea. The Aquarium Village and Gamcheon Cultural Village have similar characteristics, namely having historical value for their respective countries, being surrounded by cultural heritage sites and using community participation methods in their development."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership Universitas Indonesia Library