Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dhea Putriani
"Di Indonesia, data menyebutkan bahwa 93 persen anak usia dini pada rentang usia lima hingga enam tahun mengalami karies. Fluoride telah diakui sebagai bahan aktif, yang bisa digunakan dalam pencegahan karies. Aplikasi fluoride varnish yang memiliki pelepasan ion fluoride dan kalsium yang cepat, selain meningkatkan efektivitas dalam pencegahan karies tingkat tinggi juga menambah nilai kenyamanan dalam hal rasa dan aroma pada pasiennya, terutama anak-anak. Penelitian ini melakukan studi tentang formulasi dasar fluoride varnish dengan penambahan minyak perasa dan agen remineralisasi dikalsium fosfat dihidrat. Hasil formulasi akan diuji kandungan pelepasan ion fluoride dan kalsium setelah 6 jam menggunakan alat ion selektif elektroda. Variabel bebas yang diujikan yaitu perasa, konsentrasi perasa, jenis kalsium dan konsentrasi kalsium fosfat. Hasil data dianalisis dengan uji ANOVA satu arah dan Tukey post hoc dengan tingkat signifikansi α=0,05. Hasil membuktikan perbedaan variabel yang diujikan memberikan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap pelepasan ion fluoride dan kalsium. Pelepasan ion fluoride tertinggi diperoleh dari formulasi peppermint 2,5% dan DCPD-Xylitol 1% sebesar 296,8952 mg/L. Untuk kalsium, formulasi peppermint 2,5% dan DCPD-Casein 3% yang memberikan kumulatif pelepasan ion kalsium tertinggi sebesar 113, 8667 mg/L Selain itu, kelayakan ekonomi juga dianalisis untuk dengan meninjau nilai NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period.

In Indonesia, the data states that 93 percent of early childhood in the age range of five to six years have caries. Fluoride has been recognized as an active ingredient, which can be used in caries prevention. The application of fluoride varnish, which has a fast release of fluoride and calcium ions, in addition to increasing effectiveness in the prevention of high caries levels also adds value in terms of taste and aroma comfort in patients, especially children. This study conducted a study of a basic formulation of fluoride varnish with the addition of a flavoring oil and a remineralization agent of dicalcium phosphate dihydrate. The results of the product will be tested for the release of fluoride and calcium ions after 6 hours using a selective ion electrode. The independent variables tested were types of flavor, flavor concentration, types of calcium, and calcium phosphate concentration. The results of the data were analyzed by a one way ANOVA test and Tukey post hoc with a significance level α = 0.05. The results prove the differences in the variables tested gave significantly different effects on the release of fluoride and calcium ions. The highest fluoride ion release was obtained from a 2.5% peppermint formulation and 1% DCPD-Xylitol at 296.8952 mg/L. For calcium, 2.5% peppermint formulation and 3% DCPD Casein which provide the highest cumulative release of calcium ions reaches 113, 8667 mg/L. Also, economic viability is also analyzed to review NPV, IRR, Net B/C and Payback Period"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Safrida Hoesin
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Metode: Pada murid kelahiran Palembang dievaluasi
kebiasaan mengkonsumsi makanan tradisional dengan cuko (Kuah Asam Manis atau
KAM), yang dikaitkan dengan latar belakang sosial demogratik dan perilaku
kesehatan gigi. Risiko terjadinya karies yang meliputi multifaktor dianalisis dengan
menggunakan univariat dan logistik regresi ganda. Respon aktivitas bakteri S.
mutans, kecepatan aliran saliva dan kapasitas dapar saliva di analisis terhadap
pemberian KAM. Untuk menetapkan peran KAM pada anak-anak berusia 12 tahun
dengan karies ringan dilakukan perbandingan kejadian karies berdasarkan intensitas
mengkonsumsi KAM di dua wilayah sekolah Ulu dan ilir. Evaluasi dilanjutkan
dengau Kariogram dari Bratthall (1996) untuk mengetahui faktor-faktor yang
berinteraksi pada terjadinya karies atau pencegahannya.
Hasil dan kesimpulanz: 75% murid yang biasa mengkonsumsi KAM mempunyai
kejadian karies yang rendah, tetapi kejadian fluorosis yang dijumpai lebih tinggi. Dari
analisis regresi logistik ganda diperoleh bahwa frekuensi mengkonsumsi KAM,
fluorosis email, gender, asal orangtua, dan rasa takut pada perawatan gigi
berhubungan dengan kejadian karies. Bakteri plak ternyata tidak memperlihatkan
pengaruhnya pada kelompok yang mengkonsumsi KAM atau tidak. Sesudah 2 jam
pemberian KAM, aktivitas bakteri cenderung menurun dan pada kelompok karies
terlihat pH saliva lebih rendah dari sebelum pemberian KAM. Dari gambaran
Kariogram diketahui bahwa lama mengkonsumsi KAM sejak usia sebelum gigi tetap erupsi merupakan faktor yang paling berperan terhadap karies. Pada model ini
diperoleh kemungkinan untuk tidak karies sangat rendah, yaitu antara 1 - 13%. Faktor
yang turut berperan terhadap kerentanan gigi yang fluorosis mungkin karena terdapat
gula dan rendahnya pH dalam diet KAM yang meningkatkan demineralisasi email
bila KAM dikonsumsi setiap hari. Frekuensi mengkonsumsi KAM merupakan faktor
yang paling berperan terhadap rendahnya karies. Demikian juga pada kelompok
dengan kebiasaan mengkonsumsi KAM atau tanpa KAM disertai karies atau tanpa
karies, mempunyai kebiasaan jajan di antara waktu makan, jajan yang manis-manis,
mempunyai orangtua asal Palembang.
Kesimpulan penelitian adalah: (1) Kejadian karies di Ulu lebih rendah daripada di
Ilir; (2) KAM menghambat tenjadinya karies yang dikonsumsi setiap minggu dan
setiap bulan; (3) Kelompok bebas karies tidak bergantung pada perilaku kesehatan
gigi yang diperoleh di sekolah; (4) KAM tidak menyebabkan terjadinya fluorosis bila
dikonsumsi sesudah usia 8 tahun; (5) Kebiasaan mengkonsumsi KAM berhubungan
dengan faktor tempat lahir pada latar belakang sosial demografik; (6) Fluorosis
berhubungan dengan faktor tingkat pendidikan orangtua pada latar belakang sosial
demografik; (7) Kemungkinan tidak karies tidak bergantung pada frekuensi
mengkonsumsi KAM semata, tetapi lebih bergantung pada saat anak mulai
mengkonsumsi KAM. Faktor yang paling lemah dalam model Kariogram ini adalah
diet KAM dan kerentanan gigi karena fluorosis. Dengan model Kariogram ini dapat
dikembangkan berbagai model sesuai dengan ciri-ciri individu, sehingga perlu
observasi lanjutan dengan latar belakang yang sama agar dapat disusun strategi
penyuluhan dan intervensi pencegahan karies yang spesifik. Selain itu perlu
dilakukan pemetaan fluor di masyarakat, dan penelitian lanjut agar dapat
menjelaskan mekanisme karies pada kelompok dengan fluorosis.

Abstract
Field of study and Methods. Children born in Palembang were evaluated to detect
their habitual KAM consumption, social demographic backgrotmd, and oral hygiene
practice. The risks involving preventive factors were calculated using univariant and
multiple logistic regression analysis. Response to KAM administration was analysed
on S- mutans activities, salivary flow rates, and the change of salivary pH. The role of
KAM in high caries risk children was determined by comparing caries experience
and the intensity of KAM consumption using two different school locations (Ulu and
Ilir). A cariogram model was used to evaluate the interaction among all factors in
caries development or prevention.
Result and Conclusions. Seventy five percent of children that regularly consumed
KAM had a lower caries occurrence, but higher enamel fluorosis. Multiple logistic
regression analysis disclosed that the frequency of KAM consumption, enamel
iluorosis, gender, parental origin, and fear of dental procedures were associated with
the development of dental caries. Dental plaque bacterial activity was not
significantly different between KAM consumers and non-consumers. After
administering KAM in both regular and non-regular KAM consumers, bacterial
activity tended to decrease and in the caries group after two hours the salivary pH
slightly decrease. Cariograms revealed that the period of fluoride intake from KAM
before the age of eight was the most significant factor in caries, neither a daily or a
weekly basis. They appeared to have a very low chance of avoiding caries, i.e.
between 1 to 13%. The other factors that influence dental caries might be explained
by the sugar content and low pH of the KAM. The low pH may increase enamel
demineralization when used on a daily basis to influence the susceptible tooth which
was a hypomineralised enamel. They were also constant in KAM and non KAM users
as well as carious or caries free children either frequents intake of snacks between
meals, or sweets, and parents origin of Palembang were additional factors to increase
the caries risk.
The conclusions of the study were: (1) Caries occurrence in Ulu were less than in
llir; (2) KAM inhibits caries when consumed on a weekly or monthly basis. (3)
Caries free children were not dependant on the preventive oral hygiene methods
taught in schools. (4) KAM did not induce fluorosis when constuned after the age of
eight. (5) KAM consumption was related to the birth location of the social
demographic factors. (6) Fluorosis was related to the parents education level of the
social demographic factors. (7) The chance for not having caries was not only
dependant on how frequent, but more on when the children started consuming KAM.
Vulnerable factors shown in Cariogram was correlated to particular diet KAM and
fluorosis as a susceptible tooth. More Cariogram model can be developed due to the
individual characteristics, therefore observation in a similar background is needed to
determine a particular strategy for health promotion and preventive intervention.
There is also a need to have a fluoride mapping in community, and iilrther
investigation to explain the mechanism of caries in fluorosis group."
2000
D718
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library