Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 154 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Pahmi
"Sistem mata pencarian hidup peisan Melayu Jambi yang tinggal di pinggiran sungai Batanghari khususnya di desa Senaning terdiri dari berbagai unit usaha seperti, pertanian sawah, pertanian kebon, perikanan darat dan perdagangan serta ekonomi rumah tangga. Masing-masing sistem mata pencarian hidup ini memiliki mekanisme tersendiri dalam pengelolaannya, namun sebagai peisan yang hidup dalam satu desa terdapat beberapa kesamaan yang dimiliki mereka terutama pada sikap mental, yaitu sikap mental peisan. Sikap mental ini tidak hanya berorientasi subsistensi dan moral, tetapi mereka juga melakukan aktifitas perekonomian yang berprespektif untung-rugi atau rasional.
Dengan menggunakan pendekatan kultural dalam kerangka pendekatan kualitatif, maka penelitian terhadap sistem mata pencarian hidup peisan Melayu Jambi dengan mengamati aktifitas mereka dan juga peneliti melakukan wawancara secara mendalam terhadap beberapa informan untuk mengetahui fenomena khas tersebut dalam rangka melihat nilai-nilai kultural yang ada. Dari hasil pengamatan dan wawancara mendalam terlihat dengan jelas bahwa di desa Senaning sangat kuat memegang tradisi pelarian atau tolong menolong, kuatnya ikatan kekeluargaan dan prinsip shared poverty `berbagi kemiskinan". Prinsip ini menjadi pedoman dalam siklus kehidupan mereka, baik dalam bidang ekonomi maupun dalam aktifitas yang sifatnya sosial, seperti kenduri acara agama dan upacara-upacara lainnya.
Sistem mata pencarian hidup juga menggambarkan bahwa pertanian sawah dan kebon tidak hanya melahirkan budaya pelarian namun semakin memantapkan mentalitas subsistensi yaitu budaya ragan yang cenderung hanya pada pemenuhan kebutuhan hidup. Sementara itu budaya berguyur atau santai dan nrimo takdir merupakan implikasi dari sistem mata pencarian hidup pertanian kebon dan usaha perikanan tradisional, hal ini merupakan satu sisi dari dua mata uang nilai-nilai kultural yang terdapat pada mereka. Pada sisi lain peisan Melayu Jambi melalui sistem mata pencarian hidupnya juga memiliki sikap mental yang berorientasi komersil dan pasar. Orientasi ini terlihat jelas dalam sistem mata pencarian hidup perikanan darat yaitu keramba dan unit usaha perdagangan.
Kalkulasi yang rasional terlihat ketika peisan menanamkan modal, mengelola, memanen dan menjual ikan kerambanya. Dalam bidang perdagangan peisan melakukan hubungan dengan pasar-pasar besar dan perhitungan yang matang dalam perdagangannya khususnya perdagangan ikan keramba. Selain itu dari sistem mata pencarian hidup peisan Melayu Jambi juga melahirkan budaya celengan atau investasi. Budaya ini terlihat dalam unit usaha pertanian kebon, walaupun mereka bersifat santai, namun tersirat mereka mempersiapkan modal dihari depan, begitu juga dalam rumah tangga peisan sudah muncul kesadaran untuk menginvestasikan hasil-hasil usaha mereka dengan membeli kebon, sawah, dan ternak dan termasuk juga menyekolahkan anaknya sebagai modal hari depan. Dari rumah tangga semakin terlihat jelas bahwa masing-masing mata pencarian hidup tersebut saling menopang antara satu dan lainnya.
Dengan demikian jelaslah bahwa mentalitas peisan masih memegang teguh nilai-nilai subsistensi, tagan hidup, lamban (berguyur), Pelarian (tolong menolong), Familisme (kekeluargaan). Namun demikian Peisan sudah ada yang mengarah pada mentalitas komersil dan pasar sekalipun prosesnya berjalan secara lamban, memakan waktu yang cukup lama."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14343
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irsan
"Tulisan ini memusatkan perhatian pada perubahan mata pencaharian penduduk Bumi Agung di kawasan objek wisata Way Belerang. Hal ini dilihat dari strategi-strategi yang diciptakan dan dikembangkan oleh warga masyarakat dengan adanya pembangunan pariwisata. Mata pencaharian hidup masyarakat Bumi Agung sejak masuknya pembangunan pariwisata memperlihatkan perubahan dominan, dimana beralihnya masyarakat dari yang semua berkebun menjadi pedagang dan wiraswasta ( Data statistik Kelurahan Bumi Agung, 2004). Pembangunan pariwisata yang dimaksud di sini adalah pembangunan pariwisata di kawasan objek wisata Way Belerang yang berada di kelurahan Bumi Agung Kabupaten Lampung Selatan. Pariwisata dalam hal ini merupakan salah satu unsur pembangunan. Masuknya suatu unsur baru ke dalam masyarakat, akan membawa keadaan tidak seimbang dalam masyarakat tersebut, dalam keadaan ini Para warga masyarakat akan melakukan koreksi dengan cara memodifikasi pola-pola tradisional, atau pola yang baru diterima atau memodifikasi kedua-duanya. Penyesuaian unsur baru dalam masyarakat tersebut dapat berlangsung harmonis, adaptif dan pergeseran-pergeseran bahkan konflik (Bee, 1973). Pembangunan pariwisata merupakan sektor penting yang terus dikembangkan pemerintah dan menjadi sektor andalan dalam menunjang pembangunan. Terbukanya objek wisata di kelurahan Bumi Agung, telah membuka pintu bagi terbukanya akses daerah ini dengan dunia luar, antara lain dengan akses pariwisata, yakni dengan kunjungan pendatang atau pengunjung wisata yang semakin bertambah jumlahnya. Disamping itu juga dengan terbukanya jalan lintas sumatera, dan berkembangnya berbagai sarana transportasi, membuat hubungan mereka dengan dunia luar semakin intensif.
Penelitian ini dipengaruhi oleh pendekatan prosessual. Manusia dilihat sebagai makhluk yang aktif, kreatif dan manipulatif dalam menghadapi lingkungannya. Pendekatan ini tidak melihat perubahan secara linear melainkan melihat apa yang berubah dan yang tidak berubah, serta mekanisme dan proses yang berlangsung hingga ada hal yang berubah, ada yang tidak. Untuk melihat proses adalah pada peristiwaperistiwa yang saling berkaitan satu sama lain secara berkesinambungan (Moore dalam Winarto, 1999). Penelitian ini menggunakan metode kualitatif ( Denzin& Lincoln, 2000). T'eknik pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan, wawancara dan wawancara mendalam. Informan dalam penelitian ini berjumlah 40 orang, informan terdiri dari aparat pemerintah, tokoh masyarakat, dan masyarakat yang terkait dengan masalah penelitian.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi bukanlah perubahan total, ini menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi adalah bervariasi. Ini diperlihatkan bahwa masyarakat tidak meninggalkan sepenuhnya pekerjaan lama mereka yakni berkebun, dan menyebutnya sebagai tabungan lama, disamping mereka tetap mengembangkan jenis pekerjaan baru lainnya di kawasan wisata, ini dilihat sebagai sebuah strategi atas pilihan-pilihan yang diambil. Perubahan yang bervariasi ditunjukkan juga oleh adanya kelompok masyarakat cepat menanggapi perubahan, yang lambat dan bahkan ada yang menolak perubahan itu sendiri, meski penelitian ini tidak menfokuskan kepada penolakan terhadap perubahan tersebut, namun tidak menafikan bahwa hal itu terjadi. Kelompok masyarakat yang cepat menanggapi perubahan adalah masyarakat yang hubungannya dengan dunia luar cukup intensif dan ditunjang dengan pendidikan yang memadai. Kelompok masyarakat yang lambat menanggapi perubahan adalah kelompok masyarakat yang perlu belajar dari pengamatan dan pengalaman orang lain terlebih dahulu dengan waktu yang lama. Masyarakat yang menolak adanya perubahan adalah generasi tua, yang menolak pembangunan pariwisata yang berakibat negatif bagi kelangsungan kehidupan keagamaan dan adat setempat.
Ditunjukkan bahwa masyarakat mengadopsi pengetahuan baru dan mengkreasikannya dengan pengetahuan lokal mereka. Ini dilihat dari bagaimana mereka ietap mempertahankan pekerjaan mereka sebagai pekebun dan sementara itu mengembangkan mata pencaharian baru. Proses ini terjadi dengan cara dimana masyarakat menginterpretasi, memodifikasi, melakukan pengamatan, memperbandingkan dan belajar dari pengalaman."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14406
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yasinda Quaianvira Batangtaris
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1993
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nugroho Notosusanto
Jakarta: Centre for Armed Forces History Departement of Defence and Security, 1975
355.520 90 NUG j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: lawrence Erlbaum Associates , 2004
158.7 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Lawrence erlbaum associates, 2004
158.7 PER
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fietrysia Leonita
"Salah satu upaya untuk menghindari jatuhnya korban jiwa pada kebakaran adalah dengan melakukan evakuasi yang efektif dan aman. Namun pada saat bangunan melakukan evakuasi penuh, dapat terjadi penurunan kecepatan turun tangga yang mungkin disebabkan jauhnya jarak tempuh dan kepadatan yang akan memperlama waktu mencapai daerah aman di lantai dasar luar bangunan. Sesuai hasil penelitian Aydin Ӧzkaya [1] tentang pengaruh faktor budaya setempat pada evakuasi, untuk itu pada penelitian ini akan dipelajari karakteristik evakuasi penghuni gedung di Indonesia dan strategi evakuasi yang diharapkan dapat mempercepat waktu perjalanan (travel time) seperti strategi penempatan lif.
Penelitian dilakukan dengan metode survei dan simulasi. Dari hasil survei latihan evakuasi yang diperoleh sepertinya terlihat adanya penurunan kecepatan saat terjadi pertambahan jarak tempuh dan peningkatan kepadatan. Pada survei dengan kondisi tidak ramai, kecepatan turun tangga dari lantai 4, lantai 9, dan lantai 19 berturut-turut adalah ± 0.70 ? 0.81 m/s, ± 0.62 ? 0.75 m/s, dan ± 0.50 - 0.73 m/s. Sedangkan pada kondisi dimana terlihat adanya antrian pada lantai pengamatan atas, kecepatan yang terjadi dapat lebih rendah dari pengamatan dengan jarak tempuh yang lebih jauh namun dalam kondisi yang tidak ramai. Data kecepatan penghuni yang diperoleh dari survei sesuai dengan literatur pada SFPE Handbook. Perilaku penghuni yang sepertinya menimbulkan antrian adalah perilaku pelaku evakuasi yang berjalan bersisian dengan anggota kelompoknya.
Dari simulasi yang dilakukan, didapat hasil bahwa strategi pengaturan ruang gerak pada tangga eksit dengan pemisahan jalur antara pelaku evakuasi yang bergerak lambat dan berkelompok dengan pelaku evakuasi yang bergerak lebih cepat menghasilkan waktu perjalanan lebih cepat dari kondisi dimana pelaku evakuasi lambat berada pada jalur dalam dan luar tangga dan dari 2 strategi penempatan lif. Penambahan sarana lif secara umum sepertinya dapat mempercepat waktu perjalanan, dengan waktu perjalanan yang paling cepat didapat pada penempatan semua lif di lantai refuge tengah.
......One of the way to avoid the loss of life during building fires is by performing effective and safe evacuation. When building has to perform full evacuation, the decrease of downward speed could happen due to the increase of travel distance and density on stairs, that might caused delay to reach safety area that located outside the building on the ground floor. As sugested from Aydin Ӧzkaya [1] reseach about the influence of cultural background on evacution, therefore this paper intended to study the building occupant evacuation characteristic in Indonesia and the evacuation strategy that might improve evacuee travel time, such as elevator placement strategy.
The reseach method are survey and simulation. The result from the evacuation drill survey sugested that the increase of travel distance and density could caused the decrease of downward speed. On the survey that relatively happen in uncrowded condition, the downward speed decending from 4th floor, 9th floor, and 19th floor were ± 0.70 ? 0.81 m/s, ± 0.62 - 0.75 m/s, dan ± 0.50 - 0.73 m/s, respectively. From the survey that queues already seen in the upper observation floor, the downward speed of evacuee can be lower than downward speed of evacuee from farther travel distance, but in relatively not crowded condition. The survey result in good understanding with literature in SFPE Handbook. The behaviour of evacuee that might create queues is the evacuee behaviour that travel side by side with other member of the group.
The arrangement of space for movement in the exit stairs strategy, by separate the pathway of slow-moving evacuees (including travel in group evacuee) and fast moving evacuees, can faster the evacuees travel time. The travel time result are faster than the condition were slow-moving evacuees travel on the inside and outside part of the stairs and from 2 condition of elevator placement strategy. In general, the addition of elevator can faster the travel time. The fastest travel time resulted when all elevator positioned on refuge floor in the middle of building."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2015
T42927
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutagalung, Boy Tulus
"Untuk mengatasi kebutuhan akan perumahan yang semakin meningkat, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 1980-an telah mulai membangun Rumah Susun Sederhana (Rusuna) dengan konsep milik atau sewa. Seiring dengan semakin banyaknya persoalan dalam pengelolaan rusunami, maka mulai tahun 2001, Pemprov. DKI Jakarta hanya membangun rusunawa untuk pemenuhan hunian Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Saat ini telah terbangun sekitar 14ribu unit Rusuna yang tersebar di lima wilayah kota adminstrasi Jakarta. Dalam memenuhi kebutuhan rumah bagi MBR hasilnya terkadang tidak memberi dampak kepuasan terhadap penyewa. Beberapa kasus yang terjadi akibat lokasi rusunawa yang jauh dari kegiatan penghuni. Begitu juga kekurangan beberapa fasilitas rusunawa yang tidak dilengkapi atau dipenuhi oleh pengelola rusunawa.
Penelitian ini secara umum dilakukan untuk mengetahui bagaimana kebijakan Pemprov. DKI Jakarta dalam pembangunan rusunawa untuk pemenuhan perumahan orang miskin sedangkan secara khusus dilakukan untuk mengetahui persepsi tingkat kepuasan penghuni rusunawa terhadap 23 variabel rusunawa yang mempengaruhi kepuasan tinggal penghuni. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan kuantitatif dengan melakukan wawancara semi terstruktur dan kuisioner.
Dari hasil penelitian terungkap bahwa: Pemprov. DKI Jakarta saat ini sedang meningkatkan pembangunan rusunawa sebanyak 50 ribu unit hingga tahun 2017 dengan penyediaan anggaran pembangunan rusunawa yang maksimal, melakukan kerjasama dengan pemerintah pusat dan pihak swasta serta berbagai upaya dilakukan dalam penyediaan lahan untuk pembangunan Rusunawa. Secara keseluruhan persepsi penghuni rusunawa puas dengan layanan rusunawa yang ditunjukkan dengan nilai CSI 79%. Ada enam variabel rusunawa yang perlu ditingkatkan layanannya, yaitu: kamar mandi/toilet; layanan pengumpulan dan pengangkutan sampah; layanan listrik; pasar; sekolah dan angkutan umum.

To address the need for housing is increasing, Jakarta Provincial Government since the 1980s have begun to build simple Flats (Rusuna) with the concept of ownership or lease. Along with the many problems in the management of rusunami, starting in 2001, the provincial government. Jakarta only build residential high-rise apartments for the fulfillment of Low-Income Communities (MBR). When this has been awakened around 14ribu Rusuna units in 13 locations across five regions of Jakarta city administration. In meeting the needs of low-income homes are sometimes the result does not give effect to the tenant satisfaction. Some cases that occur due rusunawa location away from the activities of residents. So is the shortage of public housing facilities that are not equipped or met by the manager rusunawa.
This study is generally performed to determine how the provincial government policy. DKI Jakarta in the construction of public housing for the poor housing fulfillment while specifically conducted to determine the perception of the level of occupant satisfaction rusunawa rusunawa to 23 variables that affect the living occupant satisfaction. The method used in this research is qualitative and quantitative methods to conduct semi-structured interviews and questionnaires.
From the results of the study revealed that: the provincial government. Jakarta is currently increasing public housing development of 50 thousand units by 2017 with the provision of public housing development budget maximum, cooperating with the central government and the private sector as well as the efforts made in the provision of land for the construction of Rusunawa. Overall perception of the occupants rusunawa satisfied with the service rusunawa indicated by the value of 79% CSI. There are six variables that need to be improved rusunawa services, namely: bathroom / toilet; garbage collection and transportation services; electrical services; market; schools and public transit."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43278
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Masalah epidemi HIV/AIDS menjadi masalah luas
yang mencakup juga masalah ekonomi dan sosial budaya. Di
antara banyak pihak yang memberikan perhatian terhadap para
odha (orang dengan HIV/AIDS), kaum relawan yang sengaja
melibatkan diri pada LSM HIV/AIDS adalah salah satunya.
Aktifitas yang dilakukan para relawan tersebut dapat
dikatakan sebagai tingkah laku menolong. Tingkah laku
menolong ini menjadi berbeda karena beberapa tantangan yang
harus dihadapi seperti waktu yang cukup lama, tenaga, biaya
serta masih adanya stigma di masyarakat terhadap odha.
Berkaitan dengan adanya pengorbanan yang
dituntut dari para relawan, motivasi mereka menjadi penting
untuk diperhatikan mengingat motivasilah yang menjadi
penggerak suatu tingkah laku. Pengetahuan tentang motivasi
ini penting bagi usaha-usaha mempertahankan dan meningkatkan
motivasi para relawan.
Adapun bentuk-bentuk motivasi para relawan yang
diteliti dalam penelitian ini adalah motivasi yang digunakan
oleh Omoto & Snyder (1995) dalam suatu penelitian di Amerika
Serikat yaitu, Value, community concern, understanding,
personal development dan esteem enhancement.
Selain motivasi, ada faktor lain yang juga
berpengaruh terhadap tingkah laku menolong yaitu
kepribadian. Faktor kepribadian ini menjadi penting karena
kepribadian menentukan pola berespon seseorang secara
internal, mental dan emosional terhadap lingkungannya.
Dengan demikian, kepribadian ini jugalah yang berperan
terhadap motivasi. Adapun aspek-aspek kepribadian yang
diteliti pada penelitian ini adalah empathy, social
responsibility' dan nurturance. Selain bertujuan untuk
memperoleh gambaran aspek-aspek kepribadian serta motivasi
menolong para relawan, penelitian ini juga melihat hubungan antara setiap aspek kepribadian terhadap motivasi relawan.
Ternyata ditemukan bahwa aspek nurturance yang berhubungan
dengan semua jenis motivasi yang ada. Sedangkan aspek
empathy dan social responsibility berkorelasi terhadap
value dan understanding dan tidak berkorelasi dengan
community concern, personal development dan esteem
enhancement.
Salah satu hasil yang menarik dalam penelitian
ini adalah adanya perbedaan hasil antara penelitian ini
dengan penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat yaitu
mengenai faktor utama yang berperan dalam tingkah laku
menolong. Dalam banyak penelitian yang dilakukan para ahli,
faktor utama yang mendorong seseorang untuk menolong adalah
empathy. Sedangkan dalam penelitian ini yang yang lebih
mendorong seseorang untuk menolong adalah nurturance. Apakah
tingkat empathy masyarakat Indonesia lebih rendah daripada
masyarakat Amerika? Untuk menjawab pertanyaan ini tentu
diperlukan suatu penelitian khusus.
Penelitian ini dilakukan terhadap 30 orang
relawan di tiga buah LSM HIV/AIDS di Jakarta yaitu Yayasan
Pelita Ilmu, Mitra Indonesia dan Centra Mitra Muda. Adapun
alat ukur yang digunakan adalah kuesioner dengan bentuk
skala likert."
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmi Khalida
"Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh person-organization fit (P-O fit) terhadap turnover intention dengan mempertimbangkan kepuasan kerja sebagai variabel mediasi. P-O fit diukur menggunakan konsep multidimensi P-O fit yaitu supplementary fit, complementary fit, needs-supplies fit and demands-abilities fit (Piasentin, 2007); kepuasan kerja diukur dengan Michigan Organizational Assessment Questionnaire (Camman et al. 1979) dan turnover intention diukur dengan model revisi Mobley, Horner and Hollingsworth (1978). Data penelitian dikumpulkan melalui survei kuantitatif dengan sampel sebanyak 100 orang karyawan tetap di PT Bank Syariah Mandiri, yang diambil menggunakan teknik non-probability purposive sampling. Penelitian ini menggunakan analisis korelasi, regresi bertingkat dan bootstrap untuk menguji pengaruh langsung dan pengaruh mediasi di antara variabel-variabel kunci.
Hasil uji korelasi menunjukkan bahwa terdapat korelasi yang negatif dan moderat antara P-O fit dan turnover intention, korelasi yang positif dan kuat antara P-O fit dan kepuasan kerja, serta korelasi yang negatif dan moderat antara P-O fit dan turnover intention. Analisis regresi sederhana mengindikasikan bahwa P-O fit merupakan prediktor kepuasan kerja yang signifikan, serta P-O fit dan kepuasan kerja masing-masing merupakan prediktor turnover intentionyang signifikan.
Hasil Bootstrapping memberi bukti bahwa pengaruh tidak langsung P-O fit terhadap turnover intention melalui kepuasan kerja signifikan secara statistik. Sejalan dengan penelitian terdahulu, hasil analisis regresi bertingkat mengkonfirmasi bahwa kepuasan kerja memediasi hubungan P-O fit dan turnover intention sebagai mediator penuh. Dalam pembahasannya juga didiskusikan hasil dan implikasi serta rekomendasi untuk penelitian selanjutnya.
......This study aims to examine the effect of person-organization-fit (P-O fit) on employee turnover intention by considering job satisfaction as a mediating variable. Multidimensional P-O fit, namely supplementary fit, complementary fit, needs-supplies fit and demands-abilities fit (Piasentin, 2007), Michigan Organizational Assessment Questionnaire (Camman et al. 1979) and Mobley, Horner and Hollingsworth’s (1978) revised model were used to measure P-O fit, job satisfaction and turnover intention. A quantitative survey was conducted on a non-probability (purposive) sample of 100 permanent employees working at PT Bank Syariah Mandiri.
Correlation, multistage regression and bootstrap were used to test the direct and mediating relationship between key variables. The results uncovered that there was a moderate negative correlation between P-O fit and turnover intention, a strong positive correlation between P-O fit and job satisfaction, and a moderate negative correlation between job satisfaction and turnover intention. The simple regression analysis showed that P-O fit was a significant predictor of job satisfaction and both P-O fit and job satisfaction were significant predictors to turnover intention.
Bootstrapping test revealed a statistical support for the indirect effect of P-O fit on turnover intention through job satisfaction. Moreover, the results of multistage regression analysis confirmed that job satisfaction significantly mediated the relationship between P-O fit and turnover intention as a full mediator. The results and implications of the study were discussed and recommendations for future research were addressed."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
S54820
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>