Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 138 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shahabudin
Abstrak :
Dengan makin meningkatnya kebutuhan bahan bakar minyak. Kebutuhan biaya dan distribusinya menjadi sesuatu yang memberatkan bagi Pemerintah maupun Pertamina, hal ini terlihat dengan makin besarnya subsidi BBM. Undang-undang minyak dan gas bumi yang baru nomor 22 tahun 2001 memungkinkan adanya peranan perusahaan lain diluar Pertamina untuk menangani penyediaan BBM. Disamping itu dengan akan dimulainya pasar bebas AFTA yang akan dimulai pada tahun 2003, tidak dapat dihindari masuknya perusahaan global didalam pemasaran BBM di Indonesia seperti halnya yang telah terjadi di negara-negara ASEAN lainnya. Sehingga akan terjadi suatu perubahan srategi bisnis dari usaha monopolistik menjadi usaha yang dapat bersaing. Untuk mengantisipasi era pasar bebas yang tidak lama lagi akan di mulai maka perlu disiapkan langkah strategi bisnis bahan bakar minyak di Indonesia dalam menghadapi era pasar bebas mendatang. Teknik penelitian yang dilakukan adalah mempelajari faktor Internal dan eksternal yang dianalisis dengan metode SWOT melalui penelitian kondisi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman bagi Pertamina didalam bisnis bahan bakar minyak. Dari analisis SWOT tersebut dapat diketahui posisi perusahaan dan strategi yang harus diterapkan oleh perusahaan di dalam bisnis bahan bakar minyak pada era pasar bebas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perusahaan masih mempunyai kondisi internal yang kuat dan masih adanya peluang yang cukup besar di dalam bisnis bahan bakar minyak di Indonesia, meskipun ancaman yang akan di hadapi cukup besar pada era pasar bebas. Strategi yang dibutuhkan oleh perusahaan adalah strategi Intensif atau integration. Adapun strategi bisnis bahan bakar minyak yang perlu dilakukan oleh Pertamina adalah mengupayakan maksimalisasi pangsa pasar, mengembangkan kompetensi inti dalam infrastruktur distribusi bahan bakar minyak, memperkuat integrasi vertikal antara pengolahan dan pemasaran bahan bakar minyak, meningkatkan kualitas mutu bahan bakar minyak serta cost effectiveness dalam penyediaan distribusi bahan bakar minyak.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T8918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Roni Dwi Susanto
Abstrak :
Semakin pentingnya kedudukan kelapa sawit sebagai bahan baku minyak goreng dan perolehan devisa telah menyebabkan pemerintah dihadapkan pada pilihan yang sulit antara kepentingan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng sebagai salah satu bahan kebutuhan pokok atau kepentingan untuk meningkatkan perolehan devisa, melalui ekspor crude palm oil (CPO).

Mengingat bahwa industri minyak goreng sawit Indonesia sampai saat ini masih belum berjalan dengan kapasitas penuh, bahkan menurut beberapa survei hanya berkisar 50-60 persen dari kapasitas terpasang, maka kebijakan yang dilakukan pemerintah adalah meningkatkan ketersediaan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng. Untuk itu pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan, baik melalui penghapusan bea masuk maupun pengenaan pajak ekspor serta alokasi CPO kepada Badan Urusan Logistik (BULOG).

Dari gambaran intervensi pemerintah yang telah dilakukan selama ini terhadap minyak sawit Indonesia terlihat bahwa senantiasa terjadi benturan-benturan kepentingan dalam penerapan kebijakan. Dua dilema kebijakan yang dihadapi yaitu:
1. Pilihan antara pengembangan industri minyak goreng dalam negeri atau mengimpor minyak goreng dan mengekspor bahan mentah pembuatan minyak goreng (CPO) sebagai penghasil devisa;
2. Pilihan antara menggunakan instrumen minyak goreng impor atau pengaturan produksi minyak goreng dalam negeri untuk pengelolaan (stabilisasi) harga minyak goreng dalam negeri.Dilema ke dua ini langsung terkait dengan jaminan ketersediaan minyak goreng dalam negeri, dengan demikian harga minyak goreng tidak akan berfluktuasi.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran terhadap kondisi penawaran dan permintaan minyak sawit Indonesia dan pengaruhnya terhadap industri minyak goreng serta gejolak harga minyak goreng di pasar domestik. Untuk itu dalam penelitian ini diidentifikasi faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap penawaran dan permintaan minyak sawit domestik dan pengaruhnya terhadap harga minyak goreng. Disamping itu penelitian ini juga berupaya mengkaji kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan pemerintah yang pada dasarnya bertujuan untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Analisis yang digunakan meliputi analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya. Ditunjukkan bahwa apabila harga CPO domestik naik sebesar Rp. 1000,00 per ton maka harga minyak goreng sawit akan naik sebesar Rp. 2000,15 per ton. Hasil ini nyata pada tingkat kepercayaan di atas 90%. Sedangkan perubahan harga CPO di pasar internasional juga berpengaruh positif terhadap perubahan harga minyak goreng. Berdasarkan hasil regresi ditunjukkan bahwa kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar US$ 1 per ton akan menaikkan harga minyak goreng sebesar Rp. 0.42 per ton, cateris paribus.

Harga minyak goreng berhubungan negatif dengan penawaran CPO domestik. Hasil pengujian menunjukkan bahwa apabila pasokan CPO di pasar domestik meningkat maka akan dapat menurunkan harga minyak goreng sawit. Apabila penawaran CPO di pasar domestik meningkat sebesar 1 ton maka harga minyak goreng akan dapat turun sebesar Rp. 0,11 per ton, cateris paribus. Apabila pasokan CPO berkurang, maka produksi minyak goreng berkurang yang pada gilirannya menyebabkan minyak goreng di pasaran menjadi berkurang sehingga memicu kenaikan harga minyak goreng.

Bagi produsen CPO rangsangan untuk mengekspor CPO lebih menarik dibandingkan dengan kewajiban mereka dalam memenuhi kebutuhan domestik. Walaupun telah ditetapkan pajak ekspor, selama kegiatan ekspor masih memberikan keuntungan yang lebih besar daripada menjual di dalam negeri maka produsen CPO akan berusaha untuk mengekspor. Sehingga sering ditemukan ekspor CPO secara illegal. Dengan demikian catatan jumlah ekspor resmi berbeda dengan kenyataan aktual CPO yang dilarikan ke luar negeri yang cenderung lebih besar dari catatan volume ekspor. Sehingga jumlah CPO yang dipasok di dalam negeri berkurang lebih besar dari jumlah CPO yang diekspor.

Semakin meningkatnya kebutuhan minyak goreng masyarakat, maka kebutuhan CPO sebagai bahan baku industri minyak goreng juga meningkat. Dari hasil pengujian ditunjukkan bahwa apabila terjadi kenaikan permintaan bahan baku CPO untuk industri minyak goreng maka akan diikuti dengan kenaikan jumlah penawaran CPO di pasar domestik, walaupun kenaikan penawaran CPO di pasar domestik tidak sebesar permintaan CPO. Apabila permintaan CPO untuk industri minyak goreng meningkat sebanyak 10 ribu ton maka penawaran CPO domestik juga akan meningkat tetapi hanya sebesar 2,1 ribu ton, cateris paribus. Oleh karena itu untuk menutupi kesenjangan lonjakan permintaan tersebut, pemerintah seringkali harus campur tangan guna menjamin ketersediaan pasokan CPO.

Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi CPO adalah melalui pembukaan areal perkebunan kelapa sawit. Pengukuran terhadap pengaruh perubahan variabel luas areal perkebunan kelapa sawit terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa apabila terjadi pertambahan areal perkebunan kelapa sawit seluas 1000 hektar maka akan terjadi kenaikan penawaran CPO di pasar domestik sebesar 2,13 ribu ton CPO, cateris paribus. Data Ditjen Perkebunan (1998) menunjukkan bahwa dari areal perkebunan kelapa sawit seluas 2,79 juta hektar-dihasilkan 5.64 juta ton CPO atau rata-rata satu hektar perkebunan kelapa sawit menghasilkan 2.02 ton CPO.

Untuk variabel kebijakan pemerintah tentang produksi dan tata niaga minyak sawit terlihat bahwa dengan dikeluarkannya kebijakan pemerintah sejak tahun 1979 telah berhasil meningkatkan penawaran minyak sawit domestik (berpengaruh positif). Akan tetapi pengaruhnya belum dapat memberikan dampak yang berarti dalam menjamin ketersedian pasokan CPO di pasar domestik, karena dengan adanya kebijakan tersebut penawaran CPO domestik hanya meningkat sebesar 199,84 ribu ton dalam kurun waktu 19 tahun.

Ketidakefektifan kebijakan pemerintah dalam menjamin ketersediaan CPO untuk keperluan industri minyak goreng dalam negeri menyebabkan harga minyak goreng senantiasa mengalami gejolak. Kebijakan pemerintah melalui instrumen alokasi CPO dalam negeri dan alokasi CPO untuk ekspor hanya bertahan dalam jangka pendek. Disamping itu kebijakan tersebut harus dibayar cukup mahal karena dalam jangka panjang menghambat promosi ekspor dan dalam jangka pendek menurunkan perolehan devisa negara melalui ekspor CPO.

Upaya stabilisasi harga minyak goreng melalui mekanisme alokasi dan penetapan harga bahan baku dinilai banyak kalangan tidak efektif. Dapat dikemukakan beberapa faktor sebagai penyebabnya, seperti:
a. Permintaan dunia terhadap minyak sawit (CPO) terus mengalami peningkatan dan harga di pasar internasional juga meningkat cukup pesat.
b. Secara operasional mekanisme alokasi CPO produksi PTP melalui KPB (Kantor Pemasaran Bersama) tidak lagi banyak pengaruhnya pada pemenuhan kebutuhan bahan baku industri minyak goreng.
c. CPO tidak hanya digunakan oleh industri minyak goreng. Penggunaan CPO untuk bahan baku industri lain (bukan industri minyak goreng) dalam negeri juga terus meningkat. Jenis industri tersebut antara lain adalah margarin, sabun dan oleokimia.
d. Mekanisme alokasi dan penetapan harga CPO yang disertai operasi pasar minyak goreng pada saat-saat tertentu (seperti menjelang tahun baru, bulan puasa dan lebaran) menyebabkan margin keuntungan produsen minyak goreng sangat tipis.
e. Harga CPO akan cenderung tetap tinggi karena permintaan domestiknya lebih besar daripada kapasitas produksi CPO.

Dari hasil perhitungan elastisitas harga CPO internasional terhadap penawaran CPO domestik menunjukkan bahwa setiap kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1% akan menurunkan penawaran CPO domestik sebesar 0,32%.

Harga CPO internasional berpengaruh negatif terhadap penawaran CPO domestik, ditunjukkan dengan nilai dugaan parameter sebesar -0.69, yang berarti apabila terjadi kenaikan harga CPO di pasar internasional sebesar 1 dollar US maka penawaran CPO domestik akan turun sebesar 0.69 ribu ton.

Dari hasil pendugaan dapat dinyatakan bahwa permintaan CPO domestik searah dengan jumlah produksi minyak sawit. Permintaan minyak sawit domestik sangat dipengaruhi oleh tingkat produksi minyak goreng sawit walaupun tidak dapat diabaikan permintaan CPO oleh industri margarin dan sabun yang konsumsinya meningkat di atas 15% dari tahun ke tahun.

Pertumbahan jumlah penduduk dan peningkatan pendapatan per kapita, berpengaruh positif terhadap permintaan minyak sawit domestik, hal ini ditunjukkan oleh koefisien yang bertanda positif sebesar 0.003 yang berarti setiap kenaikan penduduk 1.000 orang akan meningkatkan permintaan minyak sawit domestik sebesar 3 ton. Sedangkan hasil pendugaan parameter untuk pendapatan per kapita terhadap permintaan minyak sawit domestik sebesar 0,0006 menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan pendapatan per kapita sebesar Rp. 1000 maka akan meningkatkan permintaan CPO domestik sebanyak 0,6 ton, dan sebaliknya.

Dalam jangka pendek, kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri jelas lebih buruk dalam hal perolehan devisa. Hal ini terjadi karena dalam jangka pendek, kebijakan ini bersifat sebagai subtitusi impor, sehingga akan menurunkan penerimaan ekspor. Disamping itu, kebijakan ini mungkin saja kurang efisien dalam jangka pendek karena teknologi dan manajemen industri pengelolaan pada umumnya belum dapat dikuasai dengan baik.

Namun demikian, faktor negatif kebijakan yang berorientasi pada pengembangan industri minyak goreng dalam negeri mestinya dapat diatasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong industri minyak goreng untuk terus menerus meningkatkan efisiensinya. Dalam kaitan ini, strategi yang perlu ditempuh adalah pemberian insentif dan kemudahan (proefisiensi) dalam proses produksi, bukan proteksi. Salah satu bentuk kebijakan yang bersifat proefisiensi ialah penghapusan berbagai faktor yang menimbulkan biaya ekonomi tinggi seperti perizinan usaha dan biaya-biaya non-fungsional. Bila hal ini dapat dilakukan, maka, dalam jangka panjang industri minyak goreng dalam negeri akan berubah dari industri yang bersifat subtitusi impor menjadi industri yang bersifat promosi ekspor.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2000
T7501
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syafrida
Abstrak :
Indonesia mempunyai peluang yang lebih baik untuk mendominasi pasaran ekspor minyak atsiri, sementara kemampuan SDM, ilmu pengetahuan dan teknologi yang masih rendah berdampak pada rendahnya daya saing minyak atsiri Indonesia. Oleh sebab itu diperlukan strategi pengembangan dan keunggulan kompetitif minyak atsiri Indonesia sehingga dapat meningkatkan daya saing minyak atsiri Indonesia di dunia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing minyak atsiri Indonesia di dalam perdagangan minyak atsiri dunia, faktor-faktor yang perlu diperhitungkan dalam pembuatan strategi pengembangan minyak atsiri Indonesia serta alternatif strategi pengembangan dan keunggulan kompetitif minyak atsiri Indonesia.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif yang menggambarkan secara deskriptif bagaimana daya saing minyak atsiri Indonesia di pasar dunia, bagaimana strategi pengembangan minyak atsiri nasional yang dikaitkan dengan peningkatan keunggulan daya saing minyak atsiri Indonesia serta bagaimana peran pemerintah dalam mempengaruhi daya saing minyak atsiri Indonesia. Untuk mengetahui daya saing minyak atsiri Indonesia digunakan metode RCA (Revealed Competitif Advantage) sedangkan untuk perumusan alternatif strategi digunakan metode PHA (Proses Hirarki Analitik).

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa komoditas minyak atsiri Indonesia dapat diandalkan sebagai komoditas ekspor, karena mempunyai keunggulan komparatif yang tinggi. Hal ini dibuktikan dengan nilai RCA yang lebih besar dari satu yaitu berkisar antara 1,75-3,77 pada periode 1994-1998 (Pusdatin,Dirjen Daglu Depperindag dan diolah oleh penulis).

Berdasarkan analisis PHA didapatkan bahwa faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Kondisi permintaan, Strategi, Struktur dan Persaingan industri, Kondisi faktor, Kebijakan pemerintah, Industri pendukung dan terkait (kemasan) serta Kesempatan/peluang. Pelaku yang diharapkan lebih berperan berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Industri minyak atsiri, Asosiasi, Pemerintah, Negara tujuan ekspor, Perguruan Tinggi, Lembaga keuangan/perbankan dan negara pesaing. Tujuan yang ingin dicapai berdasarkan urutan prioritasnya adalah: Pertumbuhan dan Perluasan Pasar, Peningkatan Perolehan Devisa dan Peningkatan Daya Saing. Adapun alternatif strategi yang ingin diterapkan dalam upaya peningkatan keunggulan daya saing minyak atsiri Indonesia berdasarkan urutan prioritasnya adalah : Diversifikasi produk, Pernberdayaan Pengembangan Pranata Ekspor dan Pengembangan lklim Usaha yang Kondusif.
Depok: Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Metty Murni Wati Ibrahim
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan dari thesis ini adalah untuk memperlihatkan peluang investasi pada industri perkebunan kelapa sawit. Pembahasan yang dilakukan dalam studi ini meliputi prospek perkembangan, berkaitan dengan prospek investasi termasuk proyeksi luas areal dan produksi perkebunan. Metode yang digunakan oleh penulis dalam melaksanakan studi ini adalah wawancara dan pengumpulan data melalui berbagni sumber, melakukan penelitian terhadap literatur termasuk studi kepustakaan.

Indonesia merupakan produsen minyak sawit terbesar setelah Malaysia. Malaysia menguasai 50,12% pasar dunia sedangkan Indonesia 29,51%, selebihnya Nigeria 4,10% (ketiga), Columbia 2,36% (keempat), sisanya negara-negara lain sebesar 13,91%. Indonesia diperkirakan bisa menyusul Malaysia, karena pertumbuhan rata-ratanya hanya 5,8% per tahun pada periode 1991-1996, Indonesia 12,5% per tahun pada periode yang sama. Kecilnya pertumbuhan minyak sawit Malaysia akhir-akhir ini disebabkan hampir tidak adanya lagi perluasan areal karena lahan yang sudah sangat terbatas. Dengan melihat prospek luas areal perkebunan kelapa sawit yang masih besar di Indonesia, maka peluang untuk melakukan investasi di bidang ini masih terbuka.

Mengingat konsumsi minyak sawit dunia perkapita sebesar 2,67% dan merupakan konsumsi terbesar no. 2 setelah konsumsi kedelai (3,41). Maka berarti perdagangan minyak sawit menduduki urutan kedua didalam perdagangan minyak nabati internasional. Tentunya kesempatan Indonesia untuk bersaing di dunia Internasional masih besar, maka Penulis mencoba membuat perkiraan kemampuan ekspor Indonesia.

Ditinjau dari aspek teknis prospek investasi dibidang pengembangan kelapa sawit di Indonesia cukup baik, berhubung masih tersedia lahan yang sangat luas yang cocok bagi perluasan budidaya kelapa sawit, terutama sekali di Luar Pulau Jawa antara lain Pulau Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Aspek teknologi produksi maupun pengolahannya juga tidak menjadi masalah.

Setelah dilakukan perhitungan terhadap peluang investasi dengan mengambil contoh Pola Koperasi Investor, dengan berbagal asumsi yaitu Luas Areal 10.000 ha

Harga Jual Minyak Sawit (CPO) Rp 3.500 per ton

Harga Jual Minyak Intl Sawit (PKO) Rp 1.400 per ton

Bunga Pinjaman Untuk Investor (24%) dan Koperasi (14%)

Kepemilikan saham Investor (3 5%) dan Koperasi (65%)

Maka diperoleh hasil sebagai berikut:

1. Laba tahun berjalan dicapai pada tahun ke 7

- Untuk Investor sebesar Rp 14.799.364.120 00,3%)

- Untuk Koperasi sebesar Rp 22.687.143.600 (15,7%) .

2. Proyeksi arus kas (Cash Flow) yang tenis meningkat dengan tingkat likuiditas serta solvabilitas yang cukup baik sehingga mempunyai kemampuafl untuk mengembal ¡kan hutangnya.

3. NPV yang positif baik dan sisi Investor dan Koperasi, maupun dilihat secara keseluruhan.

4. Masa pengembalian investasi (payback period) selama 10,4 tahun dihitung sejak investasi.

5. ERR secara keseluruhan (gabungan) sebesar = 26,9%

IRR untuk Investor = 27,6%

ERR untuk Koperasi = 25,7%

Dari berbagai asumsi dan analisis di atas, maka dapat Penulis simpulkan bahwa investasi proyek perkebunan kelapa sawit secara financial mempunyai prospek yang sangat baik.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nuzulul Haq
Abstrak :
ABSTRAK
Sebagai salah satu negra pengekspor migas, Indonesia sangat menggantungkan pendapatan negaranya pada komoditi ini. Rata-rata pendapatan nasional (GDP) Indonesia dari sektor minyak dan gas bumi sekitar 10%.

Perubahan harga minyak mentah dunia sangat mempengaruhi perekonomian nasional. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan adanya perkiraan harga minyak yang cukup dekat dengan realitas sehingga perekonomian dapat berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan.

Namun demikian tingginya tingkat fluktuasi harga minyak dunia akibat adanya kepentingan pihak produsen dan konsumen menyebabkan perkiraan harga minyak dimasa yang datang secara pasti sangat sulit dilakukan. Hal ini yang mendorong para praktisi perminyakan untuk melakukan hedging (lindung nilal) terhadap resiko tersebut.

Perubahan lharga minyak di masa yang akan datang perlu dicermati karena hal ini berkaitan dengan strategi hedging yang akan diterapkan.

Dalam melakukan hedging terhadap perubahan harga spot minyak kim, perlu dilakukan peramalan terhadap harga spot yang akan terjadi di masa yang akan datang. Salah satu cara untuk melakukan perkiraan harga spot tersebut dengan menggunakan salah satu model ekonometrik yaitu error correction mechanism (ECM) yang melibatkan pengetahuan mengenai kointegrasi dari suatu runtun waktu. Model ECM dari dua atau lebih runtun waktu akan memberikan gambaran atas hubungan jangka panjang dan dinamika dari runtun waktu yang dimaksud.

Dengan bantuan model ini kita dapat melakukan analisis peramalan terhadap harga spot minyak kita di masa yang akan datang sehingga pada akhirnya dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam melakukan hedging terhadap minyak nasional.

Penelitian ini merupakan studi lanjutan dan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ir Agus Mujiwinarno MM (KP/99) dimana dari penelitian tersebut diketahui bahwa dengan menggunakan vector error correction model (VECM) dihasilkan hubungan yang kuat antara harga spot minas dengan kontrak future West Texas Intermediate (WTI) terutama untuk pengiriman satu tahun kedepan (CLYR).

Dari penelitìan lanjutan ini diketahui bahwa prediksi harga spot minas dengan dasar harga kontrak future WTI untuk pengiriman 1 tahun (CLYR) tidak menghasilkan model koreksi kesalahan (ECM) yang stabil. Hasil yang berbeda dihasilkan apabila dasar prediksi yang digunakan adalah harga spot WTI (SWTJ) dimana dari hasil uji kekuatan peramalan dihasilkan bahwa tidak adanya kekuatan peramalan dapat ditolak pada tingkat kepercayaan 95%.

Dalam penelitian ini pula dihasilkan bahwa untuk memprediksi harga spot WTI dengan model ECM sebaiknya digunakan dasar harga kontrak futures untuk pengiriman 3 bulan kedepan (CLIQ).

Adapun aplikasi prcdlksi spot minas ini pada strategi hedging memperlihatkan bahwa strategi ?cross hedging? terhadap minyak minas dengan pendekatan model koreksi kesalahan (ECM) menghasiikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan strategi ?naive hedging?.

Untuk pengembangan peneitian selanjutnya perlu kiranya dibuktikan hasil penelitian ini untuk data pada kurun waktu 2000 ? 2001 sehingga dapat dilihat kehandalan dari model ini.
2001
T2463
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artono Darwanto; Sianturi, Harlyn
Abstrak :
ABSTRAK
PT Patra adalah sebuah perusahaan kontraktor bagi hasil Pertamina, yang sudah beroperasi semenjak tahun 1979 di daerah selat Malaka. Pada saat ini perusahaan ini memproduksi minyak mentah dalam jumlah rata?rata 40,000 barrel/perhari, tetapi pernah mericapai tingkat produksi tertinggi sekitar 70,000 barrel/perhari pada tahun 1988.

Untuk mendukung kelancaran operasi, perusahaan ini menggunakan empat buah gudang, di empat tempat yang terpisah, untuk menyimpan persediaan bahan baku, suku cadang, pipa, dll. Dalam kurun waktu lebih dari sepuluh tahun operasi, PT Patra telah berusaha untuk menjalankan sistem persediaan dengan sebaik mungkin, dibawah pengawasan dan pengaturan suatu bagian Inventory Control. Tetapi, dengan semakin berkembangnya perusahaan, masalah sistem persediaan ini pun menjadi semakin rumit. Pada akhir tahun 1991, nilai persediaan perusahaan ini telah mencapai US$ 12,493,979.67.

Dari hasil tanya jawab dengan berbagai pihak yang terlibat dalam sistem manajemen persediaan pada PT Patra, dan juga dengan menganalisa laporan-laporan, data-data yang ada, ternyata pengelolaan persediaan perusahaan ini masih perlu diperbaiki. Hal ini terlihat pula dari adanya keluhan?keluhan pihak pemakai barang karena terjadinya stock-out terutama untuk beberapa jenis barang yang berhubungan langsung dengan kegiatan operasi dan terjadinya penumpukkan persediaan untuk beberapa Jenis barang yang lain, seperti yang terlihat pada lampiran 5.8. permasalahan yang ada juga menyangkut sistem pemberian kode identifikasi barang yang beluin berfungsi dengan baik, serta sistem kontrol yang belum memadai.

Setelah menganalisa penyebab?Penyebab permasalahan, maka dalam karya akhir ini diberikan usulan untuk mengatasi persoalan sistem persediaan PT Patra, agar perusahaan ini dapat meningkatkan pelayanan, menurunkan resiko terjadinya penumpukafn barang, dan meningkatkan kinerja dari sistem manajemen persediaan.
1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Heny Indriastuti
Abstrak :
Perusahaan Kulim (Malaysia) Berhad akan dijadikan bahan kajian khusus dalam penulisan karya akhir ini. Kulim merupakan salah satu perusahaan asing Malaysia yang telah lama menjadi pemain di dalam pasar global industri minyak kelapa sawit. Pada saat ini Kulim juga sedang melakukan ekspansi beberapa produk turunan minyak kelapa sawit di pasar global sepcrti minyak goreng, oleochemical, sabun, dan biodiesel. Oleh karena itu diperlukan strategi-strategi dari kantor pusat Malaysia agar dapat memenangkan persaingan dalam industri minyak kelapa sawit dan produk turunannya di peringkat pasar global. Tujuan dari karya akhir ini adalah membuat analisis kecenderungan permintaan produk minyak sawit di pasar Indonesia dan pasar global serta memberi masukan kepada perusahaan mengenai strategi-strategi yang dapat diterapkan dalam melakukan ekspansi produk-produk turunan minyak kelapa sawit terutama produk Biodiesel dalam memasuki pasar global. Pertumbuhan industri-industri yang menggunakan CPO salah satunya didukung oleh meningkatnya konsumsi dalam negeri dan permintaan dari Iuar negeri. Dengan adanya ketersediaan bahan baku yang melimpah akan menjadi daya saing yang cukup tinggi di pasar internasional. Pengembangan produk turunan berupa Biodiesel cukup menjanjikan seiring dengan semakin meningkatnya harga BBM. Pada tahun 2005 penggunaan bahan bakar Biodiesel dalam pembangkit listrik di Eropa mencapai I sampai 1,5 juta Ton. Di Asia Tenggara, Malaysia dan Thailand termasuk Indonesia juga sudah memulai pengembangan Biodiesel. Sebagai perusahaan global dalam industri minyak kelapa sawit, saat ini Kulim sedang melakukan diversifikasi produk minyak kelapa sawit menjadi produk BiodieseI mengingat permintaan produk ini sedang meningkat. Untuk memenangkan persaingan dalam industri ini, Kulim dengan core competency yang dimilikinya sedang menentukan strategi yang tepat. Untuk itu Kulim hendak melakukan ekspansinya ke negara lain yaitu Indonesia untuk mengembangkan produk Biodiesel dimana di wilayah ini Kulim belum mempunyai pengalaman dalam produk Biodiesel. Strategi yang mengkombinasikan antara biaya yang murah (Lower Cost Strategy) dengan memberikan nilai lebih terhadap konsumen atas kualitas dan manfaat serta pelayanan terhadap produk Biodiesel dapat dilakukan dengan Focus Strategy. Produk Biodiesel d+ produksi dengan spesifikasi yang sama untuk tiap negara dengan menggunakan learning curve yang sudah dilakukan sebelumnya. Kulim mempunyai pengalaman memproduksi Biodiesel di Malaysia dan Singapura. Teknologi dan knowledge yang sudah dilakukan di kedua negara tersebut dapat ditransfer ke negara bare dimana pabrik Biodiesel ini akan dibangun dalam hal ini di Indonesia sehingga terjadi efisiensi penggunaan tenaga kerja dan optimalisasi penggunaan teknologi. Indonesia menjadi negara tujuan Kulim untuk mengembangkan produk Biodiesel karena Kulim mempunyai kegiatan bisnis di negara ini yaitu dalam bidang perkebunan kelapa sawit dan industri pengolahannya. Sehingga apabila Kulim membangun industri produk Biodiesel di Indonesia akan mengurangi biaya produksi karena terdapat koordinasi kegiatan dalam rantai nilai. Untuk mengembangkan produk Biodiesel di Indonesia, salah satu strategi global yang dilakukan oleh Kulim adalah transfer know how dengan menjalankan kegiatan yang terintegrasi yaitu transfer sumber daya dan transfer knowledge. Knowledge dan teknologi merupakan core competency bagi Kulim, sehingga da]ani pengembangan Biodiesel di Indonesia, Kulim melakukan transfer kedua hal tersebut. Pengembangan industri Biodiesel di Indonesia dapat dilakukan Kulim dengan mentransfer knowledge dan teknologi yang ada di Malaysia dan Singapura. Untuk memudahkan pengembangan industri ini maka Kulim dapat berpartner dengan perusahaan lokal di Indonesia untuk memudahkan dalam penyesuaian dengan budaya lokal dan memudahkan dalam pemenuhan sumber daya yang dibutuhkan terutama dalam hal tenaga kerja serta kemudahan dalam mencari local supplier. Langkah-langkah utama yang hams dilakukan Kulim dalam pengembangan produksi biodiesel di Indonesia adalah : a. Membangun pabrik biodiesel dengan kapasitas 100.000 Tonltahun b. Melakukan rekruitmen sumber daya manusia c. Untuk menyampaikan explicit knowledge dalam aktivitas produksi Biodiesel dapat dilakukan melalui intemet, training dan learning by doing. Sedangkan tacit knowledge dapat ditransfer dengan menempatkan karyawan dari kantor pusat Malaysia dan Singapura d. Merencanakan pemasaran ke pasar Kulim dan parlnemya, yang sudah ada yaitu USA dan Eropa serta potensial market di China, Asia dan South America Dengan melihat kondisi persaingan yang ada di Indonesia, saat ini merupakan waktu yang tepat bagi Kulim untuk melakukan ekspansi pengembangan industri Biodiesel di Indonesia. Akan tetapi mengingat kebijakan pemerintah Indonesia dalam industri Biodiesel belum mendukung maka sebaiknya Kulim menunda pengembangan produk ini sampai ada aturan tata niaga Biodiesel yang jelas.
Kulim (Malaysia) Berhad Ltd will be the object of particular discussion for this thesis. Kulim is one of Malaysian foreign companies and the old player in the global market of palm oil industry. In the recent time, Kulim is executing an expansion into the global market through its expanded products which are derivative products of palm oil, such as cooking oil, oleochemical, soap, and biodiesel. For that reason, it is necessary for Kulim's head office in Malaysia to develop strategies in order to win the global market in this industry. The objectives of this study are: a) to make analysis on the tendency of demand in palm oil products, both in Indonesia and global markets; b) to give suggestions to Kulim management, particularly in applicable strategies for expansion of sawit coconut derivative products, especially biodiesel products, into global market. The growth of the industries that use Crude Palm Oil (CPO) is supported by the increase of domestic consumption and of overseas demand. Moreover, abundant availability of its raw materials becomes another good point for its high competitiveness in the international market. Due to the raising of the fuel (Bahan Bakar Minyak/BBM) price, the development of the derivative products such as biodiesel is reasonably promising. For instance, consumption of biodiesel for electricity power generation in Europe was more than 1.5 million ton in 2005. The biodiesel has also been developed in South-East Asia, namely in Malaysia, Thailand and Indonesia. Considering the increasing demand of biodiesel, Kulim, as a global company, is diversifying its sawit coconut product into biodiesel. Therefore, Kulim -- by its core competency --- now is figuring proper strategies to win the competition in this industry. For that purpose, Kulim plans to expand its company to Indonesia in order to develop biodiesel product in the region where Kulim does not have any experiences yet in the term of biodesel production. A strategy combining fewer expenses (Lower Cost Strategy) and providing more benefits to consumers through the quality, benefits, and the service in biodiesel product, can be done by so-called Focus Strategy_ In addition, biodiesel products are being produced with the same specification for every country which is using the previous learning curve. So far, Kulim has experiences in producing biodiesel in Malaysia and Singapore. Therefore, for the efficiency of labors and the optimal use of technology, the established technology and knowledge which have been implementing in those countries will be transferred to the new region where the biodiesel factory is going to be built, in this case is in Indonesia. Indonesia is being the target area for Kulim to develop biodiesel product since in this state, Kulim has businesses on sawit coconut plantation and its processing industry. The idea is that if Kulim is likely to take part into biodiesel product's industry in Indonesia, then it will reduce the production cost as there is activity coordination in the chain of the value. Additionally, to develop biodiesel products in Indonesia, one of global strategy that is conducted by Kulim is know-how transferring, by running an integrated activity such as human resource and knowledge transferring. Owning knowledge and technologies are Kulim's core competencies, so that in the biodiesel development in Indonesia, these two competencies are being transferred by Kulim. Furthermore, the development of biodiesel industry in Indonesia is able to be executed by Kulim through transferring the established knowledge and technology in Malaysia and Singapore. To facilitate that purpose, Kulim can have partnerships with local companies in Indonesia with the aims to facilitating the adjustment to local culture; and to facilitate the accomplishment of necessary resources such as labors and flexibility in seeking for local suppliers. Therefore, to develop biodiesel production in Indonesia, it is necessary for Kulim to carry out major points, as follow: a. To build biodiesel factory which capacity is 100.000 ton per year; b. To recruit human resources; c. To state the explicit knowledge of biodiesel production activity, which is able to deliver via the internet and trainings; while tacit knowledge can be transferred by settling employees from Malaysia and Singapore head offices; d. To plan marketing into both Kulim's and its partners' markets; which are USA and Europe; and also some potential markets in China, Asia, and South America. In this time represent the right time for Kulim to develop industry of Biodiesel in Indonesia. However considering governmental policy of Indonesia in industry of Biodiesel not yet supported hence better Kulim delay this product development until there is clear commercial Biodiesel.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T19778
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurtina Muktiarti
Abstrak :
Baja karbon rendah merupakan salah satu bahan yang banyak digunakan di industri oil dan gas, industri kimia, industri makanan dan lain-lain. Baja karbon rendah memiliki keuntungan, yaitu murah dan memiliki sifat mekanikal yang bagus, namun, memiliki kekurangan, yaitu mudah terkorosi jika tidak dipersiapkan dengan benar. Salah satu upaya untuk mencegah timbulnya korosi adalah menggunakan cat dan inhibitor korosi. Imidazolin merupakan salah satu inhibitor korosi organik yang efektif mencegah korosi. Imidazolin dapat disintesis dengan menggunakan asam lemak dan amina. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis turunan imidazolin dari soybean oil fatty acid (SOFA) dan dietilentriamin (DETA) serta aplikasinya sebagai inhibitor korosi pada cat yang berbasis alkid. Cat yang beredar saat ini masih menggunakan inhibitor anorganik yaitu seng fosfat yang memiliki kelemahan menurunkan tingkat kilap serta menurunkan transparansi cat. Pada penelitian ini berhasil mensintesis turunan imidazolin dari soybean oil fatty acid yang ditunjukkan dari hasil FT-IR dan H-NMR. Analisa sifat korosi SOFA/DETA Imidazolin merupakan inhibitor katodik. SOFA/DETA imidazolin 0,09 g pada larutan uji 5% NaCl, mampu menghasilkan efisiensi inhibisi sebesar 72,42% dan laju korosi 1,67 mpy pada baja karbon rendah. Campuran antara cat alkid dan SOFA/DETA Imidazolin 1% mampu menghasilkan efisiensi inhibisi 99,25% dan laju korosi 0,04 mpy. ......Mild steel is one of raw material that use in oil and gas industries, chemical, food industries, etc. Mild steel has advantages cheap and good mechanical properties, while a weakness is easy to corroded if wrong treatment. The way to prevent corrosion is use coating and corrosion inhibitor. Imidazoline is one of effective organic corrosion inhibitor. Synthesis imidazoline can use fatty acid and amine. In this research will syhthesis imidazoline from soybean oil fatty acid and applied it to alkyd coating. General coating still use zinc phospate as anorganic inhibitor that has a weakness decrease of gloss and decrease transparency. In this research, synthesis imidazoline from soybean oil fatty acid that showed from FT-IR and H-NMR was succesfull. Corrosion analyzation of SOFA/ DETA Imidazoline showed that it catodic inbibitor. 0.09 gram SOFA/DETA Imidazoline on 5% NaCl give result inhibition efficiency 72.42% and corrosion rate 1.67 mpy on mild steel. Alkyd coating with 1% SOFA/DETA Imidazoline give result inhibition efficiency 99.25% and corrosion rate 0.04 mpy
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
T55031
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Agustin
Abstrak :
Dalam rangka meningkatkan daya saing industri nasional, Pemerintah menetapkan kebijakan untuk mengembangkan industri hilir kelapa sawit yang salah satu klaster prioritasnya berlokasi di Provinsi Kalimantan Timur. Terkait hal tersebut diperlukan penelitian mengenai dampak pengembangan industri pengolahan kelapa sawit terhadap perekonomian Provinsi Kalimantan Timur. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metodologi Input - Output dengan simulasi investasi pada industri pengolahan kelapa sawit. Sektor kelapa sawit merupakan salah satu sektor kunci pada Provinsi Kalimantan Timur dan memiliki angka pengganda output sebesar 1,324568, angka pengganda pendapatan biasa sebesar 0,283317 dan pengganda pendapatan Tipe I sebesar 1,262833. Sedangkan angka pengganda lapangan kerja biasa dari sektor tersebut adalah 0,0000510 dan angka pengganda lapangan kerja Tipe I sebesar 1.1629549. Dengan suntikan investasi pada industri pengolahan kelapa sawit sebesar Rp2,3 trilyun berdampak pada peningkatan output sebesar 0,89%, pada peningkatan pendapatan sebesar 0,72% dan pada peningkatan lapangan kerja sebesar 4,63%. Dampak peningkatan output, pendapatan dan lapangan kerja tersebut tidak terlalu besar diperkirakan karena masih lemahnya kaitan antar industri pengolahan tersebut dan dikarenakan sebagian besar produk CPO langsung diekspor ke luar wilayah dan belum diolah lebih lanjut pada industri lainnya.
In order to improve national industries competitiveness, Government has establishes a policy to develop palm oil industries with its prioritized cluster in East Kalimantan Province. This policy equals to East Kalimantan vision to be the leading centre of agro industry supported by the availability of palm oil. Therefore, research about impact analysis of palm oil industries towards East Kalimantan?s economy is needed. Research is done by using Input ? Output Analysis, by identifying key sectors, calculating multiplier impact, and exercising the simulation of investment on palm oil industries.The palm plantation sector is one of the key sectors and it has output multiplier in amount of 1,324568, its regular income multiplier is 0,283317and its Type I income multiplier is 1,262833. Meanwhile, its regular employment opportunity multiplier is 0,0000510and its Type I employment opportunity multiplier is 1,1629549. With 2,3trillion rupiahs investment, the output multiplier increases by 0,89%, the income multiplier increases by 0,72%, and employment opportunity increases by 4,63%. This insignificant impact is happened presumably because the weak linkage between palm oil industries and because the majority of CPO production are going straight to be exported without being processed further in domestic industries.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T36857
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Indriyani
Abstrak :
Ekspor minyak kelapa sawit merupakan komoditas penyumbang devisa terbesar di beberapa negara ASEAN Salah satu risiko yang melekat erat dengan perdagangan ekspor adalah exchange rate Risiko spesifik tersebut terdiri dari country specific risk yang sistematik dan firm specific risk yang non sistematik Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh firm specific risk terhadap exchange rate exposure perusahaan sub sektor kelapa sawit di kawasan ASEAN Penelitian ini mengamati aktivitas hedging yang dilakukan perusahaan sub sektor kelapa sawit sejak Januari 2003 sampai Desember 2012 Model yang digunakan adalah ordinary least square dengan meregresikan 25 sampel perusahaan sub sektor kelapa sawit Data yang digunakan berasal dari Datastream Thomson Reuters Eikon dan data World Bank Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil analisis regresi linier beberapa faktor firm specific berpengaruh secara signifikan terhadap exchange rate exposure Faktor faktor determinan dari firm specific yang bernilai signifikan terdiri dari market value growth dan likuiditas serta country specific risk Kata Kunci firm specific risk exchange rate exposure kelapa sawit.
Export of palm oil is one of the largest foreign exchange reserve earner commodity in some ASEAN countries One of the risks that are inherent to export trading is the exchange rate These risks consist of systematic country specific risk and firm specific risk that non systematic This study aims to determine the influence of firm specific risk to the exchange rate exposure of palm oil sub sector in the ASEAN region The study looked at hedging activity by company sub sector of palm oil from January 2003 to December 2012 The model used is ordinary least squre with 25 samples The data used are from Datastream Thomson Reuters Eikon and data from World Bank The results showed that the coefficient of correlation and multiple linear regression analysis of firm specific factors significantly influence to exchange rate exposure Determinant of firm specific that significant value consists of market value growth and liquidity then country specific risk Keywords firm specific exchange rate exposure palm oil.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>