Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Retno Gitawati
"Household storage of pharmaceutical is world-widely practice, including in
Indonesia. The purpose of this study was to obtain the pattern of medicine
storage, the sources and reasons of medicine kept in households. A cross-
sectional survey was conducted on October 2011, involving 250 adult
household respondents, randomly selected from three subdistricts in North
Jakarta, and have approved the written consents, and interviewed with
structured questionnaire. Data were performed in univariate and bivariate
analysis with chi square test. The majority of household (82%) stored drugs
at home; analgesic-antipyretic nonsteroidal anti-inflammatory was the type
of drugs kept by mostly (76.1%) of household. Out of 1001 stored drugs for-
mulation encountered, about 31% were ethical drugs, mostly (64.8%) ob-
tained from authorized pharmacies, purchased without prescription (71.9%),
kept for future use (37.6%), and were leftover medicines (31.6%). Among
the leftovers, 39.2% were ethical drugs including anti infective agents
(31.5%). The leftover ethical medicines and anti infective agents could be
indicated as inappropriate storage of pharmaceuticals and may lead to drug
related problems.
Penyimpanan obat di rumah tangga banyak dilakukan oleh masyarakat, na-
mun tidak banyak informasi bagaimana obat disimpan dan digunakan oleh
rumah tangga di Indonesia. Penelitian ini bertujuan memperoleh data pola
obat di rumah tangga, sumber mendapatkannya, dan alasan obat disimpan.
Survei potong-lintang dilakukan pada Oktober 2011, melibatkan secara
acak 250 responden rumah tangga dewasa dari tiga kecamatan di Jakarta
Utara yang dipilih purposif dan bersedia diwawancarai dengan menan-
datangani informed consent. Kuesioner terstruktur digunakan untuk mem-
peroleh data obat. Dilakukan analisis data univariat dan bivariat dengan uji
kai kuadrat. Mayoritas responden (82%) menyimpan obat, dengan jenis
obat terbanyak analgesik-antipiretik dan anti-inflamasi nonsteroid (76,1%).
Dari 1001 produk obat yang disimpan, 31% adalah obat etikal. Sebagian
besar obat tersebut (64,8%) diperoleh dari apotek, dibeli tanpa resep dok-
ter (71,9%), dan sengaja disimpan untuk persediaan jika sakit (37,6%) ser-
ta merupakan obat sisa resep (31,6%). Diantara obat sisa resep, sejumlah
39,2% adalah obat etikal, diantaranya termasuk anti-infeksi (31,5%).
Adanya penyimpanan obat sisa resep berupa obat etikal dan anti-infeksi
menggambarkan penyimpanan obat yang irasional dan dapat memicu
masalah terkait obat termasuk risiko terjadinya medication error."
Pusat Teknologi Terapan Kesehatan dan Epidemiologi Klinik Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, 2014
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Selma
"Masih banyak ditemukan resep obat antituberkulosis anak dengan kombinasi beberapa obat dalam racikan puyer yang tidak sesuai standar program pemberantasan tuberkulosis (TB) paru Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Studi ini bertujuan untuk mengetahui situasi dan permasalahan berhubungan praktik peresepan puyer sebagai obat anti tuberkulosis (OAT).
Pada periode Mei hingga Desember tahun 2009, penelitian diawali dengan pengukuran persentase peracikan OAT dalam bentuk puyer, dilanjutkan dengan penelitian kualitatif eksploratif. Data dikumpulkan dari rumah sakit, puskesmas, apotek dan dinas kesehatan di Jakarta, Bandung, Medan, dan Makassar. Pada tiap fasilitas kesehatan, 30 sampel resep pengobatan diambil untuk pasien tuberkulosis anak usia 1 _ 12 tahun. Kemudian dilakukan wawancara mendalam terhadap dokter anak, apoteker, keluarga pasien, dan pegawai dinas kesehatan yang terkait. Penelitian menemukan persentase peracikan OAT adalah 25% untuk campuran rifampicin dan isoniazid, dan 18% untuk campuran rifampicin, isoniazid, dan pyrazinamid.
Semua informan menyadari bahwa praktik peracikan puyer tergolong pengobatan yang irasional, tetapi situasi yang mereka hadapi membuat mereka terus meresepkan dan membuat peracikan puyer. Ketersediaan fixed dose combination (FDC) yang rendah untuk OAT serta harga yang mahal menjadi alasan utama. Pemerintah dan organisasi profesi perlu meningkatkan pembinaan secara terus menerus kepada tenaga kesehatan berhubungan serta meningkatkan akses masyarakat terhadap FDC untuk tuberkulosis anak.

There are still many practices of treating sick children with a mixture of several medicines for children suffering from tuberculosis, called it "puyer". It is not following the standard from Ministry of Health. This study explored the complex situation dealing with the practice of compounded medicines.
It was innitially by assessment the percentage of "puyer" prescription, and followed by the qualitative study, from May to December 2009. Data were collected from hospitals, primary health cares and pharmacies in Jakarta, Bandung, Medan, and Makassar. From every health cares facilities, 30 prescriptions were collected for children age 1 to 12 years old. Then, we conducted in-depth interviews with pediatricians, pharmacist, patients? families and health officers about ?puyer? prescription for children. The prevalence of prescription consists of ?puyer? for children were 25% for isoniazid and rifampicin and 18% for isoniazid, pyrazinamid, and rifampicin.
All informants knew ?puyer? prescription is irrational, because the complex situation they faced they continued to give ?puyer? to patients. Low availability and high price of fixed doses combination (FDC) are main reasons. The government and association of doctors/pharmacist should enforce discipline to their member to obey therapy standard. The government should improve access to FDC medicines for children suffering tuberculosis.
"
Pusat Humaniora Kebijakan Kesehatan dan Pemberdayaan Masyarakat Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library