Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 44 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"[Besar pembukaan mulut dapat digunakan untuk menilai fungsi sendi temporomandibula. Ukuran besar pembukaan mulut bervariasi, namun di Indonesia belum ada data mengenai rata-rata besar pembukaan mulut. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui rata-rata besar pembukaan mulut masyarakat Indonesia dan menganalisis hubungannya dengan jenis kelamin dan tinggi badan. Penelitian dilakukan dengan metode potong lintang pada 182 subjek berusia 17–22 tahun dari mahasiswa Universitas Indonesia. Hasil uji analisis t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan yang signifikan antara rata-rata besar pembukaan mulut wanita dan laki-laki (p<0.05), dengan rata-rata laki-laki (44.84.9mm) lebih besar dibandingkan wanita (37.64.9mm). Hasil uji analisis ANOVA menunjukkan perbedaan yang signifikan pada rata-rata besar pembukaan mulut antar kelompok tinggi badan (p<0.05). Oleh karena itu, terdapat hubungan antara besar pembukaan mulut dengan jenis kelamin dan tinggi badan, Mouth opening can be used for assessing the function of temporomandibular joint. The average of mouth opening data differs in various population and the aim of this study is to investigate the mean of normal mouth opening in Indonesian population and to analyze the difference in between gender and height groups. Cross sectional study was conducted on 182 subjects aged 17 – 22 from Universitas Indonesia. Independent t test showed significant differences between male and female (p<0.05), with male (44.84.9mm) significantly higher than female (37.64.9mm). One way ANOVA test also showed significant difference between the higher and lower height groups (p<0.05). Thus, mean mouth opening differ significantly in between gender and height groups]"
[, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia], 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laura Susanti
Jakarta: UI-Press, 2008
PGB 0268
UI - Pidato  Universitas Indonesia Library
cover
Wendy Agus Wirawan
"ABSTRAK
Pada saat menyanyi, setiap penyanyi memiliki kebiasaan atau ciri tertentu, misalnya
duduk, memiringkan kepala ke satu sisi, dll yang dapat disebabkan karena rasa
nyaman atau karena ada gangguan. Kebiasaan atau ciri menyanyi yang disebabkan
adanya gangguan dapat mengakibatkan perubahan pada postur kranioservikal
sehingga terjadi hiperaktifitas otot-otot mastikasi yang dapat merupakan salah satu
etiologi terjadinya gangguan sendi temporomandibula. Gangguan sendi
temporomandibula atau temporomandibular disorder (TMD) merupakan hal yang
sering dijumpai di masyarakat. Etiologi TMD bersifat multifaktorial antara lain postur
kranioservikal yang kurang baik, gangguan otot, dll. Penelitian ini bertujuan
menganalisis hubungan antara postur kranioservikal dan durasi menyanyi pada
penyanyi terhadap terjadinya TMD. Desain penelitian adalah analitik observasional
case-control terhadap 40 penyanyi yang mengalami keluhan TMD. Diagnosis TMD
ditegakkan dengan Research Diagnostic Criteria for Temporomandibular Disorders
(RDC), sedangkan analisis postur kranioservikal digunakan radiografi sefalometri
untuk memperoleh sudut NSL/OPT. Dengani RDC, 24 penyanyi termasuk dalam
kategori TMD, dan 16 penyanyi non TMD. Hasil penelitian menunjukkan tidak
terdapat perbedaan postur kranioservikal antara penyanyi dengan TMD dan non
TMD dengan nilai p = 0,084. Namun terdapat hubungan yang bermakna antara
durasi menyanyi dan TMD pada penyanyi dengan nilai p = 0,000. Semakin panjang
durasi menyanyi dalam satu hari, semakin besar kemungkinan penyanyi mengalami
gangguan sendi temporomandibula.

ABSTRACT
While singing, every singer has a different style, like singing while sitting, singing
while tilting head to one side, etc. These behaviors, whether caused by habit or
discomfort, may change craniocervical posture, which then may trigger mastication
muscles hyperactivity. This is one possible etiology for temporomandibular disorder.
Temporomandibular Disorder (TMD) is a common disorder caused by a variety of
factors such as bad craniocervical posture, or muscle disorder, etc. The purpose of
this study was to analyze the relationships among TMD, craniocervical posture, and
duration of singing. This observational case-control study was done with 40 singers
with TMD symptoms. TMD was diagnosed based on Research Diagnostic Criteria for
Temporomandibular Disorders (RDC). Radiographic cephalometry was taken for
craniocervical posture analysis of NSL/OPT angle. By RDC, the singers were
classified to 24 singers with TMD and 16 singers without TMD. This study found no
difference for craniocervical posture in singers with TMD and without TMD (p =
0,084). However, there was a significant relationship between duration of singing
and TMD (p = 0,000). The longer the duration of singing in a day, the bigger the
likelihood to develop TMD."
2013
T34998
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nandya Wintasari
"ABSTRAK
Latar Belakang: Inklinasi eminensia artikularis merupakan struktur yang paling cepat mengalami degenerasi akibat beban oklusi yang berat. Perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri lebih banyak ditemui pada individu dengan Temporomandibular disorders TMD . Jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism juga dapat mempengaruhi perbedaan inklinasi eminensia artikularis. Sehingga, perlu diteliti hubungan antara diagnosis TMD, jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Tujuan: Menganalisis hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Metode: Desain penelitian potong lintang dengan penegakan diagnosis melalui pemeriksaan DC-TMD, serta foto radiograf transkranial pada 70 subjek 14 pria, 56 wanita , usia 20 tahun ke atas. Uji One-way ANOVA digunakan untuk menganalisis hubungan diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri. Uji t tidak berpasangan digunakan untuk menganalisis pengaruh jenis kelamin, usia, oklusi, kehilangan gigi dan sleep bruxism terhadap perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Uji chi-square digunakan untuk menganalisis hubungan antara jenis kelamin, usia, kondisi oklusi, kehilangan gigi dan kebiasaan sleep bruxism terhadap diagnosis TMD. Uji multivariat regresi logistik digunakan untuk menentukan faktor yang berpengaruh terhadap perbedaan inklinasi eminensia kanan dan kiri.Hasil: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri p=0,001 . Dengan hasil post hoc bermakna pada kelompok gangguan sendi p=0,042 dan gangguan kombinasi p=0,000 . Jenis kelamin dan usia mempengaruhi diagnosis TMD p=0,009 dan p=0,029 . Uji multivariat menunjukkan bahwa variabel diagnosis TMD merupakan variabel yang paling berpengaruh dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri.Kesimpulan: Terdapat hubungan antara diagnosis TMD dengan perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri. Diagnosis TMD dengan gangguan intra artikular dan otot mempunyai risiko terjadinya perbedaan inklinasi eminensia artikularis kanan dan kiri sebesar 9,75 kali dibandingkan TMD dengan gangguan otot.Kata kunci: perbedaan eminensia artikularis, inklinasi, TMD, transkranial

ABSTRACT
Background Articular eminence is the most rapidly degenerating structure due to heavy occlusion loads. Asymmetrical articular eminence is more common in individuals with Temporomandibular disorders TMD . It is also associated with gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism. Therefore, further research is required to analyze the relationship between TMD diagnoses, gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism with asymmetrical articular eminence.Objective To analyze the association between TMD diagnoses and asymmetrical articular eminence.Method This research implemented a cross sectional study in diagnosis process using DC TMD protocol and transcranial radiographs of 70 subjects 14 male, 56 female aged 20 years and older. One way ANOVA was used to determine the association between TMD diagnoses to asymmetrical articular eminence. Independent t test was used to determine the association between gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism to asymmetrical articular eminence. Chi square test was used to determine the influence of gender, age, occlusion, missing tooth teeth and sleep bruxism in association to TMD diagnoses. Logistic regression multivariate test was used to determine which factors are the most influential to asymmetrical articular eminence.Result TMD diagnoses had a significant association with asymmetrical articular eminence p 0,001 . Post hoc result showed significant values in intra articular disorder p 0,042 , and combination disorder p 0,000 . Gender and age were associated with TMD diagnoses p 0,009 and p 0,029 . Based on multivariate test, TMD diagnoses was the most influential factor to asymmetrical articular eminence, with OR value of 9,75 for intraarticular disorder and OR value of 4,13 for muscle disorder.Conclusion TMD diagnoses were significantly associated with asymmetrical articular eminence. TMD with intraarticular and muscle disorder is 9,75 times more likely to cause asymmetrical articular eminence compared to TMD with muscle disorder. Keywords asymmetrical articular eminence, inclination, TMD, transcranial"
Depok: 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sariyani Pancasari Audry Arifin
"Latar Belakang: Perubahan degeneratif pada TMJ dapat menyebabkan perubahan morfologi kondilus mandibula. Salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan degeneratif TMJ yaitu kehilangan gigi posterior yang tidak diganti. Modalitas CBCT memberikan gambar multiplanar bidang aksial, sagital dan koronal sehingga mempermudah visualisasi TMJ secara menyeluruh, sehingga CBCT dapat menjadi modalitas alternatif untuk mengevaluasi keadaan TMJ terutama morfologi kondilus. Penelitian ini dilakukan untuk meneliti perubahan morfologi kondilus mandibula pada evaluasi CBCT yang berhubungan dengan jumlah kehilangan gigi posterior, kelompok usia dan jenis kelamin. Tujuan: Mengetahui hubungan perubahan morfologi kondilus mandibula berdasarkan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dengan kelompok usia 55 – 70 tahun pada evaluasi CBCT. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian retrospektif analitik cross sectional. Pengumpulan sampel dilakukan menggunakan metode Non-Probability Sampling dengan teknik Purposive Sampling dan didapatkan sebanyak 70 sampel volume data CBCT. Rekonstruksi dilakukan menggunakan Software CS Imaging Patient Browser 7.0.23 dan CS 3D Imaging v3.8.7. Carestream Health Inc. Kondilus mandibula dibedakan antara sisi kanan dan kiri, hasil rekonstruksi diambil dari potongan sagital dan koronal anteroposterior. Pengamatan dilakukan dua orang, sebanyak dua kali dalam jangka waktu berbeda dan jarak waktu dua minggu. Uji reliabilitas hasil pengamatan dilakukan menggunakan Uji Cohen’s Kappa dan hasil uji intraobserver dan intraobserver menunjukan angka 0.814 – 1.000 yang termasuk dalam kategori almost perfect agreement. Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara perubahan morfologi kondilus mandibula dengan jumlah kehilangan gigi posterior pada kelompok usia 30 – 45 tahun dan kelompok usia 55 – 70 tahun dalam bentuk erosi, flattening, dan sklerosis (p= <0.005). Pada variabel jenis kelamin tidak ditemukan hubungan yang bermakna (p= >0.005). Kesimpulan: Dari keseluruhan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin banyak jumlah kehilangan gigi dan semakin bertambahnya usia, memiliki hubungan dan dapat menyebabkan terjadinya perubahan morfologi kondilus mandibula.

Background: Degenerative changes in the TMJ can lead to changes in the morphology of the mandibular condyle. One of the factors that affect degenerative changes in the TMJ is the loss of posterior teeth that are not replaced. CBCT modality provides multiplanar images in axial, sagittal, and coronal planes making it easier to visualize the TMJ thoroughly, therefore CBCT can be an alternative modality to evaluate the TMJ condition, specifically the morphology of the condyles. This study aimed to examine the morphological changes of the mandibular condyle on CBCT evaluation with the number of missing posterior teeth, age group, and gender. Objective: To determine the relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle based on the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years. Methods: This study is a cross-sectional analytic retrospective study. Sample collection was carried out using the Non-Probability Sampling method with the Purposive Sampling technique. Reconstruction was performed using CS Imaging Patient Browser 7.0.23 and CS 3D Imaging v3.8.7 Software from Carestream Health Inc. The mandibular condyle was divided into right and left, and the results of the reconstruction were taken from the sagittal and coronal anteroposterior sections. Observations were made by two people, two times in different periods with an interval of two weeks. The reliability test from the observations using Cohen's Kappa test and the results showed almost perfect agreement category with Kappa value 0.814 - 1.000. Results: There was a significant relationship between changes in the morphology of the mandibular condyle in the form of erosion, flattening, and sclerosis with the number of missing posterior teeth in the age group 30-45 years and the age group 55-70 years (p = <0.005). In the gender variable, there was no significant relationship with changes in the morphology of the condyle (p = > 0.005). Conclusion: It can be concluded that the greater number of missing teeth and the older the subject gets has relationship with and can cause changes in the morphology of the mandibular condyle."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Satrio Prabowo
"ABSTRAK
Latar Belakang: Proses penuaan dapat menyebabkan perubahan fisiologis pada jaringan gigi dan mulut, termasuk fungsi pada sendi temporomandibula. Mastikasi merupakan salah satu fungsi sistem stomagtonati yang dapat dipengaruhi oleh gangguan sendi temporomandibula (Temporomandibula Disorders). Tujuan: Menganalisis hubungan antara gangguan sendi temporomandibula terhadap kemampuan mastikasi, serta menganalisis pengaruh faktor sosiodemografi terhadap gangguan sendi temporomandibula dan kemampuan mastikasi. Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional pada 100 pasien Puskesmas Kecamatan Kramat Jati berusia 60 tahun ke atas. Dilakukan pencatatan diri responden, pemeriksaan klinis intraoral, dan wawancara menggunakan kuesioner kemampuan mastikasi dan ID-TMD. Hasil penelitian: Gangguan sendi temporomandibula memiliki hubungan (p < 0,05) terhadap kemampuan mastikasi. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, tetapi tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin, tingkat pendidikan dan status ekonomi dengan gangguan sendi temporomandibula. Terdapat hubungan antara usia, tingkat pendidikan, dan status ekonomi dengan kemampuan mastikasi, tetapi tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kemampuan mastikasi. Kesimpulan: Terdapat pengaruh gangguan sendi temporomandibula terhadap kemampuan mastikasi pada lansia.

ABSTRACT
Background: Aging process involve physiological changes in the teeth and mouth tissues, including temporomandibular joint function. Mastication is one of the main functions of the stomatognathic system that may be affected by temporomandibular disorders. Objectives: To analyze the relationship between temporomandibular disorder towards masticatory ability, to analyze sociodemographic factors (age, gender, educational level, and economic status) towards temporomandibular disorder and masticatory ability. Methods: Cross-sectional study was conducted on 100 patients of Puskesmas Kramat Jati aged 60 years and over. Subject's data and oral examination were obtained, and interview for masticatory ability and ID-TMD were conducted. Results: There was correlation (p < 0.05) between temporomandibular disorder towards masticatory ability. There was correlation between age towards temporomandibular disorder, but there was no correlation between gender, educational level and economic status towards temporomandibular disorder. There was correlation between age, educational level, and economic status towards masticatory ability, but there was no correlation between gender towards masticatory ability. Conclusion: This study shows that temporomandibular disorders negatively influence masticatory ability in elderly."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cahya Adriani Putri
"[Salah satu gejala TMD dapat berupa keterbatasan gerak mandibula yang antara lain dapat dilihat melalui besar pembukaan mulut. Telah terdapat penelitian tentang besar pembukaan mulut di negara lain, tetapi belum pernah dilakukan di Indonesia. Penelitian dilakukan untuk melihat hubungan besar pembukaan mulut dengan TMD di Indonesia. Penelitian menggunakan metode potong lintang pada 223 mahasiswa UI berusia 17-22 tahun. Subjek mengisi kuesioner Indeks Diagnostik-TMD dan diukur besar pembukaan mulutnya. Hasil uji t tidak berpasangan menunjukkan perbedaan bermakna pada rata-rata besar pembukaan mulut subjek TMD dan non-TMD (p=0,005). Ditemukan hubungan antara besar pembukaan mulut dengan Temporomandibular Disorders di Indonesia.;One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia, One of the symptoms of Temporomandibular Disorders (TMD) is limitation of mandibular movement that is reflected in mouth opening. Study of measurement of mouth opening has not been done in Indonesia. The aim of this study was to analyze the relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia. Cross-sectional study was performed towards 223 UI students aged 17-22. Firstly, subjects had to fill the TMD-Diagnostic Index questionnaire, then mouth opening was measured. Independent t-test showed significant difference between width of mouth opening in TMD and non-TMD subjects (p=0,005). There was a relationship between width of mouth opening and TMD in Indonesia]"
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lulus Puji Inanda
"Latar belakang: Prevalensi burnout syndrome ditemukan tinggi pada mahasiswa. Hal ini dapat dipengaruhi oleh prestasi akademik, status sosioekonomi, faktor budaya, dan rumpun ilmu. Tingkat burnout syndrome yang tinggi pada mahasiswa terutama mahasiswa tingkat akhir, dapat meningkatkan risiko terjadinya gangguan sendi rahang. Tujuan: Mengetahui hubungan burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang pada mahasiswa sarjana Universitas Indonesia Angkatan 2019, serta mengetahui hubungan antara prestasi akademik, status sosioekonomi, faktor budaya, dan rumpun ilmu terhadap burnout syndrome dan gangguan sendi rahang pada mahasiswa sarjana Universitas Indonesia Angkatan 2019. Metode: Studi dengan desain cross-sectional berupa kuesioner online, disebarkan pada bulan November 2022 kepada mahasiswa Universitas Indonesia dengan jumlah 134 responden. Burnout syndrome diukur menggunakan kuesioner MBI-SS dan gangguan sendi rahang menggunakan kuesioner TMD-DI. Hasil Penelitian: Uji Fisher exact menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p<0,05) burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang, uji kendall menunjukkan korelasi positif lemah antara burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang. Uji chi square menunjukkan adanya perbedaan bermakna antara prestasi akademik dengan burnout syndrome (p<0,05), uji kendall menunjukkan korelasi negatif lemah antara prestasi akademik dengan burnout syndrome. Namun tidak terdapat perbedaan bermakna antara prestasi akademik dengan gangguan sendi rahang, serta status sosioekonomi, faktor budaya, dan rumpun ilmu dengan burnout syndrome dan gangguan sendi rahang . Kesimpulan: Terdapat hubungan antara burnout syndrome terhadap gangguan sendi rahang. Terdapat hubungan antara prestasi akademik terhadap burnout syndrome. Namun tidak terdapat hubungan antara prestasi akademik terhadap gangguan sendi rahang, serta status sosioekonomi keluarga, faktor budaya, dan rumpun ilmu terhadap burnout syndrome dan gangguan sendi rahang

Background: The prevalence of burnout syndrome is found to be high in university students. This can be influenced by academic achievement, socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups. The high rate of burnout syndrome in university students, especially final year students, can increase the risk of developing temporomandibular disorder. Objective: This study aims to find out the relationship between burnout syndrome and temporomandibular disorder in fourth year undergraduate students at the University of Indonesia, and to determine the relationship between academic achievement, socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups with burnout syndrome and temporomandibular disorders in fourth year undergraduate students at the University of Indonesia. Methods: A cross-sectional study using an online questionnaire of 134 students from the University of Indonesia was distributed in November 2022. Burnout syndrome was measured using the MBI-SS questionnaire and temporomandibular disorders using the TMD-DI questionnaire. Results: The Fisher exact test showed a significant difference between burnout syndrome and temporomandibular disorder (p<0.05). The Kendall test showed a weak positive correlation between burnout syndrome and temporomandibular disorders. The chi-square test showed that there was a statistically significant difference between burnout syndrome based on academic achievement (p<0.05). The Kendall test showed a weak negative correlation between academic achievement and burnout syndrome. However, there is no statistically significant difference between temporomandibular disorders based on academic achievement, as well as burnout syndrome and temporomandibular disorder based on socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups. Conclusion: There is a relationship between burnout syndrome and temporomandibular disorders, as well as burnout syndrome and academic achievement. However, there is no relationship between temporomandibular disorder based on academic achievement, as well as burnout syndrome and temporomandibular disorders based on family socioeconomic status, cultural factors, and knowledge groups."
Depok: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
David Su
"Latar Belakang: SARS-CoV-2 menyebabkan pandemi COVID-19 yang telah menyebar di seluruh dunia termasuk Indonesia. Pandemi membuat masyarakat umum menderita masalah psikologis, salah satunya adalah kecemasan. Kecemasan dapat terjadi sebagai akibat dari pembatasan sosial serta paparan media yang berlebihan. Kecemasan sendiri merupakan salah satu
Tujuan: Menganalisis hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek dan menganalisis hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dan gangguan sendi temporomandibula di masa
Metode: Desain penelitian ini adalah potong lintang pada 421 masyarakat Jabodetabek. Partisipan mengisi kuesioner Coronavirus Anxiety Scale bahasa Indonesia untuk mengukur kecemasan terhadap SARS-CoV-2 serta Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula. Pengambilan data dilakukan secara daring melalui google form pada bulan November 2021 hingga Desember 2021.
Hasil Penelitian: Uji Chi-Square menunjukkan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 tidak memiliki hubungan bermakna dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek (p=0.151). Uji Chi-Square juga menunjukkan hubungan yang tidak bermakna antara usia dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=1) serta jenis kelamin dengan tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 (p=0.719). Uji Chi-Square menunjukkan hubungan yang bermakna antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.008), namun tidak pada hubungan antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula (p=0.137).
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara tingkat kecemasan terhadap SARS-CoV-2 dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Tidak terdapat hubungan antara faktor sosiodemografi (usia dan jenis kelamin) dengan kecemasan terhadap SARS-CoV-2 di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek. Terdapat hubungan antara usia dengan gangguan sendi temporomandibula, namun tidak antara jenis kelamin dengan gangguan sendi temporomandibula di masa pandemi COVID-19 pada masyarakat Jabodetabek.

Background: SARS-CoV-2 causes the COVID-19 pandemic which has spread throughout the world, including Indonesia. The pandemic makes the general public suffer from psychological problems, one of which is anxiety. Anxiety can occur as a result of social impact as well as excessive media exposure. Anxiety is one of many risk factors for temporomandibular joint disorders.
Objective: This study aims to analyze the association between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population and analyzing the association between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 as well as temporomandibular joint disorders in the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
Methods: Cross-sectional study was conducted to 421 Jabodetabek population. Participant filled out the Indonesian Coronavirus Anxiety Scale questionnaire to assess the anxiety levels against SARS-CoV-2 and the Indeks Diagnostik Temporomandibular Disorder to assess the temporomandibular joint disorder. Data were collected online via google form in November 2021 until December 2021.
Result: The Chi-Square test showed that the anxiety levels against SARS-CoV-2 did not have a significant association with temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population (p=0.151). The Chi-Square test also showed a non-significant association between age and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=1) as well as gender and anxiety levels against SARS-CoV-2 (p=0.719). The Chi-Square test showed a significant association between age and temporomandibular joint disorders (p=0.008), but not on the association between gender and temporomandibular joint disorders (p=0.137).
Conclusion: There was no association found between anxiety levels against SARS-CoV-2 and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek Population. There was no association found between sociodemographic factors (age and gender) and anxiety levels against SARS-CoV-2 during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population. There was an association found between age and temporomandibular joint disorders, however no association was found between gender and temporomandibular joint disorders during the COVID-19 pandemic in the Jabodetabek population.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Delphia Aisyah Kristiyady
"Latar Belakang: Gangguan sendi temporomandibula memiliki etiologi yang kompleks dan multifaktorial, salah satunya adalah stres. Pada masa pandemi COVID-19 stres mahasiswa meningkat karena adanya perubahan sistem pembelajaran dari tatap muka menjadi daring. Penelitian mengenai hubungan stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula belum pernah dikaji sebelumnya.
Tujuan: Mengetahui hubungan antara stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula, mengetahui hubungan gangguan sendi temporomandibula dengan jenis kelamin selama pembelajaran daring, dan mengetahui hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan durasi, dan frekuensi pembelajaran daring.
Metode: Desain penelitian ini adalah penelitian potong lintang yang dilakukan pada 351 mahasiswa Universitas Indonesia. Partisipan penelitian diberikan dua buah kuesioner, yaitu Perceived Stress Scale (PSS) versi bahasa Indonesia untuk mengukur stres dan Temporomandibular Disorders Diagnostic Index (TMD-DI) untuk mengukur gangguan sendi temporomandibula.
Hasil Penelitian: Uji Mann-Whitney menunjukkan terdapat hubungan antara stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula (p<0.05). Uji Chi-square menunjukkan tidak terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan jenis kelamin selama pembelajaran daring (p>0.05). Uji Chi-square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara gangguan sendi temporomandibula dengan durasi dan frekuensi pembelajaran daring (p>0.05).
Kesimpulan: Terdapat hubungan antara stres mahasiswa selama pembelajaran daring dengan gangguan sendi temporomandibula.

Background: Temporomandibular disorders has complex and multifactorial etiology, particularly stress. During pandemic COVID-19 student stress has increased by changes in learning system from face-to-face into e-learning. The study to analyze the relationship between student stress during e-learning and temporomandibular disorders never been conducted.
Objectives: This study aimed to assess the relationship of student stress during e-learning and temporomandibular disorders, analyze the relationship between temporomandibular disorders and gender during e-learning, and analyze the relationship between temporomandibular disorders with duration and frequency of e-learning.
Methods: The number of 351 students of Universitas Indonesia participated in this cross- sectional study. Each participant is given two questionnaires. Perceived Stress Scale (PSS) Indonesian version to assess stress and TMD-DI to assess temporomandibular disorders.
Result: The Mann-Whitney test showed there was a relationship between student stress during e-learning learning and temporomandibular disorders (p<0.05). Chi- square test showed there was no relationship between temporomandibular disorders and gender during e-learning (p>0.05). Chi-square test showed there was no relationship between temporomandibular disorders with duration and frequency of e-learning (p> 0.05).
Conclusions: There was a relationship between student stress during e-learning and temporomandibular disorders.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5   >>