Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 15 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Fathurin Zen
Abstrak :
Munculnya pemerintahan Habibie pada pertengahan tahun 1998 mengakibatkan terpencarnya pusat-pusat kekuatan politik massa yang selama orde Soeharto terpusat hanya pada Golkar. Kondisi yang mirip tahun 1950-an ini telah meneguhkan ingatan kita akan munculnya kekuatan-kekuatan yang berbasis pada paham "primordialisme". Salah satu kekuatan massa Islam yang selama ini eksis adalah warga NU (nahdhiyin). Kesepakatan para ulama NU pada tahun 1984 di Situbondo untuk mengembalikan organisasi ini kepada "khittah 1926" yang menyatakan bahwa NU bukanlah organisasi politik dan sekaligus mempersilahkan warganya untuk bersikap netral dan bebas masuk ke partai politik manapun membuat warga NU `kebingungan' untuk menyalurkan aspirasi politik pada Pemilu demokratis tahun 1999 yang telah dirancang oleh Pemerintahan Habibie. Atas dasar itulah, beberapa pengurus PBNU dan para politisi NU yang selama ini dipinggirkan oleh PPP, seperti Matori Abdul Jalil, dengan dukungan Abdurrahaman Wahid yang saat itu menjabat Ketua Umum PBNU mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Partai ini merupakan jendela' (window) yang digunakan oleh para elit politik NU yang memiliki keinginan untuk menjawab kehendak warganya di satu sisi disamping keinginan mereka sendiri untuk terjun langsung ke dalam kancah perpolitikan Indonesia. Munculnya PKB yang mewakili kelompok Islam tradisionalis dan secara historis sangat `dekat' dengan kelompok nasionalis sekuler, membuat golongan Islam modernis terpaksa mengencangkan barisan dengan membentuk "poros tengah". Pertentangan dan manuver politik antara ketiga kelompok kekuatan massa - kaum nasionalis, tradisionalis, dan modernis - melawan kekuatan lama Partai Golkar dalam perebutan kekuasaan telah menjadikan peristiwa ini sebagai komoditas politik para peliput berita. Mereka melakukan liputan dan suguhan berita-berita mengenai hal itu berdasarkan sudut pandang dan kepentingan masing-masing. Tesis ini menganalisis berita-berita mengenai NU dari empat surat kabar (Republika, Duta Masyarakat Baru, Kompas, dan Media Indonesia) tentang komunikasi dan konflik politik yang dilakukan tokoh NU - terutama Gus Dur -- dan para tokoh dari ketiga kekuatan lainnya dalam perebutan kekuasaan menjelang SU MPR 1999. Ada empat item berita yang diambil dari masing-masing surat kabar tersebut (jumlah seluruhnya 16 item berita). Dua berita mewakili komunikasi dan persuasi politik, yakni berita tentang Istighotsah dan Doa Politik Warga MI dan Pertemuan Ciganjur sebagai Persuasi Politik. Sedangkan dua berita lainnya mewakili konflik politik yakni berita tentang wacana Kepemimpinan Wanita dalam Perspektif Islam dan konflik Perebutan Sisa Kursi hasil Stambuss Accord pada Pemilu 1999. Perspektif konstruksionisme Berger yang dipakai dalam memandang berita-berita mengenai NU dengan framing analysis model Pan dan Kosicki diharapkan mampu melihat "realitas simbolik" tentang `pergulatan politik' diatas yang secara tidak langsung juga akan berpengaruh bagi pencitraan masing-masing organisasi yang dibawahinya. Tentu saja pilihan angle berita dan penggalan kalimat yang sengaja dikemas oleh media sangat ditentukan oleh gagasan para wartawan, praktek-praktek wacana dan terutama ideologi organisasi media itu sendiri. Ideologi pada tesis ini diartikan sebagai sekumpulan sistem ide dalam pengertiannya yang juga termasuk pengertian yang oleh Gramsci disebut `ideology organic' yang bersifat historis dan diperlukan dalam kondisi sosial tertentu. Kuatriya `hegemoni ideologi' media dominan dalam menciptakan realitas simbolik mengakibatkan munculnya `hegemoni tandingan' (counter hegemony) yang memberikan ruang publik bagi kelompok atau media yang dirugikan dan dipinggirkan untuk memberikan `konsep tandingan' sebagai alternatif ideology. Dengan demikian, realitas social yang dikonstruksi tidak bersifat tunggal melainkan muncul sebagai "realitas yang beragam" (multiple reality).
2001
T10455
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tjipta Lesmana
Abstrak :
Konflik pemilik dan pengelola di. Rumah Sakit Husada dianalisis untuk mendapatkan jawaban terhadap pertanyaan (a) mengapa terjadi konflik, (b) bagaimana konflik meningkat, (c) apa dampak konflik dan (d) bagaimana konflik diselesaikan. Dengan menggunakan metoda penelitian kualitatif, 17 informan di rumah sakit diwawancarai secara mendalam. Informan dibagi dalam dua kelompok. Kelompok pertama mewakili pelaku utama dalam konflik, yaitu Perkumpulan sebagai pemilik rumah sakit, Direktur sebagai pengelola dan Badan Pembina. Kelompok kedua mewakili masyarakat rumah sakit, yaitu dokter, perawat dan staf-manajemen. Hal ini untuk memenuhi prinsip triangulasi sumber. Kedua kelompok informan dibagi lagi dalam dua subkelompok, masing-masing mewakili pihak pro-Perkumpulan dan pro-Direktur. Keberpihakan informan didasarkan atas observasi peneliti, kemudian dibandingkan dengan pendapat atasannya langsung. Semua data dianalisis dengan menggunakan teknik constant comparative analysis. Direktur melihat konflik sebagai akibat dari intervensi Perkumpulan terhadap manajemen rumah sakit serta perilaku oknum-oknum Perkumpulan yang didorong oleh motivasi untuk mencari keuntungan di rumah sakt. Perkumpulan melihat konflik disebabkan oleh ambisi Direktur untuk berkuasa terus. Konflik meningkat sejak kehadiran Badan Pembina yang dituduh telah diperalat Direktur untuk mewujudkan ambisinya, kemudian memuncak karena Direktur melalui Badan Pembina hendak membubarkan Perkumpulan dan membentuk perkumpulan baru. Serta, konflik hanya bisa diakhiri dengan pemberhentian Direktur. Pendapat dominan informan kelompok kedua mendukung pendapat Perkumpulan, termasuk mereka yang pro-Direktur. Mengenai dampak konflik, informan umumnya percaya bahwa konflik telah menurunkan BOR dan kualitas pelayanan kesehatan. Namun, dari sisi positif konflik telah menimbulkan kesadaran pentingnya menciptakan sistem hubungan kerja yang transparan antara Perkumpulan dan Direktur, suatu faktor yang diyakini ikut melahirkan situasi konflik oleh informan kedua kelompok.
Analysis of Owner and Management Conflict at Husada HospitalThis research was designed to determine cause and effect on conflict of owner and management at Husada hospital. Four research questions were formulated: (a) why conflict, (b) how conflict is escalated, (c) how conflict affects hospital performance and (d) how conflict is resolved. Conflict is defined as incompatible behavior between parties whose interests differ. Specifically, the parties involved in the conflict under study were Husada Foundation (Perkumpulan Husada) and hospital Director. A qualitative research design was set-up. Using in-depth interviews technique, seventeen hospital informants were asked to answer the four basic questions. They were divided into two groups, representing respectively those directly involved in the conflict and hospital society consisting of medical doctors, nurses and management staff. Each group, for purpose of validating data, was again sub-divided into two units, each representing pro-owner and pro-management side. Data was analyzed using constant comparative analysis technique. Persistent intervention by the Foundation on hospital management and self-interest oriented behavior by some Foundation members were seen by the Director as the prune causes of conflict. On the other hand the Foundation Was of the opinion that conflict was inevitable due to Director's obsession to grip his power longer. The set-up of Board of Trustees (Badan Pembina/Dewan Penyantun) had contributed to conflict escalation. The Board, established in compliance with the decree of Director General of Medical Services of the Ministry of Health issued in 1996, was misused as a mere vehicle of the Director to substantiate his ambition. Manifest conflict was erupted when the Board of Trustees was heading to dissolve the Foundation and replaced it by a new similar one. Dismissing the Director was seen as the only alternative to end the conflict. The view was overwhelmingly supported by the majority of the informants in the second group. Decrease on BOR (bed occupancy rate) and quality of health services provided by the hospital were regarded as the prime effects resulted from the conflict. On the positive side, however, conflict had raised commitment by some members of the Foundation to design a clear job description for the hospital Director.
Depok: Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Soraya Syafrida
Abstrak :
Tesis ini membahas mengenai benturan kepentingan atas rangkapnya kedudukan organ perseroan yang berakibat ketidakefektifan di dalam melakukan fungsi pengawasan,sehingga tidak terdapat kontrol atas tindakan pendiri yang menjadi pemegang saham. Pendiri. Akan terbuka kemungkinan melakukan aktivitas menyimpang yang merugikan Perseroan. Penulis berfokus pada kemungkinan terjadinya perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemegang saham,mayoritas yang merangkap sebagai direksi yang memanfaatkan pengalihan kekayaan perseroan untuk kepentingan pribadi atau penyalahgunaan kekayaan perseroan. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis-normatif yang dilakukan dengan cara mengkaji dan menganalisa konsep hukum yang berkaitan dengan isu hukum yang diteliti, khususnya yang berkaitan dengan hukum Perseroan terbatas, benturan kepentingan atas organ Perseroan yang rangkap, dan peranan notaris dalam membuat akta pendirian dan penyusunan Anggaran Dasar Perseroan. Hasil penelitian menyarankan bahwa perlu dilakukan reformasi hukum perusahaan agar pembuat undang-undang dalam hal ini legislative, dapat membuat pengaturan mengenai penerapan prinsip piercing the corporate veil yang tegas dalam UU PT khususnya mengenai pelaksanaan penjatuhan sanksi terhadap rangkap jabatan organ perseroan yang melakukan transaksi yang mengandung benturan kepentingan yang mengakibatkan kerugian, sehingga tidak perlu menunggu putusan pengadilan sebagai penyelesaiannya.
This thesis discusses a conflict of interest over the dual position of the company's organs which can cause an ineffectiveness in carrying out the supervisory function, so that there is no control over the actions of the founder who becomes a shareholder. Founder. It will be open to the possibility of conducting deviant activities that harm the Company. The author focuses on the possibility of unlawful acts committed by shareholders, the majority of which are concurrently as directors who utilize the transfer of company assets for personal gain or misuse of the company's wealth. The research method used in this paper is juridical-normative conducted by reviewing and analyzing legal concepts relating to the legal issues under study, especially those relating to the law of limited liability companies, conflicts of interest over multiple organs of the Company, and the role of notaries in making deeds establishment and preparation of the Company's Articles of Association. The results of the study suggest that legal reform needs to be done so that lawmakers in this legislative matter can make arrangements regarding the application of the principle of piercing the corporate veil that is firm in the PT Law specifically regarding the imposition of sanctions on multiple positions of corporate organs that carry out transactions containing collision interests that result in losses, so there is no need to wait for court decisions as a solution.
Depok: Universitas Indonesia, 2018
T52113
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizqan Qadri
Abstrak :
Hampir setiap ada permasalahan, mahasiswa sering mengedepankan fisik dalam upaya menyelesaikannya, Tawuran antar mahasiswa terkait dengan kurang matangnya kerangka berpikir seorang mahasiswa. Dalam mengatasi persoalan yang dialami temannya, mahasiswa sering kali tidak mau berpikir logis dan jernih dan sering mengedepankan emosi yang mengatasnamakan kesetiakawanan. Penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya konflik antar mahasiswa dan peran Pemerintah Daerah dan pimpinan Perguruan Tinggi dalam menangani konflik antar mahasiswa di Universitas Negeri Makassar dalam menangani konflik antar mahasiswa. Metode penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui pendekatan deskriptif analisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya konflik antar mahasiswa di Universitas Negeri Makassar yaitu Dendam, Doktrin Senior dan Solidaritas. Dalam penanganan konflik mahasiswa, peran Pemerintah Daerah dan pimpinan Perguruan Tinggi masih lemah dalam hal pengawasan aktivitas mahasiswa baik di kampus maupun di asrama-asrama mahasiswa, selain itu kurang optimalnya kinerja forum-forum pemerintah yang dibentuk untuk mendeteksi dini potensi konflik. Untuk itu dibutuhkan koordinasi antar pimpinan maupun stakeholder dalam upaya penanganan konflik antar mahasiswa di Universitas Negeri Makassar. ...... Almost every problem, students often put forward in an effort to resolve physical, brawl between students associated with less frame of a student matures. In addressing the problems experienced by his friends, students often do not want to think logically and clearly and often put forward in the name of solidarity emotions. This research was conducted to know the cause factors of the conflict among university students and the role of local government and head of university in handling the conflict among students in state university of Makassar. This research was conducted by using qualitative method through descriptive analytic approach. The result of the study showed that the cause factors of the conflict among students in state university of Makassar are vengeance, senior doctrine and solidarity. The role of local government and head of university are still weak in supervising students? activities inside the university or student dormitories. Moreover, government forum which supposed to work as early conflict detection did not work optimally.
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bismar Arianto
Abstrak :
Studi ini mengkaji aspek pelaksanaan desentralisasi yang memicu terjadinya konflik. Kasus yang diteliti pengelolaan labuh jangkar di Provinsi Kepulauan Riau tahun 2017-2022. Permasalahan pokok dalam kajian ini ; mengapa terjadi konflik kewenangan antara Pemprov Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat dalam pengelolaan labuh jangkar sepanjang tahun 2017-2022; dan bagaimana relasi pemerintah pusat dengan pengusaha pada saat terjadi konflik tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan studi kasus tunggal terjalin (embeded). Dua teori utama yang digunakan untuk menganalisis permasalahan penelitian ini yaitu desentralisasi dan resentralisasi yang didukung oleh teori konflik politik dan resolusi konflik. Teori kedua yang digunakan yaitu teori rent seeking. Konflik antara Pemprov Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat disebabkan oleh saling klaim, tumpang tindih regulasi, perebutan sumber daya yang memiliki nilai ekonomi dan perbedaan kepentingan di antara pihak yang berkonflik. Posisi pemerintah pusat sangat kuat dalam konflik ini, ditandai dengan pemungutan uang labuh jangkar masih dilakukan oleh Kementerian Perhubungan dan BP Batam. Di sisi lain terjadinya proses deotonomisasi/resentralisasi pada masa reformasi. Proses ini dilakukan secara legal formal dengan mengubah UU pemerintahan daerah. Kebijakan deotonomisasi/ resentralisasi semakin memperlemah bargaining power pemerintah daerah. Kegagalan daerah dalam konflik ini karena secara historis dan yuridis pemerintah pusat lebih dahulu melakukan pemungutan jasa labuh, serta faktor psiko hirarki Gubernur adalah wakil pemerintah pusat di daerah. Kelemahan lain adalah terbatasnya keterlibatan dan dukungan publik dalam eskalasi konflik ini, sehingga yang dominan berkonflik hanya antara Pemprov Kepulauan Riau dengan pemerintah pusat. Penelitian ini menemukan lima model rent seeking yang terbangun dalam relasi pemerintah pusat dengan pengusaha labuh jangkar. Resolusi konflik dilakukan dengan cara pembagian sumber daya dan salah satu pihak mengubah prioritas tuntutan. Faktor anggaran pembangunan dan kompensasi bisnis pengelolaan labuh jangkar menjadi faktor yang dominan dalam proses negosiasi dan membangun resolusi konflik. Penelitian ini berkontribusi menjelaskan deotonomisasi di Indonesia dalam konteks desentralisasi dan resentralisasi. Studi ini berkontribusi menambahkan putaran desentralisasi di Indonesia memasuki fase ketujuh yaitu deotonomisasi/resentralisasi. Kontribusi teoritis pada teori rent seeking adalah menambah model rent seeking yang dikemukan oleh Ross dengan model keempat yaitu rent previlege. ......This study investigates the decentralization-related aspects that lead to disputes between the central government and the Riau Archipelago province government. The main issues in this study are, first, why was there a conflict in terms of authority between the Riau Province government and the central government in the ship anchor management in the archipelagic provincial waters during 2017–2022, and second, how the central government's relationship was with the business owners during this time. This research used a qualitative approach with a single embedded case study. To investigate the challenges of this research, two primary theories are used: decentralization and re-centralization, which are supported by the theory of political conflict and conflict resolution paired with the rent-seeking theory. The dispute is characterized by reciprocal claims, overlapping regulations, competition for economically valuable resources, and competing interests between both sides. However, the Ministry of Transportation and BP Batam has been collecting anchor fees over the years, referring to a quite strong central government position in this conflict. On the other hand, there was a process of deautonomization and centralization during the reform period. This process was carried out legally and formally by amending the local government law, which decreased the local government's bargaining power The province government's failure in the dispute is attributable to the fact that historically and legally, the central government has gathered anchoring services beforehand, in addition to the psycho-hierarchical factor of the governor being the subject of the central government's representation. Another problem is the lack of public engagement and support in the dispute escalation, eventually exposing dominant conflicting parties between governments. This research identified five rent-seeking models that emerged due to the interplay between the central government and anchor firms. Conflict resolution is achieved by sharing resources and shifting the priority order of demands. The development budget and business compensation for anchor management are the primary determinants of the negotiation process and dispute resolution. This study helps to understand de-autonomy in Indonesia in the context of decentralization and re-centralization. This study adds to Indonesia approaching the seventh phase of decentralization, namely de-autonomy or re-centralization. The theoretical addition to the notion of rent-seeking is to supplement Ross's rent-seeking model with a fourth model, known as rent privilege.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Aliansyah
Abstrak :
Pemegang saham minoritas sering kali menjadi pihak yang dirugikan dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Bapepam telah mengeluarkan Peraturan Nomor IX.E.1 tentang Benturan Kepentingan sebagai suatu bentuk perlindungan hukum bagi para pemegang saham minoritas. Pokok permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini adalah bagaimanakah pengaturan mengenai proses penawaran umum terbatas dengan HMETD yang dilakukan dalam rangka konversi utang menjadi saham, perlindungan hukum terhadap pemegang saham minoritas dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan, dan prosedur RUPS Independen yang dilakukan oleh PT Central Proteinaprima Tbk. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menemukan bahwa PT Central Proteinprima Tbk dalam proses RUPS Independen telah terbukti melanggar ketentuan yang berlaku mengenai benturan kepentingan dan tidak sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance. Kesimpulan yang didapat adalah pengaturan mengenai HMETD terdapat dalam Pasal 82 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Tentang Pasal Modal, Peraturan Bapepam Nomor IX.D.1, IX.D.2, IX.D.3 dan IX.D.4; perlindungan hukum dalam transaksi benturan kepentingan terdapat dalam Undang-Undang Tentang Perseroan Terbatas, Undang-Undang Pasar Modal, dan Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 dan melalui penerapan prinsip Good Corporate Governance oleh perusahaan pelanggaran yang dilakukan oleh PT Central Proteinaprima Tbk, mengakibatkan RUPS Independen tidak sah, namun penawaran umum terbatas yang telah dilaksanakan tetap berlaku. ......Minority shareholders are regularly disadvantaged in the transaction containing conflict of interest. Bapepam has enacted Rule Number IX.E.1 regarding Conflict of Interest as a form of legal protection to the minority shareholders. Main issues discussed in this research are how the regulation rules on the process of limited public Offering conducted with the Rights Issue in order to debt to equity swap transaction, legal protection to the minority shareholders in a transaction that contains a conflict of interest, and procedures performed by the Independent Shareholders of PT Central ProteinaprimaTbk. This thesis is using the method of normative juridical research on its research and is a qualitative descriptive research. The research found that PT Central Proteinprima Tbk, during the process of Independent General Meeting of Shareholders, has been proven to violate the applicable provisions regarding conflicts of interest and not in accordance with the principles of Good Corporate Governance. The conclusion is the regulation of rights issues contained in Article 82 paragraph (1) and (2) Capital Market Law, Bapepam Rule Number IX.D.1, IX.D.2, IX.D.3 and IX.D .4; legal protection on the conflict of interest transactions contained in the Law On Limited Liability Company, Capital Market Law and Bapepam Rule Number IX.E.1 and through the application of principles of good corporate governance by the company; violations committed by PT Central Proteinaprima Corporation, giving a result that the Independent General Meeting of Shareholders is not lawful, but limited public offerings which have been executed still remain valid.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1183
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ricko Nofriansah
Abstrak :
Multikulturalisme mendambakan tatanan masyarakat yang berbeda-beda identitas serta harmonis di dalam berbagai perbedaan tersebut. Akan tetapi, dalam sukacita perbedaan ini, masih terdapat konflik yang terjadi di berbagai kelompok masyarakat di dunia. Salah satu kasusnya yaitu fenomena konflik di Papua. Konflik panjang yang terjadi di Papua ini telah berlangsung sejak integrasi Papua ke dalam bagian Republik Indonesia sampai saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara filosofis dan memberikan pemaknaan terhadap konflik di Papua dengan menggunakan pemikiran Charles Taylor, salah satu filsuf yang memberikan banyak sumbangan pemikiran bagi multikulturalisme. Menurutnya, esensi atau inti yang paling dalam dari wacana multikulturalisme adalah perjuangan untuk mendapatkan pengakuan (rekognisi). Politik rekognisi mendorong masyarakat untuk memperjuangkan lahirnya tindakan untuk mempertahankan identitas yang unik di tengah perbedaan identitas dan budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, tinjauan kepustakaan melalui pendekatan analisis kritis. Berdasarkan tinjauan kepustakaan, disimpulkan bahwa konflik di Papua dilatarbelakangi oleh tiga diskursus, yaitu diskursus identitas, kekuasaan dan kebebasan yang berimplikasi terhadap terjadinya tindak kekerasan. Langkah dan kebijakan negara dalam penyelesaian konflik di Papua menjadi catatan penting dalam penelitian ini, utamanya agar selaras dengan semangat multikulturalisme di Indonesia. ......Multiculturalism craves a different and harmonious social order within these differences. However, in the joy of this difference, there are still conflicts that occur in various groups of people in the world. One case is the phenomenon of conflict in Papua. This long conflict in Papua has been ongoing since the integration of Papua into parts of the Republic of Indonesia to the present. This study aims to analyze philosophically and give meaning to the conflict in Papua by using the ideas of Charles Taylor, one of the philosophers who made many contributions to multiculturalism. According to him, the essence or the deepest core of multiculturalism discourse is the struggle for recognition (recognition). The politics of recognition encourages people to fight for the birth of actions to maintain a unique identity amid differences in identity and culture. The research method used is a qualitative method, literature review through a critical analysis approach. Based on a literature review, it was concluded that the conflict in Papua was motivated by three discourses, namely the discourse on identity, power and freedom that had implications for violence. The steps and policies of the state in resolving conflict in Papua are important notes in this study, especially in order to be in harmony with the spirit of multiculturalism in Indonesia.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2020
MK-Pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Endah Yuniningsih
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini berjudul Konflik Wilayah Tapal Batas antar Kabupaten di Provinsi Bengkulu (studi Kasus Kabupaten Rejang Lebong – Kabupaten Kepahiang). Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini meliputi: (1) faktor penyebab terjadinya konflik wilayah tapal batas antara kabupaten Rejang Lebong dengan Kabupaten Kepahiang, (2) dampak-dampak yang ditimbulkan dari terjadinya konflik tersebut terhadap ketahanan nasional. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis faktor-faktor penyebab konflik wilayah tapal batas antara kabupaten Rejang lebong dengan kabupaten Kepahiang, dampak-dampak yang ditimbulkan dari terjadinya konflik tersebut terhadap ketahanan nasional. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dengan sifat penelitian deskriptif analitik. Sejak implementasi otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab, batas antar daerah menjadi hal yang sangat penting dan menjadi perhatian daerah. Arti penting batas daerah berkaitan dengan batas kewenangan daerah yang kemudian berimplikasi pada kewenangan pengelolaan sumber-sumber daya di daerah. Konflik antar daerah di Indonesia sering terjadi berkaitan dengan penetapan batas antar daerah. Faktor penyebabnya berdimensi banyak serta saling berkaitan faktor yang satu dengan yang lainnya. Faktor tersebut meliputi: faktor-faktor yang bersifat struktural, Faktor perebutan sumber daya dan potensi daerah, Faktor kepentingan terhadap eksistensi Teritorial daerah, dan Faktor Kepentingan Elit Politik dan Antagoisme Kekuasaan. Konflik yang terjadi menyebabkan belum terwujudnya batas yang jelas dan pasti antara kedua daerah tersebut baik secara administatif maupun fisik, yang selanjutnya berakibat pada timbulnya dampak konflik terhadap ketahanan nasional yang melebar ke aspek-aspek lain yaitu politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan. Rekomendasi untuk penyelesaian konflik yaitu dilakukan melalui konsiliasi dengan mediasi oleh tingkat pemerintah lebih atas (Gubernur dan jika perlu Menteri Dalam Negeri) dengan didahului pihak berkonflik mengupayakan de-eskalasi konflik, dan terakhir didukung upaya elit politik yang dilandasi semangat persatuan dan kesatuan dalam kerangka NKRI.
ABSTRACT
The study titled is Conflict between District Boundary Region in the Bengkulu province (Case study Rejang Lebong District – Kepahiang District). Issues raised in the study include: (1) the causes of conflict between Rejang Lebong District and Kepahiang District, (2) adverse impact of the conflict on national security. Objectives of this study were to identify and analyze the factors that cause conflict zone boundary between Rejang Lebong District and Kepahiang District, and the adverse impact of the conflict on national security. The research was conducted using qualitative research methods with descriptive analytic study with emphasis on the analysis of field survey data. Since the implementation of regional autonomy vast, realistic and responsible, the boundary between regions become a very important area of concern. The significance associated with the boundary border regional authority which then has implications for the authority to manage the resources in the area. Conflict between regions in Indonesia often associated with the determination of the boundaries between regions. Dimensionless factor many interrelated factors as well as with each other. These factors include: that are structural, factors scramble for resources and potential of the region, factors of interest to the local Territorial existence and importance Factor Elite Politics and Power Antagoisme. The conflict cause the realization has not clear and definite boundaries between the two regions both administatif and physically, which in turn resulted in the emergence of impacts of the conflict on the national defense extends to other aspects of the political, economic, social, cultural and defense. Recommendations for the settlement of the conflict through mediation by conciliation with the upper levels of government (governor and if necessary, the Minister of Home Affairs) preceded the conflict to seek de-escalation of the conflict, and the recent efforts of political elites who supported the spirit of unity within the framework of the Republic of Indonesia.
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alim Bathoro
Abstrak :
Reformasi bidang pertambangan memberikan perubahan arah dalam kepemilikan perusahaan pertambangan asing di Indonesia, yang dikenal dengan nasionalisasi. Karena perusahaan-perusahaan milik asing tersebar di berbagai daerah maka nasionalisasi berimplikasi dalam hubungan pusat dan daerah, terutama kepentingan para elit. Untuk itu, penelitian ini mengajukan pertanyaan bagaimana pola hubungan penguasa dan pengusaha. Bagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi pola hubungan penguasa dan pengusaha. Penelitian ini menggunakan teori elite capture Bardhan, Diyya Dutta, dan teori ekonomi politik Caporaso, sebagai teori utama. Teori politik lokal Vedi R. Hadiz, dan teori konflik Ralf Dahrendorf dan teori konsensus Maswadi Rauf sebagai teori pendukung. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menganalisis data-data yang ada wawancara mendalam terhadap 5 orang informan, Gubernur Gatot Pujo Nugroho, Anggota DPR RI Chairuman Harahap, Harry Azhar Aziz, H. Refrizal, Anggota DPRD Sumut H. Muhammad Nuh. Temuan penelitian ini menemukan bahwa elite capture dalam nasionalisasi PT Inalum tersebut, telah mengakibatkan negara dalam hal ini Pemprov Sumatera Utara tidak netral, karena Gubernur Gatot Pujo Nugroho sebagai alat pengusaha Luhut Pandjaitan. Sementara di tingkat pusat, negara bersifat netral. Namun demikian, dalam kebijakan yang lain, penguasa juga melakukan capture. Sehingga penguasa dalam hal ini Presiden SBY merupakan latent elite capture. Implikasi teoritis dari penelitian ini menguatkan teori elite capture, dalam konteks relasi kekuasaan elite dengan pengusaha. Sedangkan teori Caporaso, menguatkan pendekatan ekonomi politik berbasiskan kekuasaan. ......The reformation of the mining field has shifted nationalization, or specifically, the ownership of foreign mining companies in Indonesia. Due to the nationwide spread of foreign companies, they play a significant role in the centralregional government relationship, especially in the interest of the power elite. Therefore, this study aims to explain the relationship pattern between the power elite and entrepreneurs, as well as the factors that surround and influence it. This study uses Bardhan’s and Diyya Dutta’s elit capture thory and Caporaso’s political economy theory as the main theories. In addition, Vedi R. Hadiz’s local politics theory, Ralf Dahrendorf’s conflict theory, and Maswadi Rauf’s consensus theory acts as the supporting theory. Using a qualitative method, this study analyzes the data obtained through in-depth interview with five informants consisting of Governor Gatot Pujo Nugroho, three people from the People’s Representative Council (Chairuman Harahap, Harry Azhar Aziz, and H. Refrizal), and H. Muhammad Nuh from the Regional Representatives Council. The principal findings of this study shows that the elite capture in the nationalization of Inalum has led to the bias of the North Sumateran government because Governor Gatot Pujo Nugroho became Luhut Pandjaitan’s tool. Although the central government still maintained its neutrality, there are policies used by the authorities, in this case, President Susilo Bambang Yudhoyono, to commit elite capture. The theoretical implication of this research substantiates the elite capture theory in the context of a relationship between power elite and entrepreneurs. On the other hand, Caporaso’s theory supports the power-based political economy approach.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Emmy Yuhassarie
Jakarta: Law Firm E.Y. Ruru & Partners, 2002
332.6 EMM c
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>