Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 53 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atika Damayanti
Abstrak :
ABSTRAK
Latar belakang : Pruritus kronis adalah sensasi tidak menyenangkan yang mencetuskan keinginan untuk menggaruk, berlangsung enam minggu atau lebih. Pruritus sering dihubungkan dengan sejumlah kelainan sistemik. Salah satu kelainan sistemik tersering yang disertai pruritus kronis adalah kelainan hati hepatobilier kolestasis. Patofisiologi terjadinya pruritus kolestasis dihubungkan dengan peningkatan akumulasi mediator pruritogenik salah satunya yaitu asam empedu serum total (AEST) di darah perifer begitu juga di jaringan lunak termasuk kulit, yang secara normal diekskresikan ke empedu. Masih sedikit yang mengetahui kemungkinan peran peningkatan kadar AEST dengan kejadian pruritus. Tujuan : mengetahui perbedaan rerata kadar AEST pada pasien geriatri tanpa dermatosis primer yang mengalami pruritus kronis dan tanpa pruritus kronis Metode : penelitian ini merupakan penelitian potong lintang, dengan subyek penelitian sejumlah 80 orang, terdiri atas perempuan dan laki-laki usia ≥ 60 tahun. Subyek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok pruritus terdiri atas 40 pasien pruritus kronis, dan kelompok kontrol yang terdiri atas 40 pasien tanpa pruritus kronis. Kadar AEST dinilai menggunakan metode enzimatik kolorimetri, kemudian dianalisis perbedaan kadar AEST antar kedua kelompok. Hasil: kadar AEST pada kelompok pruritus didapatkan median 4,5 μmol/L, dengan nilai minimum-maksimum yaitu 3-51 μmol/L. Kadar AEST pada kelompok non-pruritus didapatkan median empat μmol/L, dengan nilai minimum-maksimum 3-22 μmol/L, perbedaan ini tidak bermakna (p = 0,095). Kesimpulan: Kadar AEST pada kelompok pruritus lebih tinggi dibandingkan kelompok non-pruritus, namun tidak bermakna secara statistik
ABSTRAK
Background : Chronic pruritus is defined as an unpleasant sensation of the skin leading to the desire to scratch, which lasting six weeks or more. Pruritus is associated with numerous systemic disorders, and it is a common symptom of any cholestatic hepatobiliary disease. Its pathophysiology is attributed to progressive accumulation of pruritogenic mediators such as bile acid in the peripheral blood as well as in soft tissues including the skin, which are normally excreted into the bile. Little is known about the potential contribution of elevated total serum bile acids (TSBA) levels to pruritus. Objective : to differentiate TSBA levels in geriatrics patients with chronic pruritus and without chronic pruritus. Methods : this is a cross-sectional study comprising 80 patients men and women aged ≥ 60 years old, consist of 40 patients in chronic pruritic group, and 40 patients in non-pruritic group. The serum levels of bile acid were measured by enzymatic colorimetric methods, and the level TSBA were analyzed from the two groups. Results : TSBA levels were detected higher in chronic pruritic group patients (median 4,5 μmol/L, minimum-maximum range 3-51 μmol/L), than in the non-pruritic group (median 4 μmol/L, range 3-22 μmol/L), the difference was insignificant (p = 0,095). Conclusions : the serum bile acid levels are elevated in chronic pruritic patients but statistically insignificant.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Boston: Little, Brown & Co., 1968
616.075 4 PHY
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Delp, Mahlon H.
Philadelphia: Saunders, 1981
616.075 4 DEL m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Block, Gloria J.
Connecticut: Appletton century-crofts, 1986
616.0754 BLO h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Major, Ralph H.
Philadelphia: W.B. Saunders, 1958
616.075 MAJ p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Major, Ralph H.
Philadelphia: W.B. Saunders, 1964
R 616.075 4 MAJ p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Bickley, Lynn S.
New York : Lippincott, 1999
R 616.07 BIC p
Buku Referensi  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Meitri A. R. P.
Abstrak :
Latar belakang: Angka kematian akibat kanker ovarium mencapai 54%. Hal ini dikarenakan sebagian besar kasus kanker ovarium datang pada stadium lanjut dan membutuhkan kualitas pembedahan prima untuk mencapai sitoreduksi optimal. Prediksi luaran operasi menjadi penting sebagai bahan pertimbangan antara benefit operasi dan morbiditas perioperatifnya. Salah satu model yang memprediksi luaran operasi dikembangkan oleh Suidan dkk. Skor prediksi ini melibatkan berbagai senter ginekologi onkologi, dilakukan secara prospektif dengan akurasi 75.8%. Untuk itu, dibutuhkan validasi terhadap model prediksi ini. Tujuan: Menilai sensitivitas dan spesifisitas skor prediksi luaran operasi yang dikembangkan oleh Suidan dkk. pada pasien-pasien dengan kanker ovarium stadium III dan IV dengan cut-off point 9 dan beberapa cut-off point lainnya. Metode: Penelitian observasional non-eksperimental dilakukan secara kohort (prospektif Januari 2018 - Mei 2019 dan retrospektif Januari 2015 - Desember 2017) di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM), Jakarta-Indonesia. Subjek penelitian adalah pasien-pasien dengan kanker ovarium stadium lanjut (stadium FIGO III dan IV) yang dilakukan operasi debulking primer. Validasi eksternal dilakukan pada skor Suidan yang menggunakan 3 parameter klinis dan 8 parameter hasil CT-Scan. Selain itu, 3 kriteria klinis dan 5 gambaran CT-Scan/MRI yang juga dicatat sebagai data tambahan. Hasil: Diperoleh 57 subjek, terdiri dari 28 operasi suboptimal dan 29 operasi optimal. Skor dengan cut-off point 7 memiliki nilai sensitivitas 60,71% dan spresifisitas 75,68% (OR 4,86; 95% CI 1,55-15,18) dan akurasi 68,42%. Cut-off point ini lebih baik dibandingkan cut-off point 9 pada penelitian aslinya (sensitivitas 53,56% dan spresifisitas 75,68% dan akurasi 64.91%). Berdasarkan analisis bivariat dan multivariat dikembangkan skor lokal menggunakan beberapa parameter; kadar albumin darah < 3,5 g/dL (skor 2), gambaran massa pada porta hepatis atau kantung empedu (skor 1), lesi pada subkapsular hepar atau intraparenkim hepar (skor 4), dan omental cake yang luas (skor 4). Hasil signifikan tampak pada analisis mean skor yang lebih tinggi pada operasi suboptimal (7,61 ± 3,19) dan nilai akurasi 86%. Pada cut-off point 7, sensitivitas dan spesifisitas yang dihasilkan adalah 85,71% dan 72,22% dengan akurasi 77,19%. Simpulan: Skor Suidan dkk. belum dapat diterapkan di RSCM karena sensitivitas dan spesifisitas yang relatif rendah. Skor lokal dengan cut-off point 7 pada penelitian ini dapat dikembangkan untuk penggunaannya lebih lanjut. ......Background: Optimal cytoreduction operation and chemotherapy are the cornerstone management of advanced stage ovarian cancer. The mortality of ovarian cancer is as high as 54%. Ovarian cancer is mostly present at late stage and in need of excellent cytoreductive surgery if not extensive surgery to reach optimal debulking. Prediction of cytoreduction outcome is necessary to be incorporated in advanced ovarian cancer management to aim for optimal cytoreduction with minimal morbidity. One of the predictive models established by Suidan et. al. (multicenter prospective trial with accuracy 75.8%) could act as an alternative non-invasive model and should be validated. Objectives: To determine sensitivity and specificity score developed by Suidan et.al. on patients with stage III and IV ovarian cancer. Methods: Observation non-experimental study was conducted (prospectively January 2018 – May 2019 and restrospectively January 2015 – December 2017) at Dr. Cipto Mangunkusumo National General Hospital, Jakarta-Indonesia after ethical clearance. Subjects are patients with ovarian cancer FIGO stage III and IV who underwent primary debulking surgery. External validation was performed for Suidan’s score which used 3 clinical parameters and 8 CT-scan parameters. Moreover, three other clinical features and five other advanced imaging results were included. Results: Fifty-seven subjects were included, consist of 28 suboptimal debulking and 29 optimal debulking. Score with cut-off point 7 has sensitivity value 60.71% and specificity of 75.68% (OR 4.86; 95% CI 1.55-15.18) with accuracy 68.42%. They were better than original cut-off points 9 (sensitivity 53.56%, specificity 75,68%, and accuracy 64.91%). Based on bivariate and multivariate results, local score was developed and established with several parameters; blood albumin < 3.5 g/dL (score 2), image of mass on porta hepatis and gall bladder (score 1), lesion of subcapsular and intraparenchymal liver, and vast omental cake (score 4). Mean of the score was significantly higher on suboptimal debulking (7.61 ± 3.19) with accuracy 86%. Cut-off points 7 showed sensitivity value of 86.71% and specificity 0f 72.22% (accuracy 77.19%). Conclusion: The Suidan’s prediction score could not provide good sensitivity and specificity to be used at RSCM. Local score should be developed to be used at RSCM, the local score in this study could be sat as a beginning.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58918
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ganot Sumulyo
Abstrak :
Latar Belakang: Kanker ovarium merupakan salah satu keganasan dengan kematian tertinggi pada wanita di seluruh dunia. Seringkali pasien dating dengan stadium lanjut dan memerlukan penanganan segera. Akan tetapi, terdapat berbagai penyebab terjadinya pemanjangan waktu tunggu operasi. Hal ini mungkin dapat menyebabkan perburukan klinis saat dilakukan tindakan operatif pada pasien. Tujuan: Menentukan hubungan antara lama waktu tunggu operasi dengan perburukan klinis pada pasien kanker ovarium stadium lanjut. Metode: Penelitian kohort retrospektif dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia pada Januari 2019 hingga Juni 2019. Pasien kanker ovarium stadium lanjut yang dilakukan tindakan operatif diikutsertakan pada penelitian. Pasien yang terbukti tidak memiliki kanker ovarium stadium lanjut pada pemeriksaan histopatologi atau memiliki penyakit komorbiditas berat lainnya dieksklusi dari penelitian. Karakteristik dasar, waktu tunggu, status performa berdasarkan ECOG score, kadar haemoglobin dan albumin dasar, status nyeri, dan indeks massa tubuh dikumpulkan dan dilakukan analisis secara statistik. Hasil: Didapatkan 90 subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memenuhi kriteria eksklusi. Didapatkan 25,6% subyek mengalami perburukan status performa, 11,1% mengalami perburukan haemoglobin, 61,1% mengalami perburukan albumin, 14,4% mengalami perburukan nyeri, 32,2% mengalami perburukan indeks massa tubuh, dan 77,8% mengalami perburukan klinis. Didapatkan nilai cutoff 73 hari untuk menentukan pemanjangan waktu tunggu operasi. Kesimpulan Terdapat hubungan bermakna antara waktu tunggu terapi dengan perburukan klinis pasien kanker ovarium stadium lanjut. ......Background: Ovarian cancer is one of the highest fatalities for cancer in women worldwide. Patients often come in an advanced stage and require immediate treatment. However, there are various causes for the extension of the waiting time for surgery. This might cause clinical deterioration during the operation. Objective: To determine the relationship between the length of time waiting for surgery and clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer. Methods: A retrospective cohort study conducted at the National Center General Hospital Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia from January 2019 to June 2019. Patients with advanced stages of ovarian cancer who performed operative measures were included in the study. Patients who were proven not having advanced ovarian cancer on histopathological examination or had other severe comorbidities were excluded from the study. Baseline characteristics, waiting time, performance status based on ECOG score, haemoglobin and albumin levels, pain status, and body mass index were collected and analyzed statistically. Results: There were 90 study subjects who met the inclusion criteria and did not meet the exclusion criteria. A total of 25.6% of subjects experienced a worsening of performance status, 11.1% experienced worsening of hemoglobin, 61.1% experienced worsening of albumin, 14.4% experienced worsening pain, 32.2% experienced a worsening of body mass index, and 77.8% experiencing clinical deterioration. A cutoff value of 73 days is obtained in order to determine the lengthening of the operating waiting time. Conclusion There is a significant relationship between the waiting time of therapy with clinical deterioration in patients with advanced ovarian cancer.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58865
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jones, Dorothy A.
New York: McGraw-Hill, 1984
616.075 4 JON h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>