Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 55 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hutagalung, Johny Antony M.
"Salah satu sumber pendapatan daerah adalah dari penerimaan retribusi. Kebijakan pengenaan retribusi menjadi dominan dalam menyelenggarakan pelayanan publik, baik terhadap pelayanan barang dan jasa yang termasuk barang publik maupun barang bukan publik. Seringkali pelayanan yang dilakukan sesungguhnya tidak dibutuhkan oleh masyarakat. Dengan kata lain, kebutuhan terhadap pelayanan publik yang dikenakan retribusi tersebut bukan merupakan kebutuhan masyarakat tetapi lebih kepada kebutuhan pemerintah. Pendekatan yang digunakan untuk memaksakan diterbitkannya suatu pelayanan publik adalah pendekatan kekuasaan.
Tesis ini berusaha menganalisis persepsi masyarakat terhadap kebijakan retribusi Kartu Tanda Penduduk (KTP) di Propinsi DKI Jakarta. Kebijakan retribusi KTP di Propinsi DKI Jakarta saat ini merupakan kebalikan dari keadaan sebagaimana dilakukan oleh daerah Iain. Menjelang akhir tahun 2000, Gubernur Propinsi DKI Jakarta menghapuskan retribusi KTP menjadi nol rupiah, berdasarkan tuntutan masyarakat melalui perwakilannya di DPRD Propinsi DKI Jakarta.
Analisis persepsi masyarakat terhadap kebijakan retribusi KTP di Propinsi DK] Jakarta dilakukan dengan terlebih dahulu meneliti apakah kebutuhan memiliki KTP berada pada masyarakat atau pada pemerintah. Setelah itu, apakah realitas kebutuhan memiliki KTP tersebut sudah sesuai dengan kebijakan pelayanan KTP. Dengan kata lain, apabila kebutuhan mernjliki KTP tidak berada pada masyarakat, apakah kebijakan mewajibkan masyarakat rnemiliki KTP sudah sesuai dengan realitas di masyarakat. Selanjutnya, menganalisis bagaimana suatu kebUakan dapat dikenakan retribusi dan kornponen produksi apa saja yang dapat dijadikan dasar menghitung besamya suatu retribusi. Disamping tuntutan efektifitas dan keadilan, pemerintah dituntut rnelaksanakan suatu pelayanan publik secara etisien. Untuk itu, komponen produksi yang dijadikan dasar menghitung besarnya retribusi haruslah merupakan barang swasta. Komponen produksi KTP yang tidak termasuk barang swasta tidak diikutkan sebagai dasar menghitung besarnya retribusi.
Untuk mengetahui kebutuhan memiliki KTP dan dampak sarnpingan KTP, digunakan pendekatan metode kualitatif yang dikuantiiikasikan. Kepada 300 responden tersebar di lima Kotamadya di Propinsi DKI Jakarta, diberikan daftar pertanyaan untuk rnengetahui kebutuhan memiliki KTP dan dampak sampingan KTP. Hasilnya disajikan dalam bentuk tabel frekwensi. Disamping analisis berdasarkan tabel frekwensi, juga dilakukan analisis hubungan antar variabel kebutuhan rnemiliki KTP dengan karakteristik responden untuk melihat kekuatan hubungan dan keberlakuannya pada populasi. Demikian halnya dengan hubungan antara variabel dampak sampingan KTP dengan karakteristik responden. Sedangkan yang lainnya dilakukan melalui pendekatan kualitatif bierdasarkan studi kepustakaan dan wawancara.
Berdasarkan hasil penelitian, kebutuhan memiliki KTP adalah bukan berasal dari diri sendiri tetapi lebih kepada untuk mernenuhi persyaratan atau kewajiban. Untuk itu, kewajiban memiliki KTP sudah tidak sesuai diberlakukan pada kebijakan pelayanan KTP di Propinsi DKI Jakarta. Sebagaimana proses kebijakan sebagai suatu hirarki dari Bromley, maka kebijakan pelayanan KTP di Propinsi DK1 Jakarta harus diubah menjadi masyarakat tidak diwajibkan memiliki KTP. Selanjutnya ditemukan bahwa KTP merupakan barang swasta yang memiliki eksternalitas sehingga dapat dikenakan retribusi. Dengan demikian, retribusi KTP dapat diberlakukan kembali hanya kepada penduduk yang memohon saja. Seluruh komponen produksi KTP yang termasuk barang swasta dijadikan dasar menghitung besarnya retribusi KTP di Propinsi DKI Jakarta. Komponen produksi KTP yang ticlak termasuk barang swasta Salah satunya seperti jasa pencetakan KTP, tidak diikutkan dalam menghitung besarnya retribusi KTP."
Depok: Universitas Indonesia, 2001
T2491
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Teguh Wibowo
"Pengelolaan Barang Milik Negara (BMN) berperan penting untuk menunjang akuntabilitas keuangan negara. Sesuai dengan siklus pengelolaan BMN, proses penjualan BMN memerlukan alur birokrasi yang panjang dan melibatkan berbagai pihak sehingga rentan terjadi risiko kecurangan (fraud). Untuk memitigasi risiko fraud tersebut, sebagai pengelola BMN, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) c.q. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), perlu melakukan fraud risk assessment (FRA) untuk mengidentifikasi, menganalisis, mengevaluasi, dan menetapkan respon yang sesuai terhadap berbagai skenario risiko fraud yang mungkin terjadi. Penelitian ini bermaksud untuk melakukan FRA pada proses penjualan BMN yang melibatkan peran DJKN. Penelitian dilakukan secara kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui analisis dokumen, kuesioner, wawancara, dan Focused Group Discussion (FGD). Berdasarkan hasil FRA, peneliti mengidentifikasi 26 skenario risiko fraud terkait proses penjualan BMN yang perlu diantisipasi oleh organisasi. Dengan mempertimbangkan selera risiko organisasi, terdapat tiga skenario risiko dengan level sangat tinggi, delapan skenario risiko dengan level tinggi, sepuluh skenario dengan level sedang, dan lima skenario dengan level rendah. Proses bisnis yang perlu mendapat perhatian organisasi karena memiliki beberapa risiko yang berada di atas risk appetite organisasi adalah penilaian dan lelang. Skema risiko fraud yang perlu diantisipasi meliputi korupsi dalam bentuk penyalahgunaan kewenangan, penerimaan gratifikasi yang dilarang, penyuapan, penipuan, benturan kepentingan, dan pemerasan. Skema risiko lainnya berkaitan dengan assets misappropriation dalam bentuk pencurian kas dan persedian serta pembocoran informasi. Beberapa strategi anti fraud yang perlu dilakukan untuk menekan terjadinya risiko fraud pada DJKN meliputi aspek preventif, detektif, dan responsif dengan mengoptimalkan konsep Model Tiga Lini dan kerangka kerja integritas yang dimiliki organisasi.

State-Owned Assets Management (SAM) plays an important role in supporting state financial accountability. In accordance with the SAM cycle, the asset sale process requires a long bureaucratic flow and involves various parties so that is vulnerable to the fraud risk. To mitigate the fraud risk, the Ministry of Finance (MoF) c.q. the Directorate General of State Assets Management (DGSAM) needs to conduct Fraud Risk Assessment (FRA) to identify, analyze, evaluate, and respond to various possible fraud risk scenarios. This study aims to conduct FRA on the sales process of State-Owned Assets (BMN). The research was conducted qualitatively with a case study approach. Data were collected using a combination of document analysis, questionnaires, interviews, and Focused Group Discussions (FGD). Based on the results of the FRA, the researchers identified 26 fraud risk scenarios related to the asset sale process that need to be anticipated by the organization. By considering the organization’s risk appetite, of all the risk scenarios, there are three very high level risk scenarios, eight high level risk scenarios, ten medium level scenarios, and five low level scenarios. Business processes that need to be prioritized for mitigation because they have several risks above the organization's risk appetite are asset valuation and auction. Fraud risk schemes that need to be anticipated include corruption in the form of abuse of authority, illegal gratuities, bribery, deceit for service users, conflicts of interest, and economic extortion. Other risk schemes relate to assets misappropriation in the form of theft of cash and inventories and information leakage. Several anti-fraud strategies that need to be implemented to reduce the fraud risk level include preventive, detective, and responsive aspects by optimizing the Three Lines Model concept and organizational integrity framework.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan BIsnis Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohammad Muhtadi
"Tesis ini mencoba melakukan penelitian terhadap pengelolaan keuangan publik pada masa pemerintahan Umar bin Abdul Aziz sehingga berhasil mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan studi sejarah, data yang digunakan adalah data dokumen dengan data utama berasal dari tiga buku biografi Umar bin Abdul Aziz yang masing-masing ditulis oleh Muhammad bin Abdul Hakam, Ibnu Jauzi dan Imadudin Khalil.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa Umar bin Abdul Aziz menjadikan kesesuaian dengan syari'at dan pola hidup sederhana sebagai dasar filosofi tata kelola pemerintahannya, termasuk di dalamnya keuangan publik. Sedangkan kebijakan pengelolaan keuangan publik yang diambil oleh Umar bin Abdul Aziz adalah mengembalikan zakat sebagai sumber utama pendapatan negara, optimalissi kharaj, menetapkan beban jizyah yang relatif tinggi, memberantas korupsi dan nepotisme, dan gerakan penghemtan dan efisiensi. Dalam menetapkan belanja publik, Umar bin Abdul Aziz menjadikan kesejahteraan rakyat sebagai prioritas uama, selaras dengan salah satu tujuan syari'at yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi umat manusia. Dari analisis yang dilakukan diketahui bahwa kebijakan pengelolaan keuangan publik Umar bin Abdul Aziz relevan untuk diterapkan pada masa kekinian, sehingga kesejahteraan rakyat bisa terwujud.

This thesis tries to make a research toward public finance management era Umar Bin Abdul Aziz so as to prosper the society. The thesis uses a qualitative method by historical study approach. The data being used are documentary data with primary data mainly deriving from three Umar Bin Abdul Aziz biographycal books which were written by Muhammad bin Abdul Hakam, Ibnu Jauzi and Imadudin Khalil consecutively.
From the research, it is known that Umar Bin Abdul Aziz makes use of shariah and austerity as philosophical basis of its goverment management, including public finance. As for Public Finance decision being taken by Umar Bin Abdul Aziz is to put zakah back as primary source of government?s income, optimize kharaj, decide high level of jizyah, fight against corruption and nepotism, and socialize simplicity and efficiency. In setting government expenditure, Umar Bin Abdul Aziz puts social prosperity as top priority, and accordance with one shariah objectives that is to accomplish prosperity for human beings. From the analysis done, it is identified that Umar Bin Abdul Aziz public finance management decision is relevant to be implemented to the present condition, so that social prosperity can be attained."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T25479
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Robinson, Marguerite S.
Jakarta: Salemba Empat, 2004
332 ROB mt II
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Tervooren, Eduard Pieter Marie
's Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1957
BLD 336.01 TER s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Chicago, Illinois: Aldine Publishing, 1969
336 SHO p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjaman Arsyad
Jakarta: Intermedia, 1992
336 Ars k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Wajong, J.
Jakarta: Ichtiar, 1964
350.74 WAJ a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Sekretariat Jendral BEPEKA, 1998
336 HAS (1)
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Matius Suparmoko
Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2000
336 SUP k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6   >>