Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Laila Hafiza
Abstrak :
Prinsip kehati-hatian adalah salah satu asas terpenting yang wajib diterapkan atau dilaksanakan oleh Notaris dalam menjalankan jabatannya. Prinsip kehatihatian harus diterapkan Notaris X dalam hal pengurusan pengalihan hak atas merek SOERABI ENHAII. Sebelum membuat akta, Notaris X dapat melakukan pengecekan dengan mengirimkan surat permohonan terkait keterangan lengkap dari merek SOERABI ENHAII melalui surat elektronik kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual, kemudian Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dapat memberi tanggapannya, atau Notaris mendatangi Kantor Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untuk memperoleh informasi terkait objek jual beli tersebut. Kelalaian oleh Notaris X yang tidak menerapkan prinsip kehati-hatian pada pembuatan Akta Jual Beli No. XX menimbulkan kerugian materiil dan immateriil bagi penghadap AA selaku pembeli atau penerima pengalihan hak atas merek tersebut. Perbuatan Notaris X yang lalai tidak menerapkan prinsip kehatihatian pada pembuatan Akta Jual Beli No.XX dapat disebut perbuatan melaan hukum sebagaimana unsur-unsu yang terpenuhi dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Bentuk Penelitian dalam penulisan ini adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengutamakan penelitian kepustakaan (library research). Tipe penelitian yang digunakan ialah deskriptif analisis, mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa yang terjadi pada saat sekarang atau masalah aktual. Dalam menjalankan tugas selaku Notaris, moralitas, ketelitian, kehati-hatian merupakan faktor utama untuk menghindari penyalahgunaan wewenang yang menimbulkan kerugian bagi pihak lain, sehingga dapat mencegah terjadinya kejahatan-kejahatan yang dapat menjerumuskan Notaris terlibat dalam permasalahan hukum.
The precautionary principle is one of the most important principles that must be implemented or implemented by a Notary in carrying out his position. The precautionary principle must be applied by Notary X in terms of handling the transfer of rights to the SOERABI ENHAII brand. Before making a deed, Notary X must check by sending a letter of application related to the complete information of the SOERABI ENHAII trademark by electronic mail to the Directorate General of Intellectual Property Rights, then the Directorate General of Intellectual Property Rights can respond, or the Notary Public comes to the Office of the Directorate General of Intellectual Property Rights obtain information related to the buying and selling object. Negligence by Notary X who did not apply the precautionary principle in the making of Sale and Purchase Deed No. XX incurs material and immaterial losses for AA users as buyers or recipients of the transfer of rights to the mark. The act of Notary X who neglected not to apply the precautionary principle in making the Sale and Purchase Deed No. XX can be called an act of law enforcement as the elements fulfilled in Article 1365 of the Civil Code. The form of research in this paper is normative juridical, which is research which prioritizes library research. The type of research used is descriptive analysis, describing a symptom, an event that is happening at the present time or an actual problem. In carrying out their duties as a Notary, morality, accuracy, prudence are the main factors to avoid abuse of authority that causes harm to other parties, so as to prevent the occurrence of crimes that can get the Notary involved in legal issues.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54846
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanafi
Abstrak :
Undang-Undang Merek Indonesia baik yang saat ini maupun yang sebelumnya menganut asas first to file dan asas merek terkenal sekaligus. Sementara itu ada kasus-kasus dimana kedua asas ini berbenturan satu sama lain. Ini terjadi ketika merek senior berbenturan dengan merek junior yang menyandang status merek terkenal. Dalam kasus-kasus ini kedua merek sama-sama tidak didasari itikad buruk. Yang satu telah terdaftar berdasar asas first to file dan yang lain terlahir dari adanya asas merek terkenal. Tidak adil untuk menghilangkan salah satu merek tersebut, keduanya memilik hak yang sama untuk tetap ada. Bagaimana semestinya pengaturan dalam suatu undang-undang merek agar benturan semacam ini dapat diatasi? Penelitian ini akan melihat lebih dalam hukum merek nasional dan penerapannya di pengadilan serta melihat lebih jauh kepada hukum merek asing dan penerapannya guna menemukan formula yang tepat yang dapat ditawarkan untuk disisipkan dalam hukum merek di masa yang akan datang agar hukum merek Indonesi akan memiliki kemampuan untuk menghadapi benturan antar asas dimaksud. ......The current trademark law of Indonesia as well as the previous one follows the first to file doctrine and well-known mark doctrine at the same time. Meanwhile, there have been cases where those two doctrines are conflicting one another. This happens when a senior mark is in conflict with a junior mark which hold the title of well-known mark. In these cases, both conflicting trademarks do not contain bad faith. One was already there, registered under the first to file doctrine, while the later born under the auspices of the well-known mark doctrine. It is not fair to allow any of those mark vanished. Both has equal right to exist. How should a regulation in a trademark law be like in order to address such conflict? This research will seek deeper into the national trademark law as well as its enforcement in the court of law of Indonesia and seek further into foreign laws and its enforcement in order to find the correct formula which can be proposed to be inserted into future Indonesian trademark law so that it will have the capability to address the abovementioned conflict of doctrines.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pasaribu, Ivor Ignasio
Abstrak :
Pengalihan hak atas merek terdaftar dimohonkan pencatatannya kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia. Pencatatan pengalihan hak atas merek terdaftar tersebut diumumkan dalam berita resmi merek. Setelah dicatatkan, pengalihan hak atas merek terdaftar tersebut baru memiliki akibat hukum terhadap pihak ketiga. Ketentuan ini telah secara jelas diatur dalam Undang-Undang Merek. Namun, di dalam proses persidangan terdapat pertentangan, dimana setelah pengalihan hak atas merek dicatatkan, justru Pengadilan Niaga tetap menghendaki agar pemilik lama hak atas merek terdaftar untuk diikutsertakan dalam gugatan pembatalan hak atas merek terdaftar. Hal ini tentunya menjadi kerancuan mengenai akibat hukum pencatatan pengalihan merek terhadap pihak ketiga. ......The recordation of assignment of registered trademark needs to be applied to the Minister of Law and Human Rights. The recordation of assignment of registered trademark shall be announced in the general register of trademark. The assignment of registered shall only have legal consequence to the third parties after being recorded. This provision has been regulated clearly under the Trademark Law. However, the trial proceeding shows contradiction with the provisions as set out under the Trademark Law, in which after the assignment of trademark has been recorded the Commercial Court requires the former trademark owner to be involved in the cancellation claim of registered trademark. This of course will create confusion pertaining to the legal consequence of recordation of trademark assignment towards the third parties.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tegar Rastratama
Abstrak :
Hak Kekayaan Intelektual merupakan bentuk perlindungan bagi setiap orang yang mempunyai ide yang berkreasi dengan menciptakan sebuah karya-karya. Salah satu bentuk Hak Kekayaan Intelektual yaitu Hak Merek yang merupakan sebuah tanda yang diberikan kepada suatu barang untuk membedakan dengan barang yang lainnya serta mempunyai nilai ekonomi sehingga dapat dijadikan sebagai jaminan dalam melakukan kredit dengan lembaga keuangan. Penelitian ini akan membahas mengenai Merek dapat dijadikan jaminan dalam melakukan kredit dengan lembaga keuangan, penilaian terhadap merek agar bisa dijadikan jaminan dalam melakukan kredit, serta cara penyelesaian sengketanya. Analisis ini dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif. Hasil dari analisis ini mengatakan bahwa Merek merupakan bagian dari Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan jaminan dengan menggunakan sertifikat sebagai bukti kepemilikan dan objek jaminan. ......Intellectual Property Rights are a form of protection for everyone who has creative ideas by creating works. One form of Intellectual Property Rights is Trademark Rights which is a sign given to an item to differentiate it from other goods and has economic value so that it can be used as collateral in making credit with financial institutions. This research will discuss about marks that can be used as collateral in making credit with financial institutions, assessment of brands so that they can be used as collateral in making loans, and how to resolve disputes. This analysis was carried out using normative juridical methods. The results of this analysis say that the Mark is part of the Intellectual Property which can be used as collateral by using a certificate as proof of ownership and collateral object.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azimattinur Karibun Nuraini
Abstrak :
Belum ada pengaturan yang jelas mengenai penjaminan atas Hak Merek di Indonesia menciptakan ketidakpastian hukum di dunia bisnis. Di negara-negara lain seperti Jepang dan Amerika, Hak Kekayaan Intelektual sudah lama dapat dijadikan sebagai jaminan perbankan. Di Indonesia sendiri praktek penjaminan merek belum umum dilaksanakan. Penelitian ini bertujuan untuk menggali lebih dalam mengenai hak atas merek dapat dijadikan sebagai jaminan perbankan, praktik penjaminan Hak atas Merek Dagang melalui lembaga penjaminan gadai pada Bank Syariah X serta peranan notaris di dalamnya. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan metode penelitian hukum yuridis-normatif dengan tipologi deskriptif-analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belum diaturnya mengenai penjaminan Hak atas Merek Dagang dalam sistem hukum Indonesia mempersulit baik pihak kreditur maupun debitur dalam melakukan valuasi maupun eksekusi, namun masih dimungkinkan untuk mempraktekkannya dengan interpretasi dan pertimbangan masing-masing pihak. Kesepakatan kedua pihak tersebut kemudian dicantumkan dalam sebuah akta yang dibuat oleh notaris yang jika memenuhi syarat yang ditentukan dalam pasal 1868 KUHPerdata menjadikannya sebagai akta autentik dan merupakan alat bukti yang sempurna. ......The absence of clear regulation related with the trademark rights as collateral in Indonesia creating legal uncertainty in the business world. In other countrues such as Japan and US, Intellectual Property Rights have been used as collateral for so long. While in Indonesia, the practice is yest still uncommon. This research aims to dig deeper into the practice of guarantee of trademark right as a collateral at Syariah Bank X and the role of a notary in it. To answer the research, the writer is using normative methode and descriptive-analytics techniques. The results of this study indicate that the lack of regulation regarding guarantee of trademark rights in the Indonesian legal system makes it difficult for both creditors and debtors to conduct valuations and executions, but it is still possible to apply such practice with the interpretation and consideration of each party. The agreement of the two parties then included in a deed written by a notary who if fulfilling the conditions specified in the article 1868 of the Civil Code makes it an authentic deed and is a perfect proof of evidence
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Henny Marlyna
Abstrak :
Penelitian ini mengkaji penerapan UU Merek dalam mengatasi permasalahan obat palsu di Indonesia untuk menguji tujuan merek dalam melindungi konsumen. Pertanyaan penelitian dalam disertasi ini: 1) apakah sistem pelindungan merek bertujuan untuk melindungi konsumen; 2) mengapa konsumen perlu mendapatkan pelindungan hukum agar terlindungi dari bahaya obat palsu; 3) apakah merek bertujuan untuk melindungi konsumen berdasarkan hasil penelitian empiris terhadap perusahaan farmasi dan penelitian terhadap putusan pengadilan di Indonesia; 4)  bagaimana penegakan hukum untuk melindungi konsumen dari bahaya obat palsu di Indonesia. Disertasi ini menggunakan Teori Penegakan Hukum oleh Publik dari William M. Landes dan Richard A. Posner, serta A. Mitchell Polinsky dan Steven Shavell. Disertasi ini menggunakan metode penelitian sosio-legal. Kesimpulan dari disertasi ini yaitu konsep tujuan merek untuk melindungi konsumen didasarkan pada perkembangan konsep pelindungan merek dan teori analisis ekonomi. Penelitian terhadap konsumen membuktikan konsumen tidak berdaya untuk melindungi dirinya dari bahaya obat palsu. Penelitian terhadap perusahaan farmasi dan  putusan pengadilan menunjukkan sistem pelindungan merek tidak melindungi konsumen dari bahaya obat palsu. Hukum Merek tidak dapat dipaksa untuk melindungi konsumen karena akan merusak sistem pelindungan hukum merek itu sendiri. Agar konsumen dapat terlindungi dari bahaya obat palsu maka penegakan hukum harus dilakukan oleh publik dengan menggunakan UU Kesehatan. ......This reserach examines the application of the Trademark Law in overcoming the problem of counterfeit medicines in Indonesia to examine trademarks objective in protecting consumers. The research questions are: 1) whether the trademark protection system aims to protect consumers; 2) why consumers need to get legal protection to be protected from the dangers of counterfeit drugs; 3) whether the trademark aims to protect consumers based on the results of empirical research on pharmaceutical companies and research on court decisions; 4) how law enforcement must be pursue to protect consumers from the dangers of counterfeit medicines in Indonesia. This dissertation uses the Public Law Enforcement Theory developed by William M. Landes and Richard A. Posner, also by A. Mitchell Polinsky and Steven Shavell. This study uses socio-legal research methods. The conclusions are the concept of trademark objectives to protect consumers based on the development of trademark protection concepts and economic analysis theory. Research on consumers proves that consumers are powerless to protect themselves from the dangers of counterfeit medicines. Research on pharmaceutical companies and court decisions shows that the trademark protection system does not protect consumers from the dangers of counterfeit medicines. Trademark Law should not be forced to protect consumers because it will damage the system. In order to protect consumers, law enforcement must be carried out by the public using the Health Law.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
D2772
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abstrak :
Pembahasan mengenai generic term dalam perlindungan merek terkait dengan istilah “Town Square” setidak-tidaknya mencakup dua masalah penting, yaitu: (1) apa urgensi pengaturan secara khusus mengenai generic term. dan (2) apakah merek town square merupakan generic term sehingga dapat diajukan gugatan pembatalan merek di Pengadilan Niaga. Di Indonesia generic term hanya diatur secara implisit (tersirat) dalam pasal 5 huruf b dan c UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek. Sedangkan, di Amerika Serikat, walaupun perlindungan terhadap generic term tidak diatur secara lengkap dalam Section 45 the Lanham Act (15 U.S.C. § 1127), namun seiring dengan teori hukum tentang generic term yang terus mengalami perkembangan sehingga menghasilkan berbagai preseden, cara penyelesaian terhadap masalah generic term telah mengalami kemajuan dan memiliki kepastian hukum. Dari Berbagai data yang ada dapat ditunjukkan bahwa generic term harus diatur secara lebih khusus dan jelas, karena merupakan istilah yang menunjukkan genus suatu jenis barang atau jasa dari produk yang menjadi komoditi perdagangan yang dapat dipergunakan secara bebas oleh seluruh warga. Dari berbagai preseden di Amerika Serikat dapat pula dibuktikan bahwa perlindungan hukum terhadap generic term di suatu negara sangat penting. Di Indonesia, “Town Square” telah tergeneralisasi sehingga menjadi generic term. Jadi, dapat dilakukan gugatan pembatalan pendaftaran merek “Town Square” terhadap PT GMR di Pengadilan Niaga dengan menggunakan dasar hukum pasal 68 ayat (1) UU No. 15 Tahun 2001 tentang Merek serta berbagai teori hukum mengenai generic term. Penelitian ini menggunakan metode normatif/doktrinal. Sedangkan, metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah metode kualitatif sehingga menghasilkan data yang bersifat preskriptif.
Universitas Indonesia, 2005
S24458
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Imanuddin
Abstrak :
Skripsi ini membahas analisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis aspek pengawasan dalam pelaksanaan Undang Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang merek di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif Teknik pengumpulan data dilakukan dengan observasi dan wawancara mendalam Hasil penelitian ini menghasilkan dua tipe pengawasan yaitu pengawasan preventif melalui sosialisasi pengawasan dalam pendaftaran merek pengawasan dalam perpanjangan merek dan pengawasan dalam penghapusan merek Pengawasan kedua adalah tindakan represif berupa koordinasi antar instansi pemerintah responsivitas pemerintah sumber daya dan peran pengawasan masyarakat. ......This research discusses the analysis of monitoring aspect of the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. The purpose of this study is to analyze the implementation of the Trademark Law No 15 of 2001 in the Directorate General of Intellectual Property Ministry of Law and Human Rights. This study uses qualitative approach with descriptive design The techniques used for data collection are observation and in depth interview. This study resulted in two types of supervision The first is preventive supervision through socialization supervision in brand registration supervision on brand extention and brand elimination. The second is repressive action such as coordination among government agencies government responsivity resources and the role of public supervision.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61374
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amanda Aretha Wimbowo
Abstrak :
Trademark Coexistence Agreement merupakan suatu perjanjian yang memungkinkan adanya keberadaan Merek yang memiliki persamaan dengan Merek lainnya untuk saling hidup berdampingan dan diberikan perlindungannya. Hingga saat ini, terdapat cukup banyak negara anggota TRIPs Agreement dan Paris Convention yang telah memiliki regulasi serta memberlakukan koeksistensi Merek melalui suatu perjanjian. Namun, di Indonesia masih belum terdapat pengaturan terkait Trademark Coexistence Agreement. Dalam skripsi ini, penulis akan menganalisis penerapan Trademark Coexistence Agreement di Indonesia dengan menganalisis Trademark Coexistence Agreement sebagai sebuah perjanjian dan menganalisis alasan beberapa negara TRIPs Agreement dan Paris Convention mengakui konsep koeksistensi Merek. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis-normatif dengan memperoleh data dari studi kepustakaan dan wawancara. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis tidak memperbolehkan pendaftaran Merek yang memiliki persamaan. Kemudian, dari segi hukum perdata Trademark Coexistence Agreement tidak dapat memenuhi salah satu syarat sah perjanjian yaitu adanya sebab yang halal karena Trademark Coexistence Agreement memperjanjikan hal-hal yang dilarang oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, yaitu pendaftaran Merek yang memiliki persamaan dengan Merek lainnya. Namun, pada praktiknya diketahui bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual telah menerapkan konsep koeksistensi Merek melalui pengajuan Trademark Coexistence Agreement karena Trademark Coexistence Agreement dianggap mendatangkan banyak manfaat khususnya bagi para pelaku usaha. Atas hal tersebut, sangat dibutuhkan pengaturan khusus terkait kebolehan koeksistensi Merek melalui suatu Trademark Coexistence Agreement di Indonesia, agar praktik koeksistensi Merek di Indonesia dapat dijalankan secara konstitusional. ......Trademark Coexistence Agreement is an agreement that allows the existence of a Trademark that has similarities with other Trademark to coexist with each other and is given protection. Until now, there are quite a number of member countries of the TRIPS Agreement and the Paris Convention that already have regulations and enforce Trademark coexistence through an agreement. However, in Indonesia there is still no regulation related to the Trademark Coexistence Agreement. In this thesis, the author will analyze the implementation of the Trademark Coexistence Agreement in Indonesia by analyzing the Trademark Coexistence Agreement as an agreement and analyzing the reasons why several TRIPs Agreement countries and the Paris Convention recognize the concept of Trademark coexistence. The method used in this research is juridical-normative by obtaining data from literature studies and interviews. The results of this study indicate that Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications does not allow the registration of Marks that have similarities. Then, from the point of view of civil law, the Trademark Coexistence Agreement cannot fulfill one of the legal requirements of the agreement, namely the existence of a lawful cause because the Trademark Coexistence Agreement promises things that are prohibited by Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, namely Trademark registration which have similarities with other brands. However, in practice it is known that the Directorate General of Intellectual Property has implemented the concept of Trademark coexistence through the submission of a Trademark Coexistence Agreement because Trademark Coexistence Agreements are considered to bring many benefits, especially for business actors. On this matter, special regulation are urgently needed regarding the permissibility of Trademark coexistence through a Trademark Coexistence Agreement in Indonesia, so that the practice of Mark coexistence in Indonesia can be carried out constitutionally.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nahda Chairunnisa Utami
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai analisis pendaftaran merek yang merupakan nama umum berbahasa asing. Sebagaimana yang diatur di Pasal 20 huruf f Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis, sebuah merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut merupakan nama umum. Pemasalahan yang timbul adalah Undang-Undang tersebut belum memberikan aturan konkrit mengenai kriteria merek dianggap sebagai sebuah nama umum berbahasa asing, sehingga menyebabkan ketidakjelasan penerimaan pendaftaran merek di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Metode yang digunakan oleh Penulis dalam skripsi ini adalah metode yuridis-normatif. Penulis juga membahas mengenai penerimaan pendaftaran sebuah merek yang merupakan nama umum dan upaya hukum bagi para pihak yang keberatan terhadap sebuah merek mengandung nama umum berbahasa asing. Berdasarkan penelitian, dapat disimpulkan bahwa Undang-Undang tidak mengatur secara jelas terkait dengan terminologi “nama umum”, sehingga pemeriksa merek hanya bertumpu pada petunjuk teknis secara internal serta pemikiran subjektif untuk memutuskan mengenai penerimaan atau penolakan pendaftaran merek. Sehingga, dibutuhkan aturan yang lebih konrit mengenai kriteria dan batasan nama umum berbahasa asing yang tidak dapat dilakukan pendaftarannya sebagai merek dengan merujuk pada pertimbangan hakim serta pendapat ahli dari beberapa putusan sengketa merek yang berkaitan dengan nama umum. ......This thesis discusses the registration of trademarks which are general names in foreign languages. As regulated in Article 20 letter f of The Law Number 20 of 2016 concerning Marks and Geographical Indications, mark cannot be registered if the mark is a general name. The problem that arises is that the Law has not provided concrete rules regarding the criteria for a mark to be considered as a general name in a foreign language, resulting in unclear acceptance of mark registration. The method used by the author is the juridical-normative method. The author also discusses the acceptence of trademark registration which is a general name and the legal remedy that can be taken by the parties. Based on the research, the Law does not clearly regulate the term of "general name", so the trademark examiners only rely on technical instructions internally and subjective thinking to decide regarding acceptance or rejection of trademark registration. Therefore, more concrete rules are needed regarding the criteria and limitations of common names in foreign languages which cannot be registered as trademarks by referring to judges considerations and expert opinions from several decisions on trademark disputes relating to common terms.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>