Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 8 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Auzan Marrio Mardhianto
Abstrak :
Perdagangan cinderamata berbahan dasar karapas penyu sisik melibatkan kegiatan wildlife crime, yaitu perburuan dan perdagangan spesies tersebut secara ilegal. Kurangnya kesadaran masyarakat mengenai isu wildlife crime dan nilai ekonomis dari penyu sisik menjadi faktor penyebab perdagangan yang mengeksploitasi bagian tubuh spesies tersebut masih terjadi. Data yang diperoleh dari WWF Indonesia menunjukkan pemanfaatan media sosial dan e-commerce sebagai tempat para pedagang menawarkan bagian tubuh penyu sisik dalam bentuk cinderamata. Penulis berpendapat bahwa perburuan penyu sisik merupakan bentuk dari illegal poaching dan perdagangannya termasuk ke dalam wildlife trade. Berdasarkan pembahasan enviromental crime, kedua kegiatan tersebut melanggar animal rights, dengan menjadikan penyu sisik sebagai objek, dan species justice, dengan melihat dominasi manusia sebagai penyebab eksploitasi spesies tersebut. Regulasi yang berbentuk larangan dinilai tidak mampu menekan kasus perburuan dan perdagangan penyu sisik secara efektif, sehingga dibutuhkan juga cara lainnya seperti gerakan sosial yang bertujuan mengedukasi masyarakat. Penulis berpendapat adanya kesadaran mengenai peran penting penyu sisik dalam sistem ekologi dapat menahan sifat konsumtif yang menjadi tanda dari dominasi manusia terhadap spesies lain.
The trade of souvenirs made with hawksbill turtle carapace involves a wildlife crime activity, which are hunting and illegal trading of the said species. The lack of people's awareness towards the issue of wildlife crime and economic value of hawksbill turtles become the causation factors of the prevalence of trades that exploit body parts of said species. Data from WWF Indonesia shows that the usage of social media and e-commerce as a place where traders offer the hawksbill turtle's body parts as souvenirs. This paper argues that the hunting of hawksbill turtles is a form of illegal poaching and its trade is considered a wildlife trade. Based on environmental crime, those two activities violates the animal rights because of the objectification of hawksbill turtles and species justice when human's domination are seen as the causation factor said species' exploitation. Regulations in a form of forbidding is seen as unable to effectively reduce the cases of hunting and trading of hawksbill turtles, thus another way, such as social movement which objective is to educate people, is needed. This paper argues that awareness of hawksbill turtles' role in ecology system can hold back human's consumptive nature that is a sign of human domination against another species.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Raden Praditya Trias Herlambang
Abstrak :
Kepunahan terhadap Kukang terjadi karena dampak negatif yang diciptakan oleh pemelihara Kukang di Instagram. Pemilik Kukang sering mengunggah gambar-gambar hewan peliharaannya melalui instagram. Tindakan tersebut membentuk persepsi publik bahwa Primata Kukang dapat dijadikan hewan peliharaan. Tulisan ini mencoba menganalisis gerakan sosial dari aktivisme akun Instagram Kukangku. Menurut DeLay, gerakan sosial berperan untuk mengedukasi mengenai realitas dengan nilai berbeda dari kecenderungan alamiah yang dominan. Penulis melihat kelangkaan Primata Kukang diakibatkan oleh prilaku dominan manusia. Analisis tulisan ini menggunakan aktivisme media sosial sebagai bentuk edukasi melalui tiga aspek aktivisme media sosial, meliputi; Attack Ideological Enemies, Surveil the Surveillers, Preserve Protest Artefacts. Melalui aktivisme media sosial tersebut menjadi cara yang efektif untuk mengurangi pemeliharaan Kukang di tangan masyarakat. ...... The extinction of slow loris is due to the negative impact created by slow loriskeepers in Instagram. Slow lorises owners often upload pictures of their pets through instagram. These actions shape public perception that slow loris can be a pet. This paper attempts to analyze the social movements of `Kukangku` instagram account activism. According to DeLay, social movement plays a role to education about alternate realities with different values than the dominant habitus. The author sees the scarcity of slow loris caused by the dominant human behavior. The analysis of this paper using social media as a form of education through three aspects of social media activism, includes Attack Ideological Enemies, Surveill the Surveillers, Preserve Protest Artefacts. `kukangku` as social media activism be an effective way to reduce pet owner slow loris in society.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Khairunisa
Abstrak :
Perdagangan satwa liar yang dilindungi di DKI Jakarta merupakan bentuk dari wildlife crime yang akan berdampak pada manusia itu sendiri. Meskipun upaya penanganan telah dilakukan, namun pada kenyataannya kejahatan tersebut masih marak terjadi. Menggunakan pendekatan routine activity theory yang memiliki kerangka analisis segitiga kejahatan (crime triangle analysis) dapat menjelaskan mengapa penanganan kejahatan telah gagal untuk diterapkan, dengan melakukan peninjauan terhadap kinerja aktor pengendali (guardian, handler, manager). Hasil dari peninjauan tersebut menjelaskan bahwa kegagalan disebabkan oleh rendahnya komitmen dan kemampuan dari aktor pengendali kejahatan. Kemudian, kegagalan tersebut dapat ditangani dengan menghadiran super controllers atau elemen yang dapat mempengaruhi kinerja aktor pengendali kejahatan. Terkait bentuk pengaruhnya terhadap aktor pengendali, super controller terbagi menjadi sepuluh tipe yang dikelompokan dalam tiga kategori besar. Maka dari itu, penulisan ini diakhiri dengan pembahasan tentang implikasi pentingnya meninjau pemilihan tipe super controller yang akan digunakan dalam suatu penanganan kejahatan. ......The trade of protected wildlife in DKI Jakarta is a form of wildlife crime which will have an impact on humans themselves. Even though efforts have been made to deal with it, in reality these crimes are still often occur. Using a routine activity theory approach that has a crime triangle analysis framework can explain why crime handling has failed to be implemented by conducting a review of the performance of controlling actors (guardian, handler, manager). The results of the review explained that the failure was caused by the low commitment and ability of the crime controlling actors. Then, these failures can be handled by introducing super controllers or elements that can affect the performance of the controlling crime actor. Regarding the shape of its influence on controlling actors, super controllers are divided into ten types which are grouped into three broad categories. Therefore, this thesis ends with a discussion of the implications of the importance of reviewing the selection of the type of super controller that will be used in a crime handling
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ecrish Natalia Putri
Abstrak :
Kejahatan terhadap satwa liar, kerap terjadi di Indonesia, salah satunya adalah kasus perburuan dan perdagangan ilegal atas burung paruh bengkok asal Maluku Utara. Penulisan ini, dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih mendalam tentang struktur dari organisasi kriminal, yang terlibat dalam aktivitas ilegal perburuan dan perdagangan jenis burung paruh bengkok asal Maluku Utara. Penulisan ini juga ditujukan untuk mengetahui derajat pengorganisasian dari sindikat atau jaringan kriminal, dengan mengacu pada karakteristik khusus, yang dimiliki oleh setiap struktur dari organisasi kriminal. Hal tersebut dijelaskan dengan menggunakan teori organisasional dan paradigma kejahatan terorganisir model usaha/ perusahaan. Hasil dari penulisan ini menunjukkan bahwa aktivitas perburuan dan perdagangan burung paruh bengkok asal Maluku Utara dapat dibedakan menjadi tiga periode, dimana pada periode 2004 - 2009, aktivitas ini dilakukan oleh organisasi kriminal dengan struktur jaringan.
Wildlife crime often occur in Indonesia, and one of them is illegal trapping and illegal trading of parrots species in North Maluku. This study aims to provide a clearer picture of the structure of criminal organization, related to the trapping and trading of domestic parrot species of North Maluku. This study also tried to analyze the degree of organization of the syndicate, by referring to spesific characteristics possessed by every type of criminal organization, by using Organizational Theory and Enterprise Model of Organized Crime. The result shows that the illegal trapping and illegal trading of parrots species in North Maluku, can be divide into three different periods, when in 2004 - 2009 period this activities perpetrated by criminal networks.
Depok: Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Ichsan Syaidiqi
Abstrak :
Tesis ini membahas tentang penanganan kejahatan perdagangan satwa liar melalui pendekatan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pemberantasan dan Pencegahan Pidana Pencucian Uang. Kejahatan perdagangan satwa liar saat ini dalam penanganannya masih menggunakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Penggunaan cara konvensional tersebut dinilai tidak lagi relevan dalam menangani kejahatan perdagangan satwa liar yang sangat kompleks dewasa ini. Pendekatan menggunakan rezim anti pencucian uang digadang-gadang sebagai salah satu alternatif baru dalam penanganan kejahatan perdagangan satwa liar. Pada penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis normatif baik dengan penggunaan pendekatan undang-undang dan kasus. Berdasarkan temuan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa rezim anti money laundering di Indonesia sebenarya secara normatif sudah memadai untuk menindak kejahatan perdagangan satwa liar dan penindakan terhadap kejahatan perdagangan satwa liar dapat dilaksanakan. Akan tetapi dalam tatanan pelaksanaannya pendekatan ini masih belum terlalu diprioritaskan, kemudian juga perlu diperhatikan pengaturan tentang predicate crime yang dalam hal ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 seharusnya harus segera direvisi menimbang agar dapat mencakup kejahatan perdagangan satwa liar sebagai financial motivated crime. ......This thesis discusses the handling of wildlife trade crime through the approach of Act No. 8 of 2010 concerning the Eradication and Prevention of Money Laundering Crimes. Crimes against wildlife trafficking are currently still being dealt with using Act Number 5 of 1990 concerning Conservation of Living Natural Resources and Ecosystems. The use of conventional methods is considered no longer relevant in dealing with wildlife crime that is very complex today. The approach of using an anti-money laundering regime is predicted as a new alternative in handling wildlife trade crime. In this research using normative juridical legal research methods both with the use of a law and case approach. Based on the findings in this study, it can be concluded that the anti-money laundering regime in Indonesia is normatively sufficient to take action on wildlife trade crimes and the enforcement of wildlife trade crimes can be carried out. However, in the order of its implementation, this approach is still not prioritized, then it is also necessary to pay attention to the regulation of predicate crime which in this case is regulated in ActNumber 5 of 1990 should be immediately revised considering that it can cover wildlife trade crime as financially motivated crime.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Atalla Rajafar Riswan
Abstrak :
Pada akhir Oktober 2020 lalu, media sosial diramaikan dengan tagar savekomodo karena cuitan dari akun Kawan Baik Komodo yang memperlihatkan foto sebuah truk dihadang seekor komodo. Rupanya foto tersebut merupakan kondisi pembangunan proyek pariwisata di Taman Nasional Komodo, yang dikenal oleh umum sebagai ‘Jurassic Park’. Proyek pembangunan pariwisata tersebut kemudian mengundang banyak pro dan kontra, karena dinilai mengganggu ekosistem komodo yang berada disekitar area pembangunan. Padahal, satwa komodo telah memiliki status terancam punah yang dengan adanya pembangunan ini, dapat membahayakan ekosistem komodo lebih lanjut. Tidak hanya itu, proyek pembangunan ini juga dinilai dapat merugikan masyarakat lokal. Hal ini menimbulkan pertanyaan, mengetahui bagaimana risikonya terhadap lingkungan, apakah kebijakan pemerintah untuk membangun proyek ‘Jurassic Park’ merupakan langkah konservasi yang tepat. Sehingga, dalam karya tulis ini, penulis mencoba untuk mengeksplorasi lebih dalam mengenai risiko dan kebijakan pembangunan proyek ‘Jurassic Park’ dengan menggunakan perspektif Conservation Criminology (kriminologi konservasi). Data yang diperoleh mendukung pernyataan sebelumnya terkait dengan bagaimana proyek wisata alamm liar seperti ‘Jurassic Park’ dapat berdampak pada ekosistem komodo dan merugikan masyarakat. Dengan menggunakan analisis data sekunder, pembahasan karya tulis ini terdiri dari pengelolaan sumber daya alam dan biologi konservasi, kriminologi, serta ilmu risiko dan keputusan. Diketahui bahwa kebijakan pemerintah dalam melakukan proyek pembangunan ‘Jurassic Park’ tidak melibatkan masyarakat. Kemudian terlihat juga bagaimana pemerintah tidak terlalu mempertimbangkan apa risikonya terhadap lingkungan namun lebih kepada keuntungan yang akan didapatkan. Kebijakan pembangunan ini juga bisa dikatakan kontradiktif dengan kebijakan pemerintah menjadikan wilayah tersebut sebagai Taman Nasional. ......At the end of October 2020, social media was enlivened with the hashtag #savekomodo because of a tweet from the Kawan Baik Komodo account showing a photo of a truck being blocked by a Komodo dragon. Apparently the photo is the condition of the construction of a tourism project in Komodo National Park, which is known to the public as the 'Jurassic Park'. The tourism development project then invites many pros and cons, because it is considered disturbing the Komodo dragon ecosystem around the development area. In fact, the Komodo dragon already has an endangered status which with this development, can endanger the Komodo dragon ecosystem further. Not only that, this development project is also considered to be detrimental to local communities. This raises the question, knowing what the risks are to the environment, whether the government's policy to build the 'Jurassic Park' project is the right conservation measure. So, in this paper, the author tries to explore more deeply the risks and policies of the 'Jurassic Park' project development using the perspective of Conservation Criminology (conservation criminology). The data obtained support previous statements related to how tourism projects such as the 'Jurassic Park' can impact the Komodo dragon ecosystem and harm the community. Using secondary data analysis, the discussion of this paper consists of natural resource management and conservation biology, criminology, and risk and decision science. It is known that the government's policy in carrying out the 'Jurassic Park' development project does not involve the community. Then it is also seen how the government does not really consider the risks to the environment but rather the benefits that will be obtained. This development policy can also be said to be contradictory to the government's policy of making the area a National Park.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2022
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Salsa Juanita Prihapsari
Abstrak :
Hilangnya satwa liar akibat kejahatan konservasi meningkatkan ancaman kepunahan, perubahan struktur demografi dan genetis, peningkatan transmisi penyakit, hilangnya fungsi ekosistem, serta terganggunya rantai makanan. Kebanyakan pendekatan penegakan hukum yang digunakan untuk kejahatan-kejahatan satwa liar hanya terbatas pada penegakan hukum pidana dan pendekatan hukum administrasi yang bertujuan untuk menghukum pelaku. Pada dasarnya, mengingat keberadaan satwa liar sangat penting bagi keseimbangan ekosistem, perlu adanya penegakan hukum yang berorientasi pada pemulihan satwa-satwa liar hasil kejahatan konservasi. Oleh sebab itu, penulis memandang perlu untuk menganalisis dan mempelajari pendekatan penegakan hukum yang tepat untuk melindungi keberadaan satwa liar. Penelitian hukum ini merupakan penelitian hukum doktrinal yang dilakukan dengan menelusuri perihal doktrin hukum, aturan hukum, atau prinsip hukum yang berlaku yang hasilnya disajikan secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Indonesia belum memiliki kerangka hukum yang komprehensif terkait upaya ganti rugi dan pemulihan akibat hilangnya satwa liar hasil kejahatan konservasi. Selain itu, penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun terdapat peluang hukum untuk upaya ganti rugi dan pemulihan melalui pertanggungjawaban perdata, belum ada kerangka hukum yang komprehensif dalam menjelaskan jenis-jenis kerugian dan pemulihan yang dapat dilakukan. Walaupun demikian, studi kasus WALHI melawan PT Nuansa Alam Nusantara (PT NAN), dkk mengindikasikan penggunaan pertanggungjawaban perdata dapat dilakukan untuk ganti rugi dan pemulihan satwa liar yang dilindungi. Implementasi serupa di Uni Eropa dan Kamerun menunjukkan keberhasilan yang bisa menjadi acuan. Pada akhir penelitian, penulis memberikan saran untuk menganalisis lebih lanjut hubungan kausalitas antara hilangnya satwa liar akibat kejahatan konservasi dan dampaknya terhadap ekosistem, termasuk kemungkinan terjadinya kaskade trofik dan penggunaan pendekatan penegakan hukum administrasi dalam memulihkan kondisi satwa liar ke keadaan semula. ......The depletion of wildlife resulting from conservation offenses poses a heightened risk of extinction, alterations in demographic and genetic makeup, heightened disease spread, disruption of ecosystem function, and disturbance of food chains. Current law enforcement strategies targeting wildlife crimes primarily center on criminal and administrative law aimed at punishing wrongdoers. Given the crucial role of wildlife in maintaining ecosystem balance, there is a pressing need for law enforcement focused on wildlife recovery following conservation offenses. Therefore, it is imperative to examine and evaluate appropriate law enforcement approaches for safeguarding wildlife. This legal research is a doctrinal legal research conducted by analyzing legal doctrines, rules, and principles, with the findings presented descriptively. The study reveals that Indonesia lacks a comprehensive legal framework for compensating and remedying wildlife depletion resulting from conservation offenses. Although legal avenues for compensation and recovery through civil liability exist, there is no comprehensive legal framework outlining the types of losses and recoveries permissible. Nevertheless, the WALHI's case against PT Nuansa Alam Nusantara (PT NAN) et al, demonstrates that civil liability can be utilized to compensate and restore protected wildlife. Successful applications in the European Union and Cameroon serve as viable references. Additionally, it is recommended to further study the causal link between wildlife depletion due to conservation offenses and its impact on ecosystems, including potential trophic cascades and the utilization of administrative law enforcement strategies to restore wildlife to its natural state.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Shinta Mustika
Abstrak :
Penelitian ini membahas peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dalam upaya untuk menggurangi perdagangan ilegal. Permasalahan pelaksanaan kebijakan UU No.5 Tahun 1990 yang tidak jalan karena ringannya hukum di berlakukan serta pengawasasan oleh polhut yang tidak efektif karena terbatasnya SDM Polhut. Penelitian ini Post-positivis yang mengkaitkan hasil penelitiannya dengan teori Bell dan McGillivary peran pemerintah sebagai Administrative Regulation, Anticipatory Continuing Controls, Planning Prevention, dan Protecting Nature. Dari keempat dimensi belum berjalan dengan baik karena masih ada kendala dan kebijakan dasar sedang direvisi maka pemerintah menerapkan sistem multidoor untuk memberatkan sanksi yang diberikan dan bekerjasama dengan MMP, penyidik PNS, WCS dan WWF.Kata Kunci: Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Peran Pemerintah, Perdagangan, ilegal satwa liar.
This undergraduate thesis discussesd the role of the Ministry of Environment and Forestry from the efforts made in tackling illegal trade in protected wildlife. The problem is implementation policy of law No.5 of 1990 not appropriate with procedure as casually given minor offences, monitoring is also less effective due to a number of forest ranger in addition. This Post positivis research which related result of the research and theory of Bell and McGillivary on the role of the Government as the Administrative Regulation, Anticipatory Continuing Controls, Planning Prevention and Protecting Nature. The four dimenstion are not well on of this research that Law is being revised so the government implements multidoor system to burden the sanction and cooperate with MMP, PPNS, WCS, WWF.
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S69807
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library