Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Amri Sujama
"Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang Kinerja Organisasi Lokal dalam Pelaksanaan Program Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D). Juga dibahas tentang faktor penghambat Kinerja Organisasi Lokal. Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) merupakan kelanjutan dan pengembangan dan program P3DT yang dilaksanakan sejak tahun 1995/1996 hingga tahun 2000. Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D) adalah bertujuan untuk mendukung pembangunan ekonomi regional, pemerataan dan pemberdayaan masyarakat desa serta mengurangi kemiskinan di perdesaan. Proyek ini dilaksanakan dengan penekanan peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat perdesaan (Organisasi Masyarakat Setempat).
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif yang diperoleh melalui wawancara mendalam dengan para informan, observasi dan studi kepustakaan. Penelitian ini juga menggunakan konsep penelitian yang didasarkan pada pengertian kinerja oleh Suyadi dan teori variabel yang mempengaruhi kinerja Organisasi Lokal dan Esman 8 Uphoff.
Pemilihan informan dilakukan secara purposive sampling yakni: Pimpro, Pimbagpro, Tim Teknis Lapangan, Camat Pegasing, Kepala Desa, Ketua sekretaris dan anggota OMS, Tokoh Masyarakat dan Warga masyarakat dengan jumlah keseluruhan 30 orang. Hasil penelitian dianalisa dengan mengaitkan kebijakan program dan kerangka pemikiran tentang Kinerja dan Organisasi Lokal. Kinerja masing-masing OMS terlihat dalam proses dan hasil dari pelaksanaan pembangunan paket program P2D (fisik dan nonfisik) yang diawali sejak penandatanganan Surat Perjanjian Pemberian Pekerjaan yang dilaksanakan di Kantor Kecamatan. Dalam tahap pelaksanaan, peran OMS berusaha untuk menggerakkan warga masyarakat masing-masing desa untuk melaksanakan pembangunan di masing-masing desa. OMS Al-Amal di Desa Uning, OMS Kelompok Tani Mara Utama di Desa Pedekok telah mampu menggerakkan warga masyarakat bergotong-royong sehingga mampu menghemat biaya yang selanjutnya dipergunakan untuk meningkatkan volume kerja. Namun OMS AI-Latifah cenderung kurang mampu menggerakkan warga masyarakat.
Dalam melaksanakan pembangunan di masing-masing desa, OMS yang telah memiliki kepercayaan dari warga masyarakat secara mandiri menentukan tempat dan waktu pertemuan dengan warga masyarakat, tanpa dicampuri oleh pihak lain. Dalam pertemuan, OMS memberikan kesempatan kepada peserta pertemuan untuk bertanya serta memberikan saran. Pelaksanaan pembukaan jalan di Desa Uning dikerjakan secara gotong-royong dimana warga masyarakat diberikan makan sIang, kopi dan rokok. di Desa Pedekok pelaksanaan pembangunan bak tampung air dilaksanakan dengan cara gotong-royong dan diberikan makan siang, kopi dan rokok. Namun di Desa Kayukul, pelaksanaan pembangunan MCK dikerjakan oleh OMS dan dibantu oleh warga masyarakat yang diberikan upah. Dalam pelaksanaan proyek P2D di masing-masing desa secara umum menghasilkan fisik (Jalan, Bak Tampung Air dan MCK) dan Non Fisik (peningkatan ekonorni, manfaat-manfaat sosial, tingkat keadilan, pengurangan diskriminasi pria dan wanita serta partisipasi warga masyarakat dalam pengambilan keputusan).
Dalam pelaksanaan Proyek Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D masih terdapat Faktor penghambat yang dirasakan oleh masing-masing anggota OMS yakni rendahnya tingkat pendidikan yang didominasi tamatan SD dan SLTP yang berpengaruh terhadap penyusunan admisnistratif. Walaupun sebelumnya beberapa pengurus OMS dan anggota OMS tetah mengikuti pelatihan di kantor kecamatan, namun masih dirasakan kesulitan dalam penyusunan administratif. Faktor penghambat lain yang secara umum dirasakan oleh masing-masing OMS adalah kesulitan untuk mengumpulkan iuran dari warga masyarakat untuk perawatan serta perbaikan bangunan hasil proyek P2D di desa mereka masing-masing hal ini dikarenakan adanya kecenderungan bahwa yang bertanggung jawab adalah pemerintah daerah."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T21692
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Munandar
"Kehadiran Undang-Undang Otonomi Daerah menjadi momentum bagi daerah untuk dapat lebih leluasa mengatur sendiri penyelenggaraan rumah tangganya berdasarkan aspirasi masyarakat lokal di daerah. Sehingga pemerintah daerah dapat menentukan sendiri pekerjaannya sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Untuk itu pemerintah daerah perlu segera melengkapi dirinya dengan kelembagaan perangkat daerah yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Karena kelembagaan perangkat daerah adalah `tools' bagi pemerintahan daerah untuk dapat bergerak dan bekerja sesuai tugas dan tanggung jawabnya itu. Dengan penataan kelembagaan perangkat daerah yang disesuaikan dengan yang dibutuhkan di Kota Bengkulu, diharapkan Pemerintah Kota Bengkulu dapat bekerja dengan lebih optimal, efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Kota Bengkulu.
Agar dapat melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah yang sesuai dengan kebutuhan daerah maka diperlukan assesmen terhadap kebutuhan daerah itu sendiri. Dalam hal ini kebutuhan daerah ditentukan dari kebutuhan akan penyediaan pelayanan dasar (basic services) dan kebutuhan pengembangan potensi-potensi unggulan khas (core competencies) yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Dengan mengidentifikasi kebutuhan basic services dan core competencies pemerintah daerah dapat diketahui kewenangan rill pemerintah Kota Bengkulu, berupa jenis-jenis pelayanan pemerintahan yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Bengkulu yang selanjutnya akan menjadi rujukan untuk melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah.
Basic services diidentifikasi dengan 5 indikator, yaitu : protective services, environmental services, personal services, recreation services dan commercial services. Dan core competencies diidentifikasi dengan melihat struktur mata pencaharian penduduk, struktur penggunaan lahan serta kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Kota Bengkulu. Sementara penataan kelembagaan dioperasionalisasikan dengan merujuk kepada 5 komponen dasar organisasi, yaitu : strategic apex, middle line, techno-structure, support staff dan operating core.
Permasalahan penelitian dirumuskan dengan 3 pertanyaan penelitian, yaitu: 'Bentuk pelayanan apa saja yang dibutuhkan dan perlu diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Bengkulu `Bagaimana format kelembagaan perangkat daerah yang sesuai untuk Kota Bengkulu berdasarkan kebutuhan tersebul T dan ' Apakah kelembagaan perangkat daerah yang telah dibentuk di Kota Bengkulu dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sudah sesuai dengan yang dibutuhkan ?'
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan diatas digunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan, tahap pertama adalah studi dokumen dan kepustakaan sedang untuk tahap kedua dilaksanakan studi lapangan dengan 'observasi non partisipan' dan `interview'. Analisa data menggunakan teknik analisa kualitatif-deskriptif sehingga terhadap data-data statistik yang bersifat kuantitatif dipergunakan sebagai pendulum analisa.
Dari proses analisa data diketahui bahwa bentuk-bentuk pelayanan dasar (basic services) yang menjadi kebutuhan di Kota Bengkulu terdiri dari 49 jenis urusan. Sementara berdasarkan karakteristik potensi unggulan khas (core competencies) yang dimiliki oleh pemerintah daerahnya, di Kota Bengkulu dibutuhkan pelayanan-pelayanan yang berhubungan dengan bidang usaha jasa, perdagangan dan pertanian. Setelah dikurangi dengan 8 jenis pelayanan yang telah diselenggarakan oleh pihak-pihak lain diluar Pemerintah Kota Bengkulu, diketahui bahwa pelayanan yang perlu diselenggarakan di Kota Bengkulu terdiri dari 41 jenis pelayanan.
Dengan menggunakan teori-teori organisasi dan aturan-aturan norrnatif yang ada dirumuskan 3 alternatif bentuk kelembagaan untuk perangkat daerah Kota Bengkulu, Dan dari masing-masing alternatif itu dapat dibagi lagi ke dalam 2 altematif format susunan organisasi. Sehingga secara keseluruhan terdapat 6 alternatif kelembagaan perangkat daerah yang cukup sesuai untuk Kota Bengkulu.
Dari keenam alternatif tersebut teridentifikasi bahwa format kelembagaan yang dinilai paling ideal untuk Kota Bengkulu adalah format kelembagaan yang terdiri dari 28 jenis lembaga dengan kedudukan Sekretaris Daerah yang `kuat'.
Dan melalui proses komparasi diketahui bahwa bentuk-bentuk pelayanan yang diselenggarakan oleh kelembagaan perangkat daerah yang telah dibentuk di Kota Bengkulu dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sudah cukup sesuai dengan yang dibutuhkan daerah, Ini terbukti dengan sudah tercakupnya semua unsur kebutuhan pelayanan oleh urusan-urusan yang diselenggarakan Perangkat Daerah Kota Bengkulu. Namun format kelembagaan yang telah dibentuk tersebut dinilai masih terlalu 'gemuk' dan tergolong cukup rawan untuk terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan politik dari para pejabat politis di daerah. Sehingga dalam rangka mendapatkan format kelembagaan yang lebih efisien dan ideal maka masih diperlukan perampingan dan penataan kembali terhadap susunan organisasi yang telah ada itu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library