Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Governance implementation espicially in Province of DKI Jakarta as the capital city city the Republic Indonesia as it is arranged in Law Number 29/2007 on Provincial Government of DKI Jakarta of the Capital City of NKRI, adheres one level of local autonomy which is put on provincial level. Thus municipality in Province of DKI Jakarta isn't as an autonomous region as other provinces. It implicates that municipality is only as an administrative region that that has no. Fact shows that the force of Law Number 29/2007 had been implemented at least two and half years and no regulation on the spelling out of it to arrange the change of 'Kotamadya' (municipality) terminologi into Administration City. Therefore, this research found the found the hope of community and governance stakeholders who gave input that Provincial Government of DKI Jakarta together with Local House of Representatives need to conduct formulation on operational policy as the spelling out of the change of the terminology of 'Kotamadya' into administrative city as the spelling out of law Number 29/2007. Only through that way , the meaning of consistency and substance of governance affairs conducted by administrative city can be more appropriate by the characteristic and the meaning of administrative city that don't adhere as an autonomous region load.
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Apriadi Hidayat
Abstrak :
Skripsi ini membahas analisis implementasi pemungutan pajak air tanah di Kota Tangerang. Pokok permasalahan dalam skripsi ini, yaitu terkait dengan implementasi pemungutan pajak air tanah di Kota Tangerang dan kendala ndash; kendala yang terjadi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan observasi dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa implementasi pemungutan pajak air tanah di Kota Tangerang, jika dilihat dari tiga tahapan, yaitu identifikasi, penetapan dan pemungutan, belum berjalan optimal. Terdapat berbagai kendala dalam pemungutan pajak air tanah di Kota Tangerang, yang terbagi menjadi dua, yaitu kendala eksternal dan kendala internal. ......This thesis explains the analysis implementation of groundwater tax collection in Tangerang municipality. Core issues raised within this thesis are related to the implementation of groundwater tax collection in Tangerang, and constraints which are existed. The research applies quantitative approach, and uses literature studies and field research observation and in depth interview as data collection technique. Results of this research indicate that the collection of groundwater tax in Tangerang municipality, if viewed from three phases i.e identification, assessment, and collection, in practice is not done optimally. Thera are various constraints on collection of groundwater tax, that is internal and external constraints.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kazemi, Mohammad
Abstrak :
Kewirausahaan adalah simbol dari usaha dan kesuksesan dalam bisnis, dan kewirausahaan memainkan peran penting dalam perkembangan ekonomi dan sosial masyarakat. Sejak Kewirausahaan Organisasional (Organizational Entrepreneurship, OE) berkontribusi pada stabilitas keuangan untuk adminstrasi urusan perkotaan, hal ini menjadi sangat penting pada kasus kota. Melalui alasan ini, studi ini bertujuan untuk meneliti peran dari kapital sosial (Social Capital, SC) pada perkembangan kewirausahaan di Kota Teheran. Metode penelitian menggunakan deskriptif dan non-eksperimental, dan data yang terkumpul berasal dari 204 kuesioner yang didistribusikan pada manajer dan ahli organisasi. Penelitian menggunakan stratified sampling dengan partisipan sebanyak 37 manajer dan 167 ahli organisasi. Jumlah partisipan laki-laki sebanyak 147 orang dan jumlah partisipan perempuan sebanyak 57 orang. Rata-rata usia partisipan adalah 47 tahun dengan standar deviasi 0,765. Hipotesis penelitian diuji menggunakan Structural Equation Modeling (SEM). Hasil dari studi menunjukkan bahwa kapital sosial melalui tiga dimensinya (dimensi kognitif, relasional dan struktural) memiliki pengaruh signifikan yang positif pada kewirausahaan organisasional. ......Entrepreneurship is the symbol of endeavor and success in business, and entrepreneurs play a crucial role in economic and social development of communities. Since Organizational Entrepreneurship (OE) contribute to earning stable finance required for administration of urban affairs, it is very important in the case of municipalities. For this reason, this study aims to investigate the role of social capital (SC) in the development of entrepreneurship in Tehran municipality. Research method was descriptive and non-experimental, and required data were collected through 204 questionnaires distributed among managers and experts of the organization. Stratified sampling was used, in which 37 managers and 167 experts participated. Number of male participants was 147, and number of female participants was 57. The mean age of participants was 41 years, and its standard deviation was 0.765. In order to test the research hypothesis, structural equation modeling (SEM) was used. The results of the study showed that social capital and its three dimensions (Cognitive, Relational and Structural dimensions) had positive significant effect on organizational entrepreneurship.
Department of Public Administration, Faculty of Earth Science, Shahid Beheshti University, 2016
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Tatang Muttaqin
Abstrak :
Municipal and household-level determinants for Indonesian children out of school are studied using multilevel analysis of 221,392 children in 136,182 households in 497 municipalities. The higher the poverty rate and public education expenditure per capita, the higher the likelihood that children drop out. However, a high(er) mean of municipality education expenditure significantly increases the likelihood that children will never attend school. At the household level, expenditure, spending on education, and head of household's educational background have significant effect on reducing the number of the children out of school.
Jakarta: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), 2017
330 JPP 1: 2 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Siahaan, Jornal E.
Abstrak :
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menguji efektivitas pelatihan dalam meningkatkan kualitas SDM dibidang Ketenteraman dan Ketertiban DKI Jakarta. Penelitian ini membahas manajemen pelatihan dalam konteks manajemen SDM, sehingga fokus penelitian ditujukan untuk menguji persepsi responden terhadap pelaksanaan pelatihan dan pengaruh pelatihan dalam meningkatkan pengetahuan aparatur dibidang Ketenteraman dan Ketertiban di DKI Jakarta. Unit analisis penelitian ini adalah peningkatan pengetahuan individu pegawai selama mengikuti pelatihan.

Peningkatan pengetahuan responden menggunakan indikator skor pretes dan postes yang diperoleh masing-masing responden selama mengikuti pelatihan. Skor pretes dan postes selama 3 tahun (1995-1997) digunakan untuk menganalisis konsistensi pengaruh pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan pegawai dibidang Ketenteraman dan Ketertiban.

Analisis statistik t-tes dipakai untuk menguji pengaruh pelatihan terhadap peningkatan pengetahuan pegawai bidang Ketenteraman dan Ketertiban. Analisis frekuensi prosentase digunakan untuk mengkaji persepsi responden terhadap pelaksanaan program

pelatihan. Sedangkan analisis regresi berganda digunakan untuk mengkaji kontribusi 5 (lima) variabel prediktor terhadap prestasi pelatihan.

Koefisiensi determinasi (R2) menjelaskan kontribusi variabel prediktor terhadap prestasi pelatihan bagi pegawai bidang Ketenteraman dan Ketertiban. F-tes akan menguji sikniflkansi R2 didalam menjelaskan sumbangan kelima prediktor variabel terhadap prestasi pelatihan.

Studi ini menunjukkan bahwa persepsi responden terhadap dimensi efektivitas pelatihan cukup baik sehingga dapat disimpulkan program pelatihan telah cukup efektif. Program pelatihan secara konsisten mempengaruhi peningkatan pengetahuan dan Ketrampilan pegawai dibidang Ketenteraman dan Ketertiban. Kelima variabel prediktor memberikan kontribusi sebesar 79% terhadap prestasi responden pada program pelatihan.
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudiarto
Abstrak :
Pembangunan perumahan sangat sederhana di Perumnas DV Karawaci yang berlokasi di Kelurahan Uwungjaya dan Cibodas, Kecamatan Jatiuwung, Kotamadya Dati II Tangerang dilaksanakan oleh Perum Perumnas pada tahun 1992. Pembangunan perumahan sangat sederhana tersebut sebagian besar diperuntukkan bagi relokasi permukiman kumuh Kampung Sawah, Kelurahan Tanjungduren dan Kemanggisan Jakarta Barat. Pembangunan perumahan sangat sederhana dengan luas bangunan 21 m2 dan luas tanah 54 m2 secara sepintas merupakan keberpihakan terhadap pemenuhan kebutuhan rumah bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah. Karakteristik data di lapangan menunjukkan masih terdapat rumah sangat sederhana yang utuh (belum diubah) disingkat RSSUT dan rumah sangat sederhana yang telah diubah (direnovasi) disingkat RSS-RV. Ditinjau dari luas bangunan, bahan bangunan dan konstruksi diduga tidak layak huni, bahkan ada kesan memindahkan permukiman kumuh baru dan tidak manusiawi dan tidak memenuhi persyaratan lingkungan baik sosial, fisik maupun kesehatan. Tujuan pertama penelitian ini adalah mencari hubungan antara aspek sosial ekonomi, aspek fisik dan aspek kesehatan/sanitasi lingkungan perumahan sangat sederhana dengan kesehatan penghuninya. Tujuan penelitian yang kedua untuk memperoleh gambaran bangunan tipe berapakah rumah sangat sederhana yang memperhatikan aspek sosial ekonomi, aspek fisik, aspek sanitasi lingkungan dan aspek kesehatan penghuni. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi pihakpihak terkait dalam merumuskan kebijaksanaan dan melaksanakan pembangunan perumahan yang berwawasan lingkungan. Hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut: 1. Terdapat perbedaan kondisi kesehatan antara penghuni rumah sangat sederhana yang masih utuh (RSS-UT) dengan penghuni rumah sangat sederhana telah direnovasi (RSS-RV). 2. Terdapat hubungan antara kondisi sosial ekonomi penghuni rumah sangat sederhana dan kesehatan penghuninya. 3. Terdapat hubungan antara kondisi fisik rumah sangat sederhana dan kesehatan penghuninya. 4. Terdapat hubungan antara kondisi kesehatan/sanitasi lingkungan rumah sangat sederhana dan kesehatan penghuninya. Penelitian yang dilakukan adalah ekspos faktor korelasi, dengan pengumpulan data primer dari 120 kepala keluarga penghuni rumah sangat sederhana sebagai responden, data sekunder, dan observasi langsung. Responden ditentukan secara acak sederhana untuk memperoleh jumlah yang sama, karakteristik data rumah meliputi rumah sangat sederhana yang masih utuh (RSS-UT) berjumlah 518 unit dan rumah sangat sederhana yang telah direnovasi (RSS-RV) 675 unit, total 1193 unit RSS. Analisis data dilakukan dengan menggunakan uji analisis statistik non parametrik menggunakan rumus X2 (chi square) untuk menentukan adanya hubungan antar variabel yang diteliti. Uji koefisien kontinjensi untuk mengetahui derajat hubungan antar variabel. Hasil penelitian 1. Antara penghuni rumah sangat sederhana yang masih utuh (RSS-UT) dan rumah sederhana yang telah direnovasi (RSS-RV) terdapat perbedaan kesehatan menurut tingkat kesehatan penghuni, jenis penyakit dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Tingkat kesehatan penghuni rumah sederhana yang telah direnovasi (RSS-RV) lebih baik dibandingkan dengan penghuni rumah sangat sederhana yang masih utuh (RSS-UT). 2. Kondisi sosial ekonomi penghuni rumah sangat sederhana berpengaruh terhadap kesehatan penghuni. Analisis hubungan antara jumlah anggota keluarga (kepadatan hunian), pendidikan, dan pendapatan dengan kesehatan penghuni menunjukkan dua tabulasi silang pada derajat hubungan yang kuat dan enam tabulasi silang pada hubungan yang cukup kuat. Tujuh diantaranya mempunyai nilai kontinjensi di atas nilai tengah koefisien kontinjensi maksimum dan satu dengan nilai kontinjensi di bawah nilai tengah kontinjensi maksimum. 3. Kondisi fisik rumah sangat sederhana berpengaruh terhadap kesehatan penghuninya. Rumah sangat sederhana tipe RSS-21 m2 dengan jumlah penghuni rata-rata 6 orang untuk satu rumah menyebabkan kesehatan menurun. Analisis hubungan antara luas bangunan rumah, kondisi ventilasi udara, kondisi kenyamanan hawa, kondisi sinar matahari, jumlah kamar tidur, dan tats letak kerapatan mempunyai hubungan dengan kesehatan penghuninya, Hubungan tersebut pada derajat cukup kuat terdapat lima nilai kontinjensi di atas nilai tengah kontinjensi maksimum sedangkan tujuh di bawah nilai tengah koefisien kontinjensi maksimum. 4. Sanitasi lingkungan perumahan sangat sederhana mempengaruhi terhadap kesehatan penghuni. Analisis hubungan antara pembuangan air limbah, pembuangan limbah padatlsampah, kondisi kebersihan halaman dan lingkungan dengan kesehatan penghuni secara keseluruhan mempunyai derajat hubungan yang cukup kuat berarti mempunyai hubungan yang bermakna. Pada derajat hubungan yang cukup kuat, lima hubungan dengan nilai kontinjensi di bawah nilai kontinjensi maksimum dan satu di atas nilai tengah kontinjensi maksimum. Kesimpulannya bahwa tingkat kesehatan penghuni rumah sederhana yang telah direnovasi (RSS-RV) lebih baik dibandingkan dengan penghuni rumah sangat sederhana yang masih utuh (RSS-UT). Terdapat hubungan antara perumahan sangat sederhana dengan kesehatan penghuninya. E. Daftar Kepustakaan : 47 (1982-1998)
The Relationship Between Very Low Cost Housing And The Health Of Its Inhabitant (A Case Study of the Very Low Cost Housing Environment in Tangerang Municipality)In 1992 Perum Perumnas (The National Urban Development Corporation) implemented the very low cost housing development at Uwungjaya and Cibodas, Jatiuwung, Tangerang Municipality. This development is mostly meant for relocation of the shanty settlement of Kampung Sawah Tanjungduren and Kemanggisan in West Jakarta. At first glance, the development of the very low cost housing of 54 square meters plot of land , 21 square meters out of which is allocated for housing, seems to take side to the people with lower income. There are some original very low cost housing and renovated houses. Based on the width of the building, the material used and construction, the houses can be considered improper to stay, even it appears to move the new shanty town and it is not human and unable to create a good and healthy environment. The first purpose of this research is to find associations between the social economic aspect, physical aspect, sanitation and environmental health aspect of the very low cost housing and the health of its inhabitant. The second purpose is to get an answer to the question of what type of the very low cost housing which really observed the environmental aspects. The findings of this research are expected to become an input to the related institutions and policy makers in formulating policy and implementing the housing development that has great concern towards environmental aspects. The hypothesis are as follows : 1. There are differences between the health condition of inhabitants of 2. There is a relationship between the social economic condition of the very low cost housing and the health of its inhabitant. 3. There is a relationship between the physical condition of the very low cost housing and the health of its inhabitant. 4. There is a relationship between the sanitary condition of the very" low cost housing and the health of its inhabitant. The methodology of this research is expost facto correlation by collecting primary data from 120 respondents namely inhabitants of the very low cost housing, secondary data, and direct observation in the area. The respondents were taken by simple random sampling . The characteristic data of the houses are 518 units of the original very low cost houses and 675 units of similar type but already renovated ; the total number is 1193 units of very low cost houses. Data analysis was carried out by non parametric statistical analysis examination, and formula X2 (chi square) was used to determine whether or not there is correlation among variables to be examined. The contingency coeficient test was used to know the degree of relationship among variables. The findings of this research include : 1. Between the original very low cost housing inhabitant and the renovated very low cost housing inhabitant, there were health differences by the health level of its inhabitant, deseases and the usage of the health services. The health level of the renovated housing inhabitant was much better in comparison to the original housing inhabitant. 2. The social economic conditions of the very low cost housing have influence upon the health of its inhabitants. The relationship analysis between the housing density, education, income and the health of its inhabitants have two cross tables of relationship at the strong level and six tables at the slightly less strong level of relationship. Seven (7) out of eight (8) tables have contingency value above the middle maksimum coeficient contingency value and only one is below the middle maksimum coeficient contingency value. 3. The physical condition of the very low cost housing has influence upon the health of its inhabitant. The type of the very low cost houses of 21 square meters building occupied by an average of six inhabitants tend to cause the health level to decline. The relationship analysis of house floorspace, ventilation condition, pleasant air condition, sunray condition, the a number of bedrooms, the housing design and density has relationships with the health of its inhabitants. The relationship at the sufficiently strong degrees relationship has, five contingency above the middle maksimum coeficient contingency whereas seven below are the middle maksimum coeficient contingency. 4. Very low cost housing sanitation influenced the health of its inhabitant. The relationship analysis between the sewage, garbage dump, and the and clean condition of the yard of houses environment and the health of its inhabitant showed that there is a significant relationship. The strong degree relationship has, five significant contingency value under the middle maksimum coeficient contingency, only one is above the middle maksimum coeficient contingency. 5. The conclusion is the health level of the renovated housing inhabitant is much better compared to the original housing inhabitant. There is relationship between the very low cost housing and the health of its inhabitant. E References: 47 (1982-1998)
1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Firsada
Abstrak :
Berdasarkan berbagai pertimbangan manajerial, administrasi, dan kemungkinan untuk berkembang, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II (Daerah Otonom Tingkat Kabupaten/Kotamadya) adalah tepat dan wajar. Permasalahannya adalah bagaimana keberadaan Daerah Tingkat I Lampung kelak, apakah masih tetap hidup atau ditiadakan. Dari hasil penelitian dengan mempergunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, menunjukkan bahwa tidak semua urusan pemerintahan dapat diserahkan kepada Daerah Tingkat II untuk diatur dan diurus sebagai urusan rumah tangganya. Ada jenis jenis urusan tertentu dari suatu urusan yang karena sifatnya dan kemanfaatannya lebih tepat, berdayaguna dan berhasilguna apabila diurus oleh Daerah Tingkat I. Kenyataan menunjukkan, peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II hanya mengakibatkan jenis urusan dari suatu urusan rumah tangga Daerah Tingkat I yang berkurang, bukan jumlah urusannya. Peletakan Titik Berat Otonomi pada Daerah Tingkat II berimplikasi kepada peranan Daerah Tingkat I, peranan internal dan peranan eksternal. Peranan internal berupa upaya maksimalisasi urusan-urusan rumah tangga sendiri, sedangkan peranan eksternal berupa pembinaan terhadap Daerah Tingkat II bersifat konsultatif dan koordinatif dalam rangka mendorong kemandirian Daerah Tingkat II dalam berotonomi. Berdasarkan landasan konstitusional; pendemokrasian, peranan Daerah Tingkat I sebagai Daerah Otonom serta berdasarkan sistem otonomi nyata, maka keberadaan Daerah Tingkat I Lampung tetap diperlukan, meskipun urusan (jenis urusan) rumah tangganya relatif sedikit karena diserahkan kepada Daerah Tingkat II. Efektifitas dan efisiensi merupakan salah satu pertimbangan dari diletakkannya Titik Berat pada Daerah Tingkat II. Dalam hubungan ini ternyata meniadakan Daerah Tingkat I (pada Propinsi), sistem penyelenggaraan dan Struktur Organisasi Pemerintahan Daerah akan menjadi tidak efisien dan efektif.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiwan Taqim
Abstrak :
ABSTRAK Inpres Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek, menjadikan Kota Tangerang selain melayani kebutuhan penduduknya juga melayani kebutuhan pendudukJakarta. Pesatnya arus migrasi, meningkatnya pembangunan kawasan industri, perumahan, perdagangan telah mendorong Kota Tangerang sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang -- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 -- menjadi Kota Administratif, dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1993 menjadi Kotamadya Tangerang. Setahun setelah menjadi Kotamadya Tangerang atau tahun 1994, pertumbuhan penduduknya telah mencapai 8,27 persen yang didominasi oleh migrasi dan pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen. Tingginya migrasi yang berasal dari orang-orang yang bekerja dan mencari pekerjaan serta penghuni perumahan sebagai limpahan dari Jakarta karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta. Pesatnya pembangunan industri dan perumahan menyebabkan tingginya perubahan fungsi lahan yang dulunya sebagian besar lahan pertanian, berubah menjadi lahan yang terbangun untuk perumahan dan industri. Aktivitas industri dan kegiatan domestik kalau tidak terkendali akan menimbulkan pencemaran terhadap fingkungan. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melihat keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup dalam hal ini keterkaitan antara pertambahan penduduk, aktivitas penduduk, dan perubahan lahan sebagai masukan bagi perencanaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Penelitian dilakukan di Kotamadya Tangerang yang bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif pengaruh pertambahan penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga terhadap perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun untuk perumahan dan industri. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Analisis data dilakukan secara diskriptif yang memberikan gambaran keterkaitan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dengan laju perubahan fungsi lahan. Korelasi antara jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, dengan luas lahan perumahan serta luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992, tahun 1995 dan signifikansi di antara variabel-varibel yang berkorelasi. Variabel bebas dalam penelitian adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga di Kotamadya Tangerang tahun 1992 dan tahun 1995. Variabel terikatnya adalah luas lahan perumahan dan luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992 dan tahun 1995. Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa: 1. Pertumbuhan penduduk di Kotamadya Tangerang selama kurun waktu 1992-1995 meningkat dari 1.083.071 jiwa menjadi 1.464.738 jiwa atau naik rata-rata 11,36 persen per tahun yang didominasi oleh migrasi. Keriaikan tertinggi pada Kecamatan Cileduk 14,91 persen per tahun, Kecamatan Cipondoh 12,82 persen per tahun, Kecamatan Jatiuwung 11.86 persen per tahun, dan Kecamatan Tangerang 10,62 persen per tahun; sedangkan Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda relatif rendah, yaitu masing-masing 7,20 persen per tahun dan 5,32 persen per tahun. Perbedaan kenaikan pertumbuhan penduduk pada masing-masing kecamatan ini disebabkan karena pengaruh peruntukan wilayah dan pengembangan kegiatan yang berlangsung pada masing-masing kecamatan. 2. Antara tahun 1992-1995 rata-rata pertambahan penduduk Kecamatan Cipondoh lebih tinggi (12,82) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Jatiuwung (11,86) persen per tahun. Tetapi pertambahan rumah tangganya lebih tinggi Kecamatan Jatiuwung (12,41) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Cipondoh (10,89 persen) per tahun. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya migrasi di Kecamatan Cipondoh yang berasal dari para pekerja industri yang masih belum berkeluarga dan indekost pada rumah penduduk setempat, karena letak Kecamatan Cipondoh_yang strategis dan ekonomis. 3. Proporsi tenaga kerja dari jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 1990 dan tahun 1993 hampir sama, yaitu 63,48 persen dan 63,60 persen. Pada kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pada kelompok umur 15-19 tahun tenaga kerja perempuan 56,44 pada tahun 1990 dan 56,58 persen pada tahun 1993. Begitu juga untuk kelompok umur 20-24 tahun tenaga kerja perempuan pada tahun 1990 sebanyak 51,22 persen dan tahun 1993 sebanyak 51,17 persen. Banyaknya tenaga kerja perempuan ini karena tidak terlepas dari jenis industri yang dikembangkan, seperti garmen dan sepatu yang banyak menarik minat tenaga kerja wanita. 4. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh laju kenaikan PDRB, dilihat dari cara penghitungan atas dasar harga konstan dan harga berlaku, maka pada tahun 1992-1993 terjadi peningkatan yang cukup tajam dari seluruh sektor ekonomi, kecuali pertanian. Sektor listrik, gas, dan air meningkat paling tajam pertumbuhannya yang mencapai 4,96 persen. Indikator ini menunjukkan banyaknya permintaan karena pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor industri, konstruksi, sewa rumah, perbankan, perdagangan, dan restoran. 5. Kalau pengembangan perumahan dikaitkan peruntukan masing-masing kecamatan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Tangerang, maka telah dikembangkan perumahan pada beberapa kecamatan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan perumahan, seperti Kecamatan Benda dan Kecamatan Tangerang. Untuk lahan terbangun untuk industri yang tidak sesuai dengan RTRW Kotamadya Tangerang adalah pada Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Benda. 6. Dari hasil perhitungan di antara variabel yang berkorelasi menunjukkan bahwa pengaruh pertambahan penduduk terhadap perluasan lahan pada tahun 1992 positif dan kuat sekali yang ditunjukkan angka 0,91. Tahun 1995 hanya 0,48 berarti penga.ruh ini tidak sekuat pada tahun 1992, karena lebih kepada pengisian perumahan yang telah terbangun dari memperluas kawasan untuk pembangunan perumahan baru; atau dengan kata lain pertambahan penduduk yang cukpp tinggi sampai tahun 1992 telahmendorong para developer untuk investasi pada pembangunan perumahan. 7. Penghitungan terhadap hubungan kepadatan penduduk dengan luas lahan untuk perumahan, lebih kuat pada tahun 1992 (0,59) dari tahun 1995 yang hanya (0,16). Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 kurangnya pembangunan perumahan baru, juga kepadatan pada Kecamatan Tangerang diikuti perluasan pembangunan perumahan lebih ke atas, karena banyaknya terbangun rumah dan toko. 8. Hubungan antara jumlah rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan menurut penghitungan, pada tahun 1992 adalah (0,94) dan pada tahun 1995 (0,48). Pengaruh ini sangat kuat yang disebabkan karena urutannya per kecamatan sama antara pertambahan jumlah rumah tangga dan luas lahan terbangun untuk perumahan pada tahun 1995, yaitu tertinggi pada Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiuwung, dan Kecamatan Cipondoh. 9. Hubungan antara pertambahan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,75 dan pada tahun 1995 adalah 0,54. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,45 dan pada tahun 1995 adalah 0,23. 10. Hubungan antara pertambahan rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,79 dan pada tahun 1995 adalah 0,62. indikator ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk memperluas lahan terbangun untuk perumahan, pada tahun 1995 pertambahan penduduk masih memperluas lahan perumahan dan industri, begitu juga kepadatan penduduk pada tahun yang sama. Kepadatan penduduk pada tahun 1995 pengaruhnya tidak sekuat pada tahun 1992 untuk perumahan dan industri karena kepadatan penduduk tertinggi pada Kecamatan Cileduk, sedangkan pada Kecamatan Cileduk tidak terbangun industri. Kuatnya pengaruh pertambahan rumah tangga terhadap perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri karena dimungkinkan dengan tingginya pertambahan rumah tangga pada Kecamatan Jatiuwung. Kecamatan Jatiuwung Iahannya terluas terbangun untuk industri dan terbangun untuk perumahan terluas kedua setelah Kecamatan Cipondoh. 11. Menurut Indeks Kendali dari variabel-variabel yang berkorelasi tersebut, signifikansi akan terjadi pada pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan tahun 1992, pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri tahun 1992, dan pertambahan penduduk 1995 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri. 12. Kalau pertambahan penduduk Kotamadya Tangerang masih tetap sebesar 11,36 persen pertahun dan kenaikan jumlah rumah tangga sebesar 6,38 persen per tahun, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang sebesar 2.555.649 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 469.021. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang akan mencapai 4.514.457 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 782.609. 13. Mengacu kepada Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu setiap jiwa memerlukan luas lantai minimal 9 m2, maka pada tahun 2000 penduduk Kotamadya Tangerang memerlukan minimal 230.008,41 hektar lantai perumahan dan pada tahun 2005 memerlukan 406.301,13 hektar lantai rumah. Ini berarti pada tahun 2000 iahan di Kotamadya Tangerang hanya dapat menampung kebutuhan 67,94 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya dan pada tahun 2005 hanya dapat menampung 38,46 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan secara terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi. Kebijaksanaan pembangunan industri agar lebih selektif terbatas kepada industri tinggi atau asembling yang sedikit tenaga kerja karena hanya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu. Kebijaksanaan pembangunan perumahan untuk tidak memperluas secara horizontal tetapi juga vertikal atau pembangunan rumah susun.
ABSTRAK Population Dynamics Analysis On Land Functional Conversion In Tangerang Municipality, West JavaPresidential Decree (Inpres) Number 13, 1976 on Developing Jabotabek region, to point out the City of Tangerang not only to serve the necessity of its people but also to serve the necessity of the Jakarta's people. Growing migration, enhancing the development of industrial estate, residential are, and trading, have led to the city of Tangerang to be a capital of the Tangerang Regency. After that, the Governmental Regulation (PP) Number 50, 1981 stated Tangerang as Administrative City, and Undang-Undang Nomor 20, 1993 declared .the Tangerang as a Kotamadya (municipality) Tangerang. One year after that, the growth of population was 8,27 percent, dominated by migration and economic growth achieved 9,3 percent. The high rate of migration is caused by working people and job seekers and new resident from Jakarta. The new resident is moving in to Tangerang due to the expensiveness and limited of Jakarta's land. Increasing industrial development and residential area lead to the land conversion from agriculture activities. The uncontrolled of those activities would cause the environmental pollution. Therefore, to avoid the environmental pollution, the interwined between development and environmental in term of interelated among population growth, population activities, and land conversion are needed as an input for planning in achieving sustainable development and environmentally sound development. Research was carried out in Tangerang Municipality that intends to develop the quantitative study of the impact of population growth, population density, and household number on the land conversion for residential area and industry. Survey methods is carried out in this study. Data analysis is done as a descriptive that shows the interrelated of population growth, population density, number of household, with the rate of land conversion. This study also looks at the correlation among the number of population, population density, number of household with the area of residential and the industrial estate area associated with the area of residential in 1992 and 1995. The significancy test is also carried out among the correlation variables. The independent variables are population number, population density, and household number at the Tangerang municipality in the year 1992 and 1995. The dependent variables are residential area and residential area associated with industrial estate area in the year 1992 and 1995. The conclusions of this research are : 1. The growth of population from 1992 to 1995 increased from 1,083,071 to 1,464,738 or raised by 11.36 percent per year, dominated by migration. The highest rate of population was 14.91 percent per year at Kecamatan Ciledug, 12.82 percent at Kecamatan Cipondoh, 11.86 percent at Kecamatan Jatiwungu, and 10.62 percent at Kecamatan Tangerang; while Kecamatan Batuceper and Benda was relatively lower, respectively 7.20 percent and 5.32 percent per year. The discrepancy of population growth among those kecarnatan is caused by the impact of land use and the kind of development activities. 2. Between 1992-1995 average population growth at Kecamatan Cipondoh was (12.82%) higher than Kecamatan Jatiwung (11.8%) per year. While the growth of household, Kecamatan Jatiwung (12.41°/o) was higher than Kecamatan Cipondoh (10.89%) per year. This indicator points out that the migration is quite high at Kecamatan Cipondoh due to the position of Cipondoh is quite strategic and close to the industrial area. 3. The proportion of labor force in 1990 and 1993 is almost similar that is 63.48 percent and 63.60 percent. Female labor is predominantly compare to male labour for the age group between 15-19 and 20-24. The age group between 15-19, the female labor was 56.44 percent in 1990 and 56.44 percent in 1993. For the age group between 20-24, female labor achieved 51.22 percent in 1990 and 51.17 percent in 1993. This phenomena appears because the kind of industries in Tangerang more need female labor rather than male labor. 4. Based on the constant price and the current price, the economic growth is significantly increasing from 1992-1993, particularly for electricity, gas and water sector that achieved 4,96 percent, except agricultural sector. This phenomena shows that increasing demand due to growing other sectors such as industry, construction, home rental, banking, trade, and restaurant. 5. There are several evidence that residential development at Kecamatan Benda and Kecamatan Tangerang does not fulfill the regional development plan of the municipality of Tangerang. In addition, the industrial development at Kecamatan Cipondoh, Tangerang and Benda are also not suitable with Tangerang's regional development plan. 6. The correlation between population growth and land conversion growth is quite significant (0.91) in 1992. Yet, in 1995 the correlation variable was only 0.48. It pointed out that population growth since 1992 did not cause the extending land conversion anymore, but they only moved in to the provided dwellings. 7. The correlation between population density and increasing land conversion for housing was stronger (0.59) in 1992 compare to 0.16 in 1995. It occurred due to the development of housing that has more than one storey. 8. The similar phenomena occurred on the correlation between the household number and land conversion for housing. The coefficient correlation was 0.94 in 1992 and 0.48 in 1995. This impact is very significant due to the rank per kecamatan is similar to additional the number of household and land conversion are for housing in 1995, that is Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiwung, and Kecamatan Cipondoh. 9. The correlation between population growth and-increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.75 and in 1995 was 0.54. The correlation between population density and enhancing and conversion for housing and industry in 1992 was 0.45 and in 1995 was 0.23. 10. The correlation between household growth and increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.79 and in 1995 was 0.62. This indicator reflects that in 1992 population growth and population density increase land conversion for housing, in 1995 population growth and population density were still to extend land conversion for housing and industry as well as population density in the same year. The impact of population density was not significant in 1995 compare to in 1992 to housing and industry, because at Kecamatan Ciledug was not developed as unindustrial area. The significancy of the impact of additional household number on extending land conversion for housing is caused by the high rate of additional household at Kecamatan Jatiwung. The biggest industrial development and the second biggest industrial development are situated at Kecamatan_Jatiwung. 11. According to 10 Kendall index, the significant will happen between population growth variable and housing area in 1992, population growth and the total housing and industrial area in 1992, and also population growth and the total housing and industrial area in 1995. 12. If the population growth of Tangerang municipality is still 11.36 percent per year, household growth is 6.38 percent per year, so in the year 2000, the population will achieve 2,555,649 and the number of household will be 469,021. In the year 2005, the population will achieve 4,514,457 and the household will be 782,609. 13. Based on Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat (the Simple Guidance for Building Health Housing) from Public Work Department, every people needs space minimum 9 m2, so in the year 2000, the people of Tangerang would need minimum 230,008.41 ha housing space and then in 2005 would need 406,301.13 ha. Its mean that in 2000 the provided land in the municipality of Tangerang could only to fulfill 67.94 percent demand and in 2005 could only fulfill 38.36 percent demand. Therefore, the comprehensive policies should be made and developed in order to be able to control and manage the population growth, particularly migration. The industrial development policies should be more selective in choosing and determining the kind of industries that emphasis more on high tech industry or clean industry and only need the skillful labors. in addition, housing development policies should not developed horizontally but should developed cheaper apartment etc. Number of References : 41 (1981-1996)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hermanto Setia Hadi
Abstrak :
Latar Belakang Daya tahan jantung paru sebagai komponen kebugaran jasmani mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas dan produktivitas pegawai sipil. Di era otonomi daerah, peranan Pemerintah Daerah dan Dinas Otonom dalam pembangunan semakin penting. Untuk itu perlu diketahui sebaran daya tahan jantung paru dan faktor yang berhubungan antara pegawai negeri sipil di kedua instansi tersebut. Metode Disain cross sectional dengan deskripsi analisis. Didapatkan sample penelitian Pegawai Negeri Sipil umur 30-50 tahun Dinas Kesehatan dan Pemerintah Daerah Tk.I di 4 Provinsi sebanyak 654 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pemeriksaan fisik dan daya tahan jantung paru di nilai dengan tes lari 2,4 km. Hasil Tingkat daya tahan jantung paru yang baik ditemukan hanya pada 27 % dari total responder. Proporsi tingkat daya tahan jantung paru yang baik di Pemerintah Daerah lebih besar dari Dinas Kesehatan Tingkat I. Faktor yang paling berpengaruh adalah tidak berminum alkohol (OR sesuai 2,39), berolahraga (OR sesuai 2,1) dan golongan kepegawaian ( OR = 1,51 ). Kesimpulan Saran Daya tahan jantung paru pada Pegawai sipil pada umumnya masih rendah. Daya tahan jantung pare mempunyai hubungan bermakna dengan golongan, unit kerja, tidak minum alkohol, dan olah raga. Disarankan untuk diteliti lebih lanjut tentang hemoglobin, aktifitas fisik dan pola makan. Perlu penyuluhan mengenai gaya hidup sehat bagi pegawai negeri sipil.
Background Cardiorespiratory endurance as a component of physical healthy is playing an important role in improving quality and productivity of government officials. In the decentralization era, the role of the provincial government and health office in coordinating the implementation and controlling developments has become more important. Therefore, there is a need to find out the status of cardiorespiratory endurance and its related factors among the government officials of provincial health and government office in four provinces. Methods This study is using cross-sectional design with descriptive analysis. A total of 645 samples of government officials, age 30-50 years, working at provincial health office and government office in four provinces were recruited. The data was collected by interview and physical examination; the cardiorespiratory endurance was measured by performing the running test for 2.4km (Cooper Test). Results The level of good cardiorespiratory endurance among the subjects was 27.6% out of 645 total respondents. It was better in government office's staff than in the health office (31.6%, 24%). The most affecting factors were; not taking alcoholic drinks (adjusted OR 2.39), sports (adjusted OR 2.1), and grade of government official (adjusted OR 1,51), Conclusion and Recommendation The level of cardiorespiratory endurance among the government officials is still low. The provincial government office's staffs have better cardiorespiratory endurance than the provincial health office's staffs. The cardiorespiratory endurance correlated with the grade of government official, working unit, not taking alcoholic drinks, and sports. The health education on healthy life style should be given to government officials. For further research, it is recommended to assess the relations of the haemoglobin, physical activity, and dietary pattern, with the cardiorespiratory endurance.
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T13622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tuirin Budhy Yasin
Abstrak :
Dalam upaya antisipasi menghadapi perdagangan bebas Pemerintah Daerah Tingkat II khususnya perlu semakin mandiri dalam penyediaan dana guna pembangunan infrastruktur, sehingga mempunyai daya tarik bagi investor. Salah satu sumber dana yang paling potensial adalah dari penerimaan Pajak Daerah khususnya Pajak Pembangunan I (P.Pb. I). Penerimaan P.Pb. I di Suku Dinas Pendapatan Daerah Wilayah Jakarta Barat mempunyai urutan pertama dari jenis-jenis Pajak lainnya. Pada tahunT1995/1995 ada gejala bahwa penerimaan masih belum sesuai dengan rencana yang diharapkan sehingga perlu dicari permasalahan. Sebagai perumusan permasalahan sementara dilihat dari sistem perpajakan yang ada yang menyangkut masalah kebijaksanaan perpajakan, Undang-undang Perpajakan dan administrasi perpajakan. Dengan methode penelitian deskriptif analisis telah dilakukan pengumpulan data dengan teknik wawancara secara mendalam terhadap informan potensial, serta mengkaji peraturan-peraturan yang berlaku yang diharapkan dapat diperoleh data dan informasi yang dapat dipergunakan untuk menganalisis permasalahan tersebut di atas. Dari hasil analisis ditemukan berbagai hal yang terdiri antara lain sebagai berikut : 1. Adanya kasus obyek pemajakan yang memasuki lapangan Pajak Pertambahan Nilai. 2. Obyek pemajakannya tidak memenuhi prinsip kepastian (certainty) 3. Beberapa hal masih perlu penyempurnaan yang menyangkut pelimpahan wewenang dan lain-lain. Dengan mengkaji berbagai konsep serta teori yang lazim berlaku kiranya dikemukakan saran-saran yang dapat dipakai sebagai pertimbangan untuk mengatasi temuan-temuan di atas, sehingga diharapkan ada manfaat dalam rangka perbaikan-perbaikan lebih lanjut.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>