Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maha, Elisabeth
"Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tata kelola yang dilakukan oleh Dana Pensiun AKM dan proses alokasi aset investasinya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Pengumpulan data dilakukan dengan metode analisis dokumen dan wawancara. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa penerapan prinsip transparansi dan akuntabilitas Dana Pensiun AKM belum sesuai dengan prinsip-prinsip tata kelola dana pensiun yang baik yang diatur pada POJK. Dana Pensiun AKM masih memiliki kelemahan dalam pelaksanaan prinsip III G20/ OECD 2015 dan stewardship code.  Tahap perencanaan dan pelaksanaan proses alokasi aset Dana Pensiun AKM masih belum sesuai dengan teori.
......This study aims to evaluate the governance carried out by the AKM Pension Fund in managing investment funds and process of allocating its investment asset. The method used in this research is a case study. Data collection was carried out by document analysis and interview methods. The results of this study show that the application of the principles of transparency and accountability of the AKM Pension Fund is not in accordance with the principles of good pension fund governance stipulated in POJK. The AKM Pension Fund still has weaknesses in implementing the III G20/ OECD 2015 principles and the stewardship code. The planning and implementation stages of the pension fund asset allocation process are still not in accordance with the theory."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Surya Marthias
"ABSTRAK
Latar belakang: Studi sebelumnya menyimpulkan bahwa mitral valve gradient (MVG) merupakan parameter selain area katup mitral (AKM) yang berhubungan dengan perbaikan gejala pasca komisurotomi mitral transkateter perkutan (KMTP). Oleh karena itu, studi diperlukan untuk menjelaskan hubungan MVG terhadap perbaikan gejala secara objektif, dalam bentuk kapasitas fungsional.
Tujuan: Studi ini bertujuan untuk mengevaluasi hubungan MVG terhadap perubahan kapasitas fungsional pasca KMTP.
Bahan dan Metode: Studi quasi experimental dengan one group pre-post design terhadap 78 subjek. Pemeriksaan ekokardiografi dan treadmill Bruce termodifikasi dilakukan 1-2 hari sebelum dan 1-2 minggu setelah KMTP. Data sebelum dan setelah KMTP dianalisis untuk mencari hubungan variabel terhadap perbaikan kapasitas fungsional pasca KMTP. Perbaikan kapasitas fungsional didefinisikan sebagai perubahan lama latihan > 180 detik pasca KMTP.
Hasil: Rerata usia adalah 42 tahun, mayoritas perempuan (3,6:1) dengan rerata IMT 22,27 kg/m2. Sebesar 5,1% pasien merokok dengan komorbid stroke sebesar 14,1%. Sebelum KMTP, 53% memiliki irama sinus dengan mayoritas memiliki fungsi ventrikel kiri yang baik (rerata ejeksi fraksi 62%) dan fungsi ventrikal kanan yang baik (median tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) 20 mm). Sebesar 97% pasien datang dengan kelas NYHA II sebelum KMTP dan mengalami perbaikan signifikan kapasitas fungsional pasca KMTP berupa perbaikan median lama latihan (241(18-1080) ke 603(30-1900) detik, p < 0,001) dan perbaikan median nilai VO2max estimasi (18,8(10,2-51,4) ke 32,8(10,6-83,2) mlO2/kg/menit, p<0,001). Dari uji korelasi, didapatkan variabel usia (r -0,23, adjusted R2=4,1%), pre-MVG (r 0,23, adjusted R2=4,2%), Δ MVG (r 0,31, adjusted R2= 9,0%) , dan pre-TR Vmax (r 0,3, adjusted R2=1,3%) berkorelasi terhadap perubahan kapasitas fungsional. Perbaikan kapasitas fungsional segera pasca KMTP tidak berhubungan dengan AKM pasca KMTP ≥ 1,5 cm2 (p= 0,14) dan perubahan AKM ≥ 200% pasca KMTP (p= 0,18). Penurunan MVG > 50 % pasca KMTP (OR 2,89, IK 95% 1,06-7,92; p = 0,038) dan TR Vmax sebelum KMTP > 3,4 m/s (OR 3,42, IK 95% 1,19-9,83; p = 0,023) merupakan prediktor perbaikan kapasitas fungsional segera pasca KMTP.
Kesimpulan: Penurunan MVG lebih dari 50% pasca KMTP berhubungan dengan perbaikan kapasitas fungsional segera pasca KMTP.

ABSTRACT
Introduction: Previous studies had shown that mitral valve gradient (MVG) was other parameter than mitral valve area (MVA) which had correlation with symptom improvement post baloon mitral valvuloplasty (BMV). However, further study is needed to illuminate the assocation of MVG with clinical improvement objectively, in term of functional capacity.
Objective: This study aimed to determine the association between MVG and functional capacity alteration after BMV.
Material and Methods: Quasi exsperimental study with one group pre-post design was applied in 78 subjects. Echocardiography and Modified Bruce Protocol assessment were done 1-2 days before and 1-2 weeks after BMV. Pre and post data were analized to obtain association of variables with functional capacity alteration immediately after BMV. Improvement of functional capacity was defined as alteration of exercise time more than 180 seconds after KMTP.
Results: The mean age was 42 y.o, female dominant (3,6:1), mean BMI was 22,27 kg/m2. Of 5,1% patient were smoker with most commonly observed comorbidities include stroke (14,1%). Majority 53% had sinus rhythm with dominant good left ventricular function (mean ejection fraction 62%) and good right ventricular function (median tricuspid annular plane systolic excursion (TAPSE) 20 mm). Of 97% patients presented with NYHA class II before BMV with significant improvement of functional capacity after BMV such as median exercise time alteration (241(18-1080) to 603(30-1900) s, p < 0,001) and median estimate VO2 max value alteration (18,8(10,2-51,4) to 32,8(10,6-83,2) mlO2/kg/minute, p<0,001). From correlation test, age (r -0,23, adjusted R2=4,1%), pre-MVG (r 0,23, adjusted R2=4,2%), Δ MVG (r 0,31, adjusted R2= 9,0%), and pre-TR Vmax (r 0,3, adjusted R2=1,3%) were corelated with functional capacity alteration. Improvement of functional capacity did not significantly associate with post MVA>1,5 cm2 (p= 0,14) and AKM alteration after BMV ≥ 200% (p= 0,18). Reduction of MVG > 50 % after BMV (OR 2,89, 95% CI 1,06-7,92; p = 0,038) and TR Vmax before BMV > 3,4 m/s (OR 3,42, 95% CI 1,19-9,83; p = 0,023) were predictor of functional capacity improvement immediately after BMV.
Conclusions: Reduction of MVG more than 50% had association with immediate improvement of functional capacity post BMV."
2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alexandra Gabriella
"Latar belakang: Demam rematik dan komplikasinya masih merupakan masalah
kesehatan pada banyak negara berkembang. Katup mitral merupakan katup yang paling
sering terlibat oleh proses rematik, dengan derajat keparahan yang tinggi (60-70%
pasien), baik stenosis dan/atau regurgitasi. Tatalaksana pada pasien dengan stenosis katup
mitral berat telah digunakan sebagai modalitas terapi sejak hampir tiga dekade terakhir.
Pemilihan kandidat KMTP yang telah umum digunakan adalah dengan Skor Wilkins.
Skor Wilkins yang dinilai dari TTE memiliki beberapa kelemahan dibandingkan
modalitas TEE. Keterbatasan lain Skor Wilkins adalah terdapat variabel morfologi katup
mitral yang tidak dimasukkan dalam Skor Wilkins antara lain area katup mitral, morfologi
komisura, kalsifikasi komisura, dan area katup mitral awal. Selain itu angka keberhasilan
dini KMTP di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara lain di
dunia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan morfologi katup mitral
(area katup mitral, ketebalan katup, tebal fusi komisura, tebal kalsifikasi komisura, fusi
korda) terhadap luaran keberhasilan dini KMTP.
Metode: Penelitian ini merupakan studi potong lintang pada pasien stenosis mitral berat
akibat penyakit jantung rematik yang menjalani tindakan KMTP. Luaran keberhasilan
dini yang optimal adalah tercapainya ukuran area katup mitral ≥ 1,5 cm2 tanpa disertai
regurgitasi mitral sedang atau lebih yang dievaluasi paska tindakan KMTP dengan
ekokardiografi. Penilaian katup mitral dilakukan secara detil dengan TEE meliputi Skor
Wilkins dari TEE (pliabilitas, ketebalan ketup, kalsifikasi, fusi korda), area katup mitral
(AKM) 3D pra tindakan, tebal fusi komisura anterolateral dan posteromedial, tebal
maksimal kalsifikasi komisura. Semua variabel dilakukan uji statistik bivariat, dan
selanjutnya dilakukan analisis multivariat.
Hasil: Total terdapat 41 pasien yang menjalani KMTP. Sebanyak 18 (43,9%) pasien
mencapai hasil luaran dini optimal. Didapatkan rerata AKM 3D pra 0,6 cm2 pada sampel.
Dari uji analisis multivariat didapatkan AKM 3D pra dan tebal fusi komisura anterior
merupakan faktor morfolgi katup yang secara independen berhubungan dengan
keberhasilan dini KMTP.
Kesimpulan: Pada populasi dengan Skor Wilkins yang rendah, AKM pra KMTP dan
ketebalan komisura anterolateral berhubungan dengan keberhasilan dini KMTP.
Sedangkan Skor Wilkins yang rendah itu sendiri tidak lagi berhubungan dengan
keberhasilan dini KMTP.

Background: Rheumatic fever and its complication is still a major health problem in
developing countries. The mitral valve is the most commonly and severely affected (65%-70% of patients) by rheumatic process by stenosis and/or regurgitation. Percutaneous
Transcatheter Mitral Comisurotomy (PTMC) has been used for almost 3 last decades.
Wilkins Score has been used for choosing candidates for PTMC. There are several mitral
valve features that is not included in the Wilkins score. Nevertheless, the success rate of
PTMC in Indonesia still considered lower than other countries.
Aim: This study aims to know the association of mitral valve morphology (mitral valve
area, valve thickness, thickness of commissural fusion, thickness of commisure
calsification, subvalvar involvement) with immediate success of PTMC.
Methods: This is a cross-sectional study, data was taken procpectively in patients with
rheumatic heart disease whom undergone PTMC. Optimal immediate success was
defined as mitral valve area ≥ 1,5 cm2 without mitral regurgitation moderate or more,
which was evaluated after PTMC using echocardiography. Detailed assessment of mitral
valve using TEE including Wilkins Score from TEE (pliability, valve thickness,
calsification, chordal fusion), mitral valve area (MVA) 3D, thickness of anterolateral and
posteromedial commissural fusion, maximum thickness of commissural calsification
were taken before the PTMC procedure. All morphological variables undergone bivariate
analysis and whichever is eligible to multivariate analysis.
Results: Forty-one patients undergone PTMC procedure. Eighteen patients (43,9%)
achieved optimal immediate result. Mean MVA by 3D echo before PTMC was 0,6 cm2.
After multivariate analysis, MVA 3D and thickness of anterolateral commisure were the
only morphological features which independently associated with early success of
PTMC.
Kesimpulan: In population with low Wilkins score, the score is no longer associated
with the immediate optimal outcome of PTMC. Instead, MVA 3D pre-PTMC and
thickness of anterolateral commissure are associated with immediate optimal outcome of
PTMC."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hendro Darmawan
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menilai perubahan area katup mitral (AKM) dan respon hemodinamik dengan Doppler ekokardiografi (DE) pada stenosis katup mitral (SKM) yang dilakukan uji latih baring. Menilai perubahan gradien tekanan (MVPG) dan aliran katup mitral (MVF) dalam penerapannya terhadap rumus Gorlin. Perekaman dilakukan pada istirahat dan akhir uji latih. Penelitian dilakukan pada 20 penderita SKM (18 SKM murni dan 2 SKM+Insufisiensi katup mitral).
Parameter hemodinamik yang dinilai adalah AKM, dimensi atrium kiri, denyut jantung (DJ), curah jantung (CJ), isi sekuncup (IS); MVPG, MVF dan rasio ∆ MVPG/∆ MVF. Berdasarkan derajat stenosis penderita dibagi atas SKM ringan (AKM >1,5 cm2), SKM sedang (AKM 1-1,5 cm2) dan berat (AKM <1,0 cm2). Membuat korelasi AKM Doppler dengan kateterisasi, menilai perubahan AKM dengan uji latih dan menilai berbagai respon hemodinamik dengan AKM.
Ada 8 penderita yang mempunyai data kateterisasi. Penilaian AKM dari Doppler dengan kateterisasi mempunyai korelasi yang balk (r=0,7365,p=O,04). Hanya 12 penderita yang dapat dinilai AKM dengan uji latih. Tidak didapatkan perubahan AKM dengan uji latih (p >0,05). Terdapat korelasi antara AKM dengan delta CJ (r=0,7552,p=0,0001) dan dengan delta IS (r=0,52,p=0,02), tetapi tidak mempunyai korelasi dengan delta DJ (selisih DJ puncak uji latih dengan istirahat) dengan r=0,09 maupun dengan delta DJ yang diperoleh dari selisih DJ pada saat rekaman Doppler pada akhir uji latih dengan DJ istirahat (r=-0,05). Nilai DJ pada puncak uji latih (dari EKG) tidak sama dengan DJ pada saat rekaman Doppler pada akhir uji latih (136 ± 13 dan 108 T 19). Terdapat keterbatasan DE untuk mendapatkan rekaman pola pada puncak uji latih, disamping penentuan "slope" dari pola mempunyai pengaruh terhadap perhitungan AKM.
Perubahan gradien tekanan rata-rata {delta mMVPG) tidak mempunyai korelasi dengan AKM (r=0,01). Terdapat korelasi antara MVF dengan AKM (r=0,6692,p=0,001) begitu jugs pada rasio ∆MVPG/∆ MVF mempunyai korelasi terbalik dengan AKM (r=- 0,8247, p=0,00001). Perubahan hemodinamik ini mengikuti rumus Gorlin.
Penelitian ini menyimpulkan, bahwa pemeriksaan Doppler ekokardiografi dapat dipakai untuk menilai perubahan hemodinamik pada penderita SKM yang dilakukan uji latih. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library