Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
Fransiscus Benhardi Wastuwidya
Abstrak :
ABSTRAK
Air asam tambang (AAT) merupakan salah satu dampak negatif dari kegiatan pertambangan yang dapat menyebabkan masalah lingkungan dan memerlukan penanganan yang efisien dan efektif. Pemanfaatan mikroalga dalam remediasi atau fikoremediasi merupakan sebuah alternatif pengolahan AAT, namun memiliki keterbatasan aplikasi. Kendala pada aplikasi fikoremediasi AAT adalah karateristik dari air limbah yang membatasi pertumbuhan mikroalga, dimana air asam tambang memiliki kandungan logam yang tinggi, serta pH rendah. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi pertumbuhan mikroalga Botryococcus braunii sebagai agen fikoremediasi AAT. Eksperimen dilakukan dengan melakukan kultivasi mikroalga Botryococcus braunii pada AAT pada 5 photobioreactor (PBR) dengan variasi konsentrasi AAT (v v) 0, 2,5, 3, 3,5, 4, dan dilakukan kajian hubungan antara pertumbuhan mikroalga dengan konsentrasi logam Fe dan Mn, serta pH pada AAT. Botryococcus braunii menunjukkan laju pertumbuhan berbeda, dengan nilai berurutan dari konsentrasi AAT terendah sebesar 0,0862 hari, 1,403 hari, 1,374 /hari, 0,0738 hari, dan 0,0616 hari, dengan variasi fase pertumbuhan. Penyisihan logam Fe dengan nilai berurutan dari konsentrasi AAT terendah sebesar 27,96, 6,98, 51,42, 79,45 dan 84,29, dan penyisihan logam Mn sebesar 27,96, 6,98, 51,42, 79,45 dan 84,29. Diketahui pula pH masing-masing media dengan dengan nilai berurutan dari konsentrasi AAT terendah sebesar 8,0, 7,7, 7,7, 7,5, dan 7,5. Hasil penelitian ini menunjukkan mikroalga Botryococcus braunii yang teraklimatisasi pada media AAT memiliki potensi sebagai bahan yang ekonomis dan berkelanjutan untuk menjadi agen remediasi AAT.
ABSTRACT
Acid mine drainage (AMD) is one of negative impact on the mining industry, which can cause an environmental problem and requires an efficient and effective treatment system. Utilization of microalgae for remediation, or phycoremediation, is an alternative for AMD treatment, but it has limited applications. Limitation in phycoremediation is the characteristics of AMD that are not suitable for microalgae cultivation, due to its high metal concentration and low pH. This research was conducted by cultivating Botryococcus braunii microalgae on AMD with 5 photobioreactors (PBR) with variation in AMD concentration of (v v) 0, 2,5, 3, 3,5, 4, and the relationship between microalgae growth with Fe and Mn concentration and pH on AMD was conducted. Botryococcus braunii showed different growth rate with values sequentially from the lowest AMD concentration is 0,0862 day, 1,403 day, 1,374 day, 0,0738 day, and 0,0616 /day, with variations on growth phase. Removal efficiency of Fe with values sequentially from the lowest AMD concentration is 27,96, 6,98, 51,42, 79,45 and 84,29 and removal efficiency of Mn is 27,96, 6,98, 51,42, 79,45 and 84,29. It is also known pH value sequentially from the lowest AMD concentration is 8,0, 7,7, 7,7, 7,5, and 7,5. This research shows that Botryococcus braunii acclimatized on AMD media has the potential to become an economical and sustainable material for AMD remediation.
2020
T55196
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Athia Asparini
Abstrak :
Degenerasi makula yang berhubungan dengan penuaan (age-related macular degeneration: AMD) adalah kelainan degeneratif pada makula yang ditandai oleh satu atau lebih dari beberapa gejala berikut, yaitu pembentukan drusen, kelainan epitel pigmen retina yang berupa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi, atrofi geografik epitel pigmen retina dan koriokapiler yang melibatkan bagian sentral fovea, makulopati neovaskular (eksudatif). AMD terbagi menjadi 2 tipe, dry AMD dengan angka kejadian mencapai 80-90% kasus AMD, dan sisanya adalah tipe kedua yaitu wet AMD. Pengobatan dry AMD sendiri, hingga saat ini belum menunjukkan hasil efektif dalam mencegah progresifitasnya. Dry AMD sampai saat ini belum memiliki pengobatan standar, disebabkan oleh patofisiologi penyakit yang belum terlalu jelas, oleh karena itu penelitian untuk menemukan terapi untuk dry AMD terus dilakukan. Akupunktur terbukti dapat mengurangi gejala dry AMD, meningkatkan visus sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Elektroakupunktur merupakan intervensi yang menstimulasi titik akupunktur menggunakan aliran listrik. Dibandingkan dengan akupunktur manual, elektroakupunktur memiliki kelebihan seperti stimulasi yang dihasilkan lebih intensif, terukur dan konstan. Penelitian ini menilai efek elektroakupunktur terhadap perubahan gambaran foto fundus makula dan perubahan visus pada pasien dry AMD. Tiga puluh empat pasien dibagi secara acak menjadi dua kelompok, kelompok elektroakupunktur (n = 17) dan kelompok elektroakupunktur sham (n = 17). Kedua kelompok menerima sesi elektroakupunktur yang sama, 2 kali/minggu selama 6 minggu. Penilaian gambaran foto fundus makula dan penilaian visus dilakukan sebelum dan sesudah sesi terapi. Hasil menunjukkan terdapat perbedaan bermakna pada perubahan foto fundus makula (p=0,001, CI 95%) dan perubahan visus (p=0,001, CI 95%) antara kelompok elektroakupunktur dan kelompok elektroakupunktur sham sebelum dan sesudah sesi terapi. Penemuan ini menunjukkan bahwa terapi elektroakupunktur memberikan efek yang baik terhadap gejala klinis dan visus pasien dry AMD. ......Age-related macular degeneration or known as AMD is a macular degeneration that posts certain symptoms such drusens, hypopigmentation or hyperpigmentation on retinal pigment epithelium, geographic atrophy and choroidal capillary that affects fovea centralis, and neovascular maculopathy (exudative). Two types of AMD are dry AMD that covers 80-90% cases of AMD and wet AMD. Until now, dry AMD treatment has not been effective to prevent its progression. Since the pathophysiology has been cleared, the research to cure dry AMD must be conducted. Acupuncture is proven to prevent the symptoms of dry AMD, increase the visual acuity, and patients life quality. Electroacupuncture is a form of intervention that stimulates the point using electric current. Compared to manual acupuncture, electroacupuncture can produce more intensive, measurable and constant. This research assesses the changes in the macular fundus photography and visual acuity on dry AMD patient. Thirty-four patients are divided into two groups; Electroacupuncture group (n=17) and sham group (n=17). Both groups receive the same amount of electroacupuncture session which is twice a week for six weeks. Assessment towards the macular fundus photography and visual acuity will be conducted before and after a session. The result shows differences in macular fundus photography (p=0,001, CI 95%) and visual acuity (p=0,001, CI 95%) between electroacupuncture group and sham group before and after sessions. The findings show that electroacupuncture gives positive results towards symptoms in fundus photography and visual acuity of dry AMD patients.
2019: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T57668
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Brenda Hayatulhaya
Abstrak :
ABSTRAK
Tujuan: Mengevaluasi efek injeksi anti-VEGF intravitreal, bevacizumab, terhadap kadar cystatin C plasma dan VEGF plasma dan meninjau korelasi antara kedua faktor tersebut. Metodologi: Penelitian ini merupakan studi eksperimental satu kelompok dengan sampel dipilih secara konsekutif dari populasi terjangkau. Pemeriksaan oftalmologi lengkap, tekanan darah, laboratorium darah perifer lengkap, dan pemeriksaan kadar cystatin C plasma dan VEGF plasma dilakukan pada subjek sebelum injeksi dan 14 hari pasca injeksi bevacizumab intravitreal dosis 1,25 mg (0,05 cc). Hasil: 33 subjek dilibatkan dalam penelitian ini. Dari seluruh subjek, 63,6% adalah perempuan dan 36,4% adalah laki-laki dengan usia rata-rata 66,4 ± 8,3 tahun. Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar VEGF plasma pre dan pasca injeksi (p=0,339). Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik antara kadar cystatin C plasma pre dan pasca injeksi (p=0,709). Uji korelasi antara perubahan VEGF plasma dengan perubahan cystatin C plasma pre dan pasca injeksi menunjukkan korelasi yang tidak bermakna (p=0,142). Kesimpulan: Kadar cystatin C plasma tidak berubah secara signifikan pre dan pasca injeksi bevacizumab pada injeksi satu kali. Tidak ditemukan adanya korelasi antara penurunan kadar VEGF plasma dengan peningkatan kadar cystatin C pada pasien AMD neovaskuler pasca injeksi bevacizumab.
ABSTRACT
Objective: To evaluate the effect of intravitreal bevacizumab injection on plasma cystatin C and plasma VEGF levels and the correlation between the two factors. Methodology: This research was a single arm study with samples selected consecutively from an assigned population. Ophthalmology examinations, blood pressure, complete blood count, and assessments of plasma cystatin C and plasma VEGF levels were carried out on subjects before and 14 days after intravitreal bevacizumab injection of 1.25 mg (0.05 cc). Results: 33 subjects were included in this study. Of all subjects, 63.6% were women and 36.4% were men with an average age of 66.4±8.3 years. There was no statistically significant difference between pre and post injection plasma VEGF and plasma cystatin C levels (p=0.339 and 0.709 respectively). Correlation test between changes in plasma VEGF with changes in plasma cystatin C pre and post injection showed no significant correlations (p=0.142). Conclusion: Plasma cystatin C levels did not change significantly before and after injection of bevacizumab on one-time injection. No correlation was found between decreasing plasma VEGF levels and increasing levels of cystatin C in patients with neovascular AMD after bevacizumab injection.
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Margareta Wahyu C Wijayanti
Abstrak :
Abstrak
This study tries to describe how an application, called ASCA (Accumulating Saving & Credit Association) developed its mobile application on the Android platform for empowering the poor. Microfinance has an important role in alleviating poverty, reducing income inequality and increasing economic growth. Community access to the formal financial system is only 52% of the total population, informal 31% and 17% of the population experience exclusivity unable to access the financial system. Based on the high level of poverty and the low access of the public to the financial system, WVI developed a savings group model, which is ASCA. Build upon monitoring and focused the discussion, the ASCA model proves to be a learning tool for the poor to save money, be disciplined to manage family finances, build good character of the borrower and change behavior in spending money. The application overcomes the weaknesses of manual recording, builds a transparent and independent information system, as well as records good financial footprint.
Jakarta: Kementerian PPN/Bappenas, 2018
330 BAP 1:2 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library