Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Abstrak :
Post international agreement about the agriculture which is AoA, USA as one of the member supposed to liberated their agriculture,but instead of doing that they done some protect act through the highest subsidize agriculture....
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Noorman Effendi
Abstrak :
Latar belakang penulisan tesis ini adalah bahwa liberalisasi di bidang pertanian yang merupakan mandated agenda dan dilakukan melalui serangkaian perundingan multilateral serta tertuang dalam Agreement on Agriculture (AoA) menuntut Indonesia sebagai anggota WTO untuk mematuhinya. Permasalahan yang timbul adalah bahwa Indonesia belumlah mempunyai kebijakan yang adaftif dan tepat dengan komitmen Indonesia terhadap AoA tersebut dan juga mampu mengedepankan kepentingan nasional melalui peningkatan ekspor produk pertanian Indonesia di pasar intemasional. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi bentuk kebijakan/strategi yang tepat bagi pemerintah Indonesia dalam perundingan lanjutan WTO bidang pertanian dalam upaya mendukung pemulihan dan peningkatan ekonomi nasional. Kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kepentingan nasional dari D. Neuchterlein, yang perumusan kebijakan suatu negara haruslah didasarkan pada ide-ide dasar dari kepentingan nasionalnya. Lebih lanjut Morgenthau menunjuk bahwa kepentingan nasional merujuk pada sasaran politik, ekonomi atau sosial yang ingin dicapai oleh suatu negara. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif analitis. Teknik pengumpulan data penelitian adalah melalui studi pustaka dan internet berupa data-data sekunder. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah perlu diperjuangkannya prinsip Special and Differential Treatment (S&D) oleh Indonesia sebagai bagian integral dari perundingan WTO di bidang pertanian. Prinsip ini sangat panting diperjuangkan sebagai pembeda dalam tingkat pembangunan ekonomi antar negara berkembang dan negara maju. Bagi Indonesia, S&D harus mencakup akses pasar, dukungan domestik dan tingkat subsidi ekspor. Selain itu juga, dengan prinsip S&D juga, masalah non trade concern yang dapat diangkat oleh Indonesia adalah perlu diberikannya fleksibilitas dalam menetapkan alat kebijaksanaan yang mendukung tercapalnya program ketahanan pangan wilayah pedesaan, pengentasan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan hal-hal tersebut, kiranya secara sederhana dapat disimpulkan bahwa pertanian Indonesia memerlukan kebijakan yang adaptif terhadap peraturan internasional yang ada dan dapat mengedepankan kepentingan Indonesia. Kebijakan agribisnis yang berdaya saing haruslah diupayakan oleh pemerintah guna memperbaiki kondisi pertanian nasional sekaligus merupakan arah pembangunan sistem dan usaha pertanian yang berdaya saing dalam upaya memasuki pasar dunia dan pada akhirnya diharapkan dapat memperbaiki kondisi perekonomian nasional.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1683
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Akbar Kurnia Putra
Abstrak :
Kerangka liberalisasi perdagangan komoditi pertanian dalam konteks World Trade Organization (WTO) tertuang dalam Perjanjian Umum Bidang Pertanian atau Agreement on Agriculture (AOA). AOA adalah salah satu perjanjian internasional WTO yang dihasilkan melalui serangkaian perundingan dalam Putaran Uruguay dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Perjanjian ini diberlakukan bersamaan dengan berdirinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995 yang terdiri atas 13 bagian dengan 21 Pasal yang dilengkapi dengan 5 Pasal Tambahan (Annex) dan satu lampiran untuk Annex ke-5. Adapun AoA memiliki tiga pilar utama yaitu perluasan akses pasar, dukungan domestik serta subsidi ekspor. Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 Indonesia telah meratifikasi ketentuan-ketentuan WTO dimana WTO mewajibkan negara-negara anggotanya untuk menyesuaikan aturan-aturan yang termuat dalam Annex WTO. Salah satunya adalah aturan-aturan kebijakan pangan Indonesia yaitu melalui Undang-undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2002 tentang Ketahanan Pangan. ......Framework of agricultural trade liberalization in the context of World Trade Organization (WTO) General Agreement set out in the field of Agriculture or the Agreement on Agriculture (AOA). AOA is one of the international treaties that are generated through a series of WTO negotiations in the Uruguay Round of General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Pact is applied simultaneously with the establishment of the WTO on January 1, 1995 which contained 13 parts and 21 Articles which is equipped with 5 Annex and an appendix to the Annex 5. The AoA has three main pillars, namely the expansion of market access, domestic support and export subsidies. Through Law No. 7 of 1994, Indonesia has ratified the WTO provisions which obliges WTO member states to adapt the rules contained in Annex WTO. One of them is the rules of the food policy Indonesia through Law No. 7 of 1996 concerning Food and Government Regulation No. 68 of 2002 on Food Security.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
T30386
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Chandrika Windrianna Soetjahjo
Abstrak :
ABSTRAK
AOA adalah salah satu perjanjian internasional WTO yang dihasilkan melalui serangkaian perundingan dalam Putaran Uruguay dari General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). Perjanjian ini diberlakukan bersamaan dengan berdirinya WTO pada tanggal 1 Januari 1995 yang terdiri atas 13 bagian dengan 21 Pasal yang dilengkapi dengan 5 Pasal Tambahan (Annex) dan satu lampiran untuk Annex ke-5. Adapun AoA memiliki tiga pilar utama yaitu perluasan akses pasar, dukungan domestik serta subsidi ekspor. Dapak dari AoA yaitu merosotnya produksi kedelai, pada tahun 1974 Indonesia mampu berswasembada kedelai bahkan sampai batas tertentu Indonesia mempunyai surplus perdagangan luar negeri . Namun sejak tahun 1975 Indonesia tidak mampu lagi mempertahankan swasembada kedelai. Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan pengadaan cadangan Indonesia mulai mengimpor. Sampai sekarang Indonesia merupakan negara pengimpor (net importir) kedelai karena kebutuhan dalam negeri yang sangat besar belum bisa dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Hal ini mendorong pemerintah mengimpor kedelai dari pasar dunia untuk memenuhi konsumsi domestik. Produksi dalam negeri selalu defisit membuat Indonesia dikenal sebagai importir kedelai. Semenjak Bulog tidak lagi menjadi importir tunggal, volume impor cenderung meningkat karena di pasar internasional harga kedelai lebih murah.
ABSTRACT
AOA is one of the international agreements of the WTO is generated through a series of negotiations in the Uruguay Round of the General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). This agreement is enforced in conjunction with the establishment of the WTO on January 1, 1995 which consists of 13 sections with Article 21 which comes with 5 Rider (Annex) and the attachment to Annex 5th. The AoA has three main pillars, namely the expansion of market access, domestic support and export subsidies. Dapak of AoA is declining soybean production, in 1974 Indonesia self-sufficient in soybeans and even to some extent Indonesia has a surplus of foreign trade. However, since 1975 Indonesia no longer able to maintain self-sufficiency in soybeans. To meet the needs of consumption and procurement Indonesia began importing backup. Until now Indonesia is a net importer (net importers) soy because domestic demand is very large can not be met by domestic production. This prompted the government to import soybeans from the world market to meet domestic consumption. Domestic production deficit always make Indonesia known as the importer of soybeans. Since Bulog is no longer the sole importer, import volumes are likely to increase in the international market due to lower soybean prices.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T42124
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Handayani
Abstrak :
Latar belakang: Pasien dengan total oosit immatur atau rendah jumlah oosit matur yang diperoleh dari proses ovum pick up OPU pada siklus berulang cenderung tidak dapat ditangani dengan kultur in-vitro atau in vitro maturasi IVM . Sejauh ini, pasien dengan riwayat rendah/kegagalan total maturasi yang kembali mengulang siklus in vitro fertilisasi, hanya ditangani dengan merubah protokol stimulasi untuk merubah respon ovarium dengan hasil yang belum memuaskan. Jalur pensinyalan Ca2 diketahui berperan penting dalam proses maturasi oosit. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah modifikasi regulasi Ca2 intraseluler oosit yang tetap immatur paska kultur in-vitro dengan aktivasi A23187 mampu menjadi solusinya. Metode: Oosit immatur dikoleksi dengan metode diseksi ovarium dan dilanjutkan kultur maturasi secara grup selama 20-24 jam berdasarkan status sel kumulus dengan atau tanpa sel kumulus . Oosit yang tetap immatur paska kultur maturasi, dibagi secara acak kedalam kelompok kontrol dan perlakukan aktivasi dengan CaI A23187 untuk mendorong maturasi. Proses aktivasi dilakukan selama 30 menit, kemudian dilanjutkan kultur maturasi kembali. Setelah 20-24 jam kultur, dilakukan evaluasi maturasi paska aktivasi dengan melihat ekstruksi badan polar I. Untuk memperoleh gambaran perubahan level Ca2 selama proses aktivasi, dilakukan pengukuran intensitas pendaran oosit immatur terlabel pewarna berfluoresen Fura-Red yang mampu berikatan dengan kalsium bebas intrasel menggunakan confocal laser scanning microscope CLSM pada panjang gelombang 405 dan 488nm. Hasil penelitian: Aktivasi oosit immatur dengan CaI A23187 secara bermakna meningkatkan jumlah maturasi dibandingkan dengan kelompok kontrol P
Background Patients with total immature or high number of immatured oocyte obtained from repeated cycles of ovum pick up OPU are unlikely to be treated only with extended in vitro culture or in vitro maturation IVM . As known, patients with high percentage of immature failure history repeating in in vitro fertilization cycle are treated only by changing the stimulation protocol to change the ovarian response with unsatisfactory results. The Ca2 signaling is known to play an important role in oocyte maturation. Therefore, the aim of this study was to determine whether the modification of intracellular Ca2 of oocytes failed to resume meiosis even following subsequent in vitro culture could reach metaphase II after Calcium Ionophore A23187 activation.Method Immature oocytes were collected by ovarian dissection method and continued with group maturation culture for 20 24 hours based on cumulus cell status intact and without cumulus cells . Oocytes shows immature resistant after in vitro culture were randomly allocated to control and treatment groups. Oocyte activation group was exposed to A23187 solution for 30 minutes and then washed extensively. Maturation was evaluated 20 24 hours after CaI A23187 exposure by observing the first polar body extrusion. To identify Ca2 response during activation, Ca2 imaging was conducted using confocal laser scanning microscope CLSM . Oocytes were loaded to 10 M L of the ratiometric Ca2 sensitive dye Fura Red acetoxymethyl AM ester. Fluorescent measurement were made with filter that provided excitation at wavelengths of 405 and 488nm. Result Activation of resistant immature oocytes with CaI A23187 significantly increased number of maturation compared with the control group p
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library