Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kres Ancelno Fatahillah
"Peningkatan valuasi pasar dan grafik perdagangan menimbulkan fluktuasi harga yang tinggi dan berisiko. Oleh karena itu, pembentukan portofolio dan prediksi harga menjadi salah satu alternatif untuk mengurangi risiko investasi. Di sisi lain, metode forecast untuk instrumen investasi sangat banyak, oleh karena itu diperlukan model yang fit terbaik pada kondisi pasar Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan akurasi prediksi model Long Short-Term Memory (LSTM) dan Autoregressive Moving-Average (ARMA) dalam membentuk portofolio optimal saham-saham Indeks Kompas100 periode Januari 2019 hingga Mei 2024. Data harga penutupan harian digunakan untuk membentuk portofolio dan memprediksi harga saham di masa mendatang menggunakan kedua model tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model LSTM memiliki akurasi prediksi yang lebih tinggi dibandingkan ARMA dalam menangkap pola non-linear pada data saham, sehingga lebih unggul dalam kondisi pasar yang volatil. Sebaliknya, model ARMA lebih efektif dalam kondisi pasar yang stabil dan data yang stasioner. ARMA memiliki akurasi prediksi yang lebih buruk dari LSTM karena tidak bisa mewakili keseluruhan portofolio akibat keterbatasan stasioneritas data. Disisi lain akurasi LSTM lebih tinggi ARMA karena dapat mewakili keseluruhan portofolio.

Increased market valuations and trading charts give rise to high and risky price fluctuations. Therefore, portfolio formation and price predictions are an alternative to reduce investment risk. On the other hand, there are many forecast methods for investment instruments, therefore a model that is best suited to Indonesian market conditions is needed. This research aims to compare the prediction accuracy of the Long Short-Term Memory (LSTM) and Autoregressive Moving-Average (ARMA) models in forming an optimal portfolio of Kompas100 Index shares for the period January 2019 to May 2024. Daily closing price data is used to form the portfolio and predict future stock prices using both models. The research results show that the LSTM model has higher prediction accuracy than ARMA in capturing non-linear patterns in stock data, so it is superior in volatile market conditions. In contrast, the ARMA model is more effective in stable market conditions and stationary data. ARMA has worse prediction accuracy than LSTM because it cannot represent the entire portfolio due to limited data stationarity. On the other hand, LSTM accuracy is higher than ARMA because it can represent the entire portfolio."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budiman
"Dengan menggunakan data return 13 indek harian yang didapat dari buzsa dapat digunakan _untuk menghitung suatu ukuran dari volatilitas time-varying. Andersen dan Bollerslev (1998) menyatakan bahwa model-model volatilitas menycdiakan forecast yang baik dari suatu variansi yang terkondisi (the conditional variance).
Dalam tulisan ini, penulis menggunakan pendekatan yang sama dengan Bollerslev (1998) dan menggunakan data return 13 indck harian untuk mengestimasi pengukumn volatilitas yang kemudian dibandingkan dengan model-model volatilitas. Tujuan penulisan adalah untuk mengevaluasi apakah evolusi dari model-model volatilitas (dalam hal ini model-model GARCHfamib=) telah membawa hasil forecast volatilitas menjadi lebih baik dali model volatilitas yang lebih sederhana (ARMA).
Penulis menggunakan 7 model dari GARCH famibv pada .13 indek yang terdailar di Bursa Efek Jakarta dengan jumlah pengamatan sebanyak 317 pengamatan. Hasil analisis penulis memmjukan bahwa tidak satupun model dari GARCH#1mi(y yang lebih superior dari model GARCHj21mibĀ» lainnya untuk setiap indek, namun beberapa model volatilitas dari GARCH family jelas menunjukkan aproksimasi volatilitas yang Iebih baik jika dibandingkan dengan apa yang didapat dari model ARMA (sebagai bench mark).

Within data from 13 daily index which listing on Bursa Efek Jakarta (BEJ) can be measured one important measuring, that is volatility in time series. Andersen and Bollerslev (1986) said that volatility models are specially usetirl when the goal of study to analyze and forecast the conditional variance (volatility).
In this paper, the writer use approximation the same as with Bollerslev (1998), and use retum data of 13 daily index in BEJ to estimate measuring volatility and then make comparison among volatility models. This paper focuses on the performance of various GARCH models in terms of their ability of delivering volatility forecast for stock return data compared to the simple volatility model, that is ARMA.
This paper using 7 models of GARCH family on 13 index which is listing on BFJ with 317 observation daily data. Finally, out of sample tests indicate that no one of GARCH models (in this paper) superior among themselves for every index, but some of GARCH models clearly show that they better than ARMA models as forecaster in volatility.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2004
T34219
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library