Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Vivi Nurul Shovia
"ABSTRAK
Pantai merupakan daerah peralihan antara daratan dan lautan. Garis pantai dianggap satu bentuk yang mengalami proses paling dinamis, dan abrasi serta akresi adalah proses yang berlangsung terus menerus terhadap garis pantai. Masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana dinamika abrasi dan akresi yang terjadi di pantai Teluk Banten dan hubungannya dengan faktor-faktor fisik daratan dan lautannya. Pengukuran abrasi dan akresi sangat penting sebagai pengetahuan terkini yang dapat mendukung tahapan awal dalam mitigasi bencana pesisir. Abrasi dan akresi didapatkan dengan overlay garis pantai tahun 1998 dengan 2014 hasil ekstrak dari peta RBI,citra Landsat OLI 8 dan citra resolusi tinggi Quickbird. Luas, laju, jarak perubahan, dan panjang garis pantai yang mengalami keduanya dianalisis berdasarkan segmen (segmen 1, 2, 3, dan 4). Variabel yang digunakan antara lain variabel fisik daratan yaitu topografi, geologi, penggunaan lahan, dan garis pantai, sedangkan variabel fisik lautan diantaranya gelombang, arus, pasang surut dan batimetri. Faktor daratan menjadi fokus analisis dalam penelitian ini tetapi tidak pula mengenyampingkan faktor-faktor dari lautan. Hasil penelitian menunjukan abrasi pantai Teluk Banten terjadi di desa Pamengkang sampai Terate dan desa Domas sampai Linduk dengan luas abrasi 259.36 Ha, laju 4.5 ? 41.8 m/thn, dan jarak abrasi 23 ? 628 m. Sedangkan akresi terjadi di desa Banten yaitu bagian Tengah Teluk dengan luas 26.24 Ha, laju 0.3 ? 11.4 m/th, dan jarak akresi 5-172 m. Dari hasil analisis didapatkan bahwa keseimbangan karakteristik fisik pantai (darat maupun laut) memberi pengaruh yang besar terhadap berlangsungnya proses abrasi dan akresi di pantai Teluk Banten.

ABSTRACT
The beach is a transition area between land and sea. The coastline is considered one form of that experienced the most dynamic processes, abrasion and accretion is a process that continuesly to the coastline. This study wanted to find out how erosion and accretion that occurred in the Gulf coast of Banten and its relationship to physical factors land and oceans. In this study, abrasion and accretion seen through changes in the coastline in 1998 with 2014 extracted from Rupa Bumi Indonesia map, Landsat OLI 8 and high resolution Quickbird imagery. Abrasion and accretion is calculated based on the area, rate, distance changes, and long coastline experienced both and segmented analysis (segment 1, 2, 3 and 4). Variables used among other physical variables that land topography, geology, land use and coastline, while the physical variables such ocean waves, currents, and tides. Factors of land became the focus of analysis in this study, but does not also rule out the factors of the ocean. Physical factors mainland have a considerable influence on the amount of abrasion and accretion process. The results showed the gulf coast of Banten has been experiencing abrasion and accretion, where abrasion occurs in Pamengkang until Terate and Domas until Linduk but dominated in Domas until Linduk with 259.36 ha, the rate of 4.5 - 41.8 m / yr, and abrasion distance 23-628 m, While the accretion occurs in Banten, namely Central part of the Gulf with an area of 26.24 ha, the rate of 0.3 - 11.4 m / year, and the distance accretion 5-172 m. In the first segment is any part of the Western Gulf coastal reclamation. From result analysis, it was found that the balance of characteristic of coast have the great effect to process abrasion and accretion going on nicely in the coastal of Banten Gulf.
"
Universitas Indonesia, 2015
S61772
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan , 2002
623.8 PEN
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Saleha
"Kabupaten Brebes memiliki garis pantai sepanjang 73 km, lima kecamatan yang mengalami abrasi seluas 2.115,39 ha dan akresi seluas 2.905,29 ha. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat resiliensi masyarakat, perubahan garis pantai, dan menyusun konsep resiliensi masyarakat dalam pengelolaan abrasi dan banjir rob. Metode analisis deskriptif dengan pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengetahui tingkat resiliensi masyarakat dan analisis overlay menggunakan perangkat lunak ArcGIS untuk mengetahui tingkat perubahan garis pantai. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa resiliensi masyarakat berada pada tingkat yang baik, aspek pemulihan pasca bencana menunjukkan nilai indeks resiliensi 3.86 atau 77,21%. Tingginya tingkat resiliensi ini mampu meningkatkan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan. Perubahan garis pantai Desa Kaliwlingi dari tahun 2006 ke 2021 bersifat pluktuatif dengan total penambahan daratan sebesar 79,40 ha serta luasan hutan mangrove baru yaitu 280 ha. Resiliensi masyarakat yang dibangun melalui hubungan sosial masyarakat yang baik dan terorganisir menjadi modal dalam pengelolaan abrasi dan banjir rob. Pembekalan pengetahuan dan keterampilan serta dukungan infrastruktur fisik diperlukan untuk menahan laju abrasi dan banjir rob yang sangat tinggi dalam rangka meminimalisir dampak kerugian yang ditimbulkan
......The northern coastal area of ​​Brebes Regency with 73 km length of coastline which is divided into five sub-districts have experienced abrasion an area of ​​2,115.39 ha. At the same time it, accretion occured with total 2,905.29 ha. The purpose of this study was to determine the level of community resilience, shoreline changes after, and the concept of community resilience to abrasion and tidal flooding. Quantitative approach is used to determine the level of community resilience and overlay analysis using ArcGIS software to determine the level of shoreline change. From the results of the study, it was concluded that the resilience of the people was at a good level, especially from the post-disaster recovery aspect with a resilience index value of 3.86 or 77.21%. This high level of resilience is able to increase people's income in a sustainable manner. The change in the coastline of Kaliwlingi Village has experienced additional land in a period of 15 years from 2006 to 2021 with total area of 79.40 ha and has succeeded in creating 280 ha of new mangrove. Community resilience that is built through good and organized community social relations becomes the capital in the management of abrasion and tidal flooding. Provision of knowledge and skills, as well as physical infrastructure support, is needed to withstand the very high rate of abrasion and tidal flooding to minimize the impact of losses caused."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irianadiningrat Herawati Perez
"Indonesia merupakan negara kedua dengan garis pantai terpanjang setelah Kanada sepanjang 81.000 km (Dep. Kelautan RI, 2002). Wilayah pesisir pantai Utara Kabupaten Subang mengalami degradasi fisik pesisir akibat alih fungsi lahan dari mangrove menjadi tambak sehingga memberikan pengaruh terhadap garis pantai (Kalther, J. dan Itaya, A., 2020). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan garis pantai yang terjadi di pesisir Kabupaten Subang dan hubungannya terhadap faktor pendorong baik hidro-oseanografi maupun antropogenik pada periode tahun 2004 – 2022. Metode analisis Digital Shoreline Analysis System (DSAS) digunakan untuk menghitung perubahan garis pantai, klasifikasi terbimbing maximum likelihood untuk mengetahui jenis tutupan lahan di pesisir Kabupaten Subang dan uji regresi linear berganda untuk mengetahui hubungan antar variabel. Hasil analisis menunjukkan bahwa pesisir Kabupaten Subang mengalami dominasi abrasi terbesar sejauh 1,9 km dan akresi terbesar sejuah 1,48 km. Perubahan garis pantai signifikan disebabkan karena perubahan luasan hutan mangrove dan keberadaan muara sungai dengan interpretasi korelasi yang sangat kuat dan memiliki hubungan yang searah, kecuali variabel gelombang.
......Indonesia is the second country with the longest coastline after Canada with a length of 81,000 km (Dep. of Maritime Affairs, 2002). The northern coastal area of Subang Regency is experiencing coastal physical degradation due to the conversion of land from mangroves to ponds so that it has an influence on the coastline (Kalther, J. and Itaya, A., 2020). This study was conducted to determine the coastline changes that occur on the coast of Subang Regency and their relationship to the driving factors both hydro-oceanographic and anthropogenic in the period 2004 – 2022. The Digital Shoreline Analysis System (DSAS) analysis method is used to calculate shoreline changes, guided classification maximum likelihood to determine the type of land cover on the coast of Subang Regency and multiple linear regression test to determine the relationship between variables. The results of the analysis showed that the coast of Subang Regency experienced the largest abrasion dominance as far as 1.9 km and the largest accretion as far as 1.48 km. Significant shoreline changes are caused by changes in mangrove forest area and the presence of river estuaries with a very strong correlation interpretation and has a unidirectional relationship, except for the wave variable."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldam Naufal Fauzan
"Tanjung Lesung merupakan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Tanjung Lesung. Pengamatan yang dilakukan pada area Tanjung Lesung Beach Hotel didapat bahwa telah terjadi abrasi pada garis pantai dengan rata-rata sekitar 40m sejak tahun 1985 sampai dengan 2022. Upaya pengembalian garis pantai di area Tanjung Lesung Beach Hotel dilakukan dengan mendesain bangunan breakwater dan Revetmen. Pembangunan bangunan tersebut diharapkan dapat menambah garis pantai pada area Tanjung Lesung Beach Hotel mengingat daerah tersebut termasuk kedalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dimana salah satu tujuan pemerintah yaitu mendukung kemajuan ekonomi kawasan pariwisata dan perikanan.
......
Tanjung Lesung is a Special Economic Zone (SEZ) based on the Presidential Regulation No. 26 of 2012 on Tanjung Lesung Special Economic Zone. Observations in the Tanjung Lesung Beach Hotel area have shown that the coastline has been eroded by an average of approximately 40 metres from 1985 to 2022. Efforts to restore the coastline in the Tanjung Lesung Beach Hotel area will be carried out through the design of breakwater and Revetmen buildings. The construction of these structures is expected to increase the shoreline in the Tanjung Lesung Beach Hotel area, considering that the area is included in the Special Economic Zone (SEZ), where one of the government's goals is to support the economic progress of tourism and fishing areas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Napitupulu, Reynaldo Vernandes Matheus
"Pantai Lalassa ditetapkan menjadi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang diprioritaskan dalam pembangunan nasional berdasarkan Peraturan Presiden nomor 3 Tahun 2016 serta Peraturan Presiden Nomor 56 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2020. Abrasi dan erosi yang terjadi pada Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung telah terjadi dalam jangka waktu cukup lama termasuk salah satunya adalah Pantai Lalassa sehingga mengakibatkan kondisi pantai yang kritis. Pada Tahun 2021, PT. Banten West Java (BWJ) selaku pengelola kawasan KEK Tanjung Lesung mengusulkan infrastruktur dalam bentuk breakwater di Pantai Lalassa sebagai perlindungan pantai dan kawasan wisata.
......Lalassa Beach is appointed as a Special Economic Zone (SEZ), prioritized in national development based on Presidential Regulations No. 3/2016 and Presidential Regulations No. 56/2018 concerning the Second Amendment to Presidential Regulations No. 3/2016 and Government Regulations No. 26/2020. Abrasion and erosion occurred in the Special Economic Zone (SEZ) of Tanjung Lesung, which has happened for quite a long time, including one of them is Lalassa Beach resulting in critical conditions. In 2021, PT. Banten West Java (BWJ), as the administrator of the Tanjung Lesung SEZ area, has proposed a coastal infrastructure in the form of a breakwater at Lalassa Beach as protection for coastal and tourist areas."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2023
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Azri Kurniawan
"Wilayah Pesisir Utara Kecamatan Juntinyuat, Kabupaten Indramayu yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa, mengalami abrasi dan akresi secara cukup signifikan. Abrasi dan akresi merupakan dua proses geologis yang terjadi di permukaan bumi dan umumnya terkait dengan erosi tanah. Ekosistem mangrove, sebagai bagian dari ekosistem pesisir, memainkan peran penting dalam mengurangi abrasi dan akresi. Penelitian ini bertujuan untuk memahami perubahan garis pantai selama 10 tahun terakhir (2003-2023) yang dipengaruhi oleh ekosistem mangrove. Metode yang digunakan melibatkan Remote Sensing dan GIS dengan data dari citra satelit Landsat 7 ETM+ tahun 2003, Landsat 8 OLI/TRS tahun 2013, dan Landsat 8 OLI/TRS tahun 2023. Pengolahan data dilakukan menggunakan ArcGIS 10.8 dan Google Earth Pro. Analisis perubahan garis pantai menggunakan DSAS, sementara perubahan ekosistem mangrove dievaluasi dengan metode NDVI. Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara tahun 2003 dan 2013, dominasi abrasi terjadi bersamaan dengan penurunan luas ekosistem mangrove. Sebaliknya, antara tahun 2013 dan 2023, dominasi akresi terkait dengan peningkatan luas ekosistem mangrove. Analisis statistik menunjukkan bahwa penurunan luas mangrove memiliki dampak sekitar 40,7% terhadap luas abrasi, sementara peningkatan luas mangrove memiliki dampak sekitar 35,6% terhadap luas akresi. Secara spasial, penurunan dan peningkatan luas mangrove berkorelasi dengan perubahan luas abrasi dan akresi.
......The Northern Coastal Area of Juntinyuat Subdistrict, Indramayu Regency, which directly faces the Java Sea, experiences significant abrasion and accretion. Abrasion and accretion are two geological processes that occur on the Earth's surface and are generally related to soil erosion. The mangrove ecosystem, as part of the coastal ecosystem, plays a crucial role in reducing abrasion and accretion. This research aims to understand changes in the coastline over the past 10 years (2003-2023) influenced by the mangrove ecosystem. The methodology involves Remote Sensing and GIS using data from Landsat 7 ETM+ satellite imagery in 2003, Landsat 8 OLI/TRS in 2013, and Landsat 8 OLI/TRS in 2023. Data processing is carried out using ArcGIS 10.8 and Google Earth Pro. Coastline change analysis employs DSAS, while mangrove ecosystem changes are evaluated using the NDVI method. The research results indicate that between 2003 and 2013, the dominance of abrasion coincided with a decrease in the mangrove ecosystem's area. Conversely, between 2013 and 2023, the dominance of accretion was associated with an increase in the mangrove ecosystem's area. Statistical analysis shows that the decrease in mangrove area has an impact of approximately 40.7% on the abrasion area, while the increase in mangrove area has an impact of around 35.6% on the accretion area. Spatially, the decrease and increase in mangrove area correlate with changes in abrasion and accretion areas."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Nandaniko
"Kedinamisan wilayah pesisir dapat diamati dengan mengamati parameter berupa perubahan garis pantai baik akibat abrasi maupun akresi. Kabupaten Karawang yang terletak di Provinsi Jawa Barat merupakan kabupaten yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa sehingga menyebabkan di sepanjang pesisir utara Kabupaten Karawang menjadi rentan akan fenomena perubahan garis pantai. Abrasi yang terjadi telah mengakibatkan hilangnya wilayah daratan seperti permukiman serta tambak penduduk yang merugikan warga setempat. Sama seperti abrasi, akresi juga dapat merugikan masyarakat sekitar karena akibatnya yang menimbulkan pendangkalan muara sungai sehingga menghambat lalu lintas kapal dan perahu. Tiga faktor oseanografis penting yang mempengaruhi perubahan garis pantai adalah arus, gelombang, dan pasang surut. Selain itu, faktor topografi pantai dan penggunaan lahan juga turut dipertimbangkan. Dilakukan analisis mengenai ada atau tidak terdapatnya pengaruh topografi pantai terhadap abrasi dan akresi yang terjadi, serta bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap perubahan garis pantai. Dengan memodelkan prediksi perubahan garis pantai yang akan terjadi di masa depan, langkah preventif dapat dilakukan guna mencegah dampak negatif yang merugikan warga setempat dari fenomena ini. Model prediksi perubahan garis pantai didapatkan dari informasi laju perubahan di setiap garis transek yang tersebar di sepanjang garis pantai Kabupaten Karawang. Laju perubahan didapatkan dari data perubahan garis pantai yang diolah dengan mengekstraksi citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS tahun 2018, Landsat 7 ETM+ tahun 2008, dan Landsat 5 TM tahun 1998. Analisis perubahan garis pantai dikaji dalam pendekatan per segmen. Dalam melihat hubungan antara topografi pantai dengan abrasi dan akresi, digunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil menunjukkan bahwa topografi pantai yang landai cenderung terjadi akresi. Sebaliknya, abrasi lebih mudah terjadi di wilayah dengan topografi pantai yang lebih curam. Untuk penggunaan lahan, adanya alih fungsi lahan menjadi permukiman dan tambak akan mempercepat proses abrasi. Sedangkan ekosistem mangrove mendukung terjadinya fenomena akresi. Model prediksi abrasi diprediksi terjadi paling besar di bagian tengah Kabupaten Karawang. Sedangkan untuk akresi, bagian paling Timur Kabupaten Karawang diprediksi menjadi wilayah dengan luasan akresi terbesar.
......Dynamics of coastal areas can be observed by observing the parameters in the form of shoreline changes both due to abrasion and accretion. Karawang Regency, which is located in West Java Province, is a regency that borders the Java Sea directly, so that along the northern coast of Karawang Regency it becomes vulnerable to the phenomenon of coastline changes. Abrasion that occurred has resulted in the loss of land area such as settlements and resident pond which harm local residents. Just like abrasion, accretion can also be detrimental to the surrounding community because of the consequence that it causes siltation of river estuaries which hampers ship and boat traffic. Three important oceanographic factors that influence changes in shoreline are currents, waves, and tides. In addition, coastal topography and land use factors are also considered. An analysis of the presence or absence of coastal topographical effects on abrasion and accretion is carried out, as well as how the influence of land use on shoreline changes. By modeling predictions of shoreline changes that will occur in the future, preventive steps can be taken to prevent negative impacts that can harm local residents of this phenomenon. The prediction model for shoreline change is obtained from information on the rate of change in each line of transects that are scattered along the coastline of Karawang Regency. The rate of change was obtained from the shoreline change data processed by extracting Landsat 8 OLI/TIRS satellite images year 2018, Landsat 7 ETM + year 2008, and Landsat 5 TM year 1998. The shoreline change analysis was assessed in a per segment approach. In perceiving the relationship between coastal topography and abrasion and accretion, simple linear regression analysis was used. The results show that the sloping topography of the beach tends to accretion. Conversely, abrasion is occur easier in regions with steeper coastal topography. For land use, the conversion of land into settlements and ponds will accelerate the abrasion process. While the mangrove ecosystem supports the occurrence of accretion phenomena. The abrasion model is predicted to occur most in the central part of Karawang Regency. While for accretion, the easternmost part of Karawang Regency is predicted to be the region with the largest accretion area."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Naufal Nandaniko
"ABSTRAK
Kedinamisan wilayah pesisir dapat diamati dengan mengamati parameter berupa perubahan garis pantai baik akibat abrasi maupun akresi. Kabupaten Karawang yang terletak di Provinsi Jawa Barat merupakan kabupaten yang langsung berbatasan dengan Laut Jawa sehingga menyebabkan di sepanjang pesisir utara Kabupaten Karawang menjadi rentan akan fenomena perubahan garis pantai. Abrasi yang terjadi telah mengakibatkan hilangnya wilayah daratan seperti permukiman serta tambak penduduk yang merugikan warga setempat. Sama seperti abrasi, akresi juga dapat merugikan masyarakat sekitar karena akibatnya yang menimbulkan pendangkalan muara sungai sehingga menghambat lalu lintas kapal dan perahu. Tiga faktor oseanografis penting yang mempengaruhi perubahan garis pantai adalah arus, gelombang, dan pasang surut. Selain itu, faktor topografi pantai dan penggunaan lahan juga turut dipertimbangkan. Dilakukan analisis mengenai ada atau tidak terdapatnya pengaruh topografi pantai terhadap abrasi dan akresi yang terjadi, serta bagaimana pengaruh penggunaan lahan terhadap perubahan garis pantai. Dengan memodelkan prediksi perubahan garis pantai yang akan terjadi di masa depan, langkah preventif dapat dilakukan guna mencegah dampak negatif yang merugikan warga setempat dari fenomena ini. Model prediksi perubahan garis pantai didapatkan dari informasi laju perubahan di setiap garis transek yang tersebar di sepanjang garis pantai Kabupaten Karawang. Laju perubahan didapatkan dari data perubahan garis pantai yang diolah dengan mengekstraksi citra satelit Landsat 8 OLI/TIRS tahun 2018, Landsat 7 ETM+ tahun 2008, dan Landsat 5 TM tahun 1998. Analisis perubahan garis pantai dikaji dalam pendekatan per segmen. Dalam melihat hubungan antara topografi pantai dengan abrasi dan akresi, digunakan analisis regresi linier sederhana. Hasil menunjukkan bahwa topografi pantai yang landai cenderung terjadi akresi. Sebaliknya, abrasi lebih mudah terjadi di wilayah dengan topografi pantai yang lebih curam. Untuk penggunaan lahan, adanya alih fungsi lahan menjadi permukiman dan tambak akan mempercepat proses abrasi. Sedangkan ekosistem mangrove mendukung terjadinya fenomena akresi. Model prediksi abrasi diprediksi terjadi paling besar di bagian tengah Kabupaten Karawang. Sedangkan untuk akresi, bagian paling Timur Kabupaten Karawang diprediksi menjadi wilayah dengan luasan akresi terbesar."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aji Wicaksono
"ABSTRAK
Delta bersifat dinamis dan selalu berubah bentuk akibat interaksi dari sungai dan
laut. Delta Ci Punagara sejak tahun 1972 selalu bertambah luas, sehingga
berpotensi berubah bentuk secara spasial. Tujuan penelitian untuk menganalisis
perubahan spasial delta dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Berdasarkan
overlay peta tahun 1972, 1994, dan 2015 terjadi abrasi dan akresi di delta,
sehingga mengubah bentuk delta dari Irreguler menjadi Bird-Foot. Arus dan
gelombang yang sejajar garis pantai menyebabkan abrasi dan menghasilkan
wilayah akresi. Pasang surut yang kecil cenderung membangun pantai.
Peningkatan debit Ci Punagara diikuti peningkatan sedimentasi akibat perubahan
penggunaan tanah terutama menipisnya hutan menyebabkan daratan delta
bertambah luas.

ABSTRACT
and the sea. Delta Ci Punagara since 1972 become broader, potentially deform
spatially. The aim of research to analyze the spatial changes in the delta and the
factors that influence it. Based overlay maps in 1972, 1994 and 2015 occurred in
the delta erosion and accretion, thereby transforming the delta of the irregular
into Bird-Foot. Currents and waves are parallel to the shoreline causing abrasion
and produce accretion region. Small tidal tends to build up the beach. Increased
discharge of Ci Punagara followed by increased sedimentation due to changes in
land use, especially depletion of forests leads expanding inland delta."
2016
S64649
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>