Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 21 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Martiman Prodjohamidjojo
Jakarta: Ghalia Indonesia, 1984
345.052 MAR p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
H.M.A. Kuffal
UMM Press, 2005
345.052 KUF t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Selamat Sibagariang
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Naida Faustina
"Methylenetetrahydrofolat-reductase (MTHFR) adalah gen yang berperan penting dalam pembentukan folat dan methionin. MTHFR sangat dibutuhkan untuk sintesis dan metilasi DNA. Deregulasi MTHFR bisa menyebabkan infertilitas pada pria. Mutasi pada titik A1298C bisa menyebabkan penurunan level plasma folat dan spermatogenic arrest. Penelitian ini bertujuan menganalisis polimorfisme gen MTHFR A1298C pada pria normal dan pria oligozoospermia di Indonesia.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan mengambil darah 3mL dari pria normal dan oligozoospermia di Indonesia dengan jumlah total 104 pria. Gen MTHFR diamplifikasi menggunakan teknik PCR dengan primer spesifik, sedangkan analisis PCR-RFLP pada MTHFR gen menggunakan enzim restriksi MboII dimana teknik ini dapat menentukan genotip dan alotip A1298C pada pria normal dan pria oligozoospermia di Indonesia. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tes Chi Square.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pada pria normal, 66.7% memiliki genotip AA, 23.8% memiliki genotip AC, dan 9.5% memiliki genotip CC. Sedangkan 15.7% pria oligozoospermia memiliki genotip AA, 79.5% memiliki genotip AC, dan 4.8% memiliki genotip CC. Selain itu, ada asosiasi yang signifikan antara polimorfisme gen MTHFR A1298C dengan pria oligozoospermia (p=0.000) dan juga antara alotip A dengan pria oligozoospermia (p=0.006). Polimorfisme gen MTHFR A1298C berhubungan dengan infertilitas pria di Indonesia, terutama pada pria oligozoospermia (p<0.05).
......Methylenetetrahydrofolate-reductase (MTHFR) is a gene that plays a critical role in the metabolism of folate and methionine. MTHFR is very important in the synthesis and methylation of DNA. Deregulation of MTHFR may lead to infertility in male. Mutation in point 1298 may result in the reduction of plasma folate levels and spermatogenic arrest. This study aims to analyze MTHFR gene polymorphism A1298C in normal and oligozoospermic Indonesian men.
This was a cross sectional study conducted with a laboratory approach. Three mL of blood was drawn from a total of 104 normal and oligozoospermic men. MTHFR gene is analyzed by using PCR with specific primers, whereas the PCR-RFLP analysis of the MTHFR gene uses restriction enzyme MboII where it determines the allotypes of A1298C in normal and oligozoospermia Indonesian men.
The result of this study shows that in normal male 66.7% has AA genotype, 23.8% has AC genotype, and 9.5% has CC genotype. Whereas, in oligozoospermic male 15.7% has AA genotype, 79.5% has AC genotype, and 4.8% has CC genotype. Futhermore, there is an association between MTHFR gene polymorphism A1298C with oligozoospermia (p=0.000) and also between allotype A with oligozoospermia (p=0.006). In conclusion, MTHFR gene polymorphism of A1298C is associated with male infertility in Indonesian men especially men with severe oligozoospermia (p<0.05).
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Nurachman Adikusumo
"Menahan ataupun menangkap seseorang merupakan tindakan dari penguasa yang "menghilangkan kebebasan bergerak" seseorang. Di dalam suatu negara hukum kebebasan bergerak merupakan hak asasi yang pokok bagi setiap warga negara. Walaupun harus diakui bahwa menurut Hukum Acara Pidana menghilangkan kemerdekaan seseorang tidak merupakan asas ataupun suatu keharusan, namun ada kalanya, demi kepentingan dan di dalam usaha dan ikhtiar guna menemukan kebenaran yang hakiki dari suatu peristiwa kebebasan bergerak dari seseorang individu perlu dibatasi.
Secara universal telah diakui bahwa perlindungan terhadap masyarakat tidak dapat dikorbankan untuk keinginan yang berlebihan terhadap pembelaan hak kebebasan individu. Tidak juga dapat disangkal bahwa untuk tujuan preventif penahanan sangat diperlukan jika tersangka/terdakwa dalam segala kemungkinannya mempengaruhi saksi, menghilangkan barang bukti atau menggangu proses pemeriksaan atau mengulangi kejahatan.
Walaupun demikian perlu juga diakui bahwa kejahatan seharusnya dicegah dengan ancaman pemidanaan sebagai vonis akhir daripada penahanan sementara, bagaimanapun penahanan bukanlah vonis akhir. Hal ini adalah menghindari segala kemungkinan dari pencegahan terhadap penangkapan atau penahanan yang sewenang-wenang atas dasar tujuan yang preventif tersebut.
Suatu ketika seseorang tersangka/terdakwa yang telah ditangkap dan ditahan berdasarkan surat perintah atau persangkaan yang dituduhkan terhadapnya, maka menjadi pertanyaan adalah kapankah tersangka/terdakwa tersebut dapat dibebaskan sementara menunggu proses persidangannya. Dalam sistem hukum commmon law dikenal Pretrial release yang pada mulanya dikenal sebagai pembebasan atas "bail" atau jaminan, memudahkan untuk mempersiapkan pembelaan dan mencegah kemungkinan dari penahanan terhadap orang yang tidak bersalah. Sebagaimana dalam hukum acara pidana Indonesia dikenal pula dengan penangguhan penahanan yang diatur dalam Pasal 31 UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Hasil penelitian menunjukan bahwa subyektifitas kewenangan yang dimiliki penegak hukum dalam pemberian penangguhan penahanan bagi tersangka atau terdakwa adalah menjadi dasar hukum untuk menjalankan sesuai dengan apa yang diatur dalam undang-undang maupun untuk melakukan penafsiran (pertimbangan) tersendiri, namun akibat ketidakjelasan dan ketiadaan hukum yang mengatur secara lebih lanjut pada akhirnya dapat menimbulkan tujuan yang tidak jelas karena tidak adanya standar prosedur pertimbangan yang jelas.
Berdasarkan latar belakang keperluan penahanan maka penulis mengkaji sejauhmana kemungkinan penangguhan penahanan dalam perspektif penegak hukum kepolisian, kejaksaan dan pengadilan sebagai subsistem dalam proses peradilan pidana, sehingga dengan kejelasan dari dua variabel yang berlawanan ini diharapkan akan dipahami secara jelas batasan-batasan keperluan penahanan dan penangguhan penahanan dalam kerangka due process of law serta memberikan pemecahan langkah-langkah yang perlu dilakukan untuk merasionalisasikan keperluan penggunaan penangguhan penahanan dalam proses peradilan pidana di Indonesia."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T15554
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwidja Priyatno
Bandung: Refika Aditama, 2006
345 DWI s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Novitasari
"CREMτ dan protamin adalah protein yang berperan penting dalam proses spermatogenesis, CREMτ spesifik testis bekerja sebagai faktor transkripsi untuk gen protamin. Protamin merupakan protein yang berperan dalam remodelling chomatin pada spermatozoa. Beberapa penelitian sebelumnya telah melaporkan bahwa gen protamin (P1 dan P2) memiliki tingkat regulasi yang berbeda terkait dengan perbedaan waktu antara proses transkripsi dan translasi. Hal ini terjadi karena pada saat protamin telah diekspresikan maka gen-gen pada proses spermatogenesis akan mengalami peredaman (silencing gene). Pada penelitian ini dianalisis perubahan ekspresi gen CREMτ, P1 dan P2 yang diduga mengalami disregulasi sehingga menyebabkan terjadinya spermatogenic arrest pada laki-laki azoospermia. Sampel penelitian berasal dari jaringan testis tersimpan pada Departemen Biologi Kedokteran,FKUI berjumlah 42 sampel yang terdiri dari 5 sampel dengan penilaian Johnsen dua, 7 sampel dengan penilaian Johnsen tiga dan empat, 15 sampel dengan penilaian Johnsen lima dan enam, 10 sampel dengan penilaian Johnsen tujuh, serta 5 sampel dengan penilaian delapan. Analisis perubahan ekspresi dilakukan dengan teknik qRT-PCR. Dari penelitian ditemukan perbedaan bermakna (p < 0,05) antara perubahan ekspresi CREMτ pada kelompok penilaian Johnsen dua dengan kelompok penilaian Johnsen tujuh walaupun tidak menyebabkan spermatogenic arrest secara langsung. Hasil penelitian juga mengindikasikan terjadinya spermatogenic arrest berkaitan dengan nilai ekspresi protamin dari hasil uji statistik yang tidak berbeda bermakna pada setiap penilaian Johnsen. Berdasarkan hasil uji korelasi Spearman diketahui bahwa gen CREMτ, P1 dan P2 memiliki tingkat korelasi pada setiap penilaian Johnsen.
......
Protamine and CREMτ and is a protein that have a crucial function on spermatogenesis. CREMτ is known a specific testes as transcription factor of protamine gene. During spermiogenesis, protamine have a role to the remodeling chromatin causes the compaction of the spermatid chromatin. Preelementary studies indicate that protamine (P1 and P2) have a different regulate for mechanism of expression gene, related with translational-repressed phase. It occurs because protamine silenced gene. Expression of P1, P2 and CREMτ was analyzed as cause of spermatogenic arrest from infertile men with azoospermia. The sample from the testicular testes are stored in Departement of Medical Biology, FM UI. The study included 42 testicular testes and stage of spermatogenic arrest have addressed with scoring Johnsen method, of which 5 sample classified with scoring two, 7 sample with scoring three and four, 15 sample with scoring five and six, 10 sample with scoring seven and 5 sample with scoring eight. Analysis of expression was performed by qRT-PCR. There were a significant differences (p < 0,05) of CREMτ mRNA expression inter-group differences. But, there were no significant inter-group differences in P1 and P2 mRNA expression that classified with scoring Johnsen. Statistical analysis for correlation between P1, P2 and CREMτ have a significant correlation dependent of a different stage on spermatogenesis. This study indicate that P1 and P2 lead silenced gene in spermatogenesis because mRNA P1 and P2 was detect in every stage of spermatogenesis, and consistent with the suggestion that CREMτ are involved in the spermatogenesis as a transcription factors."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
New Jersey: Prentice-Hall, 1998
616.102 5 ADV
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Elysa Anjarina Handika Putri
"Tugas karya akhir ini membahas mengenai fenomena proses penangkapan yang ditayangkan pada publik sebagai hasil kerja sama antara media massa dengan kepolisian. Teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena tersebut, yaitu teori dramaturgi Erving Goffman, teori social exchange benefit, dan teori deterrence. Objek yang digunakan dalam penulisan ini, yaitu tayangan program “86” yang merupakan hasil kerja sama antara NET TV dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dari analisis yang dilakukan, terdapat temuan bahwa tayangan program “86”meskipun kerja sama yang dilakukan berdampak positif bagi pihak polisi maupun media massa, tetap terdapat celah adanya informasi yang dapat disalahgunakan oleh masyarakat yang berpotensi menjadi pelaku.
......This final project discusses the phenomenon of the arrest process that is aired to the public as a result of collaboration between the mass media and the police. The theories used to explain the phenomenon are Erving Goffman's dramaturgy theory, social exchange benefit theory, and deterrence theory. The object used in this paper is the broadcast of the "86" program which is the result of collaboration between NET TV and the Indonesian National Police. From the analysis conducted, there are findings that the broadcast of the "86" program, although the cooperation carried out has a positive impact on the police and mass media, there are still faults in information that can be misused by people who have the potential to become perpetrators."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Handayani
"Latar belakang: Pasien dengan total oosit immatur atau rendah jumlah oosit matur yang diperoleh dari proses ovum pick up OPU pada siklus berulang cenderung tidak dapat ditangani dengan kultur in-vitro atau in vitro maturasi IVM . Sejauh ini, pasien dengan riwayat rendah/kegagalan total maturasi yang kembali mengulang siklus in vitro fertilisasi, hanya ditangani dengan merubah protokol stimulasi untuk merubah respon ovarium dengan hasil yang belum memuaskan. Jalur pensinyalan Ca2 diketahui berperan penting dalam proses maturasi oosit. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah modifikasi regulasi Ca2 intraseluler oosit yang tetap immatur paska kultur in-vitro dengan aktivasi A23187 mampu menjadi solusinya. Metode: Oosit immatur dikoleksi dengan metode diseksi ovarium dan dilanjutkan kultur maturasi secara grup selama 20-24 jam berdasarkan status sel kumulus dengan atau tanpa sel kumulus . Oosit yang tetap immatur paska kultur maturasi, dibagi secara acak kedalam kelompok kontrol dan perlakukan aktivasi dengan CaI A23187 untuk mendorong maturasi. Proses aktivasi dilakukan selama 30 menit, kemudian dilanjutkan kultur maturasi kembali. Setelah 20-24 jam kultur, dilakukan evaluasi maturasi paska aktivasi dengan melihat ekstruksi badan polar I. Untuk memperoleh gambaran perubahan level Ca2 selama proses aktivasi, dilakukan pengukuran intensitas pendaran oosit immatur terlabel pewarna berfluoresen Fura-Red yang mampu berikatan dengan kalsium bebas intrasel menggunakan confocal laser scanning microscope CLSM pada panjang gelombang 405 dan 488nm. Hasil penelitian: Aktivasi oosit immatur dengan CaI A23187 secara bermakna meningkatkan jumlah maturasi dibandingkan dengan kelompok kontrol P
Background Patients with total immature or high number of immatured oocyte obtained from repeated cycles of ovum pick up OPU are unlikely to be treated only with extended in vitro culture or in vitro maturation IVM . As known, patients with high percentage of immature failure history repeating in in vitro fertilization cycle are treated only by changing the stimulation protocol to change the ovarian response with unsatisfactory results. The Ca2 signaling is known to play an important role in oocyte maturation. Therefore, the aim of this study was to determine whether the modification of intracellular Ca2 of oocytes failed to resume meiosis even following subsequent in vitro culture could reach metaphase II after Calcium Ionophore A23187 activation.Method Immature oocytes were collected by ovarian dissection method and continued with group maturation culture for 20 24 hours based on cumulus cell status intact and without cumulus cells . Oocytes shows immature resistant after in vitro culture were randomly allocated to control and treatment groups. Oocyte activation group was exposed to A23187 solution for 30 minutes and then washed extensively. Maturation was evaluated 20 24 hours after CaI A23187 exposure by observing the first polar body extrusion. To identify Ca2 response during activation, Ca2 imaging was conducted using confocal laser scanning microscope CLSM . Oocytes were loaded to 10 M L of the ratiometric Ca2 sensitive dye Fura Red acetoxymethyl AM ester. Fluorescent measurement were made with filter that provided excitation at wavelengths of 405 and 488nm. Result Activation of resistant immature oocytes with CaI A23187 significantly increased number of maturation compared with the control group p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3   >>