Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 2 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yasir Mustafa Banadji
"Latar Belakang: Nyeri akut pasca-bedah pada anak-anak sering tidak ditangani
dengan baik karena dogma yang popular adalah anak-anak tidak merasakan nyeri.
Penanganan nyeri yang tidak adekuat mencetus respon stress dan biokimia dan
menyebabkan gangguan fungsi metabolisme, kardiovaskular, pulmoner, neuroendokrin,
gastrointestinal, dan imunologi. Selama ini, penanganan nyeri akut
pascabedah anak-anak di bawah umbilikus dilakukan dengan pendekatan
multimodal dengan teknik anestesia regional dan obat analgetika sistemik.
Asetaminofen merupakan obat analgetika yang paling sering digunakan untuk
menangani nyeri derajat ringan-sedang. Metamizol juga telah banyak digunakan
sebagai obat analgetika yang efektif untuk nyeri pasca-bedah. Meski demikian,
untuk penanganan nyeri pasca-bedah, penggunaan metamizol tidak sepopuler
asetaminofen di Indonesia. Di RSUPN dr.Cipto Mangunkusumo, penggunaan
asetaminofen intravena sebagai analgetika pascabedah direstriksi berdasarkan
formularium nasional.
Metode: Penelitian ini merupakan uji klinik acak tersamar ganda untuk menilai
efektivitas metamizol 15 mg/KgBB IV dan asetaminofen 15 mg/KgBB IV untuk
analgesia pascabedah di bawah umbilikus pada pasien pediatrik. Pengambilan
sampel penelitian dilakukan pada bulan April 2019-Oktober 2019 secara consecutive sampling. Enam puluh empat subjek penelitian memenuhi kriteria
inklusi dan bersedia mengikuti penelitian, kemudian dirandomisasi menjadi dua
kelompok. Subjek menjalani pembedahan dengan pembiusan umum dan injeksi
bupivakain 0,25% secara kaudal. Sebelum pembedahan berakhir, subjek
mendapatkan regimen analgetika asetaminofen 15 mg/KgBB IV atau metamizol 15
mg/KgBB IV sesuai kelompok randomisasi. Pemberian regimen analgetika diulang
setiap 8 jam dalam 24 jam pertama pasca-bedah. Dilakukan penilaian skala FLACC
saat istirahat dan bergerak pada saat pasien pulih sadar, jam ke-4, jam ke-6, jam k-
12, dan jam ke-24 pascabedah. Dilakukan pula pencatatan kebutuhan fentanil, saat
pertama pasien membutuhkan fentanil, dan efek samping yang timbul selama 24
jam pertama pascabedah.
Hasil: Derajat nyeri (skala FLACC) pada saat istirahat maupun bergerak tidak
berbeda bermakna antar kedua kelompok pada saat pasien pulih sadar, jam ke-4, 6,
12, dan 24 pascabedah. Tidak terdapat subjek yang membutuhkan fentanil rescue
selama 24 jam pertama pacabedah pada kelompok metamizol. Terdapat 4 dari 32
subjek yang membutuhkan fentanil rescue pada kelompok asetaminofen dengan
saat pertama membutuhkan fentanil rescue berkisar antara 300 hingga 700 menit
pascabedah. Angka kejadian mual dan muntah lebih banyak terjadi pada kelompok
asetaminofen (mual: 31,3% vs 18,8%; Muntah: 25% vs 12,5%).
Simpulan: Metamizol 15 mg/kgBB IV tidak lebih efektif dibandingkan dengan
asetaminofen 15 mg/kgBB IV untuk analgesia pascabedah di bawah umbilikus pada
pasien pediatrik.

Background: Acute post-operative pain in pediatric patients often poorly handled
due to the popular paradigm that children doesnt feel pain. Inadequate pain
treatment can induce stress and biochemical response and cause metabolism,
cardiovascular, pulmonary, neuro-endocrine, gastrointestinal, and immunological
dysfuctions. Nowadays, pediatric pain management for post-operative pain below
umbilical surgery is done in multimodal fashion with combination of regional
anesthesia and systemic analgesia drugs. Acetaminophen is often used for
analgesia on mild-moderate pain. Metamizole also has been used and quite
effective for post-operative analgesia. However, metamizole is not as popular as
acetaminophen for post-operative analgesia in Indonesia. In dr.Cipto
Mangunkusumo Hospital, acetaminophen for post-operative analgesia is restricted
due to National Drugs Regulation.
Methods: We conducted this double-blinded clinical trial to evaluate effectiveness
of intravenous metamizole 15 mg/KgBW and intravenous acetaminophen 15
mg/KgBW for post-operative analgesia of below umbilical surgery in pediatric
patients. A consecutive sampling was done from April 2019 to October 2019. Sixtyfour
subjects that meet inclusion criteria and had consent randomized into 2 groups. The subjects had surgery with combination of general anesthesia and
injection of caudal block bupivacaine 0.25%. Before surgery concluded, the
subjects received analgesia regiment acetaminophen 15 mg/KgBW or metamizole
15 mg/KgBW according to their randomization group. The analgesia regiment was
given again every 8 hours for 24 hours post-operative. The FLACC scale at rest
and during movement were recorded at time of fully recover from anesthesia, 4-h,
6-h, 12-h, and 24-h post-operative. Fentanyl rescue requirement, moment of first
time fentanyl rescue requirement, dan the drugs side effect were also recorded for
24 hours post-operative.
Result: FLACC scale at rest and during movement between two groups at fully
recover from anesthesia, 4-h, 6-h, 12-h, and 24-h post-operative was not
significantly different. No subject needed fentanyl rescue during 24 hours postoperative
in metamizole group. There was 4 of 32 subjects needed fentanyl rescue
in acetaminophen group with first fentanyl rescue requirement occur between 300
to 700 minutes post-operative. The incidence of nausea and vomiting ws higher in
acetaminophen group than metamizole group (nausea: 31.3% vs 18.8%; vomiting:
25% vs 12.5%)
Conclusion: Metamizole 15 mg/KgBW is not more effective compared to
acetaminophen 15 mg/KgBW for post-operative analgesia of below umbilical
surgery in pediatric patients
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Hartika Guspayane
"[ABSTRAK
Penggunaan zat aktif dalam bentuk kombinasi pada sediaan obat merupakan hal yang sangat lazim ada dalam proses produksi sediaan obat. Namun zat aktif yang dikombinasikan dapat berinteraksi secara fisik satu sama lain. Asetaminofen merupakan zat aktif yang sering dikombinasikan dengan zat aktif yang lain dalam sediaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis interaksi pada campuran biner asetaminofen dan klorfeniramin maleat dengan menggunakan metode Differential Scanning Calorimetry (DSC). DSC merupakan metode yang umum digunakan dalam menganalisis perubahan fisik pada suatu material. Perubahan fisik yang dimaksud adalah perubahan pada fenomena-fenomena termal seperti jarak lebur, entalpi peleburan serta pembentukan campuran eutektik. Hasil analisis DSC didukung dengan melakukan analisis menggunakan X-Ray Diffractometry (XRD) dan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). Campuran biner asetaminofen-klorfeniramin maleat dibuat dalam perbandingan (50:50) dan (99,5:0,5) dengan menggunakan metode triturasi dan spatulasi. Campuran biner asetaminofen-klorfeniramin maleat pada perbandingan berat 50:50 mengalami interaksi fisik yang ditandai dengan perubahan bentuk kurva endotermik dan penurunan kristalinitas yang teramati pada hasil analisis DSC dan XRD. Sedangkan campuran biner asetaminofen-klorfeniramin maleat pada perbandingan berat 99,5:0,5 tidak mengalami interaksi.

ABSTRACT
, The use of active pharmaceutical ingredients in combination is very prevalent in the production of dosage forms. However, the active drug pharmaceutical ingredients in combination can physically interact with each other. Acetaminophen is the active pharmaceutical ingredients which are often combined with other drugs in the dosage form. This study aimed to identify and analyze the interaction of the binary mixture of acetaminophen and chlorpheniramine maleate using Differential Scanning Calorimetry (DSC). DSC is a common method used in analyzing physical change in materials. Physical changes in question are a change in the thermal phenomena such as melting point, the enthalpy of fusion and the formation of eutectic mixture. To support the results of DSC analysis was also performed the analysis using X-Ray Diffractometry (XRD) and Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FT-IR). The binary mixtures of acetaminophen-chlorpheniramine maleate were made in the ratio of (50:50) and (99.5: 0.5) by using trituration and spatula. Binary mixture of acetaminophen - chlorpheniramine maleate in a weight ratio of 50:50 undergo physical interactions which were characterized by changes in endothermic curve shape and crystallinity decrease observed in DSC and XRD analysis results. Whereas the binary mixtures of acetaminophen-chlorpheniramine maleate in a weight ratio of 99.5 : 0.5 did not experience any interaction.
]"
2015
S60411
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library