Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 39 dokumen yang sesuai dengan query
cover
[Place of publication not identified]: Cipta Pratama, 1987
305.809 58 POT
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Tata ruang adalah khas pada setiap kelompok masyarakat. Konsep tata ruang suatu masyarakat banyak ditentukan oleh sistem budayanya yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, norma-norma dan aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Tata ruang suatu masyarakat sering kali juga merupakan simbolisasi dari kenyataan slam dan sosial-budaya masyarakat tersebut. Tata ruang penting dalam pembangunan terutama terkait dengan pembangunan pemukiman dan perwilayahan. Karena pada setiap masyarakat memiliki konsep tertentu tentang tata ruang. Dengan mengerti secara mendalam adat-istiadat tentang keruangan suatu masyarakat, niscaya program pembangunan yang berhubungan dengan pemukiman dan perwilayahan tidak bertentangan dengan pandangan dan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Dipilihnya Baduy sebagai obyek kajian ini karena: (I) merupakan salah satu kelompok masyarakat di Jawa Barat, yang khas dan unik yang berbeda dengan kelompok masyarakat lainnya, (2) masyarakat Baduy dianggap sebagai salah satu kelompok masyarakat di Jawa Barat yang masih memegang teguh adat istiadat leluhur, (3) masyarakat ini sebenarnya telah dikepung oleh modernisasi, namun sampai saat ini masih mampu menjaga adat istiadat mereka, dan (4) kajian tentang tata ruang masyarakat Baduy ini secara khusus belum banyak dilakukan. Khusus mengenai kekhasan dan keunikan masyarakat Baduy ini secara nyata dapat dilihat pada rumah atau bangunan dan penataannya dalam suatu kampung. Di Baduy Dalam khususnya, rumah di mana-mana bentuk dan orientasinya sama. Penataan rumah dan bangunan-bangunan lainnya juga menunjukkan kesamaan antara satu kampung dengan kampung lainnya. Selain itu, gambaran penataan tersebut tercermin pula dalam penataan kawasan Baduy. Berdasarkan hal yang menarik tersebut, permasalahan yang dikaji adalah: 1. konsep apakah yang mendasari penataan ruang tersebut. 2. dengan adanya konsep tertentu dalam penataan ruang tersebut, bagaimanakah pengaruhnya terhadap pola perilaku 3. bagaimana `fungsi dan -makna ruang tersebut dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Baduy. Penelitian ini pada dasarnya bersifal deskriptif kualitatif-. Untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang masih hanyak mengikuti tradisi leluhur mereka, maka lokasi penelitian utama dilakukan di Baduy Dalam. Sedangkan sehagai pemhandingnya dilakukan pula di Baduy Luar. Data yang dikumpulkan meliputi data primer, herupa (1) DATA FISIK berupa bangunan-bangunan dan .alam lingkungan, dan (2) NON FISIK berupa ideologikal (ide, norma, yang ideal atau yang seharusnya) dan sosial (realitas perilaku masyarakat). Untuk memperoleh data FISIK dilakukan dengan cara observasi dan deskripsi. Sedang NON FISIK dilakukan dengan cara wawancara (ideologikal), serta observasi dan wawancara (sosial). Sementara itu, data sekunder yang dikumpulkan berupa kepustakaan yang berhubungan dengan topik kajian ini. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa penataan ruang Baduy mengacu pada konsep "Baduy sehagai pancer bumi" . Sehubungan dengan itu maka: (1) Baduydianggap sehagai pusat dunia, baik secara FISIK (awal penciptaan bumi dan asal usul manusia yang berpusat di Sasaka Domas), maupun secara MENTAL (pelindung dunia dan segala isinya), (2) Sebagai pusat bumi, Sasaka Domas menjadi orientasi atau arah 'kiblat', baik secara FISIK maupun NON FISIK. Selain itu, fungsi ruang dapat dilihat dalam dua hal, yaitu fungsi dalam hubungannya dengan pola pemanfaatan (ruang pribadi, sosial, sakral, dan profan), dan fungsi dalam kaitannya dengan pola waktu (ruang yang kontinyu, sewaktu-waktu, dan berubah-ubah). Penataan ruang Baduy juga melahirkan suatu simbolisasi yang terwujud dalam klasifikasi dua, berupa (1) 'dalam-luar' yang memiliki makna teritorial (Baduy Dalam dan Baduy Luar), dan makna tingkat kesucian (Baduy Dalam lebih suci daripada Baduy Luar), (2) 'atas - bawah' yang memiliki makna pembagian dunia menjadi Dunia atas danDunia hawah, serta (3) 'tinggi - rendah' yang mengacu pada makna makna lantai atautempat yang tinggi dan rendah, tinggi dianggap lebih sakral dibanding rendah (pada letak rumah puun, lantai imah, tangtu); dan klasifikasi tiga berupa pembagian ruang menjadi 'atas-tengah- bawah' pada (I) 'buana luhur-buana tengah-buana handap', (2) pembagian rumah secara vertikal atap (dunia atas), badan (dunia tengah) dan kaki/ kolong (dunia hawah), dan (3) pelapisan masyarakat menjadi 'tangtu - panamping - dangka'.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Asep Kurnia
Jakarta: Bumi Aksara, 2010
390 ASE s
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Kusnaka Adimihardja
Abstrak :
The presence of the Baduy people in Mount Kendeng in southern Banten was, in keeping with the order of Pajajaran Kingdom, to manage the continuity of the flow of the river from the upper course to the lower. At that time, the river-stream played an important role in agriculture, besides being a means of trading and transportation at the lower-course region of Banten. The Baduy had the role of guarding the equilibrium at the upper course region, and maintain the economic development of the Pajajaran Kingdom. The Baduy who live around the upper course of the river are not allowed, traditionally, 'teu wasa', to disturb the ecosystem, such as to exploit the rice fields or to dig the soil for agricultural activities. They use the expression:...gunung teu meunang dilebur, lebak teu meunang diruksak, mountains are not to be destroyed, valleys are not to be destructed, if it is disobeyed there will be great disaster upon human life. In carrying out the kingdom's orders, they are supported by a certain hierarchic and complex political system, even though they are egalitarian and keep a firm social solidarity. The stratified system of defense was bound by the tangtu tilu 'the three core of leadership'. It is also called ka-puun-an ideology systems which are located at three villages: Cikeusik, Cibeo, and Cikertawana under the guidance of moral, ethics, and rules which are stated in the values of Sunda Wiwitan religion.
2000
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Outline: Hingga saat ini masyarakat Baduy masih terikat pada pikukuh (adat yang kuat) yang diturunkan dari generasi ke generasi. Salah satu pikukuh itu berbunyi lojor teu meunang dipotong, pondok teu meunang disambungan (panjang tidak boleh dipotong, pendek tidak boleh disambung). Makna pikukuh itu antara lain tidak mengubah sesuatu, atau dapat juga berarti menerima apa yang sudah ada tanpa menambahi atau mengurangi yang ada. Insan Baduy yang melanggar pikukuh akan memperoleh ganjaran adat dari puun (pimpinan adat tertinggi. Pengalaman pikukuh yang taat menyebabkan masyarakat Baduy memiliki kearifan dalam mitigasi bencana. Buku ini merupakan abstraksi hasil penelitian dalam rangka Hibah Riset Kompetensi DIKTI tahun 2010. Secara umum mitigasi bencana diartikan sebagai perencanaan yang tepat untuk meminimalkan dampak negatif terhadap manusia. Mitigasi bencana merupakan kegiatan pertama dari tiga kegiatan utama dalam manajemen bencana, yakni kegiatan prabencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, serta peringatan dini. Dua kegiatan lainnya adalah saat terjadi bencana, mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan Search and Rescue (SAR), bantuan darurat dan pengungsian; dan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Kegiatan pada tahap prabencana selama ini banyak dilupakan, padahal kegiatan pada tahap prabencana sangatlah penting karena mencakup baik perencanaan maupun pelaksanaan tindakan untuk mengurangi risiko dampak dari suatu bencana yang dilakukan sebelum bencana itu terjadi. Oleh karena itu, masyarakat harus mengetahui dan memahami serta mampu menyiasati cara hidup berdampingan dengan bencana.
Jakarta: Wedatama Widya Sastra, 2010
305.899 22 CEC k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1992
S7511
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Depok: Rajawali Pers, 2020
574.509 598 DIL
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
R. Cecep Eka Permana, 1965-
Abstrak :
Penelitian ini mengenai kearifan lokal masyarakat Baduy dalam pencegahan bencana. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data dikumpulkan melalui metode observasi dan wawancara mendalam, dan data diolah secara deskriptif-analitik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengetahuan dan pandangan tradisional masyarakat Baduy yang diturunkan dari generasi ke generasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) masyarakat Baduy yang selalu melakukan tebang-bakar hutan untuk membuat ladang (huma), tidak terjadi bencana kebakaran hutan atau tanah longsor di wilayah Baduy; (2) di wilayah Baduy banyak permukiman penduduk berdekatan dengan sungai, tidak terjadi bencana banjir; (3) walaupun rumah dan bangunan masyarakat Baduy terbuat dari bahan yang mudah terbakar (kayu, bambu, rumbia, dan ijuk), jarang terjadi bencana kebakaran hebat; dan (4) wilayah Baduy yang termasuk dalam daerah rawan gempa Jawa bagian Barat, tidak terjadi kerusakan bangunan akibat bencana gempa. Kearifan lokal dalam mitigasi bencana yang dimiliki masyarakat Baduy sejatinya didasari oleh pikukuh (ketentuan adat) yang menjadi petunjuk dan arahan dalam berpikir dan bertindak. Pikukuh merupakan dasar dari pengetahuan tradisional yang arif dan bijaksana, termasuk juga dalam mencegah bencana.
This study examines the indigenous Baduy society in preventing disaster. This study used a qualitative approach. Data collected by observation and depth interview methods, and analysis conducted by descriptive-analytical. This study aims to gain knowledge and traditional ways of Baduy society that has passed down from generation to generation. The results showed that (a) cut-and-burn systems in Baduy forests to open field for dry rice cultivation (huma) did not cause forest fires, (b) Baduy settlements adjacent to the river is not flooding, (c) houses and buildings made of materials combustible (wood, bamboo, thatch, and palm fiber) infrequent fires, and (d) Baduy territory included in the earthquake-prone areas of West Java, there is no damage to buildings due to the earthquake disaster. This is because the pikukuh (customary rules) that serve as guidelines and direction for Baduy think and act. Pikukuh are the basis of traditional knowledge that wise and prudent, so avoid the disaster.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2011
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
M. Sugiharto
Abstrak :
Hunian masyarakat tradisional secara menyeluruh telah memberi jawaban terhadap beberapa pengkajian diantaranya, ecologi, ekonomi dan budaya. Dewasa ini penelitian telah dilakukan untuk mengamati interaksi antar ketiga faktor tersebut. Skripsi ini mencoba untuk memperlihatkan bahwa hunian tradisional tidak saja merupakan elemen yang terbatas dalam pandangan budaya, namun juga sebuah sistem yang merepresentasikan simbol yang memiliki arti tersendiri dan dapat bertindak sebagai tanda dari identitas mereka. Berdasar prespektif tersebut akan diuraikan mengenai seberapa jauh ruang-ruang human terkait dengan strnrkt:er social don cara pandang masyakatnya, aspek kehidupan social yang berhubungan, serta Agama/Kepercayaan sebagai unsur yang kerap kali mengambil semua peran kontrol pada aspek kehidupan manusia. Pembahasan ini hanya terbatas hunian pada tingkat Kampung atau Desa di wilayah Baduy, tidak dibahas hubungan antar desa atau skala yang lebih luas.
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1997
S48185
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Widiarini
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48210
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4   >>