Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Rizali Karliansyah
"Penelitian jenis avertebrata bentos yang dilakukan di 15 stasiun pengamatan di sepanjang sungai Ciliwung Jakarta, telah berhasil mengumpulkan 12 jenis avertebrata bentos yang tergolong ke dalam 4 filum, yaitu tubifex (filum Annelida), Belastoma sp., Chironomus sp., Dicranota sp., dan Dryopid sp. (filum Arthropoda), Bellmya javanica, Britia testudinaria, Corbicula javanica, Lymnaea rubiginosa, Melanoides tuberculata, Thiara scabra (filum Molusca), serta Chlamydomonas sp. (filum Protozoa). Dengan menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, diketahui bahwa indeks keanekaan jenis avertebrata bentos di sepanjang sungai Ciliwung Jakarta berkisar antara 0,00-2,19. Berdasarkan indeks tersebut maka kualitas air sungai di stasiun-stasiun bagian hulu (Kelurahan Tanjung Barat dan Cipinang Cempedak) termasuk kriteria tercemar ringan sampai sedang. Semakin ke arah hilir pencemaran semakin berat. Akan tetapi di bagian muara (Kelurahan Mangga Dua Utara) tingkat pencemaran menurun kembali. Korelasi positif antara kandungan oksigen terlarut dan kedalaman sungai terhadap nilai indeks keanekaan jenis avertebrata bentos, menunjukkan bahwa indeks tersebut dapat digunakan untuk menilai kualitas air suatu perairan."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1985
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Abdulkadir Rahardjanto
"Air adalah salah satu kebutuhan dasar kehidupan dan merupakan sumber daya yang perlu dipertahankan kelestariannya secara kuantitas maupun kualitas untuk kepentingan manusia dan lingkungan. Pada saat ini, belum ada pelibatan partisipasi masyarakat pada konservasi DAS hulu berbasis bioindikator sebagai upaya pengelolaan sungai secara berkelanjutan. Selain itu, belum ada model pelibatan masyarakat yang dapat dijadikan acuan dalam kegiatan konservasi sungai berbasis bioindikator. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun model konservasi DAS Brantas hulu berbasis bioindikator vegetasi Riparian, Makroinvertebrata dan Odonata dengan partisipasi masyarakat dalam mengelola lingkungan sungai sehingga terwujud pengelolaan sungai yang berkelanjutan. Hasil penelitian memperlihatkan vegetasi Riparian pada daerah penelitian diketemukan 61 Ordo tumbuhan, 71 familia dan 188 species. Makroinvertebrata diketemukan 11 Ordo, 15 familia, 31 genus, dan 36 species; Odonata 2 sub Ordo, 3 familia, 11 genus, dan 15 species. Ketiga bioindikator dapat dijadikan penunjuk kondisi lingkungan yang baik pada daerah penelitian. Status kesehatan sungai berdasarkan kondisi substrat dasar berstatus baik dan dapat mendukung kehidupan organisme in stream perairan. Hasil analisis The Rapid Appraisal of River Conservation (RapRiCons) pada dimensi Ekologi, Sosial, Ekonomi, Teknologi dan Etika memperlihatkan kondisi daerah penelitian yang cukup baik dan berkelanjutan. Peningkatan pengetahuan bioindikator dapat dijadikan model partisipasi masyarakat pada konservasi DAS hulu berbasis bioindikator sebagai upaya pengelolaan sungai berkelanjutan.
......
Water is one of the basic needs of life and is a resource that needs to be preserved both quantity and quality for the benefit of humans and the environment. At this time there is no involvement of community participation in the conservation of the upstream watershed based on bioindicators as a basis of sustainable river management. In addition, there is no models of community participation that can be used as a reference in the river conservation based on bioindicators. The general objective of this research is to devise pattern of conservation based on bioindicators at the Brantas upstream watershed based on Riparian vegetation, Macroinvertebrates and Odonata with community participation in managing sustainable river management. The results showed Riparian vegetation in the study area were found 61 Ordo of plants, 71 species and 188 familia. Macroinvertebrates found 11 Ordo, 15 familia, 31 genera, and 36 species; Odonata 2 sub Ordo, 3 familia, 11 genera and 15 species. These three bioindicators can be used as a guide mark environmental conditions at research area. Health river status based on sediment at streambed condition, has a good result and can support life in stream organism. The results of the analysis of environmental sustainability, The Rapid Appraisal of River Conservation (RapRiCons) depicted in five dimensions (Ecology, Social, Economy, Technology, and Ethics) showed good results and sustainable. Understanding bioindicators knowledge can be used as model of community participation in watershed conservation based on bioindicator as a sustainable river management plan."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hari Sutrisno
Jakarta: Pusat Penelitian Biologi - LIPI, 2010
595.78 HAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Fisila Aflanindya
"Perifiton merupakan kumpulan mikroalga yang hidup menempel pada berbagai jenis substrat. Perifiton responsif terhadap gangguan faktor fisika-kimia perairan sehingga dapat dijadikan sebagai bioindikator. Penelitian bertujuan untuk mengetahui struktur komunitas perifiton sebagai bioindikator pencemaran air. Penelitian berlokasi di Situ Agathis UI yang terbagi menjadi 9 substasiun. Parameter fisika-kimia yang diukur terdiri dari suhu, turbiditas, arus, kecerahan, pH, oksigen terlarut, dan nitrat. Sampel perifiton diambil dengan mengerik cangkang M. tuberculata. Pencacahan perifiton dilakukan dengan metode subsampel. Identifikasi perifiton dilakukan sampai tingkat marga. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Spearman Rank’s Correlation menggunakan STATCAL. Hasil penelitian menunjukkan perifiton yang ditemukan terdiri dari 16 marga yang berasal dari 6 kelas dan 5 divisi dengan rata-rata kepadatan sebesar 1.517-22.475 ind/mm². Indeks keanekaragaman perifiton tergolong sedang dan menunjukkan kondisi perairan Situ Agathis UI tergolong tercemar sedang (1 < H’ < 3). Indeks dominansi menunjukkan tidak adanya marga perifiton yang dominan dan persebaran individu tiap marga merata. Hasil uji statistik menunjukkan parameter suhu, turbiditas, dan arus berkorelasi signifikan (P-Value <0,05) terhadap kerapatan perifiton pada substrat cangkang M. tuberculata.
......Periphyton is an assembly of microalgae that live attached to various types of substrate. Periphyton is responsive to disturbances of water physico-chemical factors so that it can be used as a bioindicator. The aim of the study was to determine the periphyton community structure as a bioindicator of water pollution. The research is located at Agathis Small Lake UI which is divided into 9 substations. The physico-chemical parameters measured consisted of temperature, turbidity, current, brightness, pH, dissolved oxygen, and nitrate. Periphyton samples were taken by scraping the shells of M. tuberculata. Periphyton count was carried out using the subsample method. Periphyton identification was carried out up to the genera level. The Data obtained were analyzed statistically by Spearman Rank’s Correlation using STATCAL. The results showed that the periphyton found consisted of 16 genera from 6 classes and 5 divisions with an average of density of 1.517-22.475 ind/mm². The periphyton diversity index is classified as moderate and shows that the water conditions of Agathis Small Lake are classified as moderately polluted (1 < H’ < 3). The dominance index indicates the absence of dominant periphyton genus and the distribution of individuals for each genera is evenly distributed. The result of statistical tests showed that the parameters of temperature, turbidity, and current were significanly correlated (P-Value <0,05) with the density of periphyton on the shell substrate of M. tuberculata.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sukar
"Timbal atau Plumbum (Pb) bersifat toksik, karsinogenik, bioakumulator dan biomagnifikasi. Bioakumulasi Timbal dari media lingkungan dapat terjadi pada kuku, hati, dan rambut. Tujuan penelitian untuk mengetahui faktor risiko kejadian bioindikator timbal rambut masyarakat di kawasan industri minyak. Penelitian dilakukan pada tahun 2012 di Kota Dumai, Provinsi Riau. Rancangan penelitian khusus pencemaran lingkungan 2012 adalah type- 1 health study, yang disarankan US Agency for Toxic Substances and Drugs Registry (ATSDR). Analisis statistik bivariat dengan uji kai kuadrat. Populasi penelitian adalah penduduk Kota Dumai yang tinggal di desa Jayamukti, Tanjung Palas, Mekarsari, dan Bukit Timah. Sejumlah 110 ibu rumah tangga diambil dengan teknik purposive sampling. Kriteria inklusi, responden berusia antara 17 - 55 tahun dan telah tinggal minimal selama lima tahun terakhir. Kriteria ekslusi sedang menderita penyakit kronis.
Hasil analisis dari enam parameter media lingkungan menunjukkan ada empat parameter berisiko mencemari, tetapi belum bermakna antara parameter lingkungan dan kejadian timbal rambut dengan nilai p > 0,05. Odds Ratio (OR) terbesar ditunjukkan oleh parameter ikan sebesar 1,5 dan terkecil makanan atau minuman dan tanah 1,13. Proporsi risiko terbesar ditunjukkan oleh parameter ikan sebesar 33,3% dan terkecil parameter makanan atau minuman 10%. Telah terjadi penanggulangan risiko untuk parameter air minum dan air permukaan dengan nilai p < 0,05.

Lead or Plumbum (Pb) is toxic, carcinogenic, bioaccumulator and biomagnification. Lead bioaccumulation of environmental media may occur in liver, nails and hair. The study objective was to find out the risk of lead bioindicator occurence in hair of people living in oil industry area. The study was conducted in 2012 in Dumai City, Riau Province. The study design is a type-1 health study, suggested the US Agency for Toxic Substances and Drug Registry (ATSDR). The statistical analysis was bivariate using chi-square test. The population was Dumai City dwellers who lived in the village Jayamukti, Tanjung Palas, Mekarsari and Bukit Timah. A total of 110 housewives were taken by purposive sampling technique. Inclusion, respondents aged between 17 - 55 years old and have lived for five years at minimum. Exclusion criteria was those suffering cronic disease.
Analysis results of six parameters of environmental media there were four parameters, had risk of contaminating but not significant between environmental parameters and the lead occurence in hair with p value > 0.05. Tbe biggest odd ratio (OR) was showed by fish parameter worth 1.5 and the smallest was food or beverage and land worth 1.13. The biggest proportion was showed by fish parameter of 33.3 % and the smallest food or beverage 10 %.There has been a reduction of risk for the parameters of drinking water and surface water with p value < 0.05.
"
[Place of publication not identified]: Pusat Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, 2015
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Mariska Winda Asrini
"Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah merencanakan pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE). Dalam pengoperasiannya akan terjadi pelepasan radionuklida ke lingkungan, salah satunya adalah 137Cs. Untuk itu diperlukan bioindikator untuk mengidentifikasi adanya pencemaran 137Cs. Kinetika proses bioakumulasi 137Cs melalui jalur air laut pada kerang hijau (Perna viridis) dan udang mantis (Harpiosquilla raphidea) dari Teluk Jakarta telah diteliti dengan mengamati pengaruh variasi bobot biota. Eksperimen akuaria dilakukan terhadap empat kelompok ukuran dengan dua kali pengulangan. Percobaan dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu akumulasi/pengambilan, depurasi/pelepasan serta pemodelannya.
Hasil penelitian menunjukkan kenaikan bobot biota menurunkan laju pengambilan dan laju pelepasan 137Cs oleh Perna viridis dan Harpiosquilla raphidea. Nilai faktor biokonsentrasi (BCF) Perna viridis dengan bobot 2,89 g; 6,13 g; 10,27 g; dan 12,26 g berturut-turut adalah sebesar 4,29 mL g-1; 3,35 mL g-1; 3,20 mL g-1; dan 2,86 mL g-1, sedangkan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) Harpiosquilla raphidea dengan bobot 38,27 g; 40,19 g; 50,89 g; dan 61,22 g berturut-turut adalah sebesar 10,39 mL g-1; 10,32 mL g-1; 10,20 mL g-1; dan 9,88 mL g-1. Dibandingkan dengan Perna viridis, Harpiosquilla raphidea lebih cocok digunakan sebagai bioindikator pencemaran 137Cs berdasarkan akumulasi pada keseluruhan tubuh.
......National Nuclear Energy Agency (BATAN) has already decided to build an experimental nuclear reactor. In the operational process, this reactor will release some radionuclides to the environment and one of them is 137Cs. Due to this phenomenon, researchers need some bioindicators to determine the contamination of 137Cs. The kinetics of 137Cs bioaccumulation through seawater pathway on green mussel (Perna viridis) and mantis shrimp (Harpiosquilla raphidea) have been investigated by observing the effects of varying body sizes. An aquaria experiment is applied to four body size groups with two replications. The experiment was carried out by 3 steps such as: uptake, depuration, and modelling.
The results showed that the uptake and elimination rates decreased along with the increasing body size. The values of bioconcentration factor (BCF) on Perna viridis 2,89 g; 6,13 g; 10,27 g; and 12,26 g were found to be 4,29 mL g-1; 3,35 mL g-1; 3,20 mL g-1; and 2,86 mL g-1, while on Harpiosquilla raphidea 38,27 g; 40,19 g; 50,89 g; and 61,22 g were found to be 10,39 mL g-1; 10,32 mL g-1; 10,20 mL g- 1; and 9,88 mL g-1, respectively. Compared to Perna viridis, Harpiosquilla raphidea can be considered as a convenient bioindicator on the basis of the whole body accumulation."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2015
S61768
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Daulay, Amru
"Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah merencanakan pembangunan Reaktor Daya Eksperimental (RDE). Dalam pengoperasiannya akan terjadi pelepasan radionuklida 137Cs ke lingkungan. Limbah rumah tangga dan industri mengakibatkan pencemaran logam berat 65Zn ke lingkungan. Untuk itu diperlukan bioindikator untuk mengidentifikasi adanya pencemaran 137Cs dan 65Zn. Kinetika proses bioakumulasi 137Cs dan 65Zn melalui jalur air laut pada udang putih (Litopenaeus schmitti) dari Teluk Jakarta telah diteliti dengan mengamati pengaruh variasi konsentrasi dan salinitas. Eksperimen akuaria dilakukan terhadap empat kelompok ukuran dengan dua kali pengulangan. Percobaan dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu akumulasi/pengambilan, depurasi/pelepasan serta pemodelannya. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsentrasi menaikkan laju pengambilan dan laju pelepasan 137Cs dan 65Zn oleh udang putih (Litopenaeus schmitti) Nilai faktor biokonsentrasi (BCF) udang putih (Litopenaeus schmitti) pada beda konsentrasi 137Cs dan 65Zn adalah 1,47-2,53 mL.g-1, sedangkan nilai faktor biokonsentrasi (BCF) pada beda salinitas 137Cs dan 65Zn adalah 0,33-4,91 mL.g-1.

National Nuclear Energy Agency (BATAN) has planned construction of an Experimental Power Reactor (RDE). In operating can release of radionuclide 137Cs will occur in environment. Household and industrial waste results in pollution of heavy metal 65Zn into environment. For reason a bioindicator is needed to identify the pollution of 137Cs and 65Zn. The kinetics of 137Cs 65Zn bioaccumulation through seawater pathway on white shrimp (Litopenaeus schmitti) have been investigated by observing the effects of varying body sizes. An aquaria experiment is applied to four body size groups with two replications. The experiment was carried out by 3 steps such as: uptake, depuration, and modelling. The results showed that the uptake and elimination rates decreased along with the increasing body size. The values of bioconcentration factor (BCF) on white shrimp (Litopenaeus schmitti) 137Cs 65Zn with treatment different concentration 1,47-2,53 mL.g-1, while the values of bioconcentration factor (BCF) on white shrimp (Litopenaeus schmitti) 137Cs 65Zn with treatment different salinity was 0,33-4,91 mL.g-1."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T52216
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tiar Asita Baramanda
"Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN sebagai institusi di Indonesia yang mengurusi pengaplikasian energi nuklir untuk Indonesia telah mengoperasionalkan RSG 30Mwatt di Kawasan Puspitek Serpong sejak tahun 1987. Reaktor ini berpotensi melepaskan radiasi dari unsur-unsur radioaktif dari hasil reaksi fisi unsur tersebut. Potensi cemaran ini dikhawatirkan dapat mengganggu keseimbangan dan kesehatan lingkungan sekitar, khususnya lingkungan perariran terdekat seperti Sungai Cisadane. Beberapa radionuklida antropogenik seperti 137Cs sulit terdeteksi sehingga diperlukan adanya metode evaluasi kualitas lingkungan berdasarkan analisisnya tehadap jaringan molekul suatu organisme yang terpapar radionuklida tersebut, metode ini disebut Biomonitoring. Pada penelitian ini dilakukan eksperimen biokinetik dengan penentuan nilai Faktor Konsentrasi CF dan Faktor Biokonsentrasi BCF radionuklida 137Cs oleh Ikan Mas Cyprinus carpio melalui jalur air tawar yang dipengaruhi oleh kondisi lingkungan akuatiknya , yaitu konsentrasi Ion Kalium K Percobaan dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu akumulasi/pengambilan, depurasi/pelepasan dan pembedahan organ. Hasil penelitian menunjukkan kenaikan konsentrasi K dalam media menurunkan nilai CF pada Cyprinus carpio. Nilai faktor konsentrasi CF 137Cs oleh Cyprinus carpio setelah akhir akumulasi dalam kondisi media dengan variasi konsentrasi Kalium 2,5 ; 5 ;7,5 ; dan 10 ppm berturut ndash; turut adalah 2,762 ; 2,645 ; 2,637 ; 2,586 ml.g-1 dan nilai Faktor Biokonsentrasi BCF variasi konsentrasi ion K 2,5 ; 5 ; 7,5 ; dan 10 ppm berturut-turut adalah 1,32 ; 2,12 ; 1,77 ; 2,07 ml.g-1. Berdasarkan nilai-nilai tersebut , Ikan Mas Cyprinus carpio dapat dikategorikan sebagai bioindikator dari 137Cs.

Badan Tenaga Nuklir Nasional BATAN as an institution in Indonesia that developed nuclear energy in Indonesia has operated RSG 30 MWatt in Puspitek Serpong Area since 1987. This reactor has the potential to emit radiation from radioactive elements produced by fission reaction of the elements. The environmental hazard potential is feared to disrupt the balance and health of surrounding environment, especially the nearby waters like Cisadane River. Few anthropogenic radionuclides like 137Cs are difficult to detect that the need for a method to evaluate environment quality based on molecular network of an organism exposed to the radionuclide arises, and the said method is called Biomonitoring. In this study biokinetic experiment is conducted with determination of Concentration Factor CF and Bioaccumulation Factor values of 137Cs by Goldfish Cyprinus carpio by means of freshwater influenced by its aquatic environment condition, which is Potassium ion concentration K . This test is conducted through three steps, which is accumulation sampling, depuration release, and organ dissection. The results of the tests showed the increase of K concentration in the medium decrease CF value of Cyprinus carpio. CF value of 137Cs concentration by Cyprinus carpio after the end accumulation in media conditioned with variation of Potassium concentration 2.5 5 7.5 and 10 ppm respectively are 2.762 2.645 2.637 2.568 ml.g 1 and Bioconcentration Factor BCF for variation of K ion concentration 2.5 5 7.5 and 10 ppm respectively are 1.32 2.12 1.77 2.07 ml.g 1. Based on those values, Goldfish Cyprinus carpio can be categorized as bioindicator for 137Cs. "
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2017
S70102
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Intan Chrisna Prastika
"Daerah aliran sungai DAS Cilutung merupakan salah satu anak sungai dari Cimanuk. Berkembangnya kegiatan penduduk di DAS Cilutung seperti bertambahnya pemukiman, kegiatan industri, dan kegiatan pertanian dapat mengakibatkan perubahan fisik, kimia, dan biologi pada perairan sungai. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui besarnya koefisien saprobik perairan DAS Cilutung dengan menggunakan plankton sebagai bioindikator melalui indeks saprobik.
Penelitian yang dilakukan menggunakan metode survei, dimana penetapan stasiun pengambilan sampel dengan purposive sampling. Penempatan stasiun didasarkan atas perkiraan beban pencemar dan kegiatan masyarakat sekitar. Penelitian dilakukan di tiga stasiun berbeda yang merepresentasikan bagian yang tercemar oleh pemukiman warga, industri, dan pertanian. Penelitian dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2018. Parameter lingkungan juga turut diukur dalam penelitian. Data dalam penelitian merupakan data kuantitatif berupa jumlah dan jenis spesies plankton, kemudian dihitung nilai koefisien saprobiknya dengan metode indeks saprobik.
Hasil yang didapat dikaitkan dengan tabel koefisien saprobitas perairan dengan tingkat pencemaran perairan. Hasil penelitian diperoleh enam divisi plankton yaitu Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, Euglenophyta, Charophyta, dan Ciliophora. DAS Cilutung memiliki rentang nilai saprobik berkisar antara 0,75--0,86. Nilai yang didapat menggambarkan perairan tersebut tercemar ringan pada fase B-Mesosaprobik, dengan sedikit bahan pencemar organik.
......Cilutung watershed is one of the tributaries of Cimanuk river. The development of population activities in Cilutung watershed such as increasing settlements, industrial activities, and agricultural activities can result in physical, chemical, and biological changes in river waters. The research aimed to find out the magnitude of the saprobic coefficient of Cilutung watershed waters by using plankton as bioindicator through saprobik index.
The research conducted using survey method, where determination of sampling station with purposive sampling. Station placement is based on estimated pollution load and surrounding community activities. The study was conducted at three different stations representing parts contaminated by residents, industry, and agriculture. The study was conducted from February to May 2018. Environmental parameters were also measured in the study. The data in this study is quantitative data in the form and number of species of plankton, then calculated saprobic coefficient value with saprobic index method.
The result obtained is related to table of water saprobic coefficient with water pollution level. The results obtained by six plankton divisions are Chlorophyta, Chrysophyta, Cyanophyta, Euglenophyta, Charophyta, and Ciliophora. Cilutung watershed has a range of saprobic values ranging from 0,75 0,86. The values obtained illustrate the waters are lightly contaminated in the B Mesosaprobic phase, with little organic pollutants."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Salma Shania Guntoro
"Ruang Terbuka Hijau (RTH) merupakan area hijau yang menjadi tempat berlindung lumut pada cuaca panas dan kering di wilayah urban. Spesies lumut yang mampu menoleransi kekeringan akan memiliki tutupan lumut yang besar dan melimpah pada suhu udara tinggi dan kelembapan udara rendah. Lumut epifit dapat menjadi bioindikator karena lumut sensitif terhadap perubahan lingkungan. Kelimpahan suatu spesies lumut epifit dapat menunjukkan lingkungan yang ekstrim di suatu area. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan kelimpahan lumut epifit serta mengetahui hubungan faktor lingkungan dan inang pohon dengan kelimpahan lumut epifit di Hutan Kota Srengseng Sawah dan tepi Jalan Moch. Kahfi II. Penelitian dilakukan dengan mengoleksi sampel lumut epifit pada pohon inang yang dipilih secara random dengan ketentuan DBH batang pohon >20 cm. penelitian dilakukan pada 3 plot di dalam hutan kota dan 3 plot di tepi jalan luar hutan kota. Hasil analisis data rata-rata tutupan lumut epifit di dalam hutan lebih besar 43,32 ± 31,69% daripada di luar hutan 39,63 ± 29,44%, namun tidak beda signifikan (p = 0,566). Berdasarkan divisinya, rata-rata tutupan lumut sejati di dalam hutan sebesar 35,71 ± 27,81% dan lumut hati sebesar 47,96 ± 33,57%. Sedangkan di luar hutan, rata-rata tutupan lumut sejati sebesar 41,85 ± 29,11% dan lumut hati sebesar 26,56 ± 29,56%. Lumut melimpah pada pohon jati belanda, tipe kulit scaly-smooth, DBH batang pohon 37,9–58,7, rentang nilai pH 4,96–5,92, dan tutupan kanopi sebesar 33–56%. Rata-rata tutupan lumut tinggi pada ketinggian 0–100 dan arah utara di dalam hutan. Berdasarkan uji korelasi Spearman, hasil data kelimpahan lumut tidak berkorelasi antara parameter abiotik yaitu suhu, kelembapan, dan intensitas cahaya dengan tutupan lumut di hutan kota dan tepi jalan. Hasil penelitian ini adalah persentase tutupan lumut dapat menjadi indikator parameter kelembapan udara di wilayah urban.
......Green Open Space (GOS) became an area for epiphytic bryophyte to refuge from hot and dry weather in urban district. Bryophyte species that can tolerate desiccation will have large and abundant bryophyte cover at high air temperature and low humidity percentage. Epiphytic bryophyte known to be used as bioindicator because it’s sensitivity to environmental changes. The abundance of some epiphytic species may indicate that they are present in the harsh environment of the area. This study aimed to see the significant difference of epiphytic bryophyte abundance and also the relationship between the abundance of epiphytic bryophyte with environmental factors and tree hosts in Srengseng Sawah City Forest and Moch. Kahfi II Roadside. This research collected epiphytic bryophyte sampels on random host trees with DBH >20 cm. The research carried out in 3 plots inside and 3 plots outside of city forest. The abundance of epiphytic bryophyte cover and its relations with environmental parameters were analysed. Data results state that the mean cover of bryophyte in the forest is greater 43,32 ± 31,69% than outside the forest 39,63 ± 29,44%, but not significantly different (p = 0,566). Based on division, the average moss (Bryophyte) cover in the forest is 35,71 ± 27,81% and liverworts (Marchantiophyta) are 47,96 ± 33,57%. Meanwhile, the average moss cover outside forest 41,85 ± 29,11% and liverworts are 26,56 ± 29,56%. Moss is abundant on Guazuma ulmifolia trees, scaly-smooth bark type, tree DBH range 37,9–58,7, pH value range 4,96–5,92, and canopy cover of 33–56%. The average bryophyte cover is high at heights 0–100 and facing north in the forest. Based on the Spearman correlation test, data results of bryophyte abundance did not correlate between abiotic parameter, that is air temperature, humidity, and light intensity with bryophyte cover at city forest and roadside. This research conclude that percentage of bryophyte cover can be an indicator for air humidity in urban district."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library