Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 11 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muh Kadarisman
Abstrak :
Abstract. This research discusses how far job satisfaction is achieved, the factors that influence job satisfaction, and what needs to be done in order to increase the job satisfaction of Government Employees working at the Bogor Regency Secretariat. The objective of this research is to analyze the level of job satisfaction and the factors that influence job satisfaction, plus recommend what can be done to increase job satisfaction of Government Employees working at the Bogor Regency Secretariat. A criteria range analysis (analisis rentang kriteria) method was used to determine the level of job satisfaction of Government Employees. Results revealed that Government Employees were at a satisfied scale. The results from this research were obtained by using a factor analysis method to analyze the factors of job satisfaction of Government Employees. Eleven dominant factors were the reasons why Government Employees were satisfied with their jobs. These factors include: 1. Salary; 2. Benefits and facilities; 3. Relationship between superiors and subordinates; 4. Relationship among coworkers; 5. Development; 6. Opportunity; 7. Safety at work; 8. Education; 9. Policies within the organization; 10. Conflict resolution; and 11. Career achievements. The results of this research can be used as a suggestion for organization managements to improve the job satisfaction of Government Employees. The management can focus their attention on improving employee job satisfaction by referring to the eleven dominant factors in order to become more efficient and effective in making policies and be able to focus on the improving these job satisfaction factors.

Abstrak. Tujuan penelitian untuk menganalisia tingkat kepuasan kerja, dan factor-factor yang mempengaruhi kepuasan kerja, serta merekomendasikan upaya-upaya bagi peningkatan kepuasan kerja SDM Aparatur pada Sekretariat Kabupaten Bogor. Untuk mengetahui tingkat kepuasan kerja SDM Aparatur digunakan metode analisis rentang kriteria. Hasilnya menunjukkan kepuasan kerja SDM Aparatur berada pada rentang skala puas. Hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan dengan menggunakan factor analisis untuk menganalisis faktor-faktor kepuasan kerja SDM Aparatur, berupa sebelas factor dominan yang menjadi sumber kepuasan kerja SDM Aparatur yaitu 1. Gaji; 2. Tunjangan dan fasilitas; 3. Hubungan atasan dengan bawahan; 4. Hubungan antar rekan kerja; 5. Pengembangan; 6. Kesempatan; 7. Keselamatan kerja; 8. Pendidikan; 9. Kebijakan organisasi; 10. Penyelesaian konflik; dan 11. Prestasi kerja. Hasil penelitian tersebut berimplikasi terhadap upaya-upaya manajemen organisasi untuk meningkatkan kepuasan kerja SDM Aparatur.
Faculty of Social and Political Sciences, Universitas Muhammadiyah Jakarta, 2012
J-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nadeak, Hasoloan
Abstrak :
RINGKASAN
Kabupaten Dati II Bogor mempunyai luas wilayah 3.440,72 Km2 atau 344.072 Ha. Ada seluas ± 101.138 Ha atau 29,39% dari luas wilayah tersebut berada dalam Kawasan Puncak yaitu wilayah penanganan khusus penataan ruang dan penertiban serta pengendalian pembangunannya diatur dalam Keppres Nomor 48 Tahun 1983 dan Keppres Nomor 79 Tahun 1985. Wilayah penanganan khusus dimaksud secara administratif untuk Kabupaten Dati II Bogor terdiri atas 11 kecamatan (sekarang menjadi 13 kecamatan) yaitu:

Kecamatan Ciawi Kecamatan Cibinong Kecamatan Cimanggis Kecamatan Cisarua Kecamatan Citeureup Kecamatan Gunung Putri Kecamatan Gunung Sindur Kecamatan Sawangan Kecamatan Kedung Halang (Sukaraja) Kecamatan Parung Kecamatan Semplak (Kemang) Kecamatan Megamendung Kecamatan Limo

Dua wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Ciawi dan kecamatan Cisarua termasuk Kawasan Pariwisata Puncak, di samping itu Kawasan Puncak memiliki keunikan dan peran, diantaranya yang terpenting adalah :

Konservasi tanah dan air bagi wilayah aliran sungai Ciliwung dan Cisadane. Konservasi Flora dan Fauna.

Di samping kedua peranan di atas, juga Kawasan Puncak memiliki keindahan alam, udara nyaman dan sejuk, sehingga mendorong terjadinya migrasi dan pertambahan penduduk dan tidak dapat dihindari hukum ekonomi terjadi yaitu tingginya permintaan atau keinginan untuk menguasai atau memiliki tanah oleh berbagai pihak, mengakibatkan harga tanah di Kawasan Puncak menjadi mahal dan dapat digunakan sebagai komoditi ekonomi. Dengan demikian kawasan ini cenderung untuk dieksploitir dengan cara pembangunan rumah, vila dan hotel oleh masyarakat, tanpa memperhatikan kriteria lokasi dan standar teknis pembangunannya, bahkan membuat danau buatan yang diairi dengan cara merombak dan membendung aliran sungai Ciliwung.

Menyadari betapa besarnya kontribusi Kawasan Puncak terhadap fungsi lingkungan, maka pemerintah berupaya untuk mengatasi kerusakan lingkungan yang berlarut-larut dengan cara pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana detail tata ruang Kawasan Puncak. Hal ini memerlukan usaha penertiban kembali agar pengendalian dan usaha penertiban pemanfaatan Kawasan Puncak khususnya yang berada di Kabupaten Dati II Bogor dapat dicapai, diperlukan adanya suatu sistem administrasi.

Tujuan Penelitian ini adalah :

Untuk mengetahui hubungan sebab-akibat tetapi tidak timbal balik antara kebijaksanaan pemerintah, struktur organisasi , koordinasi unit kerja terkait sebagai satu kesatuan yang merupakan satu sistem administrasi dan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian "Pengukuran Sesudah Kejadian" (PSK) yaitu penelitian yang tidak ada perlakuan yang dilakukan si peneliti atau ada perlakuan yang terjadi sebelum diadakan pengukuran tetapi perlakuan dimaksud tidak dilaksanakan oleh peneliti sendiri.

Hipotesis Penelitian ini adalah :

Tidak ada hubungan antara kebijaksanaan yang ditetapkan dan pelaksanaannya dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.

Tidak ada hubungan antara struktur organisasi dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.

Tidak ada hubungan antara koordinasi unit kerja terkait dan pelaksanaan pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor.

Kesimpulan hasil analisis adalah

Sesuai dengan hasil penelitian diketahui, bahwa sistem administrasi dalam pengelolaan Kawasan Puncak di Kabupaten Dati II Bogor belum berfungsi secara optimal. Hal ini disebabkan tiga komponen utama dalam sistem administrasi yaitu kebijaksanaan pemerintah mengenai pengelolaan Kawasan Puncak, struktur organisasi sebagai unit kerja pelaksana pengelolaan Kawasan Puncak dan koordinasi unit kerja terkait belum tertata dengan baik.

Berdasarkan pembahasan atas ketiga komponen sistem administrasi dimaksud, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut

1. Kebijaksanaan pemerintah yang menetapkan tujuan penataan ruang Kawasan Puncak, tidak relevan untuk pengelolaan Kawasan Puncak, karena Kawasan Puncak memiliki keunikan (kekhususan) fungsi.

2. Kebijaksanaan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Dati II Bogor, di dalam pengelolaan Kawasan Puncak terdapat perbedaan-perbedaan yang meliputi perbedaan penetapan alokasi pemanfaatan ruang dan luas areal dari masing-masing lokasi perbedaan penetapan lokasi peruntukan.

3. Sesuai dengan fungsi Kawasan Puncak yang harus tetap dijaga dan dipertahankan, makes perlu dilakukan tindakan sebagai berikut mencabut beberapa pasal dalam Keppres Nomor 79 Tahun 1985. mencabut beberapa pasal dalam Perda Nomor 3 Tahun 1988. mengatur dan menetapkan kembali pasal-pasal dalam Keppres dan Perda tersebut di atas setelah dilakukan penyesuaian. Khusus mengenai tujuan, agar ditetapkan dalam suatu redaksi yang lebih proporsional yaitu mencegah pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan rencana peruntukan yang telah ditentukan.

4. Organisasi atau unit kerja yang diberikan wewenang untuk mengendalikan dan menertibkan pembangunan di Kawasan Puncak, balk di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat maupun di tingkat Kabupaten Dati II Bogor tidak mempunyai struktur organisasi, sehingga tidak memperlihatkan dengan jelas pembagian pekerjaan, departementalisasi, rentang kendali, dan pendelegasian wewenang. oleh karena itu, agar Menteri Dalam Negeri meninjau kembali Keputusan Menteri Islam Negeri Komar 22 Tahun 1989 tentang Tatalaksana Penertiban dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak, sebagai landasan hukum pembentukan organisasi atau unit kerja.

5. Pembentukan struktur organisasi yang akan menangani Kawasan Puncak dapat berbentuk lini dan staf, dengan sebutan Badan Otorita Kawasan Puncak. ini dimaksudkan untuk lebih menjamin pandekatan yang lebih terpadu, lintas sektoral dan lebih berpandangan jauh ke depan di dalam pengambilan keputusan.

6. Pengelolaan Kawasan Puncak dengan pola organisasi seperti sekarang, larut dalam tugas-tugas rutinnya, sehingga dalam pengelolaannya umumnya bersifat reaktif yaitu lebih menanggapi masalah setelah masalah itu berkembang, mengakibatkan penanganannya menjadi mahal dan sulit dibanding bila masalah itu dicegah sebelum timbul. Oleh karena itu, unit kerja atau organisasi yang mengelola Kawasan Puncak lebih ideal berdiri sendiri yang setingkat dengan Bappeda Kabupaten dan bertanygung jawab langsung kepada Gubernur KDH Tingkat I Jawa Barat.

7. Koordinasi adalah penyatupaduan gerak dan seluruh potensi organisasi, agar benar-benar mengarah pada sasaran yang sama secara efisien . Penyatu paduan gerak di maksud meliputi aspek keterpaduan kegiatan, keterpaduan waktu dan pelaksanaan serta aspek keterpaduan sasaran atau tujuan. Penyatupaduan gerak yang meliputi ketiga aspek tersebut belum sinkron dilaksanakan oleh TAT Pembinaan dan Pengendalian Pembangunan Kawasan Puncak baik di tingkat Propinsi Dati I Jawa Barat, maupun Kabupaten Dati II Bogor. oleh karena itu, agar penyatupaduan gerak dari seluruh organisasi benar-benar mengarah pada sasaran yang sama, maka pola organisasi yang sekarang harus diganti dengan struktur organisasi lini dan staf, sehingga lebih memudahkan penyusunan jaringan koordinasinya baik secara interen maupun eksteren.

ABSTRACT The Administration System in the Management of Puncak Area in Bogor RegencyBogor Regency has an area of 3.440, 72 Km2 or 344-.072 Ha. The area is about 101.138 Ha or 29.39% of the area is located in Puncak Area i.e. the special management are for spatial planning and order and development control provided for in Presidential Decree Number: 48/1983 and Presidential Decree Number: 79/1985. It's mentioned that special management area, administratively for Bogor Regency comprises 11 subdistricts (now 13 subdistricts) i.e..

Ciawi Subdistrict Cibinong Subdistrict Cimanggis Subdistrict Cisarua Subdistrict Citereup Subdistrict Gunung Putri Subdistrict Gunung Sindur Subdictrict Sawangan Subdistrict Kedung Halang (Sukaraja) Subdistrict Parung Subdistrict Semplak (Kemang) Subdistrict Megamendung Subdistrict Limo Subdistrict

Two subdistrict i.e. Ciawi and Cisarua Subdistrict belong to Puncak Tourism Area; besides this Puncak Area has uniqueness and role, among others, the most important is:

Soil and water conservation for Ciliwung and Cisadane watersheds. Flora and Fauna conservation.

Besides the two roles above, Puncak Area also has natural beauty, fresh air, which encourages migration and increased number of population and economic law cannot be prevented from occurring i.e. high demand or wish to control or posses land by various parties, resulting in the price of land in Puncak Area becoming expensive and can be used as an economic commodity. Thus, this area tends to be exploited by developing houses, villas and hotels by the people, without taking into consideration the criteria of location and technical standards of criteria of location and technical standards of development, indeed a manmade lake has been constructed which is watered by damming the water of Ciliwung River.

Realizing the great contribution of Puncak Area to the environmental functions, the government is making the effort to overcome prolonged environmental damage by utilization of the space in accordance with the detailed spatial planning of Puncak Area. This requires reorganization so that control and management of Puncak Area particularly those in Bogor Regency can be achieved through a system of administration.

The objective of the Study is:

To find out the cause-effect relations but not reciprocal between government policy, structure of organization, coordination of related work units as a unit constituting a system of administration and management of Puncak Area in Bogor Regency. Methods of Study is :

The method of research used is that of "Measuring After the Event" that is a research without any treatment made by the researcher or if any made before measurement it is not done by the researcher himself.

The hypothesis of the Study are:

There is no related between the policy and its implementation in the management of Puncak Area in Bogor Regency.

There is no related between the organizational structure and the management of Puncak Area in Bogor Regency.

There is no related between work unit coordination and the management of Puncak Area in Bogor Regency.

Conclusion of the analysis are:

According to the results of the research, it is found out that the administrative system in the management of Puncak Area has not been functioning optimally. This is caused by three main components in the administration system i.e. Government Policy on Puncak Area management, structure of organization as an executive unit of management of Puncak Area and related work unit coordination has not yet been well ordered.

Government policy which determines the objective of spatial planning of Puncak Area is not relevant to the management of Puncak Area, because it has a specific function.

There are differences in the management of Puncak Area between central government and the regional differences in the allocation of spatial utilization and the areas of respective allocations differences in location of allocation.

According to Puncak Area functions which should continue to be maintained and preserved, the following actions need to be taken:

to revoke several articles in Presidential Decree Number 79 of 1985. to revoke several articles in Regional Regulation Number 3 of 1988.

rearranging and restating the articles in the Presidential Decrees and Regional Government Regulations mentioned above after adjustments.

a. Regarding the objectives in particular, these should be stated in a more proportional edition i.e.: to prevent the use of land which does not conform with stipulated allocation plan.

The organization or work unit authorized to manage and control the development in Puncak Area at West Java Provincial level and at Bogor Regency level have no structure of organization, so that there is no clear job description, departmental division, span of control and delegation of authority. Therefore, the Minister of Domestic Affairs should review the Decree of the Minister Domestic Affairs Number 22/1989 concerning Procedures of Reorganization and Control of Development in Puncak Area, as the legal basis for the formation reorganize them.

The structure of organization which will be managing Puncak Area may take the form of line and staff, called Puncak Area Authority. This is intended to guarantee more integrated approach, inter-sectoraly and be more forward looking in decision making.

Puncak Area management under the present pattern of organization is more involved in routine tasks, so that in general management it is reactive in nature i.e. responding to problems only after the develop resulting in more expensive and difficult handling than if the problems are prevented before emerge. Therefore, it is more ideal that they work unit or organization managing Puncak Area should be independent at equal level with Regency Bappeda and reports directly to the Governor of West Java.

Coordination is the union of movements of a l l organizational potentials, so that they really go towards common targets efficiently'. The union of movements concerned covers the aspects of activity integration time, integration and the implementation and aspects of integrated targets or objectives. The integration of movements covering all three aspects have not been synchronized implemented by TAT Development and Control of Puncak Area Development at West Java Provincial level as well as at Bogor Regency level. Therefore, so that the integration of movements of the entire organization is really going towards common targets, present pattern of organization should be changed to line and staff structure of organization, so that it will be better, internally as well as externally.

1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uyun Given
Abstrak :
Pemerintah Kabupaten Bogor telah menyediakan suatu layanan untuk menyalurkan aspirasi masyarakat atau lebih dikenal dengan LARAS Online (Layanan Resmi Aspirasi). Namun dalam penerapannya masih ditemukan kekurangan dan tidak memenuhi syarat-syarat penanganan pengaduan yang baik dan benar. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan positivis dengan analisis penelitian berdasarkan teori pada Commonwealth Ombudsman, serta menggunakan wawancara mendalam dengan informan yang berhubungan atau berkaitan langsung pada layanan LARAS Online. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa penerapan pengaduan melalui Layanan LARAS Online masih tidak baik dan terdapat beberapa kekurangan dalam hal: belum terlaksana dengan baik dari segi responsibilitas manajemen, resources, responsiveness, efisiensi, feedback, assess, planning and investigate, respond, dan follow up. ......The Bogor Regency Government has provided a service to distribute public aspirations or known as LARAS Online (Official Aspiration Online Service). However, in this application, were found deficiencies and did not fulfilled the requirements for handling complaints properly. This study uses a positivist approach to the analysis of research based on theories of Commonwealth Ombudsman, and well as using interviews with informants who are related to the LARAS Online service. The results of this study prove that the application of complaints through the LARAS Online service is still not appropriate and there are some shortcomings of: not yet well implemented in terms of management responsibility, resources, responsiveness, efficiency, feedback, assessments, planning and investigating, responding, and following up.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bogor: Kantor Arsip dan​ Perpustakaan Daerah Kabupaten Bogor, 2014
959.824 BOG p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jatsiyannisa Ubaya
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kecamatan Cibinong, Kabupaten Bogor. Penelitian ini melihat administrasi retribusi pelayanan kesehatan dari teori yang dikemukakan oleh Mc.Master. Skripsi ini mengangkat tiga permasalahan yaitu administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan, kendala yang dihadapi dalam proses administrasi retribusi, dan upaya yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Bogor dalam mengatasi kendala tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam, studi kepustakaan, dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa administrasi penerimaan retribusi pelayanan kesehatan pada puskesmas di Kabupaten Bogor pada beberapa aspek sudah dilakukan namun masih terdapat hambatan-hambatan. Petugas melakukan diskresi dalam penetapan biaya pelayanan kesehatan dan sanksi administrasi belum pernah diterapkan. Selain itu, masih ditemukan wajib retribusi yang tidak menerima bukti pemungutan yang sah.
This thesis is focused on the revenue administration of health charge in Bogor regency. In this study, researcher analyzed revenue administration of health charge from theory by Mc.Master. This thesis had three issues about revenue administration of health charge in Bogor regency, problems faced during the process of health charge, and effort from the Government to solve the problems. This research used quantitative approach through in-depth interview, literature study and observation. The result showed that revenue administration of health charge in Bogor regency have not applied optimally. Discretion occurs in calculating the health charge and penalties have not applied. Moreover, user charge payers do not accept the actual receipt for the collection.
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S44901
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leonita Augustine
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan menggambarkan perencanaan kepegawaian bagi pegawai honorer kategori dua yang tidak lolos Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Kabupaten Bogor. Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara mendalam dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perencanaan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor adalah mempekerjakan kembali pegawai honorer kategori dua yang tidak lolos Calon Pegawai Negeri Sipil dengan pertimbangan lingkungan; peramalan; tujuan; rencana; dan dukungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Perencanaan ini perlu memperhatikan Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara; Upah Minimum Regional dan jaminan; pengembangan dan pelatihan; serta pembatasan usia kerja. ...... The purpose of this research is to describe the staff planning for second category of honorary employees who are not qualified to be civil servants in Bogor Regency. This research is a qualitative approach. The result shows that staff planning of Bogor Regency government is to reinstate category two of honorary employees who aren't qualified to be public servants. This staff planning is based on environmental, forecasting, purposes, plans, and supported by Bogor Regency government, but needs to consider the existence of „Rancangan Undang-undang Aparatur Sipil Negara‟; Regional Minimum Payment and insurance; training and developing; and limitation of employees‟ age.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S54484
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fajar Putra P.
Abstrak :
Skripsi ini menggambarkan bagaimana penerapan pelayanan prima pada pelayanan pendaftaran tanah di Kantor Pertanahan Kabupaten Bogor. Kegiatan pendaftaran tanah ini penting demi menjamin kepastian hukum bagi setiap pemegang hak atas suatu bidang tanah demi menghindari terjadinya sengketa tanah di kemudian hari. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain deskriptif teori pelayanan prima pada pelayanan pendaftaran tanah. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pelayanan prima pada pelayanan pendaftaran tanah sudah cukup baik. Saran dari penelitian ini adalah sosialisasi akan pelayanan pendaftaran tanah perlu digalakkan, menjalin komunikasi yang baik dengan pemohon, pelaksanaan pendidikan dan pelatihan bagi pegawai serta memberdayakan sarana pengaduan kemudian menindaklanjuti saran dan kritik yang masuk. ......This thesis was meant to describe service excellence on land registry service in Kantor Pertanahan Bogor Regency. Land registration held a vital role in maintaining law supremacy for all rightful owner of the land, and in order to avoid conflict in the future. This research is a quantitative research with descricption of service excellence theory on land registry service. The result showed that service excellence on land registry service was well implemented. Researcher suggestion was to socialize the service, maintaining communication with applicant, education to officers and cultivate complaint mechanism regarding complaint and other constructive suggestion.
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2014
S56020
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ifa Nurkarimah
Abstrak :
Skripsi ini membahas mengenai Kabupaten Bogor pada masa Pemerintahan Darurat tahun 1947-1949 dibawah pimpinan Ipik Gandamana. Pemerintahan Ipik Gandamana ini menjalankan roda pemerintahan dengan cara bergerilya dari desa ke desa di pedalaman Kabupaten Bogor. Hal ini terpaksa dilakukan karena situasi didalam kota Bogor yang tidak memungkinkan lagi untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari dengan semestinya. Sebab utama pemerintahan Kabupaten Bogor terusir dari Kota Bogor dan membentuk pemerintahan gerilya karena adanya Agresi Militer Belanda yang pertama dan kedua, serta usaha Belanda dalam membentuk negara boneka yaitu "Negara Pasundan" di Bogor. ...... This mini thesis research is about Bogor Regency in the past period of emergency administration from 1947 to 1949, under the ipik gandamana leadership. Ipik gandamana government started the role of government by doing warfare from village to village in the rural areas of Bogor Regency. This was urgently done because it was possible to run the dialy start government properly in Bogor areas. The were two main reason. First, Bogor regency government was expelled from Bogor city, there fore they set up a guerrillia government due to the aggression of Dutch military. The other reason was The Netherlannd tried to estabilish a puppet state wicha was called “ Pasundan Country” in Bogor.
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S55147
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Silvia Khansa
Abstrak :
Fasyankes, salah satunya umah sakit menghasilkan limbah baik limbah medis dan non-medis. Data WHO menyatakan sebanyak 15% limbah yang dihasilkan fasyankes adalah limbah medis yang bersifat infeksius, toksik, dan radioaktif. Jika limbah medis tidak dikelola dengan baik dapat mengakibatkan risiko penyebaran penyakit dan pencemaran lingkungan. Di Indonesia, masih banyak rumah sakit yang tidak melakukan pengelolaan limbah medis sesuai dengan standar. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengelolaan limbah medis padat yang dilakukan oleh Rumah Sakit Umum Daerah di wilayah Kabupaten Bogor. Penelitian ini menggunakan desain studi kasus, untuk mengetahui gambaran komprehensif dari rumah sakit dalam kegiatan pengelolaan limbah medis padat. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi dan wawancara langsung. Hasil penelitin menunjukkan secara umum, limbah medis yang dihasilkan di empat RSUD di wilayah Kabupaten Bogor, berupa limbah infeksius, patologis, farmasi, kimia, dan sitotoksik yang berasal dari instalasi pelayanan kesehatan rumah sakit dengan total timbulan yang dihasilkan perbulan sekitar 4000-12000 Kg di empat rumah sakit tersebut. Selain itu, rumah sakit dalam penelitian ini telah melakukan pengelolaan limbah medis padat sesuai Peraturan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P56 Tahun 2015 dengan persentase, yaitu RSUD Cileungsi sebesar 75%, RSUD Ciawi sebesar 83,78%, RSUD Leuwiliang sebesar 80,55%, dan RSUD Cibinong sebesar 86,84%. Namun, masih terdapat beberapa kegiatan yang belum memenuhi peraturan tersebut, yaitu terdapat rumah sakit yang tidak memiliki label dan simbol pada wadah limbah dan alat angkut, tidak melakukan reuse dan recycle, pengangkutan limbah medis dan non-medis tidak terpisah, tidak membersihkan alat angkut dan TPS B3 setiap hari, fasilitas di TPS B3 belum memenuhi syarat, waktu penyimpanan limbah infeksius lebih dari dua hari, dan terdapat petugas limbah yang belum mendapatkan pelatihan pengelolaan limbah medis. Untuk itu, perlu dilakukan perbaikan kegiatan pengelolaan limbah medis yang dilakukan rumah sakit dan menyediakan sarana dan prasarana yang lebih baik dan memadai. ......Healthcare facilities such as hospitals produce waste, both medical waste and non-medical waste. WHO data states that 15% of the waste generated from health service facilities is medical waste which is infectious, toxic and radioactive. If medical waste is not managed correctly, it can result in the risk of spreading diseases and environment pollution. In Indonesia, there are still many hospitals that do not manage medical waste according to the standard. For this reason, this study aims to evaluate solid medical waste management in the Regional Public Hospital in Bogor Regency. This study uses a case study design, to find out comprehensive description of the hospital in solid medical waste management activities. Data collection was carried out through direct observation and interviews. The results showed that in general, medical waste generated in four regional public hospitals in the Bogor Regency are 2 infectious, pathological, pharmaceutical, chemical and cytotoxic waste that derived from various health service installations with a total amount of waste generation in that four hospitals around 4000-12000 Kg. In addition, the hospital in this study has carried out solid medical waste management in accordance with Ministry of Environment and Forestry Regulation No. P56 of 2015 with the proportion of Cileungsi Hospital is 75%, Ciawi Hospital is 83.78%, Leuwiliang Hospital is 80.55%, and Cibinong Hospital is 86.84%. However, there are still several activities that do not meet the regulatory standard, namely there are hospitals that do not have labels and symbols on medical waste containers and transportation equipment, do not apply reuse and recycle activities, transport medical and non-medical waste is not carried out separately, the transportation equipment and the hazardous waste temporary storage are not cleaned every day, the facilities at the hazardous waste temporary storage do not meet the requirements, the storage time for infectious waste is more than two days, and there are waste officers who have not received medical waste management training. For this reason, it is necessary for the hospitals to improves medical waste management activities and provide better and more adequate facilities and infrastructure.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>