Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 4 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rita Utami
"Industri penyiaran televisi merupakan industri yang sangat diregulasi. Baik karena kelangkaan spektrum maupun karena dampak informasi yang ditayangkan terhadap sikap dan perilaku masyarakat. Tujuan dart penulisan tesis ini yaitu mengetahui dan menganailsis instrumen regulasi di industri penyiaran televisi serta kebijakan persaingan yang diberlakukan di industri penyiaran televisi.
Metode yang digunakan dalam penelitlan ini adalah metode penelitian deskriptis analitis yaitu dengan membuat analisis secara sistematis faktual dan akurat mengenai fakta-fakta yang berkaitan dengan kebijakan pemerintah di industri penyiaran televisi dan implikasinya. Masalah yang dibahas dalam tulisan ini dibatasi hanya pada Industri penyiaran televisi di Jawa. Periode pembahasan masalah yaitu pada kurun waktu 2002-Juli 2003.
Hasil anallsis terhadap UU NO. 32 tentang penyiaran Tahun 2003 memperlihatkan bahwa instrumen yang digunakan untuk meregulasi industri penyiaran televisi Indonesia adalah melalui Pembatasan Lisensi dan kepemilikan, Pembatasan kepemilikan terhadap media lain, Pembatasan Iklan, Pembatasan Program, Pengaturan Institusi, dan Penyediaan waktu untuk slaran ikian layanan masyarakat. Instrumen Regulasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia tersebut sama dengan instrumen regulasi yang dilakukan oleh beberapa negara di Eropa (seperti Inggris, Perancis, Jerman, Itali dan Spanyol) serta Australia. Bedanya di industri penyiaran televisi Eropa dan Australia tidak ada kewajiban untuk menyediakan waktu guna siaran ikian layanan masyarakat.
Di Indonesia regulasi mengenai kepemilikan dan kepemilikan silang belum ada penjelasannya secara rinci sementara di negara Eropa dan Australia hal tersebut telah dlbatasi secara rinci dan pelaksanaan regulasi tersebut telah diatur oleh lembaga yang sudah exist. Di Indonesia Komisi Penyiaran Indonesia yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas tersebut baru dalam proses pembentukan karena memang UU penyiaran Indonesia relatif masih baru yaitu disahkan pada tanggal 28 Desember 2002.
Tentang ketentuan berjaringan bagi lembaga penyiaran swasta yang sudah memiliki stasiun relay sebelum adanya UU penyiaran, maka Anteve sudah siap mengantisipasinya dengan sistem waralaba. TPI bekerjasama (berjaringan) dengan Jawa Pos TV. Sementara Metro TV bekerjasama dengan TV Manado dan Jawa Pos Tv.
Kebijakan persaingan di industri penyiaran televisi Indonesia berdasarkan UU NO. 32 Tahun 2002 menetapkan membatasi lisensi dan kepemilikan di industri penyiaran televisi juga melarang adanya kepemilikan silang media. Realitasnya saat ini ada kepemilikan silang media yaitu PT Bimantara pemilik televisi swasta RCTI juga menjadi pemilik radio Trijaya FM. PT RCTI juga menjadi salah satu pemilik dan Lembaga Penyiaran Beriangganan INDONUSA. Televisi swasta PT SCTV juga menjadi pemilik Metro TV. Realitas tentang kepemilikan silang Inilah yang harus segera ditindaklanjuti begitu Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) terbentuk nantinya. Namun terlebih dahulu KPI harus membuat aturan yang jelas dan menerapkan aturan tersebut secara tegas seperti di Australia.
Kebijakan persaingan di Industri penyiaran televisi Eropa lebih ditujukan untuk membatasi merger dan kepemilikan diantara perusahaan di industri penyiaran televisi dan antara perusahaan televisi dengan produsen program televisi Masyarakat Eropa. Di Amerika Serikat kebijakan persaingan di industri penyiaran televisi juga ditujukan untuk mengatur dan mengawasi merger dari perusahaan yang memiliki posisi dominan di pasar atau memiliki share pasar terbesar. Kebijakan persaingan di industri penyiaran televisi Australia mengatur mengenai pembatasan kepemilikan silang media (sama seperti di Indonesia)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Reza
"Penelitian ini membahas konstruksi sosial penyiaran publik terutama terkait dengan lahirnya UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 yang memuat pasal-pasal penting tentang penyiaran publik sekaligus implementasinya terhadap penyiaran publik dalam masa transisi demokrasi yang diwarnai oleh relasi kekuasaan dan distribusi sumber daya baik ekonomi politik yang tidak seimbang. Mengingat dalam perumusan penyiaran publik dalam pasal-pasal UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 berdasarkan proses-proses konstruksi sosial yang menjadikannya sebagai 'arena' pertarungan dan kepentingan antara struktur dan agency. Karena itu, realitas simbolis penyiaran publik dalam UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 menunjukan upaya mereproduksi legitimasi dan stabilitas rezim authoritarian bureaucratic dengan rezim fundamentalisme pasar untuk melanggengkan kekuasaan politik dan ekonominya melalui institusi penyiaran publik. Walhasil, terdapat makna ganda di mana di satu sisi membuka peluang bagi kehadiran penyiaran publik, namun di sisi lain terdapat kontradiksi konseptual dalam pasal-pasal tersebut yang merupakan faktor penghambat perwujudan penyiaran publik.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma kritis. Sedangkan pendekatannya adalah pendekatan kualitatif. Untuk pengumpulan data dilakukan melalui document analysis, depth interviewing, dan unstructure observation. Dad data yang diperoleh baik berupa dokumen atau hasil wawancara selanjutnya dianalisis adalah Critical Political Economy yang mencoba membongkar kesadaran palsu (false consciousness) yang ditimbulkan oleh "damaging arrangement? (Littlejohn, 1999) pada dua kondisi khusus. Pertama, kencenderungan peralihan masa transisi demokrasi dari sistem penyiaran dikontrol oleh rezim kekuasaan (seperti era Orde baru) kepada sistem penyiaran yang mengakomodasi penyiaran publik dalam UU Penyiaran sebagai ruang publik yang bebas dan netral untuk memposisikan publik menjadi sender sekaligus receiver berdasarkan keinginan dan kebutuhan publik.
Kedua, terdapatnya kontradiksi internal di dalam struktur masa transisi demokrasi ini yang merasa paling mengetahui dan memahami berbagai kebutuhan dan keinginan publik dalam konsep penyiaran publik, sehingga proses perencanaan, perumusan, dan pengesahan yang tersimbolisasi pada pasai-pasal tentang penyiaran publik dalam UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 hanya dilakukan atau melibatkan sekelompok elit di lingkungan legislatif dan eksekutif dalam struktur politik tersebut yang disebut sebagai kecenderungan Paternalistik. Meskipun memang sudah melalui forum konsultasi publik yang diposisikan sebagai legalitas formal dari proses keterlibatan publik semata.
Hasil temuan dalam penelitian ini menunjukan bahwa konstruksi sosial yang melibatkan pertarungan kepentingan antara struktur dan agency dalam konteks penyiaran publik dalam masa transisi ini menunjukan sebuah konsep penyiaran publik yang belum ideal. Implikasinya adalah pada tahap implementasi penyiaran publik secara kongkrit mengalami hambatan-hambatan ganda, yaitu di satu sisi konsep penyiaran publik dalam pasal-pasal UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002 masih didominasi oleh intervensi negara dan pasar, sedangkan di sisi lain secara ekplisit implementasi pasal-pasal tersebut (sejauh dimungkinkan untuk disepakati konseptualisasinya) juga dihambat dalam Bab XI Ketentuan Peralihan Pasal 60 yang menyebabkan terjadinya intervensi pada lembaga penyiaran publik nasional dalam hal pergantian direksi yang secara nyata oleh Meneg BUMN (Laksamana Sukardi) yang telah melanggar dari UU Penyiaran Nomor 32 tahun 2002. Namun, pelanggaran tersebut dianggap wajar terjadi pada masa penyesuaian.
Situasi sejarah lahimya penyiaran publik terkait dengan apa yang disebut oleh Golding dan Murdock (dalam Barret, 1995) dengan perkembangan kapitalisme dalam sebuah konteks historis yang spesifik. Dalam perkembangan kapitalisme, deregulasi di bidang penyiaran masa transisi demokrasi ini adalah upaya penghapusan terhadap state regulation (regulasi negara seperti yang terjadi pada Orde Baru, di mana negara melakukan kontrol preventif terhadap industri penyiaran), untuk digantikan oleh market regulation (regulasi melalui mekanisme pasar). Industri penyiaran akan sangat rentan dan akan senantiasa mendasarkan diri pada kaidah-kaidah penawaran-perrnintaan pasar, melalui dogma rasionalitas instrumental maksimalisasi produksi-konsumsi, dan logika never-ending circuit of capital accumulation: M-C-M (Money-Commodities-More Money).
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22440
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siti Fajar Ningrum
"Penelitian ini berfokus pada pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan dengan cara mengukur apakah dengan adanya pendidikan dan pelatihan tersebut dapat menghasilkan
sasaran organisasi yang dalam hal ini adalah menghasilkan Tenaga Perancang yang berkualitas dengan menggunakan pendekatan-pendekatan teori efektivitas yang pengukurannya terfokus pada pelaksanaan diklat.
Penelitian dilakukan di Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Hukum dan HAM selaku unit pelaksana pendidikan dan platinan untuk meningkatkan sumber daya manusia hukum dan HAM yang berkualitas, balk itu dari instansi Departemen Hukum dan HAM maupun instansi lain dengan metode penelitian kualitatif.
Dari analisis terhadap hasil wawancara, disimpulkan bahwa Efektivitas Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Peraturan Perundang-undangan yang diselenggarakan oleh Badan Pengembangan Sumber
Daya Manusia Hukum dan HAM secara umum belum efektif hal ini bisa dilihat dari pencapaian sasarannya.
Sedangkan kendaJa-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan Jabatan Fungsional Perancang Perundang-undangan adalah dari segi input yaitu penentuan peserta, penentuan kurikulum, sarana dan prasarana, dari segi proses tenaga pengajar yang belum memiliki Satuan Acara Perkuliahan, dan dari segi output evaluasi.
Saran-saran untuk mengatasi kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tersebut adalah pimpinan yang memiliki kompetensi dan pemikiran yang visioner mengenai peningkatan kompetensi sumber daya manusia......This research focuses on the training and education for the functional position of rule and law designers. This research tests how far those trainings and education could output in the organizational target which is creating qualified
designers by using Effective approaches by which testing the commencement of the training and education itself.
The research, which was conducted by a Qualitative method, was commenced in the Human Resources Bureau of Law and Human Rights as the conducting unit of the training and education to enhance the quality of human resources of the Law and Human Rights personnel, both in the Law and Human
Resources Department as well as other institutions.
From the analysis of the interviews, we could conclude that the trainings and education for the functional position of rale and law designers conducted by the Human Resources Bureau of Law and Human Rights are generally not effective which could be seen from the target achievements.
Furthermore, the obstacles faced in the commencement of the trainings and education for the functional position of the rule and law designers are in terms of the input is the determination of the participants, curriculum, facilities and infrastructures, in terms of the process is the trainers who have not been equipped
with the details of the lectures, and in terms of the output evaluation.
The suggestion for handling those obstacles in conducting the trainings and
education is that we need a leader who has excellent competence and visionary thoughts to enhance the competence of the human resources."
Jakarta: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2009
T-pdf
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Saufa Yardha
"Penelitian ini merupakan studi kasus terhadap program televisi anak bermuatan edukasi, yaitu program “Jalan Sesama”. Penelitian berfokus pada analisis dinamika yang dihadapi “Jalan Sesama” dalam proses produksi dengan sistem co-production dan distribusi program melalui industri penyiaran televisi. Proses penelitian dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan pengumpulan data berupa wawancara serta dokumentasi rekaman arsip. Hasil penelitian menemukan gambaran proses dinamika yang di dalamnya terdapat sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh program “Jalan Sesama”. Permasalahan itu ditemukan dalam tahap praproduksi, produksi, pascaproduksi, dan distribusi program. Permasalahan dalam tahap praproduksi adalah kesulitan merumuskan konsep tentang nilai-nilai yang merepresentasikan Indonesia. Permasalahan dalam tahap produksi adalah tantangan untuk dapat merumuskan ide cerita bermuatan edukasi dengan tetap menjaga aspek yang menghibur dan menyenangkan bagi anak. Permasalahan dalam tahap pascaproduksi adalah memastikan bahwa program yang diproduksi memiliki dampak positif bagi anak serta memenuhi kriteria karya audiovisual yang berkualitas. Selanjutnya, penelitian ini menemukan permasalahan
utama yang cukup signifikan dalam tahap distribusi program. Permasalahan yang dihadapi adalah kondisi media penyiaran televisi di Indonesia yang masih sangat berorientasi komersial. Sementara “Jalan Sesama” adalah program edukasi yang bersifat non-profit oriented dan tidak menyetujui adanya penayangan iklan. Permasalahan lainnya timbul karena peran lembaga penyiaran publik yang tidak dapat diharapkan oleh adanya kebijakan tertentu
yang tidak wajar dalam biaya tayang program. Permasalahan yang ada semakin rumit ketika peran pihak regulator dan regulasi yang mengatur bidang penyiaran televisi di Indonesia saat ini, belum memadai untuk mendukung keberlanjutan program televisi anak bermuatan edukasi seperti “Jalan Sesama”.
......This research is a case study about children educational content television program which is “Jalan Sesama” program. This research focused on the analysis of the dynamic in the production process by co-production system and the program distribution through the television broadcasting industry. This research conduct by qualitative approach and collecting data method by the depth interview and archives documentation recording. This research find a picture of dynamic process in “Jalan Sesama” production which contain several problems. The problems are include the pra-production, production, postproduction, and distribution process. The problem in preproduction program is the difficulties to formulate the concept about any values that representing Indonesia. The problem in production process is how to formulating the educational story idea with constantly keep the fun and pleasure aspect for children. The problem in postproduction process is to ensure that the program which has been produced give positive impact for children and fill the criteria of qualified audiovisual creation. The another problem that more significant find in the process of program distribution. The problem is the condition of television broadcasting industry landscape that commercial oriented. While “Jalan Sesama” is the educational program that has non-profit oriented and do not agree with the commercial advertising. The role of public television station also cannot be hoped, because there is a certain policy that not proper for the airing program cost. The challenge become more complex when the role of regulator and regulation who is regulate the television broadcasting sector do not have serious action to support the continuity of children educational television program as “Jalan Sesama"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
S66885
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library