Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 3 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Bangun Muljo Sukojo
Abstrak :
Dalam penelitian ini telah dilakukan analisis penutupan lahan dari citra Landsat untuk memperoleh tipe-tipe ekosistem wilayah Gunung Bromo dan memetakannya sehingga menghasilkan peta ekosistem dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Terdapat sembilan tipe ekosistem yang terdapat di wilayah gunung Bromo, meliputi ekosistem hutan primer, hutan sekunder, danau, kawah, laut pasir, lahan terbuka, semak belukar, tegalan dan pemukiman. Analisis penyebaran batuan juga dilakukan dengan membandingkan hasil intepretasi citra manual dengan peta geologi. Hasil analisis tersebut dikorelasikan dengan hasil interpretasi digital untuk menghasilkan peta penyebaran batuan yang dapat memberikan informasi tentang potensi penyerapan air di wilayah gunung Bromo. Korelasi hasil tersebut dengan parameter kemiringan lereng, vegetasi penutup lahan dan curah hujan memberikan peta potensi resapan air tanah mutlak dan resapan penyangga di kawasan gunung Bromo dan sekitarnya.
Mapping of Ecosystems in Mount Bromo Using Remote Sensing Technology. Covered land analyses of Landsat image have been done to get ecosystem types and map in Mount Bromo region using remote sensing technology. There are nine types of ecosystems in Mount Bromo region, i.e. primary forest, secondary forest, lake, crater, sands, uncovered land, underbrush, dry-field and residence. Distribution of rock analysis has also been done by comparing the manual image interpretation with geological map. The results were coorelated with the digital image interpretation to find rock distribution map which can be useful to get the information about water reservation potencial in Mount Bromo region. The coorelation results together with slope, covered vegetation and rain falls can give description about absolute water reservation and buffer zone map in Mount Bromo region.
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2003
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ary Wahyono
Abstrak :
ABSTRAK Kegiatan perladangan Kulit Manis di TNKS merupakan kegiatan bercocok tanam yang dikategorikan sebagai kegiatan yang mengubah ekosistem alami. Dampak perladangan terhadap erosi tanah akan semakin meningkat apabila terjadi perluasan areal tanaman kulit manic. Kegiatan perladangan tanaman kulit manis di TNKS tidak lepas dari permintaan lahan yang subur yang meningkat untuk kepentingan kelangsungan hidup penduduk sekitar. Peranan tanaman kulit manis memberikan sumbangan yang besar bagi rumahtangga petani. Di satu sisi, kegiatan bercocok tanaman di TNKS merupakan mata pencaharian hidup penduduk sekitar, tetapi di sisi lain merupakan pembatasan atau pelarangan pemanfaatan sumberdaya. Oleh sebab itu, masalah perladangan tanaman kulit manis di TNKS merupakan masalah ekologi dan sosial-ekonomi penduduk yang perlu dicari pemecahannya tanpa harus menimbulkan masalah baru terhadap penduduk yang menggantungkan hidupnya dari hasil kulit manis. Studi ini diharapkan memberikan pemahaman tentang perilaku perambahan hutan kasus tanaman perdagangan di kawasan TNKS sehingga dapat digunakan sebegai referensi di dalam pengelolaan lingkungan kawasan konservasi yang memperhatikan masyarakat sekitar. Tujuan studi adalah mengetahui motivasi dan latar belakang petani mengembangkan tanaman kulit manis dan melihat faktor-faktor yang berhubungan dengan kegiatan perladangan kulit manis di kawasan konservasi. Unit analisis dari penelitian ini adalah rumahtangga petani yang mengusahakan perladangan tanaman kulit manis. Sifat penelitian ini adalah kualititatif. Sungguhpun demikian dalam berbagai kasus uraian, data dianalisis dengan teknik statistik sederhana (chi-kuadrat) dan teknik korelasi. Jumlah sampel yang diambil adalah 100 orang responden. Lokasi penelitian adalah Desa Siulak Kecil, Gunung Kerinci, Jambi. Ringkasan hasil penelitian dapat dikemukakan sebagai berikut : Pala ladang campuran tanaman kulit manis dan tanaman sayuran merupakan bentuk adaptasi pertanian yang dikembangkan sebagian besar responden petani sebagai strategi untuk mengatasi kebutuhan hidup. Ada sekitar 63% responden yang mengembangkan ladang tumpangsari di lakasi penelitian, sedangkan sisanya 27% terdiri dari responden yang tidak memiliki ladang sayuran, dan sebagian kecil responden (10%) yang mengembangkan ladang sayuran menetap. Sifat fleksibelitas tanaman kulit manis mendorong petani untuk mengembangkan tanaman kulil manis. Tanaman kulit manis dapat dipanen setiap saat sesuai dengan kebutuhan dan keperluan petani. Tanaman kulit manis dapat berfungsi sebagai tabungan, tetapi juga dapat dipetik hasilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ladang kulit manis yang masih muda (di bawah empat tahun) dapat ditumpangsarikan dengan tanaman berumur pendek yang menguntungkan. Tanaman sayuran merupakan penghasilan harian bagi rumahtangga petani di Kerinci. Pengembangan ladang campuran menyebabkan petani harus mengatasi kesuburan ladang, yaitu membuka ladang sayuran di lokasi lain. Ada dua strategi petani untuk mengatasi kesuburan ladang, yaitu membuka ladang di kawasan hutan dan di kawasan perladangan kulit manis. Akan tetapi, dilihat dari aspek penguasaan ladang dan keragaman komposisi umur tanaman kulit manis mencerminkan bahwa petani Kerinci di Desa Siulak tidak memiliki pola perladangan berpindah yang tetap. Oleh sebab itu, dapat dimengerti jika perkembangan areal perladangan kulit manis cenderung ekspansif. Pala penguasaan ladang tanaman kulit manis tidak identik dengan pola penguasaan sawah yang masih diatur secara adat (gilir ganti melalui jalur matrilineal), tetapi dimiliki secara individual. Ladang kulit manis bukan lagi lahan pertanian yang dikuasai secara adat, melainkan kekayaan yang diperoleh dari pencaharian (tembilang emas). Oleh sebab itu dalam pewarisannya tidak diatur secara adat tetapi disesuaikan dengan kepentingan petani. Akibatnya fungsi ekonomi ladang kulit manis lebih menanjol dibandingkan dengan sawah. Kalau hak pakai pada sawah yang cenderung terbatas (gilir ganti), maka pola penguasaan ladang kulit manis dipandang sebagni hak pakai tak terbatas dan tidak ada kelembagaan yang mengontrol sebagaimana terdapat pada sawah. Sebagian besar (80%) penguasaan ladang kulit manis adalah pemilikan ladang, lebih dari separuhnya (60,8%) diperoleh melalui jual-beli. Jual beli ladang merupakan transaksi antar penduduk yang biasa terjadi di Desa Siulak Kecil. Adat dan desa tampaknya tidak mengatur secara jelas masalah jual-beli ladang tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas kulit manis yang dikuasai mencerminkan jumlah petak ladang yang dimiliki. Semakin luas ladang kulit manis yang dikuasai semakin banyak jumlah petak yang dikuasai. Luas sawah yang digarap rumahtangga berkorelasi langsung terhadap luas penguasaan ladang kulit manis. Semakin besar luas sawah yang dikuasai semakin banyak jumlah petak ladang kulit manis yang dikuasai. Sawah masih merupakan kebutuhan subsistensi rumahtangga petani yang dilindungi secara adat. Jumlah anggota keluarga dalam rumahtangga petani tidak berkorelasi dengan penguasaan ladang kulit manis. Ekstensifikasi ladang kulit manis tidak ada hubungannya dengan jumlah jiwa dalam rumah tangga petani. Namun demikian, jumlah jiwa dalam dalam rumah tangga petani berkorelasi secara negatip dengan luas sawah yang digarap petani. Jadi, semakin banyak anggota keluarga dalam rumah tangga petani semakin sempit luas sawah yang digarap rumah tangga petani. Pekerjaan sampingan petani berkorelasi dengan penguasaan ladang kulit manis, sebaliknya, pekerjaan sampingan petani tidak berkorelasi dengan luas sawah yang digarap petani. Hal ini berarti bahwa luas-sempitnya sawah yang digarap petani tidak berkaitan dengan pekerjaan sampingan yang dimiliki petani. Sawah merupakan hak kaum perempuan yang sudah menikah, yang lebih ditekan pada fungsi sosial. Sawah merupakan penopang solidaritas sosial masyarakat Kerinci. Di lain pihak, pekerjaan sampingan bukan alternatif mengatasi kesulitan keterbatasan lahan sawah. Pekerjaan sampingan merupakan modal bagi petani untuk mengembangkan ladang kulit manis. Jadi dengan demikian pengembangan ladang kulit manis merupakan alternatif yang dianggap dapat mengatasi kebutuhan hidup masyarakat.
ABSTRACT
Expansion of cinnamon crop cultivation in Kerinci Seblat National Park (KSNP) area is categorized as activities which can change the natural ecosystem. Impact of swidden agricultural system on land erosion would increase when they expanded. The development of swidden agricultural system activities gives rise to the increasing demand of fertile area, which is very important for the livelihood of local people. The cinnamon bark plant contributed deal towards the father?s household. Cinnamon cultivation activities in KSNP is a source of livelihood to the local people. However, it can result in the destructive use of forest resources. The problem of establishing cinnamon tree cultivation in KSNP are ecological and socio-economic in character. This need proper solution which do not incur new problems for local people whose livelihood depends on cinnamon garden yield. This study is expected to give an understanding on the behavior of forest intruders cultivating commercial plants in KSNP, and function as reference for environmental management of forest conservation area without neglecting the local people. The objective this study is to find out the motivation and background of farmers in developing cinnamon tree crops and to find out factors which relate to the expansion of cinnamon planting activities in a conservation area. The unit of analysis of this study is the farmer's household ultimating cinnamon tree. This study is qualitative in character, although some of its data were analyzed by simple statistical technique (chi square) and correlation technique. The number of respondents (sample) interviewed was 100 people. The study location was in Siulak Kecil, Gunung Kerinci, Jambi Province. The research results can be summarized as follows: 1. The cinnamon mixed garden (ladang tumpangsari system) is a form of agricultural adaptation developed by most (farmer) respondents to meet life necessities. About 63% of respondents developed intercropping, 27% of them did not cultivate vegetables cultivation, and a few of them (10%) developed cinnamon monoculture plantation. 2. The flexibility of harvesting system enable the farmers to develop cinnamon mixed garden. These plants can be harvested any time that is suitable to the farmer's needs and wants. Cinnamon tree can function as savings. It can also be harvested to meet special needs (travel, marriage, university fee, buying modem commodities, pilgrimage). The Annual crop arc harvested throughout the year and sold. Vegetables with a peak production (annually) constitute a good revenue which fulfill the farmer's basic needs. 3. The development of cinnamon mixed gardens has caused the farmer to take into account the fertility of the land. Therefore, they cleared away another location to cultivate vegetable anew. The farmer had two strategies in order to contend wither land fertility; the first strategy is that they c)cared away the forest area and the second is to cleared away the cinnamon bark plant cultivation area. However, viewed from the ownership aspect and the age variations of cinnamon bark plant, it can be said that farmers in Siulak Kerinci do not posses permanent shifting cultivation pattern. It is understandable therefore if the development of unirrigated cultivation area tended to became expansive. 4. The ownership pattern of swidden cultivation is not identical with the ownership of wet paddy field that is still controlled by customary laws (by turns through matrilineal channels). Hence, the swidden agricultural system is no longer controlled by customer laws but became private property. Therefore, cinnamon bark plant area is not considered as inherited wealth, but adaptable according to the farmer's interest. As a result the economic function of cinnamon bark area is more prominent compared to wet paddy field. Compared to wet paddy field the ownership pattern of cinnamon tree utilization rights is unlimited and no institution is in control as in case of wet paddy field. 5. Most of swidden cultivation area ownership (80%) is private property. More than half of it (60.8%) obtained the ownership by people's interaction. Swidden cultivation trading is a common transaction among inhabitants in Siulak Kecil. Research showed that the higher number of cinnamon tree reflected more extensive land controlled by the farmer. Wet paddy field is still a subsistence need the for farmer's household and it is protected by traditional custom laws. 6. The numbers of family members in a farmer's household do not correlate with the ownership of cinnamon gardens. The greater the cinnamon trees do not correlate with the number of the household's family members. Nevertheless, the numbers of household's family members negatively correlate with wet paddy field the farmer tilled. The higher number of members the narrower the wet paddy field a farmer tilled. 7. The additional job a farmer possess correlate with cinnamon tree possessions. On the other hand, additional jobs do not correlate with the extend of wet paddy field tilled by the farmer. This means that the size of wet paddy field do not correlate with additional job a farmer has. Wet paddy field constitutes social solidarity support of the community in Kerinci. 8. The additional job farmer correlated with claims on unirrigated cultivation area. The additional job farmer do not correlate with the size of wet paddy filed cultivated by the farmer. This means that the size of wet paddy filed cultivated by the farmer do not correlate with the additional job farmer. Wet paddy field is the right of married woman due is social function. Indeed, wet paddy field is the social solidarity support of the Kerinci community. 9. The additional job is no an alternative to overcome the limited land for wet paddy field. The additional job formers constitute a capital of the farmer to develop the cinnamon plantation. Therefore, the expansion of cinnamon commercial tree is an alternative that can be considered of being capable of overcoming the needs of community livelihood. E. Reference : 54 [1926-1995]
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Suparno
Abstrak :
Kegiatan konservasi makin penting peranannya, dalam rangka untuk mengimbangi kegiatan eksploitasi ataupun pemanfaatan sumberdaya alam yang terus meningkat sesuai dengan laju pertumbuhan penduduk. Peningkatan penduduk di beberapa negara telah banyak mengancam kawasan konservasi, terutama dilakukan oleh para petani miskin yang sangat menggantungkan diri pada basis sumberdaya alam hutan. Demikian pula masalah yang dihadapi Pemerintah Indonesia dalam usaha konservasi alam, adanya tekanan Penduduk, rendahnya tingkat kesadaran, minimnya pendapatan selain majunya teknologi mengakibatkan eksploitasi sumberdaya alam berlebihan. Di Indonesia kebijaksanaan dan strategi perlindungan dan pelestarian hutan baik eksistensinya maupun peningkatan manfaatnya, dikembangkan melalui salah satu pola konservasi alam yaitu dalam bentuk taman nasional. Pembentukan taman nasional diarahkan kepada peningkatan manfaat kawasan baik segi konservasi maupun manfaat yang dapat dirasakan secara langsung oleh masyarakat. Dari 16 taman nasional, satu di antaranya Taman Nasional Kerinci Seblat, yang terletak di empat Propinsi meliputi Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan Sumamtera Barat. Namun telaahan penulisan tesis ini difokuskan pada wilayah taman nasional yang berada di Propinsi Jambi khususnya di Kecamatan Gunung Kerinci Kabupaten Kerinci. Akan tetapi dalam pembinaan dan pengelolaannya taman nasional terdapat masalah dan kendala. Hal ini terjadi akibat adanya hubungan ketergantungan yang menonjol secara tradisional antara masyarakat yang ada di sekitarnya. Perlu diketahui bahwa sebagian besar luar wilayah Taman Nasional Kerinci Seblat di Propinsi Jambi, keberadaannya mengelilingi satu Daerah Tingkat II yaitu Kabupaten Kerinci. Untuk mengatasi keadaan di atas, Departemen Kehutanan melalui Proyek Pembinaan Taman Nasional Kerinci Seblat direncanakan pengembangan zona penyangga dengan pola agro forestry. Penetapan zona penyangga ini merupakan rangkaian aktivitas pengelolaan sebuan taman nasional. Dengan penjalasan dan maksud tersebut, baik ketergantungan masyarakat terhadap taman nasional maupun rencana penetapan zona penyangga agar berhasil, seyogyanya harus dapat memberikan kepentingan bersama. Untuk itu tertariklah untuk melakukan penelitian yaitu tentang usaha tani masyarakat dibidang usaha peternakan sapi. Pertimbangan penelitian tentang usaha peternakan sapi ini dikarenakan adanya peningkatan populasi dari tahun ke tahun. Selain bahwa usaha peternakan dapat bermanfaat secara positif, bila dikelola secara baik dan benar. Sebaliknya dapat menjadi perusak atau menimbulkan dampak negatif, bila dikelola secara ceroboh. Dari ulasan di atas dapat dijabarkan masalah penelitian yaitu : 1. Apakah usaha peternakan sapi masyarakat di sekitar kawasan hutan taman nasional menunjang upaya konservasi melalui pemanfaatan zona penyangga atau tidak. 2. Apakah jalan pikir pejabat di lapang sejalan atau tidak dengan jalan pikir masyarakat terhadap pola pemanfaatan zona penyangga yang direncanakan. Sebagai jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian ini, diajukanlah hipotesis (1) pengelolaan usaha peternakan sapi menunjang upaya pola agroforestry pada zona penyangga; (2) pengembangan zona penyangga sangat bermanfaat di daerah padat guna pelestarian lingkungan, sehingga memperoleh tanggapan positif; (3) ada perbedaan pendapat antara pejabat di lapang dengan masyarakat tentang rencana lokasi zona penyangga. Adapun materi sebagai konsistensi penjabaran masalah dan hipotesis yang diajukan meliputi : a. Usaha peternakan sapi b. Daya dukung wilayah dalam sumber pakan hijauan ternak c. Ruang lingkup rencana pemanfaatan zona penyangga. Jumlah sampel responden sebanyak 85 petani ternak sapi yang dipilih berdasarkan strata luas lahan garapan. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pengisian daftar pertanyaan, wawancara dan pengamatan langsung serta dibantu dengan data sekunder. Model analisis data yang digunakan adalah analisis diskriptif dengan frekuensi dan tabulasi silang serta analisis statistik uji x2 (khi kuadrat). Berdasarkan analisis yang dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut : (1) Usaha peternakan sapi yang dilakukan oleh para petani, menunjang upaya pola agroforestrv_ di rencana zona penyangga. Karena itu secara tidak langsung dapat menunjang usaha konservasi hutan Taman Nasional Kerinci Seblat. Keadaan ini dapat ditinjau dari : · Jumlah ternak yang dipelihara masih di bawah kesanggupan petani dari kemampuannya memelihara ternak sapi. · Tatalaksana pengelolaan sudah memperhatikan dalam mencegah kerusakan sumberdaya tanah dan vegetasi tanaman. · Fungsi ganda dari ternak sapi secara optimal telah dimanfaatkan dengan baik. (2) Penyediaan sumber pakan ternak dari perhitungan daya dukung wilayah, dapat diekivalensi dengan jumlah unit ternak yang dapat ditampung, masih di atas jumlah unit ternak yang ada saat ini. (3) Pengembangan pola agroforestry di rencana zona penyangga memperoleh respon positif dari petani ternak (responden). (4) Masih terdapat perbedaan pendapat (keinginan) dari petani, terhadap lokasi zona penyangga yang direncanakan oleh Departemen Kehutanan. Implikasi penelitian : (1) Usaha peternakan sapi di sekitar kawasan konservasi Taman Nasional Kerinci Seblat, khusus di Kecamatan Gunung Kerinci masih dapat dikembangkan sebagi alternatif usaha yang dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. (2) Ruang lingkup rencana zona penyangga yaitu pola agroforestry dapat diterapkan dan dikembangkan. Tetapi untuk lokasi zona penyangga yang akan ditetapkan perlu ditinjau kembali, serta dicari pemecahannya secara bersama sama yang lebih bijaksana. Daftar Kepustakaan 63 (1915 - 1989).
The role of Conservation activities becomes more important related to exploitation activities compensation or natural resources utilization which increase rapidly conforming with the population growth. The increase of population in some countries have threatened conservation area, especially which be done by poor farmers that much depend on forestry natural resources. So do. Indonesian government which faces to conservate its natural resources, population pressure, low in rate of consciousness to look after, low income besides high technology to exploitate more natural resources. In Indonesian, conservation policy and strategy and forestry lasting the existence as well as its utilization, developed through one of natural conservation pattern in the form of national park. The forming of national park is directed to the addition of the forestry utilization either its conservation or its utilization for the society. One of 16 national parks called Taman Nasional Kerinci Seblat, is situated in 4 provinces comprises Jambi, South Sumatra, Bengkulu and West Sumatra. The thesis is focused at national parks that lies in province of Jambi especially in Sub-district of Gunung Kerinci in the regency of Kerinci. There some problems and constraint in managing its national parks. That is due to the dependent relation is bumpy traditionally between the community and its environment. It is known that for the greater part the area of Taman Nasional Kerinci Seblat have planned to develop buffer zone by using agro forestry pattern design. The determination this buffer zone represents activities series of the management of national park. By this explanation, the dependency of community upon the national parks well as in order to plan becomes success-fully, it is ought to be mutual benefit. Based on the cases, the researcher is attracted to research pertaining farm management especially husbandry management. The argument to research this cases is due to the in-creasing of its population year by year. Beside the farm management becomes to utilize positively if the project is managed as good as possible. On the other hand it becomes to be "destroyer" that cause negatively if it has not been managed in good order. Based on the review, the research problems can be describe as follows : 1. Does the management of cattle husbandry in surrounding the forest of national park can support conservation efforts through the utilization of buffer zone or not; 2. Whether the idea of the functionary in the field in accordance or not to the idea of community against the utilization pattern buffer zone to be planned. As the temporary responds against the research problems, it has been proposed some hypothesis : 1. The management of cattle husbandry business supports agroforestry pattern at buffer zone; 2. Buffer zone determination planning by following agroforestry pattern supports cattle husbandry and get the positive respons; 3. There are difference idea between field functionary and the society regarding to determination of location plan of buffer zone. The items which there are any consistency in problems description and hypothesis to be proposed consists of : a. cattle husbandry bussiness; b. the supporting forces area as cattle fresh food; c. the planning coverage of buffer zone utilities. Respondent sample consists of 85 families cow cattle husbandry farmers to be selected based on strata of its cultivation area. Data to be collected by using questionnaire, interview and direct observation and aided by using secondary data. For analyzing used, descriptive analysis by using frequency and cross tabulation and statistical analyzing X2 (chi square). Based on the analysis conducted, the results are as follows: 1. Cattle husbandry conducted by farmers, support pattern of agroforestry efforts in buffer zone planning. Indirectly, threrefore, it can support forest conservation effort Taman Nasional Kerinci Seblat. The conditions can be paid attention from : · the number of cattle belong to the farmes are still below the farmer's potency in cultivation; · its management have paid attention in avoiding the damage of land resources and its vegetation; · The multipurpose functions of cattle have been optimally utilized in good manner. 2. The supply of cattle food based on area supporting capacity can be equivalence by number of cattle can be mended, its population are above cattle unit exists. 3. The development of agro forestry pattern in buffer zone planning has some positive response from farmer (respondent). 4. There are some differences of the willingness of farmer upon buffer zone location planned by Department of Forestry. Research Implication : 1. Cattle husbandry business surrounding conservation area Taman Nasional Kerinci Seblat especially in sub-district of Gunung Kerinci may be developed as the alternative efforts to increase society income. 2. The buffer zone plan coverage, the agro forestry pattern, can be done and developed. But for buffer zone location will be determined to review, and to look for some good problems solving simultaneously. Bibliography list : 63 (1915-1989)
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library