Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 17 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Lisana Sidqi Aliya
"Latar Belakang: Sel punca kanker merupakan populasi sel minor yang memiliki kemampuan self-renewal dan proliferasi tak terbatas sehingga bersifat tumorigenik dan diduga berperan dalam penurunan sensitivitas terhadap berbagai terapi kanker. Tamoksifen merupakan terapi lini pertama pada kanker payudara ER positif namun penggunaan jangka panjangnya menimbulkan masalah resistensi. Beberapa faktor yang diduga berperan dalam penurunan sensitivitas sel terhadap Tamoksifen yakni modulasi pensinyalan estrogen melalui ER?66; dan ER?36 (yang diketahui memperantarai pensinyalan non-genomik), serta ekspresi transporter effluks seperti MRP2 yang berperan dalam penurunan kadar Tamoksifen intraseluler. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek pemaparan Tamoksifen berulang pada sel punca kanker payudara CD24-/CD44+, dalam kaitannya mengenai sensitivitas terapi melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.
Metode: Selpunca kanker payudara CD24-/CD44+ dipaparkan Tamoksifen 1 ?M selama 21 hari dengan DMSO sebagai kontrol negatif. Viabilitas sel setelah pemaparan Tamoksifen diuji dengan metode trypan blue exclusion. Sifat tumorigenik sel setelah pemaparan (CD24-/CD44+(T)) diuji dengan mammossphere formation assay dan dibandingkan dengan sel CD24-/CD44+(0) yang belum dipaparkan Tamoksifen. Ekspresi mRNA Oct4, c-Myc, ER?66, ER?36 dan MRP2 dianalisis dengan one step quantitative RT-PCR.
Hasil: Terjadi penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+(T) yang dipaparkan Tamoksifen selama 21 hari yang ditunjukkan dengan kenaikan viabilitas sel hingga 125,2%. Tamoksifen tidak dapat menekan sifat tumorigenik sel CD24-/CD44+(T) yang dibuktikan melalui jumlah mammosfer yang tidak berbeda bermakna dibandingkan dengan CD24-/CD44+(0). Penurunan sensitivitas sel CD24-/CD44+(T) juga dibuktikan melalui peningkatan ekspresi Oct4 dan c-Myc; keduanya merupakan petanda pluripotensi dan c-Myc juga dikenal sebagai petanda keganasan. Parameter penurunan sensitivitas seperti ER?66, ER?36 dan MRP2 juga menunjukkan peningkatan ekspresi pada hari ke-15 namun menurun kembali pada hari ke-21 yang menunjukkan adanya mekanisme regulasi lain yang mungkin terlibat dalam penurunan sensitivitas sel punca kanker payudara terhadap Tamoksifen.
Kesimpulan: Pemaparan Tamoksifen berulang dapat menurunkan sensitivitas sel punca kanker payudara CD24-/CD44+ melalui perubahan ekspresi estrogen reseptor alfa dan transporter efluks MRP2.

Background: Cancer stem cells are minor population of cells possessing self-renewal and unlimited proliferation abilities which support their tumorigenicity and role in decreased sensitivity to many cancer therapies. Tamoxifen is a first line therapy for breast cancer patients with positive ER status. Nonetheless, after 5 years of its long term use eventually leads to recurrence and resistance in 50% of patients receiving tamoxifen therapy. Among some factors that might play role in decreased sensitivity to tamoxifen are modulation of estrogen signaling through ER?66 and ER?36 (the latter known for its non-genomic estrogen signaling), and expression of efflux transporter such as MRP2 responsible for decreased intracellular tamoxifen level. The objective of this study is to analyze the effects of long term tamoxifen exposure toward decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
Methods: Breast cancer stem cells CD24-/CD44+ were exposed to 1 ?M tamoxifen for 21 days with DMSO as negative control. After exposure with 1 ?M tamoxifen, the cell viability were tested by the trypan blue exclusion method. Cell tumorigenicity of tamoxifen-exposed CD24-/CD44+(T) and CD24-/CD44+(0) (before treatment) were tested by the mammosphere formation assay. The expression of Oct4, c-Myc, ER?66, ER?36 andMRP2 mRNAs were analyzed by one step quantiative RT-PCR.
Results: A decreased sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ exposed with 1 ?M tamoxifen for 21 days was observed as indicated by an increased cell viability up to 125.2%. In the presence of tamoxifen, breast cancer stem cells CD24-/CD44+(T) exhibited tumorigenic properties as indicated in no significant difference in the formation of mammosphere unit compared to those of CD24-/CD44+(0). After exposure with 1 ?M tamoxifen for 21 days, an elevated level of Oct4 and c-Myc expressions were observed; both are known as pluripotency markers and the latter also known as marker of aggresiveness. Parameters for a decreased sensitivity such as ER?66, ER?36 and MRP2 also exhibited an elevated expression after 15 days of exposure, but the decreased expression after 21 days of exposure suggests that there might be another mechanism involved in decreased sensitivity of the breast cancer stem cells toward tamoxifen.
Conclusion: Long term tamoxifen exposure may decrease the sensitivity of the breast cancer stem cells CD24-/CD44+ through changes in expression of estrogen receptor alpha and efflux transporter MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sihombing, Unedo Hence Markus
"Kanker ovarium merupakan kanker paling mematikan ke-8 pada perempuan di dunia. Pasien kanker ovarium umumnya akan mengalami kemoresistensi, kekambuhan dan prognosis buruk setelah operasi sitoreduktif dan kemoterapi berbasis platinum. Hal tersebut berhubungan dengan peningkatan ekspresi Cancer Stem Cells (CSCs) CD44+/CD24-, RAD6, dan penurunan DDB2. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan ekspresi CSCs, RAD6 dan DDB2 dengan kemoresistensi kanker ovarium di jaringan kanker ovarium dan sirkulasi darah.
Penelitian kohort ambispektif ini dilakukan di RSUP Cipto Mangunkusumo, RSUD Tarakan, RSUP Dharmais, dan RSUP Fatmawati pada Februari 2018–Februari 2022. Subjek adalah 64 orang pasien yang dibagi menjadi dua kelompok. Semua subjek menjalani operasi sitoreduktif dan pemeriksaan histopatologi. Kemoterapi diberikan sebanyak enam seri diikuti enam bulan observasi, kemudian ditentukan respons terapi dengan kriteria Response Criteria in Solid Tumors (RECIST). Uji imunohistokimia dilakukan langsung ke jaringan kanker ovarium (retrospektif) dan uji flowsitometri darah (prospektif) untuk menilai Ekspresi CSCs, RAD6 dan DDB2.
Terdapat peningkatan Ekspresi CSCs, RAD6 serta penurunan bermakna ekspresi DDB2 (p < 0,05) di jaringan kanker ovarium kemoresisten, dan peningkatan bermakna Ekspresi CSCs, dan RAD6 yang bermakna (p < 0,05) di sirkulasi darah penderita kanker ovarium. Ekspresi DDB2 di uji imunohistokimia adalah protein dengan nilai AUC terbaik sedangkan di uji flowsitometri, CSCs memiliki nilai AUC terbaik. Disusun skor IHC-UNEDO (imunohistokimia) dan skor FCM- UNEDO (flowsitometri) untuk membantu memprediksi respons terapi.
Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peningkatan Ekspresi CSCs, RAD6 dan penurunan DDB2 di jaringan kanker ovarium, serta peningkatan Ekspresi CSCs di sirkulasi darah penderita kanker ovarium dan protein tersebut merupakan prediktor respons terapi kanker ovarium yang baik."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmita
"Latar Belakang: Karsinoma sel skuamosa (KSS) lidah merupakan kanker rongga mulut (KRM) yang paling banyak ditemukan. Diseksi leher dikerjakan bersamaan dengan eksisi luas tumor karena tingginya angka occult metastasis yaitu sebesar 30% pada kelenjar getah bening (KGB) leher yang secara yang klinis tidak teraba (N0). Berdasarkan penelitian sebelumnya penanda epitelial E-cadherin dan penanda sel punca kanker CD44 dapat digunakan sebagai alat diagnostik prabedah untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami metastasis KGB sehingga dapat menjadi salah satu modalitas yang membantu ahli bedah dalam mengambil keputusan tipe diseksi leher yang akan dikerjakan agar memberikan manfaat terbaik bagi pasien. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan ekspresi E-cadherin dan CD44 dengan metastasis KGB leher pada KSS lidah. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik dengan desain studi potong lintang. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara consecutive sampling sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Kriteria inklusi adalah pasien KSS lidah tanpa metastasis jauh, dilakukan operasi eksisi luas tumor dan diseksi KGB leher, dan blok parafin yang layak diperiksa. Data sosiodemografi dan klinikopatologis diambil dari rekam medis. Pewarnaan imunohistokimia dengan E-cadherin dan CD44 dilakukan pada jaringan KSS lidah yang sudah terdapat di blok parafin tersimpan kemudian tingkat ekspresi E-cadherin dan CD44 dikelompokkan menjadi tinggi dan rendah sesuai kepustakaan. Analisis statistik dilakukan dengan program SPSS 24.0. Hasil: Didapatkan 30 dengan 15 subjek KSS lidah dengan metastasis KGB dan 15 subjek tanpa metastasis KGB. Dari analisis data, didapatkan terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi E-cadherin dengan metastasis KGB (p=0.000) dan terdapat hubungan yang bermakna antara CD44 dengan metastasis KGB (p=0.003). Kesimpulan: Ekspresi E-cadherin yang rendah dan CD44 yang tinggi memiliki hubungan bermakna dengan metastasis KGB pada KSS lidah.

Background: Squamous cell carcinoma (SCC) of the tongue is the most common oral cavity cancer. Neck dissection was done simultaneously with wide excision of the tumor because of occult metastases high rate (about 30%) in clinically non-palpable neck lymph nodes (N0). Based on previous research, the epithelial marker E-cadherin and cancer stem cell marker CD44 could be used as pre-surgical diagnostic tools to identify patients who have lymph node metastases so that it could be a modality that helps surgeons in making decisions about neck dissection type to be performed to provide the best benefit for patients. Objective: To evaluate the association between E-cadherin and CD44 expressions and neck lymph node metastasis in SCC of the tongue. Methods: This research was an analytical study with a cross-sectional design. Samples were taken through consecutive sampling according to inclusion and exclusion criteria. Inclusion criteria were patients with SCC of the tongue without distant metastases, post wide excision of the tumor with neck lymph node dissection, and eligible paraffin block for examination. Sociodemographic and clinicopathological data were obtained from medical records. Immunohistochemistry staining was performed with E-cadherin and CD44 from stored paraffin blocks, then the expression levels of E-cadherin and CD44 were grouped into high and low according to the literature. Statistical analysis was conducted with SPSS 24.0. Results: Thirty samples of SCC of tongue were collected, consist of 15 subject with neck lymph node metastasis tongue and 15 subject without neck lymph node metastasis. From data analysis, a significant difference was found between E-cadherin and CD44 expressions with neck lymph node metastasis (p value was 0.000 and 0.003, respectively). Conclusion: Low expression of E-cadherin and high expression of CD44 was significantly associated with the occurence of neck lymph node metastasis in SCC of the tongue."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Stella Marleen
"

Latar belakang: Karsinoma mukoepidermoid merupakan keganasan pada kelenjar liur yang paling sering ditemukan. Prognosis karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasannya. Cancer stem cell (CSC) diduga berperan dalam patogenesis karsinoma mukoepidermoid sehingga terjadi resisten terhadap berbagai terapi. CD44 merupakan salah satu penanda SC yang paling banyak pada kelenjar liur dan tampak meningkat pada karsinoma mukoepidermoid. Namun, peran prognostik CD44 pada keganasan masih menjadi perdebatan.

Metode: Penelitian menggunakan metode potong lintang. Sampel terdiri atas 34 kasus di Departemen Patologi Anatomik FKUI/RSCM tahun 2012 sampai 2017. Dilakukan pulasan CD44 dan perhitungan H-score dan presentasi setiap kasus. Hasil perhitungan dikelompokan menjadi ekspresi negatif/positif lemah dan positif kuat.

Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspresi CD44 berhubungan secara signifikan dengan derajat keganasan (p=0,006). Ekspresi positif kuat ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan rendah dan ekspresi negatif/positif lemah ditemukan lebih banyak pada derajat keganasan tinggi.

Kesimpulan: Ekspresi CD44 pada karsinoma mukoepidermoid berhubungan dengan derajat keganasan.

 


 

Background: Mucoepidermoid carcinoma is the most common malignancy in salivary gland. The prognosis correlates with its histological grading. Cancer stem cell (CSC) is predicted to have a role in pathogenesis of mucoepidermoid carcinoma, thus it make resistent to various therapy. CD44 is one of stem cell (SC) marker that expressed in salivary gland and seemed to be increased in mucopidermoid carcinoma. However, prognostic role of CD44 in malignancy still controversy.

Method: This is a cross sectionsl study. Samples consist of 34 cases from Anatomical Pathology Department, Faculty of Medicine Universitas Indonesia, Ciptomangunkusumo General Hospital in 2012 until 2017. CD44 staining was done and calculated wih H-score method. Then, the samples is catagorized into negative/weak expression and strong expresion.

Result: The result showed that CD44 expression associate significantly with histological grading (p=0,006). Strong expression is found more in low grade and negative/weak expresion is found more in high grade.

Conclusion: CD44 expression in mucoepidermoid carcinoma associates with histological grade.

Keyword: mucoepidermoid carcinoma, histological grade, cancer stem cell, CD44.

 

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Astrid Indrafebrina Sugianto
"Background: According to WHO, breast cancer has the highest incidence rate among women. Breast cancer is caused by the uncontrolled growth of abnormal cells that form in breast tissue, triggered by the presence of cancer stem cells. The invasive properties of breast stem cells are closely related to the pluripotency of these cells. The pluripotency of a cell is closely related to the genes expressed. In this study, c-Myc gene expression was observed to determine the level of pluripotency of breast cancer stem cell fraction samples separated using the Magnetic Activated Cell Sorting (MACS) technique. Method: mRNA was obtained from 11 breast cancer stem cell samples which were fractionated using MACS. The expression of c-Myc in these cell fractions was analyzed using one step real time RT-PCR with SYBR Green ( Bioneer®) and electrophoresis. Results: Based on the experimental results, high level expression of c-Myc was present in the CD24-/44- cell fraction, while low level expression of the c-Myc gene was found in the CD24-/44+ cell fraction. Conclusions: The c-Myc gene is expressed in all breast cancer stem cell fractions. Looking at the c-Myc gene expression, higher levels of pluripotency can be found in the CD24-/44- cell fraction compared to CD24-/44+. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S70304
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ashfar Kurnia
"Kanker payudara merupakan kanker terbanyak nomor 1 di Indonesia dan memiliki insiden kematian terbesar. Kanker payudara adalah sekumpulan masa yang heterogen, pertumbuhan masa tersebut disebabkan oleh adanya sel punca kanker payudara. Sel punca kanker payudara memiliki kemampuan untuk berkembang biak, memperbaiki dirinya sendiri dan juga resisten terhadap apoptosis. Pada kondisi normal sel punca payudara normal memiliki reseptor permukaan CD44+/CD24+, namun pada kondisi keganasannya sel punca kanker payudara mengekspresikan protein permukaan sel CD44+/CD24-/low . Dilakukan penelitian untuk mengetahui proporsi CD44 dan CD24 dengan menggunakan imunofluoresensi. Jaringan kanker payudara dan payudara normal dihancurkan dan diekstraksi selnya dengan menggunakan colagenese IV dan disaring dengan saringan filter 40 mikron. Hasil ekstraksi sel normal payudara dan kanker payudara dilakukan pewarnaan dengan menggunakan antibodi pertama, rabbit-anti-human CD44 dan mouse-anti-human CD24, serta antibodi kedua, goat-anti-rabbit-berikatan dengan Rhodamine dan goat-anti-mouse-berikatan dengan FITC dalam PBS-BSA 2%. Diperoleh 12 gambaran sel dan intensitas cahaya fluoresensinya. Tidak diperoleh perbedaan signifikan antara sel punca kanker payudara dengan sel punca payudara normal pada intensitas fluoresensi CD44 dan CD24, kemungkinan disebabkan karena telah terjadi metastasis. Serta adanya penurunan nilai intensitas CD44 dengan bertambahnya waktu kultur."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2010
S33155
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Santoso
"Latar belakang: Data dari World Health Organization, Centers for Disease Control and Prevention dan Kementerian Kesehatan RI menunjukan bahwa kanker payudara merupakan kanker yang paling umum pada wanita. Penyembuhan kanker melalui berbagai cara telah banyak dilakukan, namun pertumbuhan kembali dari kanker telah banyak dilaporkan. Sel punca kanker diyakini berperan dalam pertumbuhan kanker maupun rekurensi setelah pengobatan. Berdasarkan beberapa riset, CD44+/CD24- sel punca kanker memiliki potensial yang tinggi untuk menimbulkan kanker. Beberapa gen memiliki peran sebagai faktor transkripsi yang berkontribusi dalam pertumbuhan kanker dan beberapa berperan juga dalam mempertahankan tingkat pluripotensi kanker. c-Myc merupakan salah satu gen yang mempertahankan iPS (induced pluripotent stem cells) bersama dengan KLF4, Oct4, SOX2 dan Nanog. Namun demikian, selama pertumbuhan kanker, lingkungan mikro dari kanker menjadi hipoksia. Berhubungan dengan ini, pengaruh hipoksia terhadap ekspresi gen yang berfungsi dalam pluripotensi masih belum jelas. Oleh karena itu, eksperimen ini menyelidiki ekspresi gen c-Myc dalam sel punca kanker yang diinduksi hipoksia.
Metode: Sel punca kanker payudara CD44+/CD24- diinduksi oleh beberapa durasi hipoksia (0 jam, 0.5 jam, 4 jam, 6 jam dan 24 jam). Total RNA sel kemudian diekstraksi dan mRNA gen c-Myc diamplifikasi melalui one-step qRT-PCR. Ekspresi relative dari gen c-Myc dilakukan dengan formula Livak berdasarkan nilai Ct yang diperoleh dengan gen 18S. Sebagai kontrol, konfirmasi ekspresi gen c-Myc dikonfirmasi melalui elektroforesis.
Hasil: Ekspresi c-Myc pada sampel sel punca kanker payudara CD44+/CD24- yang diinduksi hipoksia selama 0.5 jam sedikit mengalami peningkatan dibandingkan dengan sampel 0 jam walaupun tidak signifikan. Ekspresi c-Myc pada sampel yang diinduksi hipoksia selama 4, 6 dan 24 jam menurun dibandingkan sampel yang tidak diinduksi hipoksia.
Kesimpulan: Ekspresi c-Myc pada sel punca kanker CD44+/CD24- yang digunakan dalam eksperimen ini cenderung menurun pada 3 durasi hipoksia yang berbeda (4 jam, 6 jam dan 24 jam) pada kondisi in vitro.

Background: Data from World Health Organization, Centers for Disease Control and Prevention and Kementerian Kesehatan RI show that breast cancer is the most common cancer among women. Eradicating cancer through several treatments have been done but there are cases in which cancer relapse is reported. Cancer stem cells have been found to develop the cancer as well as play important role in cancer regrowth. According to some researches, CD44+/CD24- breast cancer stem cells potential to cancer development is high. Several genes which have role as transcription factors may contribute to cancer growth and some act to maintain the cancer stemness and pluripotency level. c-Myc is one gene which maintains iPS (induced pluripotent stem cells) along with KLF4, Oct4, SOX2 and Nanog. However, during the cancer growth the cancer microenvironment becomes hypoxic. In accordance to this, the effect of hypoxia towards the gene expression acting in cancer pluripotency was not yet clear. Therefore c-Myc expression in hypoxia-induced breast cancer stem cells was assessed in this research.
Method: The CD44+/CD24- breast cancer stem cells (BCSCs) are induced by several hypoxia durations (0 hour, 0.5 hour, 4 hours, 6 hours and 24 hours) in hypoxia chamber. The mRNA of BCSCs is extracted through RNA isolation procedure. Following this, qRT-PCR procedure is done to amplify the mRNA. The Ct (cycle threshold) obtained from qRT-PCR are calculated using Livak formula to get the c-Myc relative expression from the samples. Ct of 18S is used to normalize the c-Myc Ct. Electrophoresis is done next to confirm the c-Myc expression.
Results: c-Myc expression in 0.5 hour hypoxia induced CD44+/CD24- breast cancer stem cells sample is slightly high than in 0 hour hypoxia induced sample, even though the increase is not significant. Meanwhile, c-Myc expression in 4, 6 and 24 hours hypoxia induced samples are lower than 0 hour hypoxia induced sample.
Conclusion: c-Myc expression from the breast cancer stem cell CD44+/CD24- samples used in this experiment tend to have gradual decrease during 3 different periods (0 hour, 0.5 hour, 4 hours, 6 hours and 24 hours) of hypoxia in vitro.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S70415
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pelupessy, Nugraha Utama
"ABSTRAK
Nama :Nugraha Utama PelupessyProgram Studi :S3 Ilmu KedokteranJudul :Marker Cancer Stem Cells CD133, CD44, dan ALDH1A1 Sebagai Faktor Prognostik pada Kanker Ovarium Tipe Epitelial Kanker ovarium merupakan penyakit yang bersifat heterogen dan kebanyakan pasien datang dengan stadium lanjut. Kanker ovarium epitelial tipe II mempunyai sifat pertumbuhan tumor yang cepat dan secara genetik labil dibandingkan tipe I. Keberadaan cancer stem cells CSC dianggap sebagai salah satu faktor prognostik terjadinya kemoresisten dan kesintasan hidup yang rendah.Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan CSC sebagai faktor prognostik dengan menggunakan marker CD133, CD44, dan ALDH1A1 pada kanker ovarium tipe epitelial.Marker CD133, CD44, dan ALDH1A1 diperiksa dengan imunohistokimia dan flowcytometry. Hasil ekspresi marker CSC pasien kanker ovarium tipe I dan tipe II dimasukkan kedalam suatu tabel yang dihubungkan dengan respons kemoterapi dan kesintasan hidup. Analisis data dilakukan dengan program computer STATA 14. Analisis kesintasan dilakukan dengan analisis Kaplan-Meier dan uji asumsi cox proportional hazard. Analisis multivariat dipakai untuk model prognosis selama 10 bulan. Sistem skoring dibuat dengan menggunakan receiver operating characteristic ROC curve analyses.Data demografi kelompok terbanyak adalah usia ge; 45 tahun; 40 sampel 72,7 , stadium I, 23 sampel 41,8 , diferensiasi buruk 30 sampel 54,5 , dan tipe II 16 sampel 29,1 . Perbedaan yang bermakna antara tipe histopatologi dengan marker CSC hanya terlihat pada marker CD44. Skor Prediksi Kemoresisten SPKr 10 bulan yang dihubungkan dengan 4 variabel yaitu usia ge; 45 tahun, tipe II, stadium III minus;IV, dan CD44 tinggi dengan ROC 72,47 dan probabilitas post test 82,5 . Kurva ROC berdasarkan kombinasi marker CSC dan faktor klinikopatologi yaitu stadium III minus;IV, usia ge; 45 tahun, diferensiasi buruk, tipe II, CD133 negatif, CD44 tinggi, dan ALDH1A1 tinggi adalah 0,841. Skor Prediksi Kematian SPKm 10 bulan yang dihubungkan dengan 3 variabel yaitu stadium III minus;IV, tipe II, dan CD44 tinggi dengan AUC 80,44 dan probabilitas post test 78,7 . Kurva ROC berdasarkan kombinasi marker CSC dan faktor klinikopatologi yaitu stadium III minus;IV, usia ge; 45 tahun, diferensiasi buruk, tipe II, CD133 positif, CD44 tinggi, dan ALDH1A1 tinggi adalah 0,841.Simpulan: Marker CD44 terbukti berperan pada kanker ovarium tipe II. Skor Prediksi Kemoresisten dan Skor Prediksi Kematian dapat ditentukan selain dengan faktor klinikopatologi, juga dengan memakai marker CSC. Kata kunci: ALDH1A1, CD44, CD133, CSC, kanker ovarium epitelial, kesintasan hidup, respons kemoterapi.

ABSTRACT
Name : Nugraha Utama PelupessyStudy Program : Doctoral Program Medical SciencesTitle :Cancer Stem Cell CD133, CD44 andALDH1A1 Markers As Prognostic Factors on Epithelial Ovarian Cancer. Ovarian cancer is a heterogeneous disease and most of the patients came with an advanced stage. Epithelial ovarian cancer type II has the characteristic of rapid tumor growth and genetically more labile than that of type I. The presence of cancer stem cells CSC is considered as one of the prognostic factors of low mortality and survival.The aims of this study was to prove CSC as prognostic factors using CD133, CD44, and ALDH1A1 markers on epithelial ovarian cancer.Clinicopathology and demographic data were collected from medical records. CD133, CD44, and ALDH1A1 markers were examined with flowcytometry and immunohistochemistry. CSC marker expression of the patients with ovarian cancer type I and II was connected with chemotherapy and survival response. Data analysis was done by using STATA 14 software. Survival analysis was done by using Kaplan-Meier analysis and Cox proportional hazard test. Multivariate analysis is used for prognosis model for ten months. Receiver Operating Characteristic ROC curve analyses was used as the system scoring. The highest group demographic data were age ge; 45 years; 40 samples 72.7 , stage I, 23 samples 41.8 , poor differentiation 30 samples 54.5 , and type II 16 samples 29.1 . A significant difference between the histopathologic type and the CSC marker was seen only in CD44 marker. Chemoresistance Prediction Score in 10 months was associated with 4 variables ie age ge; 45 years, type II, stage III minus;IV, and CD44 high with ROC 72.47 and posttest probability 82.5 . The highest chemoresitency scoring ROC curve based on the combination of CSC marker and clinicopathology factors; stage III minus;IV, age ge; 45 years, poor differentiation, type II, negative CD133, high CD44, and high ALDH1A1, was 0.841. Mortality Prediction Score in 10 months was associated with 3 variables is stage III minus;IV, type II, and CD44 high with AUC 80.44 and posttest probability 78.7 . The highest mortality scoring ROC curve based on the combination of CSC marker and clinicopathology factors; stage III minus;IV, age ge; 45 years, poor differentiation, type II, positive CD133, high CD44, and high ALDH1A1, was 0.841. Conclusion: The CD44 marker has a role in type II ovarian epithelial cancer. Chemoresistance Prediction Score and Mortality Prediction Score can be determined from clinicopathological factors and using CSC marker. Keywords: ALDH1A1, CD44, CD133, chemotherapy response, CSC, Epithelial Ovarian Cancer, survival"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diani Kartini
"

Karsinoma sel skuamosa rongga mulut (KSS-RM) merupakan keganasan yang

menempati urutan ke-6 dari seluruh kasus kanker di dunia. Pembedahan
merupakan terapi utama KSS-RM namun pada KSS-RM lanjut lokal,
pembedahan merupakan tantangan bagi dokter bedah karena struktur anatomi
yang rumit dan dampaknya terhadap kualitas hidup penderita Oleh karena itu
dipikirkan pemberian kemoterapi neoadjuvan (KN) pada KSS-RM stadium lanjut
lokal untuk mengecilkan tumor. Kemoresistensi merupakan masalah pemberian
KN pada KSS-RM stadium lanjut lokal akibat microenvironment yang hipoksik
ditandai dengan peningkatan ekspresi HIF-1α. Kemoresistensi juga diregulasi oleh
miR-210 serta peningkatan ekspresi penanda sel punca CD44 dan CD133.
Melatonin memiliki efek antioksidan kuat dan efek onkostatik sehingga
diharapkan dapat memperbaiki kondisi hipoksia tumor.
Penelitian ini merupakan uji klinis dengan desain paralel acak tersamar
pembanding plasebo, yang dilaksanakan pada bulan Juni 2017 hingga Juli 2018,
bertujuan untuk mengetahui efektivitas melatonin dalam meningkatkan respons
klinis penderita KSS-RM stadium lanjut lokal yang diberikan kemoterapi
neoadjuvan dan apakah melatonin dapat memperbaiki hipoksia yang ditandai
dengan penurunan ekspresi HIF-1α, miR-210, CD44, dan CD133. Sebanyak 50
pasien KSS-RM stadium lanjut lokal dari RSCM dan RSKD dirandomisasi.
Sebanyak 25 pasien mendapat kombinasi melatonin dan KN (taksan, sisplatin,
dan 5-fluorourasil) dan 25 pasien lainnya mendapat KN saja. Sebanyak 25 pasien
yang menyelesaikan protokol penelitian (13 pasien kelompok melatonin dan 12
pasien kelompok plasebo). Perubahan ekspresi HIF-1α, miR-210, CD44, dan
CD133 yang diukur dari jaringan biopsi sebelum terapi dan jaringan biopsi/eksisi
luas pasca terapi, menggunakan metode qRT-PCR absolute quantification. Selain
itu untuk menilai respons klinis digunakan RECIST 1.1 sebelum dan sesudah KN.
Melatonin 20 mg perhari menurunkan ekspresi HIF-1α (p = 0,301), miR-210 (p =
0,767), dan CD44 (p = 0,103) namun tidak bermakna jika dibandingkan plasebo.
Ekspresi CD133 meningkat pada kedua kelompok melatonin dan plasebo (p =
0,301) walaupun tidak bermakna. Melatonin 20 mg perhari selama 1 minggu
sebelum KN pertama dimulai sampai KN selesai tidak memberikan perbedaan
respons positif yang bermakna pada dua kelompok. Penurunan konsentrasi HIF-
1a dan CD133 tidak diikuti penurunan persentase sisa tumor. Pada kelompok
melatonin, ekspresi CD44 dan miR-210 menurun diikuti penurunan persentase
sisa tumor yang tidak bermakna dibandingkan plasebo. Pada kelompok yang
mendapat melatonin, persentase sisa tumor 21,35% lebih rendah dibandingkan
kelompok plasebo meskipun tidak berbeda bermakna (p = 0,531).


Squamous cell carcinoma of the oral cancer (OSCC) is the sixth most common

malignancy of all malignant tumors. Surgery is the mainstay of treatment for oral
cavity cancers. Surgery in locally advanced OSCC presents many challenges
primarily because the head and neck region have many critical structures that can
be damaged by tumor or treatment. Damage to these structures can result in
significant structural, cosmetic and functional deficits that negatively impact
quality of life. Therefore, it is thought that neoadjuvant chemotherapy (KN) in
local advanced stage OSCC is to shrink the tumor. The chemoresistancy is a
problem of KN administration in locally advanced OSCC due to a hypoxic
microenvironment characterized by increased expression of HIF-1α. The
chemoresistancy is also regulated by miR-210 as well as increased expression of
CD44 and CD133 stem cell markers. Melatonin has powerful antioxidant effects
and oncostatic effects that are expected to improve tumor hypoxia.
This study is a double-blind, randomized clinical trial, which was carried out in
June 2017 to July 2018 to determine the effectiveness of melatonin in improving
the clinical response of locally advanced OSCC patients given neoadjuvant
chemotherapy and whether melatonin can improve hypoxia marked by decreased
expression of HIF-1α, miR-210, CD44, and CD133. Only 25 patients had
completed the study protocol, 13 in melatonin group and 12 in placebo group. The
difference in HIF-1α, miR-210, CD44, and CD133 expression were measured as a
delta concentration using absolute quantification qRT-PCR. The concentration of
the biomolecular markers within the tumor tissue taken from the first biopsy (pretreatment)
were determined using qRT-PCR then subtracted from the
concentration of biomarkers taken from the second biopsy. The clinical response
was assessed using RECIST 1.1.
The administration of melatonin 20 mg/day decreased the expression of HIF-1α
(p = 0,301), miR-210 (p = 0,767), and CD44 (p = 0,103) but not statistically
significant. CD133 expression increased in both group melatonin and placebo (p
= 0,301). Melatonin 20 mg per day for 1 week before NC was started until NC
was completed did not give a significant difference in positive responses in the
two groups. The decrease concentrations of HIF-1 and CD133 were not followed
by a decrease in the percentage of remaining tumors. The melatonin group
showed a decrement in CD44 and miR-210 followed by a decrement in the
percentage of remaining tumors that were not significant compared to placebo. In
this study, melatonin did not increase the clinical response although there is
21.35% decrement in tumor mass in melatonin group compare (p = 0,531).

"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizki Sekar Arum
"Kanker payudara menjadi penyebab kematian utama akibat kanker pada wanita. Metastasis dan kekambuhan menjadi faktor penyebab utama kematian akibat kanker. Metastasis menyebabkan sel tumor menginvasi dan menyebar melalui pembuluh darah menuju organ tubuh lain dan resistensi disebabkan karena sel punca yang memiliki kemampuan untuk self-renewal. Gen EpCAM dan CD44 dilaporkan memiliki kaitan dengan kepuncaan sel kanker. Sampai saat ini, pengembangan pengobatan kanker payudara masih terus dilakukan. Penggunaan kultur primer dalam studi in vitro terus dikembangkan karena hasil kultur primer homogen dengan lingkungan kanker primer. Optimasi kultur primer masih perlu dikembangkan. Selain itu, untuk melihat kepuncaan sel kanker diperlukan studi ekspresi gen terkait sel punca, yaitu EpCAM dan CD44. Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi kultur primer kanker payudara dan mendeteksi sel punca menggunakan gen EpCAM dan CD44. Sampel kanker payudara didapatkan dari 10 pasien RS Cipto Mangunkusumo. Sampel yang digunakan adalah sampel high proliferative dan low proliferative. Metode kultur primer yang digunakan adalah metode enzimatis dan eksplan. Pengamatan kultur sel dilakukan selama 30 hari. Pada pengamatan molekuler, jaringan asal kanker dan sel hasil kultur primer digunakan untuk melihat ekspresi gen menggunakan metode qPCR. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa metode yang berhasil untuk menumbuhkan sel kanker payudara adalah metode eksplan dan karakteristik sampel high proliferative. Sel sferoid (3D) didapatkan pada kultur kanker payudara. Hasil ekspresi gen menunjukkan ekspresi EpCAM dan CD44 tidak berbeda nyata (P>0,05) antara hasil kultur dan jaringan asal. Ekspresi gen yang tinggi diketahui berkorelasi dengan kehadiran sel punca

Breast cancer is the leading cause of death from cancer in women. Metastases and relapses are the main contributing factors to death from cancer. Metastases cause tumor cells to invade and spread through blood vessels to other organs of the body and resistance is caused due to stem cells having the ability to self-renew. The EpCAM and CD44 genes are reported to be associated with cancer cell stemness. To date, the development of breast cancer treatment is still being developed. The use of primary culture in in vitro studies continues to be developed because the results of the primary culture are homogeneous with the primary cancer environment. However, optimization of primary culture is still required to be developed. In addition, to see the cancer stemness, studies of stem cell-related gene expression are needed, namely EpCAM and CD44. This study aims to optimize the primary culture of breast cancer and detect stem cells using the EpCAM and CD44 genes. Breast cancer samples were obtained from 10 patients at Cipto Mangunkusumo Hospital. The samples used were high proliferative and low proliferative samples. The primary culture methods used were enzymatic and explanatory methods. Observation of cell cultures was carried out for 30 days. In molecular observations, cancer origin tissue and primary cultured cells were used to see gene expression using the qPCR method. The results obtained showed that the successful method for growing breast cancer cells is the explant method. Spheroid (3D) cells were obtained in breast cancer cultures. Gene expression results showed that EpCAM and CD44 expression did not differ significantly (P>0.05) between culture results and tissue origin. High gene expression is known to correlate with the presence of stem cells."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>