Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ensink, J.
Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1967
899.222 ENS o
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dwi Puspitorini
"Teks Cantakaparwa (CP) yang ditulis di atas lontar merupakan teks prosa berbahasa Jawa Kuno. Teks ini tergolong unik
dan menarik selain karena memuat cerita Sutasoma yang terkenal juga bahasa yang digunakan memperlihatkan campuran
struktur Bahasa Jawa Kuno (BJK) dan bahasa Jawa (BJ) sebagaimana digunakan oleh orang Jawa saat ini. Hal tersebut
menjadi latar belakang dilakukannya penelitian terhadap aspek gramatikal teks CP. Penelitian yang masih dalam tahap awal
ini memilih verba sebagai focus alisis. Alasan yang mendasarinya adalah karena verba secara dominan menjadi pengisi
predikat, sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang paling penting. Ada dua pokok bahasan yang disorot yaitu (a)
bagaimana tata bentuk kata polimorfemis berkategori verba dalam teks Cantakaparwa; dan (b) bagaimana struktur kalimat
berpredikat verbal dalam teks Cantakaparwa? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linguistik sinkronik,
yang sering pula disebut deskriptif. Metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini karena melihat bahasa yang
hidup dalam kesatuan kurun waktu tertentu. Hasil penelitian menunjukkan adanya gabungan antara aspek gramatikal BJK
dan BJ di dalam teks CP. Afi ks pembentuk verba sebagian besar sama dengan yang ada di BJK, namun bentuk-bentuk
yang hanya dimiliki oleh BJ sudah muncul. Pola kalimat P + S yang dalam BJK biasanya dibatasi dengan partikel penegas,
sedikit sekali ditemukan dalam teks CP.
Cantakaparwa Manuscripts (CP) written on palm-leaves are prose texts in old Javanese. These texts considered unique and
interesting because they contain the famous story of Sutasoma and the language used in it is the combination of old and
modern Javanese. These are the main reason why the grammatical aspects of CP texts become the focus of this research.
This research, which is still in its early stage, chose verbs as the focus of the analysis. The reason is that verbs dominantly
function as predicate, and predicate is the most important part of a sentence. There are two topics that will be focused on, i.e.
(a) what are the forms of polymorpheme verbs in CP texts?, (b) what are the structure of sentences with verbal predicates in
CP texts? The method used in this research is a synchronic language method, which is also known as a descriptive method.
This method is considered in accordance with the objective of this research because it tries to fi nd out a language that exists
at a certain time. The results of the research show that there are some combinations of old and modern Javanese grammatical
aspects in CP texts. Most affi xes that function as verb formers in modern Javanese are the same as those in old Javanese.
However, the forms that can only be found in modern Javanese began to appear. The sentence patterns with Predicate +
Subject in old Javanese are usually marked by particles of emphasis, but they are rarely found in CP texts."
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2002
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Puspitorini
"ABSTRAK
Teks Cantakaparwa (CP) yang ditulis di atas lontar merupakan teks prosa berbahasa Jawa Kuno. Teks ini tergolong unik dan menarik selain karena memuat cerita Sutasoma yang terkenal juga bahasa yang digunakan memperlihatkan campuran struktur BJK dan bahasa Jawa (BJ) sebagaimana digunakan oleh orang Jawa saat ini. Hal tersebut menjadi latar belakang dilakukannya penelitian terhadap aspek gramatikal teks CP.
Penelitian yang masih dalam tahap awal ini memilih verba sebagai focus alisis. Alasan yang mendasarinya adalah karena verba secara dominan menjadi pengisi predikat, sedangkan predikat adalah bagian kalimat yang paling penting. Ada dua pokok bahasan yang disorot yaitu (a) bagaimana tata bentuk kata polimorfemis berkategori verbs dalam teks Cantakaparwa: dan (b) bagaimana struktur kalimat berpredikat verbal dalam teks Cantakaparwa?
Metade yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode linguistik sinkronik, yang sering pula disebut deskriptif. Metode ini dipandang sesuai dengan tujuan penelitian ini karena melihat bahasa yang hidup dalam kesatuan kurun waktu tertentu.
Hasil penelitian menunjukkan adanya gabungan antara aspek gramatikal BJK dan BJ di dalam teks CP. Afiks pembentuk verba sebagian besar soma dengan yang ada di BJK, namun bentuk-bentuk yang hanya dimiliki aleh BJ sudah muncul. Pola kalimat P + S yang dalam BJK biasanya dibatasi dengan partikel penegas, sedikit sekali ditemukan dalam teks CP. "
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2001
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Woro Retno Mastuti
"Cerita Sutasoma adalah kisah tentang Sutasoma sebagai titisan Buddha menjelma ke dunia untuk menyelamatkan manusia dari serangan raksasa. Dalam karya sastra Jawa Kuno, cerita ini digubah dalam bentuk kakawin Sutasoma. Selain berisi tentang kepahlawanan Sutasoma, kakawin ini juga menyuguhkan ide-ide religius yang muncul pada jaman Majapahit. Kakawin Sutasoma sendiri digubah oleh Mpu Tantular antara tahun 1365 sampai 1389. Selain itu, Sutasoma juga dapat ditemukan dalam bentuk parwa (prosa Jawa Kuno). Kisah Sutasoma tersebut dapat kita jumpai dalam naskah Cantakaparwa, yang dianggap sebagai ensiklopedi sastra Jawa Kuno. J. Ensink telah membahasnya dengan menggunakan naskah-naskah koleksi Kirtya, Bali. CP. 21 adalah naskah Cantakaparwa koleksi FSUI yang luput dari pembahasan Ensink_ Di samping itu, naskah-naskah Cantakaparwa koleksi Perpustakaan Nasional RI Jakarta juga belum dibahas oleh Ensink. Penelitian terhadap cerita Sutasoma dalam Cantakaparwa ini menggunakan pendekatan filologi dan analisis sastra ( pendekatan intrinsik).
Naskah Cantakaparwa yang diteliti ada 5 naskah. Dari ke-5 naskah tersebut dapat dibagi 2, yaitu naskah koleksi PNRI merupakan satu kelompok dengan naskah garapan Ensink; sementara naskah CP.21 adalah varian dari naskah kelompok Ensink. Dan sudut sastra, nilai estetika yang terkandung dalam kakawin Sutasoma lebih dapat dirasakan dan dinikmati ketimbang parwa, yang sederhana dan lugas. Nilai keindahan dalam kakawin mempunyai arti sebagai doa sang penyair kepada `dewa keindahan'. Sampai saat ini, cerita Sutasoma masih digemari di Bali. Cerita tersebut ditransformasikan dalam berbagai bentuk, antaral lain seni lukis, wayang. Bahkan Pemda Dati 1 Bali menyebarluaskan cerita Sutasoma ini di kalangan pelajar, dalam bahasa Bali. Hanya saja, tema religius yang sangat kental dalam kakawin Sutasoma, berganti menjadi tema kepahlawanan."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 2000
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library