Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 14 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maria Immaculatus Djoko Marihandono
Abstrak :
ABSTRAK
Dalam kajian ini telah dilakukan pembahasan mengenai kebijakan Gubernur Jenderal Daendels selama menjabat sebagai Gubernur Jenderal di Jawa tahun 1808-1811. Berdasarkan permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut ini. Untuk menjawab permasalahan pertama penelitian ini, yakni adakah kaitan antara sistem pemerintahan Napoleon Bonaparte dan pemerintahan Daendels di Jawa, berdasarkan penelitian arsip dapat disimpulkan bahwa terdapat kaitan yang erat
2005
D1593
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Bisman Bhaktiar
Abstrak :
Pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom di Indonesia sejak awal kemerdekaan sampai dengan masa pasca reformasi diwarnai dengan pasang surut perkembangannya, baik dari aspek konsep, bobot atau besaran urusan pemerintahan yang terbagi untuk Pemerintah dan daerah otonom serta kecenderungannya ke arah sentralisasi atau desentralisasi. Berkaitan dengan itu, penelitian ini melakukan kajian terhadap bagaimana dinamika pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom serta faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif. Oleh karena itu, penelitian ini mendeskripsikan desentralisasi dan otonomi daerah serta pembahasan tentang pengaturan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom dalam undang-undang dasar dan undang-undang, mulai saat Indonesia merdeka hingga saat ini. Dari penelitian ini menunjukkan telah terjadi dinamika pengaturan dan kondisi yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengaturan tentang pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom di Indonesia, diantaranya adalah kondisi sosial dan politik, perubahan konstitusi dan politik hukum. Kondisi sosial dan politik yang berkembang, sangat berpengaruh pada pengaturan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dan daerah otonom. Pada konfigurasi politik yang demokratis dan terdapat keseimbangan diantara kekuatan politik, maka hubungan Pemerintah dan daerah otonom akan cenderung desentralisasi. Namun sebaliknya, pada konfigurasi politik yang tidak demokratis atau otoritarian maka hubungan Pemerintah dan daerah otonom cenderung sentralisasi.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T26625
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiyanti
Abstrak :
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan e-faktur sebelum dan sesudah pemusatan PPN dan faktor yang menyebabkan e-faktur tidak dapat mengakomodir aturan pemusatan PPN hingga mendorong terjadinya ketidakpatuhan pajak. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menganalisis lebih dalam fenomena penerapan e-faktur terkait pemusatan PPN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan e-faktur telah memberikan kemudahan kepada PKP dalam menjalankan kewajiban perpajakannya. Namun, e-faktur memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menyediakan sarana pelaporan untuk membetulkan data PPN cabang setelah pemusatan sehingga mempengaruhi perilaku PKP dari patuh menjadi tidak patuh. ...... This study aims to analyze the application of e-faktur before and after VAT centralization and the factors that cause e-faktur to not accommodate the VAT centralization rules to encourage tax non-compliance. This study uses qualitative methods to deep analyze into the phenomenon of the application of e-faktur related to VAT centralization. The result of the study indicates that overall e-faktur has provided convenience to PKP in carrying out their tax obligations. However, e-faktur has the disadvantage of not being able to provide a report to correct branch’s VAT data after centralization, thus alters PKP behavior from being obedient to non-compliance.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2019
T52988
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andi Kusnanto
Abstrak :
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat dan Komisi Pemilihan Umum sepakat menetapkan penyelenggaraaan Pemilu serentak pada tahun 2024. Penyelenggaraan Pemilu tesebut mengakibatkan berakhirnya masa jabatan definitif bagi 271 kepala daerah pada rentang tahun 2022 dan 2023, oleh sebab itu kekosongan jabatan tersebut harus diisi oleh Penjabat Kepala Daerah. Penelitian ini menggunakan metode doktrinal, berdasarkan sumber data sekunder, sehingga pengumpulan informasinya dilakukan melalui studi kepustakaan. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif. Tulisan ini menganalisis implikasi pengangkatan penjabat kepala daerah terhadap hubungan pusat dan daerah pada masa transisi menuju Pemilu serentak tahun 2024 dengan pokok persoalan pertama mengenai kedudukan dan wewenang penjabat kepala daerah; dan kedua, mengenai implikasi pengangkatan penjabat kepala daerah terhadap hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Tulisan ini menemukan bahwa mekanisme pengangkatan penjabat kepala daerah cenderung terpusat dengan memberikan porsi keterlibatan yang minim terhadap daerah. Kesimpulannya dalam konteks hubungan pusat dan daerah mekanisme pengangkatan penjabat mengakibatkan spanning of interest antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang berimplikasi pada terjadinya sentralisasi kekuasaan. ......The government, together with the House of Representatives and the General Elections Commission, agreed to set simultaneous elections in 2024. The holding of the election resulted in the end of the definitive term of office for 271 regional heads between 2022 and 2023, therefore the vacancy must be filled by the Acting Regional Head. This research uses doctrinal methods, based on secondary data sources, so that the collection of information is carried out through literature studies. The data analysis method used is qualitative analysis. This paper analyzes the implications of the appointment of acting regional heads on central and regional relations during the transition period towards simultaneous elections in 2024 with the first point regarding the position and authority of acting regional heads; and second, regarding the implications of the appointment of acting regional heads on the relationship between the central government and local government. This paper found that the mechanism for appointing acting regional heads tends to be centralized by providing a minimal portion of involvement with the regions. In conclusion, in the context of central and regional relations, the mechanism for appointing acting officials resulted in a spanning of interest between the central government and local governments, which has implications for the centralization of power.
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ma Rifatul Amalia
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang faktor-faktor yang menyebabkan permasalahan dalam penerapan sistem sentralisasi pengelolaan keuangan di Universitas Indonesia, dengan studi kasus di Fakultas Ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dan wawancara mendalam. Hasil analisis menyimpulkan bahwa terdapat empat faktor penyebab permasalahan dalam penerapan sistem sentralisasi pengelolaan keuangan di UI, yakni: aspek ketepatan konsep sentralisasi, aspek proses desain sistem, aspek metode implementasi sistem, dan aspek dokumentasi prosedur pelaksanaan. Adapun faktor penyebab permasalahan dalam penerapan sistem sentralisasi pengelolaan keuangan di FE ada tiga, yakni: aspek dasar hukum pelaksanaan sentralisasi, aspek proses desain sistem, dan aspek dokumentasi prosedur pelaksanaan. Sistem sentralisasi pengelolaan keuangan di UI sebaiknya dilanjutkan dengan penyempurnaan-penyempurnaan sehingga tetap mampu menjamin efektivitas sistem dan menjaga kelancaran dana.
The purpose of the study is to describe factors which caused problems in implementation of financial centralization in Universitas Indonesia, and the case study in Faculty of Economics. This research uses qualitative analysis and indepth interview to collect the data. The conclusion is there are four factors that caused problems in implementation of financial centralization in UI, such as: rightness of centralization concept, aspect of system design process, aspect of system implementation method, and aspect of procedures documentation. There are also three factors caused problems in implementation of financial centralization in FE, such as: legal aspect of the system, aspect of system design process, and aspect of procedures documentation. Financial centralization system in UI should be continued with some evaluation and improvement.
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
S55930
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yutaka Ueda
Abstrak :
ABSTRACT
The purpose of this paper is to assess the impact of organizational structure and process factors on customer satisfaction, and to examine the mediating role of organizational commitment (affective commitment) on these relationships. The Round 3 data from the High Performance Manufacturing (HPM) project were used for this study. The data includes 266 plants from 9 industrialized countries. A simple Sobel test demonstrated the partial mediating effect of affective commitment. Structural equation modeling (SEM) revealed that when two structural factors and one process factor are considered, affective commitment partially mediates the effect of the flatness of organizational structure and supervisory interaction facilitation, but does not mediate the effect of the centralization of authority. Some limitations of this study are highlighted and future expectations provided.
Tokyo: Center for Asian and Pacific Studies, Seikei University, 2017
915 RAPS 42 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Vanitta Wenan Subrata
Abstrak :
Besarnya pengaruh peraturan perundangan terhadap kehidupan rumah sakit, menjadi dasar untuk meninjau kembali kebijakan perumahsakitan tersebut. Dalam pelaksanaannya, peraturan perundangan dibagi dalam 2 sistem, yaitu : sistem sentralisasi dan otonomi daerah. Dalam sistem sentralisasi, kekuasaan atau kewenangan berada di tangan Pemerintah Pusat, sedangkan dalam otonomi daerah kekuasaan atau kewenangan berada ditangan Daerah. Untuk melihat dan mengenali bagaimana sistem tersebut diterapkan dalam dunia perumahsakitan, khususnya dalam perizinan perumahsakitan dilakukanlah sebuah studi kasus. Studi kasus ini dianalisa secara kualitatif. Peneliti mengumpulkan dan menganalisis peraturan perundangan perizinan RS yang berlaku saat ini, kemudian peneliti melakukan klasifikasi peraturan perizinan RS berdasarkan siklus hidup rumah sakit (peraturan perundangan mengenai rencana dan bangunan, peraturan perundangan mengenai organisasi dan manajemen, peraturan perundangan mengenai hasil pelayanan, peraturan perundangan mengenai akreditasi dan sertifikasi, peraturan perundangan mengenai peran serta masyarakat, dan peraturan perundangan mengenai sanksi dan penutupan). Setelah mengetahui dan mengelompokkan peraturan perizinan RS, kemudian kewenangan diidentifikasi dan diklasifikasikan kedalam sistem sentralisasi dan otonomi daerah sesuai yang tertulis didalam peraturan perundangan itu sendiri. Lebih lanjut, penulis memberikan saran-saran mana kewenangan yang dapat diserahkan kepada daerah mana yang masih tetap menjadi kewenangan Pusat. Hasil penelitian, pertama ditemukan ada 27 peraturan perizinan perumahsakitan. Keseluruh peraturan tersebut tersebar dalam berbagai sumber, tidak terorganisir dan tidak sistematik. Kedua, mayoritas otoritas dipegang oleh Pemerintah Pusat, hanya 2 (dua) yang menjadi kewenangan daerah. Melalui penelitian ini, saran yang diajukan adalah pertama, mengorganisir dan mengumpulkan semua peraturan perundangan perizinan RS kedalam satu peraturan perizinan yang lengkap yang mencakup keenam langkah siklus hidup RS. Disarankan dibuat secara sistematis dan jelas (termasuk semua kualifikasi dan persyaratan, juga biaya untuk mendirikan RS). Kedua, sebaiknya dibuat kebijakan satu pintu. Ketiga, agar segera dipertimbangkan untuk menyerahkan beberapa kewenangan Pusat kepada Daerah menjadi kewenangan daerah. ......Great impact of rules and laws on hospital life became the reason to reconsider the hospital rules and laws. On practicing rules and laws there is a system of authority. This system is divided into 2: centralization and district autonomy. In centralization system, the power is in Central Government's hand, while in district autonomy is in districts. To see and to understand how the centralization and district autonomy works on the hospital licensing regulations a study was conducted. This case study was analyzed qualitatively. The researcher gathered and analyzed all the hospital licensing regulations which prevail now, then classified them into hospital's life cycle (regulations of planning and building, regulations of organization and management, regulations of service output, regulations of accreditation and certification, regulations of participation of society, regulations of sanction and closing). After knowing and grouping all the hospital licensing regulations, then the writer identified and classified the regulations into centralization and district autonomy as it was written in the rules and regulations. Furthermore the writer gave suggestions about which one can be handed over by the Central Government to district autonomy and which one was still in Central. It was found, firstly that there were 27 hospital licensing regulations. All these regulations were scattered in many sources, not well-organized, and not systematic. Secondly, the majority of the authorities were hold by the Central Government, only 2 matters were district's autonomy. By this research, the writer suggested some ideas of ways out. First, to organize or to gather all the hospital licensing regulations, and to make it into one complete regulations that covers all the six steps of hospital life cycle. It was suggested to organize it systematically and clearly (including all the qualifications and the requirements, and also the expense for building or malting a hospital). Secondly, it was suggested to arrange or to make it into one door policy. Thirdly, soon consider to hand over some authorities from Central Government to district autonomy to be the District's autonomy.
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2000
T7781
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setio Utomo
Abstrak :
Paradigma pendekatan pembagunan saat ini telah mengalami pergeseran secara signifikan dari yang sifatnya sentralisasi, top down, kini bergeser kearah sistim desentralisasi dan bottom up. Bahkan saat ini trend pembangunan juga mulai memperlakukan masyarakat sebagi pelaku utama. Program-program pembangunan yang mengklaim berbasis masyarakat (community based) hampir dapat dijumpai dalam setiap departemen pemerintahan bahkan pemerintah daerah juga mulai mengadopsi sistem ini. Program-program seperti PPK (Depdagri), P2KP ( Departemen Kimpraswil). PPMK (Pemda DK]) adalah contoh dari model pembangunan yang menggunakan community based. Disemua program pemberdayaan masyarakat tersebut hampir seluruh program yang dijalankan memiliki komponen pendamping di dalamya. Kebcradaan pendamping ini diharapkan menjadi facilitator dan mediator antara masyarakat dan program. Dengan demikian maka posisi pendamping dalam sebuah program sangat berpengaruh untuk mencapai keberhasilannya. Pendamping menjadi ujung tombak dari program yang akan dijalankan. Di sisi finansial komponen pendamping ini juga memiliki nilai yang signifikan dari seluruh pembiayaan program, sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja dan sumebr daya manusia komponen ini juga dapat dijadikan sarana transformasi sosial. Karena pentingnya posisi dan pecan pendamping dalam sebuah program maka penulis tertarik dan mencoba memperlajari proses pendampingan yang terjadi dan dan mengkaji faktor-faktor apa yang mempengaruhi pendamping dalam menjalankan tugasnya. Dengan mengambil sebuah contoh kasus di Desa Pantai Sederhana di Kecamatan Muara Gembong, Bekasi, penulis ingin mengkaji sejauhmana pengaruh faktor-faktor internal dan ekstemal yang ada pada pendamping mempengaruhi keberhasilan pendampingan. Didasarkan pada persoalaan diatas penulis mencoba membagi faktor-faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi keberhasilan pendampingan kedalam beberapa aspek yaitu aspek internal, aspek ini berkaitan dengan diri pendamping dan melekat padanya. Untuk mengetahui aspek ini maka dapat dilihat dari beberapa faktor yaitu : (1) pemahaman pendamping terhadap program, (2) pemahaman pendamping terhadap karakter budaya setempat, (3) pemahaman pendamping terhadap wilayah geografis, (4) kemampuan komunikasi dan sosialisasi pendamping dan (5) kemampuan motivasi pendamping. Sedangkan aspek lainnya yaitu aspek eksternal, yaitu aspek yang berada diluar diri pendamping yang sangat mempengaruhi seluruh proses yang akan dilakukan pendamping di lapangan. Aspek tersebut berhubungan dengan fasilitas dan pendukung yang diberikan kepada pendamping dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di lapangan. Aspek eksternal ini merupakan aspek yang menjadi tanggung jawab pengelola program. Dari hasil temuan penelitian yang mengambil kasus pendampingan sebuah program di Desa Pantai Sederhana, Bekasi, ditemukan fakta bahwa faktor-faktor diatas sangat berpengaruh dalam proses pendampingan. Aspek internal misalnya, temuan dilapangan membuktikan apabila pendamping memiliki kualitas yang memadai dari sisi aspek internal maka pendamping tidak menghadapi kesulitan di lapangan. Kondisi yang memadai dari sisi aspek internal pendamping ini juga akan sangat membantu masyarakat yang didampingi dalam melakukan proses belajar bersama pendamping. Sedangkan untuk aspek lainnya yaitu aspke eksternal memang sangat sulit untuk mengukur derajat pengaruhnya terhadap kinerja pendamping karena memang tidak ada standar yang sama bagi pendamping atas hak yang mesti didapat dalam menjalankan program pendampingan. Hampir setiap program mempunyai kebijakan tersendiri bagi pendamping untuk diberikan fasilitas pendukungnya.Faktor eksternaI lainnya seperti modal sosial masyarakat masih memerlukan penelitian lebih jauh untuk mengetahui pengaruhnya terhadap keberhasilan pendampingan. Untuk mengakaji dan meneliti tentang pengaruh kondisi sosial-ekonomi, politik dan hubungan-hubungan kekerabatan serta kebiasan-kebiasan masyarakat terhadap sebuah program pendampingan membutuhkan waktu dan biaya yang jauh lebih lama dan besar. Oleh karena itu bagi mereka yang tertarik dan berminat pada program pendampingan dalam sebuah program pembangunan penulis bisa menyarankan untuk mengkaji lebih jauh tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan struktur sosial, ekonomi dan politik dan modal sosial masyarakat lainnya.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14380
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ambar Hidayati
Abstrak :
Kebijakan pemusatan tempat terutang PPN dengan menggunakan media elektronik diberlakukan sebagai tindak lanjut dari diterapkannya ketentuan mengenai penyampaian SPT secara online. Ketentuan ini menambahkan ketentuan yang telah ada sebelumnya, sehingga memberikan lebih banyak pilihan bagi wajib pajak untuk melaksanakan kewajiban perpajakannya. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pelayanan kepada wajib pajak dengan cara menyederhanakan prosedur dan administrasi perpajakan. Tesis ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara kebijakan pemusatan tempat terutang PPN dengan menggunakan media elektronik (e-filing) dengan tidak menggunakan media elektronik (e-filing), serta mengetahui apakah kebijakan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pajak ini dapat menyederhanakan administrasi balk bagi wajib pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak. Untuk menjawab permasalahan dan mencapai tujuan penulisan, teori yang digunakan dalam tesis ini diantaranya adalah teori tentang kebijakan, atas pemungutan pajak, teori tentang e goverment dan teori tentang pelayanan publik. Metode penelitian yang digunakan dalam tesis ini adalah kualitatif dan deskriptif, dengan menggunakan sumber data primer berupa wawancara dengan narasumber serta data sekunder berupa peraturan perundangan, literatur dan bukubuku yang berkaitan dengan topik pembahasan dalam tesis ini. Dan hasil penelitian ini diketahui bahwa kebijakan yang mengatur prosedur dan tatacara melakukan pemusatan tempat terutang PPN dengan menggunakan media elektronik (e-filing) merupakan penambahan dari ketentuan yang telah ada sebelumnya, dengan beberapa perbedaan perlakuan diantara keduanya. Kebijakan ini merupakan fasilitas yang disediakan oleh Direktorat Jenderal Pajak bagi wajib pajak yang menyampaikan SPT Masa PPN secara online (e- filing). Prosedur dan tatacara pemusatan tempat terutang PPN dengan media elektronik dibuat lebih sederhana dibandingkan dengan apabila pengusaha kena pajak tidak melakukan e -filing. Dengan adanya pemusatan tempat terutang PPN dengan media elektronik, maka balk pengusaha kena pajak maupun Direktorat Jenderal Pajak memperoleh manfaat yaitu berkurangnya pekerjaan administrasi dan dokumentasi dalam rangka pelaksanaan kewajiban perpajakan, karena pengiriman data dilakukan secara terpusat dan dikirim secara real time dan online dengan memanfaatkan teknologi informasi yang dimiliki oleh Direktorat Jenderal Pajak. Pengembangan teknologi informasi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka penyederhanaan administrasi ini dapat dikatakan sebagai salah satu bentuk aplikasi e-Government, yang bertujuan untuk mempermudah pelayanan kepada wajib pajak, sehingga wajib pajak lebih mudah dalam melaksanakan kewajibannya, dan pads akhirnya dapat meningkatkan kepatuhan sukarela (voluntary compliance) wajib pajak. Agar kebijakan yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang maksimal balk bagi wajib pajak maupun bagi Direktorat Jenderal Pajak sendiri, maka segenap jajaran Direktorat Jenderal Pajak harus menyadari sepenuhnya bahwa sebagai institusi pemerintah, salah satu tugasnya adalah memberikan pelayanan yang lebih baik kepada wajib pajak dengan menyediakan sarana berupa seperangkat kebijakan yang sederhana, jelas, mudah untuk dipahami dan dilaksanakan serta tidak bertentangan dengan kebijakan lain yang berkaitan. Untuk itu diperlukan sikap yang profesional dan semua pihak yang terlibat harus memiliki komitmen dan semua harus mengambil peran aktif sesuai dengan potensi, wewenang dan peluang masing-masing pihak.
Policy of centralization of VAT reporting by using electronic media released by Directorate General of Taxation as follow-up from applying of rule of the submission of SPT (Tax Advice Form) by online. This rule enhances the rule which have preexisted before, so that gives the more choice to taxpayer to do their tax obligations. Its target is to improve service to taxpayer by making simpler in tax administration and procedure. This research is to compare between policy of centralization of VAT reporting by using electronic media (e-filing) against without using electronic media (e-filing), and know whether do policy released by Directorate General of Taxation can simplify tax administration for both taxpayer and also Directorate General of Taxation. In order to answer problems and reach the goal of this research, theory that used in this thesis among such as theory, about public policy, four maxims theory, e Government and theory about public service. Research methodologies which is used in this thesis is qualitative and descriptive, and using source of primary data in the form of interview with persons who have responsibility in implementation of centralization of VAT Reporting by using electronic media (e filing) and also secondary data in the form of regulations, books and literature related to the topic. The result of this research is that policy of centralization of VAT reporting by using electronic media (e-filing) represents addition of rule which have preexisted, with a few difference of treatment among both. This policy represents facility provided by Directorate General of Taxation to taxpayer submitting SPT VAT by online (e- filing). Mechanism and procedure of centralization of submitting VAT by using electronic media is simpler than without e-filing. With the centralization of place to report VAT by using electronic media, both taxpayer and Directorate General of Taxation get the benefit, that is decreasing clerical work of documentation and administration in order to execution of obligation of taxation, because the delivery of data conducted centrally and sent "real time" and online by exploiting information technology had by Directorate General of Taxation. The development of information technology by Directorate General of Taxation in order to simplify the tax administration can be told as one of the implementation of e-Government with aim to serve the taxpayer more easily. So that the taxpayer is easier in executing its obligation, and in the end it can improve voluntary compliance of the taxpayer. To give maximal benefit for both taxpayer and Directorate General of Taxation, the Directorate General of Taxation have to realize that as governmental institution, one of their duty is to give better service to taxpayer not only by providing medium in the form of a set simple policy, clear, and easy to be comprehended and executed but also not oppose against to other policy. For that reason, professional attitude, commitment and active role from all related party in Directorate General of Taxation is needed.
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21915
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>