Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 13 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Farizal Wustho
"Aspek orisinalitas karya tulis oleh sistem Artificial Intelligence (AI) seperti ChatGPT menjadi penting dalam konteks hak cipta. Pentingnya penelitian ini adalah untuk memahami bagaimana peraturan hak cipta melindungi karya-karya AI dengan menentukan orisinalitasnya. Penelitian ini menerapkan metode penelitian yuridis normatif, menelaah konsep, prinsip, norma, hak, dan kewajiban dalam sistem hukum. Penelitian ini akan mengumpulkan dan menganalisis data primer, sekunder, dan tersier melalui studi kepustakaan dan pendekatan statute approach, dengan fokus pada norma-norma hukum dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Doktrin-Doktrin Orisinalitas. Untuk memenuhi kriteria orisinalitas, suatu ciptaan harus memenuhi syarat tertentu yang dapat ditelaah lebih lanjut melalui doktrin-doktrin yang berlaku. Dalam evaluasi orisinalitas karya ChatGPT, berbagai doktrin dan teori dapat digunakan. Ditemukan bahwa dengan doktrin "Sweat of the Brow" karya ChatGPT tidak memenuhi kriteria orisinalitas. Sementara itu, doktrin "Modicum of Creativity", "Skill, Judgement, and Labour", "Idea-Expression Dichotomy", dan "author's intellectual creation" memandang karya ChatGPT memenuhi kriteria orisinalitas, terutama jika input pengguna mencerminkan orisinalitas dan kepribadian. Namun, ada tantangan dalam membuktikan orisinalitas berdasarkan doktrin "Independent Creation" karena sifat 'black box' dari ChatGPT. Selain itu, penerapan Teori "Circumstantial Evidence" menunjukkan bahwa tanpa bukti akses yang jelas, klaim pelanggaran hak cipta terhadap respons ChatGPT mungkin sulit dibuktikan. 

The aspect of originality in written works by Artificial Intelligence (AI) systems such as ChatGPT becomes critical in the context of copyright. The importance of this research is to understand how copyright rules protect AI works by determining their originality. This study applies the normative juridical research method, examining concepts, principles, norms, rights, and obligations within the legal system. The research will collect and analyze primary, secondary, and tertiary data through literature study and the statute approach, focusing on the legal norms in Law No. 28 of 2014 on Copyright and Originality Doctrines. A creation produced by AI (ChatGPT) must be original and provable as an independent result of AI, not a copy of existing work. In evaluating the originality of ChatGPT's works, various doctrines and theories can be used. It was found that under the "Sweat of the Brow" doctrine, ChatGPT's work does not meet the criteria for originality. Meanwhile, the doctrines of "Modicum of Creativity", "Skill, Judgement, and Labour", "Idea-Expression Dichotomy", and "author's intellectual creation" view ChatGPT's work as meeting the originality criteria, especially if the user's input reflects originality and personality. However, there are challenges in proving originality based on the "Independent Creation" doctrine due to the 'black box' nature of ChatGPT. Additionally, the application of the "Circumstantial Evidence" theory suggests that without clear access evidence, copyright infringement claims against ChatGPT's responses might be difficult to prove."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bintang Nursyawalli Sidi
"ChatGPT merupakan model bahasa Generative Pre-trained Transformer yang dikembangkan oleh OpenAI dan dirilis pada tahun 2015 dan mulai marak digunakan dalam konteks pendidikan. Dalam penerapannya penggunaan generative AI seperti ChatGPT memiliki tantangan dan risiko yang harus diatasi untuk menjaga integritas dan kejujuran akademis serta memastikan pemanfaatannya yang bertanggung jawab. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah sebaiknya digunakan secara resmi atau melarang penggunananya, mengidentifikasi risiko terkait dengan penerapannya, serta mengeksplorasi metode penggunaan yang bertanggung jawab dalam konteks belajar mengajar di lingkungan Universitas. Penelitian ini menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif atau mixed method dengan melakukan wawancara semi terstruktur terhadap 11 narasumber menggunakan open question serta menyebarkan kuesioner secara daring kepada responden. Hasil penelitian kualitatif dianalisis menggunakan metode thematic analyisis yang kemudian menjadi sumber acuan pengembangan model penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab. Pada pendekatan kuantitatif, sebanyak 251 data responden valid dianalisis menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dengan bantuan aplikasi SmartPLS 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab didukung oleh berbagai faktor, termasuk Ability, Ascription of Responsibility, Personal Norm, Benefit, Intention, Behavior, serta Facilitating Conditions penggunaan ChatGPT dalam kegiatan belajardanmengajar. Penelitian ini berkontribusi memberikan pedoman penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab untuk kegiatan belajar dan mengajar di lingkungan Universitas.

ChatGPT is a Generative Pre-trained Transformer language model developed by OpenAI and released in 2015 and is beginning to be widely used in educational contexts. In its application, the use of generative AI such as ChatGPT has challenges and risks that must be addressed to maintain academic integrity and honesty and ensure its responsible utilisation. This study aims to identify whether it should be officially used or banned, identify the risks associated with its use, and explore methods of responsible use in the context of teaching and learning in a University environment. This research combines qualitative and quantitative methods or mixed methods by conducting semi-structured interviews with 11 interviewees using open questions and distributing online questionnaires to respondents. The results of the qualitative research were analysed using the thematic analysis method which then became a source of reference for developing a model of responsible use of ChatGPT. In the quantitative approach, a total of 251 valid respondent data were analysed using Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) with the help of the SmartPLS 4 application. The results showed that the model of responsible use of ChatGPT was supported by various factors, including Ability, Ascription of Responsibility, Personal Norm, Benefit, Intention, Behaviour, and Facilitating Conditions for using ChatGPT in learning and teaching activities. This research contributes to providing guidelines for the responsible use of ChatGPT for learning and teaching activities in the University environment."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramudiptha
"ChatGPT merupakan model bahasa Generative Pre-trained Transformer yang dikembangkan oleh OpenAI dan dirilis pada tahun 2015 dan mulai marak digunakan dalam konteks pendidikan. Dalam penerapannya penggunaan generative AI seperti ChatGPT memiliki tantangan dan risiko yang harus diatasi untuk menjaga integritas dan kejujuran akademis serta memastikan pemanfaatannya yang bertanggung jawab. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah sebaiknya digunakan secara resmi atau melarang penggunananya, mengidentifikasi risiko terkait dengan penerapannya, serta mengeksplorasi metode penggunaan yang bertanggung jawab dalam konteks belajar mengajar di lingkungan Universitas. Penelitian ini menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif atau mixed method dengan melakukan wawancara semi terstruktur terhadap 11 narasumber menggunakan open question serta menyebarkan kuesioner secara daring kepada responden. Hasil penelitian kualitatif dianalisis menggunakan metode thematic analyisis yang kemudian menjadi sumber acuan pengembangan model penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab. Pada pendekatan kuantitatif, sebanyak 251 data responden valid dianalisis menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dengan bantuan aplikasi SmartPLS 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab didukung oleh berbagai faktor, termasuk Ability, Ascription of Responsibility, Personal Norm, Benefit, Intention, Behavior, serta Facilitating Conditions penggunaan ChatGPT dalam kegiatan belajardanmengajar. Penelitian ini berkontribusi memberikan pedoman penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab untuk kegiatan belajar dan mengajar di lingkungan Universitas.

ChatGPT is a Generative Pre-trained Transformer language model developed by OpenAI and released in 2015 and is beginning to be widely used in educational contexts. In its application, the use of generative AI such as ChatGPT has challenges and risks that must be addressed to maintain academic integrity and honesty and ensure its responsible utilisation. This study aims to identify whether it should be officially used or banned, identify the risks associated with its use, and explore methods of responsible use in the context of teaching and learning in a University environment. This research combines qualitative and quantitative methods or mixed methods by conducting semi-structured interviews with 11 interviewees using open questions and distributing online questionnaires to respondents. The results of the qualitative research were analysed using the thematic analysis method which then became a source of reference for developing a model of responsible use of ChatGPT. In the quantitative approach, a total of 251 valid respondent data were analysed using Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) with the help of the SmartPLS 4 application. The results showed that the model of responsible use of ChatGPT was supported by various factors, including Ability, Ascription of Responsibility, Personal Norm, Benefit, Intention, Behaviour, and Facilitating Conditions for using ChatGPT in learning and teaching activities. This research contributes to providing guidelines for the responsible use of ChatGPT for learning and teaching activities in the University environment."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhamad Akmal
"ChatGPT merupakan model bahasa Generative Pre-trained Transformer yang dikembangkan oleh OpenAI dan dirilis pada tahun 2015 dan mulai marak digunakan dalam konteks pendidikan. Dalam penerapannya penggunaan generative AI seperti ChatGPT memiliki tantangan dan risiko yang harus diatasi untuk menjaga integritas dan kejujuran akademis serta memastikan pemanfaatannya yang bertanggung jawab. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi apakah sebaiknya digunakan secara resmi atau melarang penggunananya, mengidentifikasi risiko terkait dengan penerapannya, serta mengeksplorasi metode penggunaan yang bertanggung jawab dalam konteks belajar mengajar di lingkungan Universitas. Penelitian ini menggabungkan metode kualitatif dan kuantitatif atau mixed method dengan melakukan wawancara semi terstruktur terhadap 11 narasumber menggunakan open question serta menyebarkan kuesioner secara daring kepada responden. Hasil penelitian kualitatif dianalisis menggunakan metode thematic analyisis yang kemudian menjadi sumber acuan pengembangan model penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab. Pada pendekatan kuantitatif, sebanyak 251 data responden valid dianalisis menggunakan Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) dengan bantuan aplikasi SmartPLS 4. Hasil penelitian menunjukkan bahwa model penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab didukung oleh berbagai faktor, termasuk Ability, Ascription of Responsibility, Personal Norm, Benefit, Intention, Behavior, serta Facilitating Conditions penggunaan ChatGPT dalam kegiatan belajardanmengajar. Penelitian ini berkontribusi memberikan pedoman penggunaan ChatGPT yang bertanggung jawab untuk kegiatan belajar dan mengajar di lingkungan Universitas.

ChatGPT is a Generative Pre-trained Transformer language model developed by OpenAI and released in 2015 and is beginning to be widely used in educational contexts. In its application, the use of generative AI such as ChatGPT has challenges and risks that must be addressed to maintain academic integrity and honesty and ensure its responsible utilisation. This study aims to identify whether it should be officially used or banned, identify the risks associated with its use, and explore methods of responsible use in the context of teaching and learning in a University environment. This research combines qualitative and quantitative methods or mixed methods by conducting semi-structured interviews with 11 interviewees using open questions and distributing online questionnaires to respondents. The results of the qualitative research were analysed using the thematic analysis method which then became a source of reference for developing a model of responsible use of ChatGPT. In the quantitative approach, a total of 251 valid respondent data were analysed using Partial Least Square Structural Equation Modeling (PLS-SEM) with the help of the SmartPLS 4 application. The results showed that the model of responsible use of ChatGPT was supported by various factors, including Ability, Ascription of Responsibility, Personal Norm, Benefit, Intention, Behaviour, and Facilitating Conditions for using ChatGPT in learning and teaching activities. This research contributes to providing guidelines for the responsible use of ChatGPT for learning and teaching activities in the University environment."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lawinasarita
"Perkembangan ilmu pengetahuan menuntut mahasiswa untuk mencari proses pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan spesifik mereka. Dalam konteks ini, mahasiswa dituntut untuk memiliki pendekatan belajar yang lebih individual agar dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan terbaru. Kehadiran ChatGPT berperan sebagai sarana alat pembelajaran personal yang memberikan dampak besar bagi kehidupan mahasiswa. Penelitian ini ingin melihat peran dari trait kepribadian terhadap fleksibilitas kognitif mahasiswa pengguna ChatGPT. Partisipan penelitian adalah 209 mahasiswa sarjana (S1) yang aktif menggunakan ChatGPT dengan rentang usia 17 hingga 24 tahun. Alat ukur dalam penelitian ini merupakan Cognitive Flexibility Inventory (CFI) dan Mini IPIP. Metode yang digunakan merupakan regresi linear berganda untuk melihat peran trait kepribadian (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience) terhadap fleksibilitas kognitif. Hasil menunjukkan bahwa agreeableness dan openness to experience berperan secara positif dan neuroticism berperan secara negatif dalam memprediksi fleksibilitas kognitif. Ini membuktikan bahwa trait kepribadian tertentu memiliki peran dalam memprediksi fleksibilitas kognitif pengguna ChatGPT. Oleh karena itu, saran dari penelitian ini mendorong mahasiswa untuk memaksimalkan potensi diri dengan menggunakan ChatGPT, terutama untuk mengasah kemampuan berpikir secara fleksibel dan adaptif.

The advancement of knowledge requires students to seek learning processes that can meet their specific needs. In this context, students are required to have a more individualized learning approach to keep up with the latest developments in knowledge. The presence of ChatGPT serves as a personal learning tool that has a significant impact on students' lives. This study aims to examine the role of personality traits on the cognitive flexibility of ChatGPT users among students. The participants in this study were 209 undergraduate students (S1) who actively use ChatGPT, ranging in age from 17 to 24 years old. The measurement tools used in this study were the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) and Mini IPIP. The method used was multiple linear regression to examine the role of personality traits (extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, and openness to experience) on cognitive flexibility. The results showed that agreeableness and openness to experience positively predicted cognitive flexibility, while neuroticism negatively predicted cognitive flexibility. This proves that certain personality traits play a role in predicting the cognitive flexibility of ChatGPT users. Therefore, this study suggests that students maximize their potential by using ChatGPT, especially to hone their flexible and adaptive thinking skills."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simangusnsong, Daniel Fernando P.
"Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi semakin berkembang dan inovasi baru terus bermunculan. ChatGPT merupakan salah satunya; dan menjadi buah bibir di awal tahun 2023. Teknologi ini dapat melayani aktivitas tanya-jawab yang membuat pengguna dapat merasa telah melakukan percakapan dengan manusia lainnya, alih-alih dengan mesin. Kemampuan ChatGPT bersumber dari model GPT yang digunakannya. Selaku large language model, GPT dapat memproses banyak teks untuk memproduksi teks lainnya. Walaupun secara umum dapat memberikan jawaban yang memadai, saat berurusan dengan domain yang spesifik, misalnya legal, ChatGPT memberikan jawaban yang kurang memuaskan. Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi hal tersebut dengan menyisipkan konteks atau kepingan informasi yang spesifik kepada model melalui suatu prompt (in-context learning). Karena domain legal menjadi fokus penelitian ini, maka teks yang akan diproses berasal dari dokumen peraturan perundang-undangan. Penelitian ini diawali dengan preliminary research, sehingga diidentifikasi permasalahan yang telah dijabarkan. Kemudian, dilanjutkan dengan perancangan serta pengembangan dua sistem tanya-jawab yang menggunakan dua framework LlamaIndex dan LangChain. Sebelum mengembangkan sistem, peneliti mempersiapkan terlebih dahulu data/teks yang perlu diekstrak dari dokumen peraturan perundang-undangan. Pengembangan sistem dilakukan secara iteratif dan evaluasi diadakan pada setiap iterasi. Evaluasi dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan human judgement serta secara kualitatif dengan menggunakan metrik ROUGE dan SAS. Hasil akhir evaluasi menunjukkan bahwa kedua sistem tersebut baik dalam menjawab pertanyaan terkait definisi dan substansi pada domain legal. Selain itu, dilakukan juga perbandingan hasil evaluasi terhadap ChatGPT dan ditemukan bahwa kedua sistem unggul. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa teknologi GPT dapat dimanfaatkan pada domain spesifik, yaitu legal, melalui kedua sistem yang dibuat.

It cannot be denied that technology is constantly advancing and new innovations continue to emerge. ChatGPT is one of them and has become the talk of the town in early 2023. This technology can facilitate question-and-answer interactions that make users feel like they are having a conversation with another human rather than a machine. This capability of ChatGPT is derived from the GPT model it uses. As a large language model, GPT can process a large amount of text to generate new text. Although it generally provides adequate answers, when dealing with specific domains such as legal matters, ChatGPT may give unsatisfactory responses. This research was conducted to overcome this issue by incorporating specific context or pieces of information into the model through a prompt (in-context learning). As the legal domain is the focus of this research, the text to be processed are Indonesian legal regulatory documents. The research begins with preliminary research. It is then followed by the design and development of two question-and-answer systems using two frameworks: LlamaIndex and LangChain. Before developing the systems, the researcher first prepares the data/text that needs to be extracted from the legal documents. The system development is carried out iteratively and evaluations are conducted at each iteration. The evaluations are performed qualitatively using human judgment and quantitatively using ROUGE and SAS metrics. The final evaluation results indicate that both systems perform well in answering questions related to definitions and substance in the legal domain. Additionally, a comparison of the evaluation results with ChatGPT shows that both systems outperform it. This research has demonstrated that GPT technology can be utilized in specific domains, namely legal, through the two developed systems."
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Thariq Razan
"Tidak dapat dipungkiri bahwa teknologi semakin berkembang dan inovasi baru terus bermunculan. ChatGPT merupakan salah satunya; dan menjadi buah bibir di awal tahun 2023. Teknologi ini dapat melayani aktivitas tanya-jawab yang membuat pengguna dapat merasa telah melakukan percakapan dengan manusia lainnya, alih-alih dengan mesin. Kemampuan ChatGPT bersumber dari model GPT yang digunakannya. Selaku large language model, GPT dapat memproses banyak teks untuk memproduksi teks lainnya. Walaupun secara umum dapat memberikan jawaban yang memadai, saat berurusan dengan domain yang spesifik, misalnya legal, ChatGPT memberikan jawaban yang kurang memuaskan. Penelitian ini dilakukan untuk mengatasi hal tersebut dengan menyisipkan konteks atau kepingan informasi yang spesifik kepada model melalui suatu prompt (in-context learning). Karena domain legal menjadi fokus penelitian ini, maka teks yang akan diproses berasal dari dokumen peraturan perundang-undangan. Penelitian ini diawali dengan preliminary research, sehingga diidentifikasi permasalahan yang telah dijabarkan. Kemudian, dilanjutkan dengan perancangan serta pengembangan dua sistem tanya-jawab yang menggunakan dua framework LlamaIndex dan LangChain. Sebelum mengembangkan sistem, peneliti mempersiapkan terlebih dahulu data/teks yang perlu diekstrak dari dokumen peraturan perundang-undangan. Pengembangan sistem dilakukan secara iteratif dan evaluasi diadakan pada setiap iterasi. Evaluasi dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan human judgement serta secara kuantitatif dengan menggunakan metrik ROUGE dan SAS. Hasil akhir evaluasi menunjukkan bahwa kedua sistem tersebut baik dalam menjawab pertanyaan terkait definisi dan substansi pada domain legal. Selain itu, dilakukan juga perbandingan hasil evaluasi terhadap ChatGPT dan ditemukan bahwa kedua sistem unggul. Penelitian ini telah menunjukkan bahwa teknologi GPT dapat dimanfaatkan pada domain spesifik, yaitu legal, melalui kedua sistem yang dibuat.

It cannot be denied that technology is constantly advancing and new innovations continue to emerge. ChatGPT is one of them and has become the talk of the town in early 2023. This technology can facilitate question-and-answer interactions that make users feel like they are having a conversation with another human rather than a machine. This capability of ChatGPT is derived from the GPT model it uses. As a large language model, GPT can process a large amount of text to generate new text. Although it generally provides adequate answers, when dealing with specific domains such as legal matters, ChatGPT may give unsatisfactory responses. This research was conducted to overcome this issue by incorporating specific context or pieces of information into the model through a prompt (in-context learning). As the legal domain is the focus of this research, the text to be processed are Indonesian legal regulatory documents. The research begins with preliminary research. It is then followed by the design and development of two question-and-answer systems using two frameworks: LlamaIndex and LangChain. Before developing the systems, the researcher first prepares the data/text that needs to be extracted from the legal documents. The system development is carried out iteratively and evaluations are conducted at each iteration. The evaluations are performed qualitatively using human judgment and quantitatively using ROUGE and SAS metrics. The final evaluation results indicate that both systems perform well in answering questions related to definitions and substance in the legal domain. Additionally, a comparison of the evaluation results with ChatGPT shows that both systems outperform it. This research has demonstrated that GPT technology can be utilized in specific domains, namely legal, through the two developed systems.
"
Depok: Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ahmad Khoiridhan Masruro
"Digitalisasi yang berkembang secara cepat memungkinkan mahasiswa untuk menggunakan teknologi digital, seperti ChatGPT dalam pembelajaran digital. Namun, penggunaan teknologi digital jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada digital well-being mahasiswa. Kemampuan literasi digital berperan penting dalam menjadi faktor protektif digital well-being mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran literasi digital terhadap digital well-being dan mengidentifikasi dimensi literasi digital yang berperan terhadap digital well-being mahasiswa yang menggunakan ChatGPT dalam proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif non eksperimental, dan menggunakan alat ukur Digital Well-being Scale (DWS) dan Digital Literacy Scale (DLS). Partisipan penelitian ini adalah 187 mahasiswa S1 berusia 18-26 tahun dan menggunakan ChatGPT dalam proses pembelajarannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peran literasi digital yang signifikan terhadap digital well-being mahasiswa yang menggunakan ChatGPT dalam proses pembelajaran (R2 = 0.632, p < 0.05). Selanjutnya, dimensi literasi digital yang berperan secara signifikan adalah komunikasi, berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi. Dimensi yang berperan ini sesuai dengan 4 C’s pembelajaran di abad ke-21. Oleh karena itu, kemampuan literasi digital perlu untuk terus ditingkatkan untuk mempertahankan digital well-being mahasiswa yang sering melakukan pembelajaran digital.

Digitalisasi yang berkembang secara cepat memungkinkan mahasiswa untuk menggunakan teknologi digital, seperti ChatGPT dalam pembelajaran digital. Namun, penggunaan teknologi digital jika tidak dikelola dengan baik dapat berdampak pada digital well-being mahasiswa. Kemampuan literasi digital berperan penting dalam menjadi faktor protektif digital well-being mahasiswa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat peran literasi digital terhadap digital well-being dan mengidentifikasi dimensi literasi digital yang berperan terhadap digital well-being mahasiswa yang menggunakan ChatGPT dalam proses pembelajaran. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif non eksperimental, dan menggunakan alat ukur Digital Well-being Scale (DWS) dan Digital Literacy Scale (DLS). Partisipan penelitian ini adalah 187 mahasiswa S1 berusia 18-26 tahun dan menggunakan ChatGPT dalam proses pembelajarannya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat peran literasi digital yang signifikan terhadap digital well-being mahasiswa yang menggunakan ChatGPT dalam proses pembelajaran (R2 = 0.632, p < 0.05). Selanjutnya, dimensi literasi digital yang berperan secara signifikan adalah komunikasi, berpikir kritis, kreativitas, dan kolaborasi. Dimensi yang berperan ini sesuai dengan 4 C’s pembelajaran di abad ke-21. Oleh karena itu, kemampuan literasi digital perlu untuk terus ditingkatkan untuk mempertahankan digital well-being mahasiswa yang sering melakukan pembelajaran digital."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ricky Rahmatullah
"Penelitian ini membahas mengenai perilaku pencarian informasi mahasiswa dalam menggunakan ChatGPT. Penelitian ini dimaksudkan untuk memahami penggunaan ChatGPT dalam proses pencarian informasi mahasiswa dan membandingkan penggunaan ChatGPT pada mahasiswa bidang sains teknologi dengan sosial humaniora untuk keperluan pencarian informasi. Data pada penelitian ini didapatkan melalui wawancara semi terstruktur terhadap dua orang informan yang terdiri dari satu mahasiswa saintek dan satu mahasiswa soshum. Data dianalisis menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan menganalisis penggunaan ChatGPT oleh mahasiswa berdasarkan model perilaku pencarian Ellis untuk kemudian dilakukan perbandingan perilaku pencarian informasi antara mahasiswa saintek dengan mahasiswa soshum. Hasil dari analisis data menyebutkan bahwa tidak ditemukan perbedaan signifikan antara mahasiswa saintek dan soshum dalam menggunakan ChatGPT pada proses pencarian informasi. Penelitian ini menghasilkan sebuah diskusi, yakni teori perilaku pencarian informasi saat ini belum mampu mengakomodasi penggunaan AI sebagai sumber informasi, sehingga perlu adanya pengembangan teori perilaku pencarian informasi dengan memasukkan peran AI ke dalam proses pencarian informasi.

This study discusses the information seeking behavior of students using ChatGPT. The research aims to understand the utilization of ChatGPT in the information seeking process of students and compare its usage between STEAM and social sciences and humanities (SSH) students. Data for this study were obtained through semi-structured interviews with two informants, one from the STEAM field and one from the SSH field. The data were analyzed using qualitative descriptive methods, analyzing the usage of ChatGPT by students based on Ellis' information seeking behavior model, followed by a comparison of information seeking behavior between STEAM and SSH students. The results of the data analysis indicate that there were no significant differences in the usage of ChatGPT between STEAM and SSH students in the information seeking process. The study generates a discussion highlighting the current inadequacy of information seeking behavior theories to accommodate the role of AI as an information source. Therefore, there is a need for the development of information seeking behavior theories that incorporate the role of AI in the information seeking process."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Theo Nicolas
"Hasrat manusia dalam berkreasi mendorong inovasi secara kontinum untuk menemukan dan mengembangkan temuan-temuan termutakhir, terkhususnya pada bidang teknologi. Penemuan fenomenal yang intensif digunakan dan dikembangkan saat ini adalah kecerdasan buatan (artificial intelligence). Realisasi desain kecerdasan buatan yang telah diluncurkan, marak dipergunakan, dan diperbarui kemampuannya secara berkala adalah model bahasa generatif berbasis model berbahasa besar bernama Chat GPT. Kemunculan dan perkembangannya memantik refleksi filosofis mengenai status ontologis dan proses epistemologis dari ChatGPT dan kecerdasan buatan secara prinsipil. Melalui penelitian ini, peneliti melakukan penelusuran filosofis berlandaskan pada teori kesadaran dan kapabilitas pemahaman (understanding) John Searle. Pengumpulan data dalam penelitian ini dihimpun melalui observasi fenomena dan telaah kajian literatur. Penelitian ini akan mengurai secara sistematis dan filosofis mengenai entitas berkesadaran, mode eksistensinya, dan pengimplentasiannya pada studi kasus ChatGPT menggunakan metode analisis kritis- filosofis untuk menguji prinsip-prinsip fundamental dari kecerdasan buatan dengan kaitannya terhadap spekulasi bahwa kecerdasan buatan bagian dari entitas berkesadaran.

The human desire to create encourages continual innovation to discover and develop the latest findings, particularly in the field of technology. A phenomenon that is intensively used and developed today is artificial intelligence. The actualization of artificial intelligence design that has been launched, widely used, and regularly updated is a generative language model based on a large language model called Chat GPT. Its occurrence and development sparked a philosophical reflection on the ontological status and epistemological process of ChatGPT and artificial intelligence in principle. Through this study, the researcher conducted a philosophical exploration based on John Searle's theory of consciousness and understanding capabilities. Data collection in this research is gathered through observation of phenomena and review of literature. This research will systematically and philosophically analyze the conscious entity, its mode of existence, and its implementation in the ChatGPT case study using a critical-philosophical analysis method to examine the fundamental principles of artificial intelligence in relation to the speculation that artificial intelligence is part of a conscious entity."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>