Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Silaban, Nikodemus
Abstrak :
Kepailitan merupakan sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusan dan pemberesennya dilakukan oleh kurator dibawah pengawasan Hakim Pengawas. Dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya Kurator memiliki permasalahan saat mengurus harta pailit (boedel) yang diduga dari hasil tindak pidana. Dalam proses penyidikan, penyidik berdasarkan KUHAP berhak untuk melaksanakan penyitaan barang bukti yang akan dibawa kedalam Pengadilan Pidana untuk dibuktikan. Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah mengenai kedudukan hukum pidana atas sita umum dalam pemberesan harta (boedel) pailit dan kewenangan kurator terhadap harta pailit yang sedang disita dalam perkara pidana. Selama Pengadilan belum mejatuhkan putusan terkait harta pailit tersebut, kurator masih berwenang untuk melakukan tugas pengurusan seperti mendata dan melakukan verifikasi atas kewajiban debitor pailit, maupun melakukan penelitian terhadap aset debitor pailit yang lainnya termasuk terhadap tagihan-tagihan yang dimiliki debitor pailit. Tetapi apabila dari hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Pengadilan menyatakan harta pailit tersebut benar adanya terbukti mengandung unsur pidana, maka kurator harus menyerahkan harta pailit tersebut kepada penyidik untuk kepentingan perkara pidana maupun untuk kepentingan Negara. ......Bankruptcy is a general confiscation of property the debtor's bankruptcy, which is arranged and settlement by the receiver under the supervision of the Supervisory Judge. In carrying out its duties and responsibilities, curators have problems when taking care of bankruptcy assets that allegedly came from the proceeds of crime. In the process of the investigation, the investigator based on the Criminal Code is entitled to carry out the confiscation of evidence that will be brought into the Criminal Court to prove. Issues to be discussed in this research is about the position of a general criminal law on confiscation in bankruptcy assets settlement and curator authority on bankruptcy assets being seized in a criminal case. During the court has not yet made a decision related to the bankruptcy assets, curators are still authorized to perform arrangements tasks such as record and verify the obligations of insolvent debtors, as well as conducting research on assets of the debtor bankrupt the other includes the bills owned by the debtor bankrupt. But if the results of the examination conducted by the Court declare bankruptcy assets are true shown to contain criminal elements, then the curator must submit to the investigator of the bankruptcy assets for the sake of a criminal case or for the interest of the State.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sondang, Esther Melinia
Abstrak :
Dalam praktik kepailitan, pelaksanaan pemberesan harta pailit seringkali terhambat oleh berbagai kendala, salah satunya ketika terjadi tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana proses pemberesan harta pailit dalam hal terjadi sita pidana terhadap harta pailit dengan mengkaji kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana, serta mengetahui pula kedudukan harta pailit terhadap putusan pengadilan dalam perkara pidana dengan menganalisis putusan pengadilan dalam perkara gugatan lain-lain. Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif dengan metode studi kepustakaan. Dari hasil penelitian ini, dapat diketahui bahwa kedudukan sita pidana lebih didahulukan daripada sita umum pailit, sehingga proses pemberesan harta pailit harus ditunda untuk sementara waktu. Berdasarkan analisis terhadap Putusan Pengadilan Niaga Pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-Lain/2018/PN.Jkt.Pst dan Putusan Mahkamah Agung Nomor 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, kedudukan harta pailit didahulukan dibanding putusan pengadilan dalam perkara pidana, sehingga amar putusan yang menetapkan perampasan harta pailit untuk negara bersifat non-executable. ...... In the practice of bankruptcy, the implementation of bankruptcy assets settlement is often hampered by various obstacles, one of which is when there is an overlap between the general bankruptcy confiscation and the criminal confiscation. This research was conducted to determine how the process of bankruptcy assets settlement in the event of criminal confiscation towards the bankruptcy assets by examining the position of general bankruptcy confiscation against criminal confiscations, also to determine the position of bankruptcy assets against court decisions in criminal cases by analyzing court decisions. This type of research is normative legal research with a literature study method. The result of the research shows that the position of criminal confiscation takes precedence over general bankruptcy confiscation, therefore the settlement of bankruptcy assets must be temporarily postponed. Based on the analysis of the Court Decision Number 11/Pdt.Sus-Gugatan Lain-lain/2018/PN.Jkt.Pst and Court Decision Number 3 K/Pdt.Sus-Pailit/2019, the position of bankruptcy assets takes precedence towards court decisions in criminal cases. Thus, the verdict in criminal cases that stipulates the forfeiture of bankruptcy assets for the government is non-executable
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widia Trisna
Abstrak :
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah lahir dalam rangka memenuhi kebutuhan terhadap suatu lembaga jaminan yang kuat dan mampu meberikan perlindungan dan kepastian hukum terhadap para pihak yang terlibat didalamnya. Perampasan terhadap objek hak tanggungan oleh negara karena terkait dengan tindak pidana korupsi menyebabkan beralihnya objek hak tanggungan yang semula berapa di tangan pemegang hak tanggungan kepada negara. Hal ini berpengaruh terhadap kedudukan pemegang hak tanggungan sebagai kreditur preferen dan kekuatan eksekutorial sertifikat hak tanggungan yang objeknya disita tersebut.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan pendekatan peraturan perundang-undangan dan pendekatan kasus.Perampasan terhadap objek hak tanggungan karena terkait dengan tindak pidana korupsi seharusnya tidak dilakukan jika terdapat hak pihak ketiga yang beritikad baik dirugikan.Pemenuhan hak negara untuk mendapatkan penggantian kerugian akibat tindak pidana korupsi dapat dilakukan dalam bentuk sita penyesuaian. Sita penyesuaian menempatkan pemegang hak tanggungan tetap berkedudukan sebagai kreditur preferen, sehingga memiliki kekuasaan untuk menjual objek hak tanggungan apabila pemberi hak tanggungan cedera janji. Kewenangan tersebut menunjukkan bahwa sertifikat hak tanggungan yang objeknya dirampas oleh negara karena terkait dengan tindak pidana korupsi tetap memiliki kekuatan eksekutorial yang sama dengan keputusan yang memiliki kekuatan hukum tetap.Pelaksanaan perampasan terhadap objek hak tanggungan yang masih kerap terjadi menunjukkan perlunya pengaturan yang tegas dalam Undang-Undang Hak Tanggungan terkait dengan larangan meletakkan sita diatas objek hak tanggungan, di samping itu, agar negara tetap dapat memperoleh uang pengganti terhadap kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi, hakim dapat meletakkan sita penyesuaian pada objek hak tanggungan tersebut. ......Law Number 4 of 1996 concerning Mortgage Rights on Land and Objects Related to Land was born in order to meet the need for a strong guarantee institution that is able to provide protection and legal certainty to the parties involved in it. The confiscation of the object of mortgage by the state because it is related to a criminal act of corruption causes the transfer of the object of mortgage which was originally in the hands of the mortgage holder to the state. This affects the position of the mortgage holder as the preferred creditor and the executive power of the mortgage certificate whose object is confiscated.The research method used in this study is a normative juridical research method with a statutory and case approach.The confiscation of the object of mortgage because it is related to a criminal act of corruption should not be carried out if the right of a third party in good faith is harmed. The fulfillment of the state's right to obtain compensation for losses due to corruption can be carried out in the form of confiscation of adjustments. The adjustment confiscation places the mortgage holder in the position of the preferred creditor, so that he has the power to sell the mortgage object if the mortgage provider breaks his promise. This authority shows that the mortgage certificate whose object is confiscated by the state because it is related to a criminal act of corruption still has the same executive power as a decision that has permanent legal force. he implementation of confiscation of dependent objects that still occur frequently shows the need for strict regulations in the Morgage Rights Law related to the prohibition of confiscation of dependent objects, in addition, so that the state can still obtain compensation for losses caused by corruption crimes. , the judge may place an adjustment seizure on the object of the liability.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retno Hadiningtyas
Abstrak :
Tulisan ini menganalisis dan mengidentifikasi kedudukan Bank dalam kapasitasnya sebagai pemegang Hak Tanggungan yang telah disita oleh Negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi dan konsekuensi hukum apabila sita pidana dikecualikan dalam Putusan Tindak Pidana Korupsi. Tulisan ini disusun dengan menggunakan metode penelitian doktrinal, yang sumbernya berasal dari hukum positif. Dalam pemberian kredit, Bank mengharuskan adanya jaminan contohnya Hak Tanggungan. Bank sebagai pemegang jaminan mempunyai kedudukan sebagai kreditur separatis, yang mempunyai hak untuk mengeksekusi jaminan dan tidak boleh ada pihak yang menghalang-halanginya. Praktiknya, apabila terdapat Putusan Tindak Pidana Korupsi yang menyatakan adanya penyitaan atas seluruh aset milik terdakwa, menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum terhadap Bank sebagai pemegang jaminan yang beritikad baik. Adanya sita pidana di atas sita jaminan, kedudukan yang didahulukan adalah sita pidana karena hukum pidana merupakan ranah hukum publik sehingga kedudukannya harus diprioritaskan demi tercapainya unsur penegakkan hukum yang adil. Konsekuensi hukum yang terjadi apabila sita pidana dikecualikan adalah pertama, aset tersebut dapat dikembalikan kepada Bank sehingga Bank dapat mengeksekusi jaminan dengan cara melakukan upaya keberatan sebagaimana tercantum dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelesaian Keberatan Pihak Ketiga Yang beritikad Baik Terhadap Putusan Perampasan Barang Bukan Kepunyaan Terdakwa Dalam Perkara Tindak Pidana Korupsi yang diharapkan dapat menciptakan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi Bank, kedua apabila upaya keberatan ditolak maka penyitaan atas aset yang sudah ditetapkan oleh pengadilan dapat dijalankan, dengan kata lain penyitaan secara pidana dapat dilakukan demi pemulihan kerugian Negara. ......This paper analyzes the position of the Bank in its capacity as the holder of Mortgage Rights that have been confiscated by the State as a result of corruption and the legal consequences if criminal confiscation is excluded in a Corruption Decision. This paper is prepared using the doctrinal research method, whose sources are derived from positive law. In granting credit, the Bank requires collateral, for example Mortgage Rights. The bank as a security holder has a position as a separatist creditor, which has the right to execute the security and no party may obstruct it. Practice, if there is a Corruption Verdict that states the confiscation of all assets belonging to the defendant, it causes legal uncertainty for the Bank as a good faith security holder. The existence of criminal confiscation above security confiscation, the position that takes precedence is criminal confiscation because criminal law is the realm of public law so that its position must be prioritized in order to achieve elements of fair law enforcement. The legal consequences that occur when criminal confiscation is excluded are first, the asset can be returned to the Bank so that the Bank can execute the guarantee by making an objection as stated in Supreme Court Regulation Number 2 of 2022 concerning Procedures for Settling Objections from Third Parties in Good Faith to Decisions on the Forfeiture of Goods Not Belonging to the Defendant in Corruption Cases which are expected to create legal certainty and legal protection for the Bank, second, if the objection is rejected then the confiscation of assets that have been determined by the court can be carried out, in other words, criminal confiscation shall be carried out for the recovery of State losses.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lestari Chairani
Abstrak :
Ada beberapa permasalahan yang perlu dikemukakan dalam tulisan ini, yaitu alasan-alasan apa saja yang ditetapkan oleh suatu bank dalam menentukan debitur wanprestasi dan perlu atau tidaknya penyelesaian kredit macet melalui AYDA berupa tanah dan bangunan? Bagaimana proses pelaksanaan penyelesaian kredit macet melalui AYDA pada suatu bank? Dan hambatan-hambatan apa saja yang terjadi dalam proses pelaksanaan penyelesaian kredit macet melalui AYDA tersebut? Sedangkan dalam menganalisa permasalahan tersebut di atas digunakan pendekatan yuridis normatif, dengan cara meneliti bahan pustaka dan data sekunder berkenaan dengan pokok masalah dan dikaitkan dengan prakteknya di lapangan. Alasan-alasan yang digunakan bank dalam menentukan kredit bermasalah/macet didasarkan pada 3 (tiga) aspek penilaian, yaitu prospek usaha, performance dan kemampuan bayar. Dari ketiga aspek tersebut dapat ditentukan tingkat kolektibilitas, yaitu lancar, dalam perhatian khusus, kurang lancar, diragukan dan macet. Jika kredit macet, maka bank akan melakukan berbagai upaya penyelesaian, salah satunya melalui pengambilalihan asset debitur (AYDA) yang dijaminkan pada bank. AYDA dilakukan karena peliknya eksekusi Hak Tanggungan dan meningkatnya jumlah kredit macet dalam waktu singkat yang berpengaruh negatif terhadap tingkat kesehatan bank. Dalam prakteknya, AYDA dilakukan melalui Perjanjian Perikatan Jual Bell (PPJB) dan Kuasa Jual yang tentunya berisiko bagi bank itu sendiri karena PPJB belum mengalihkan status kepemilikan atas jaminan kepada pembeli. Hal ini dilakukan karena masih adanya hambatan dalam pelaksanaan AYDA, seperti ketentuan hukum yang membatasi subyek yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, pajak yang tinggi, jangka waktu pengambilalihan yang singkat dsbnya. Oleh karena itu diperlukan adanya suatu terobosan terhadap ketentuan perundang-undangan yang dapat mengakomodir semua hambatan-hambatan dalam pelaksanaan AYDA, salah satunya seperti yang diberlakukan kepada BPPN. Untuk mewujudkan terbentuknya ketentuan perundang-undangan tersebut di atas, maka diperlukan adanya kerjasama diantara lembaga-lembaga berwenang yang terkait di dalam pelaksanaan AYDA tersebut.
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18473
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aprilia Milasari
Abstrak :
ABSTRAK
Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamaan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor lain. Kreditor pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kredirtor-kreditor yang lain. Dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung mengenai penyitaan harta benda korporasi dimana harta benda korporasi yang melakukan tindak pidana dapat disita jika korporasi tidak membayar denda maka akan terjadi benturan dengan konsekuensi Hak Tanggungan apabila obek yang disita merupakan objek Hak Tanggungan. Dalam hal terjadi penyitaan harta benda korporasi, sebagai upaya mencapai harmonisasi antara satu perturan dengan peraturan yang lain serta untuk mencapai kepastian hukum digunakan asas lex superior de rogat legi generali.
ABSTRACT
Mortgage rights give prominent position to certain reditor toward other creditor. Mortgage rights holders have the right to sell the land which is a collateral through public auction by having bigger rightfull authority than other creditors. In the manner of Supreme Court regulations concerning the confiscation of corporation 39 s properties, where the corporation commit criminal act and not paying fines that caused properties confiscation, Therefore it will collide with the consequences of mortgage rights, if the confiscation object is mortgage rights. Within the matter of corporation 39 s properties confiscation, as means of attaining harmonization between one reguation towards others, as well as attaining legal security by using lex superior de rogat legi generali principle.
2018
T51332
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Meilinda Theresia
Abstrak :
Koperasi Pandawa Mandiri Group berdasarkan Putusan Nomor 37/Pdt-Sus-PKPU/2017/PN Niaga Jkt.Pst dinyatakan Pailit. Kemudian, dalam Putusan Nomor 424/Pid.Sus/2017/PN.Dpk Salman Nuryanto selaku pemilik Koperasi Pandawa juga divonis oleh Majelis Hakim telah melakukan tindak Pidana dan Majelis Hakim juga memutuskan bahwa seluruh barang bukti yang disita oleh penyidik yang merupakan bagian boedel pailit, disita dan dirampas untuk negara. Sebagai bagian dari penelitian yuridis normatif, penulisan ini membahas mengenai kedudukan hukum harta pailit debitor dalam hal terjadinya sita pidana terhadap kepailitan oleh pengadilan. Dirampasnya benda yang merupakan bagian dari boedel pailit yang akan digunakan untuk melakukan pelunasan piutang para kreditor menimbulkan pertentangan. Dapat disimpulkan bahwa dalam kasus ini, para kreditor tidak dijamin haknya untuk mendapatkan pelunasan atas piutangnya sementara para kreditor merupakan pihak yang paling berhak untuk mendapatkan pelunasan piutang dari kekayaan yang dimiliki oleh debitor. Seharusnya, perlu dipertimbangkan hak-hak yang dimiliki oleh pihak lain terhadap suatu benda hasil kejahatan sebelum memutuskan melakukan sita dan merampas untuk negara atas harta pailit atau benda-benda hasil kejahatan tersebut.
Koperasi Pandawa Mandiri Group based on Decision Number 37/Pdt-Sus-PKPU/2017/PN Niaga Jkt.Pst was declared bankrupt. Then, in Decision Number 424/Pid.Sus/2017/PN.Dpk Salman Nuryanto as the owner of the Koperasi Pandawa was also sentenced by the Panel of Judges for committing a Criminal Act and the Panel of Judges also decided that all evidence seized by investigators who were part of the bankruptcy proceedings, confiscated and confiscated for the country. As part of normative juridical research, this paper discusses the legal position of the debtor's bankrupt assets in the event of a seizure of bankruptcy by the court. The seizure of objects that are part of the bankruptcy loan that will be used to settle creditors' debts has caused conflict. It can be concluded that in this case, the creditors are not guaranteed the right to get the repayment of their receivables while the creditors are the party most entitled to get the payment of debts from the wealth owned by the debtor. Supposedly, it is necessary to consider the rights possessed by other parties to an object resulting from a crime before deciding to seize and confiscate for the state the bankrupt assets or objects resulting from the crime.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T55059
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Devi Meyliana S K
Abstrak :
ABSTRAK
Lembaga praperadilan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana adalah sebagai wadah perlindungan hukum bagi tersangka/terdakwa atas tindakan penguasa, dalam hal ini adalah pejabat penyidik atau penuntut umum. Dalam perkara pidana yang diatur secara umum dalam KUHP maupun delik-delik khusus yang diatur tersendiri dalam undang-undang khusus, memperkenankan tindakan-tindakan dalam rangka menangani perkara pidana yang disebut sebagai upaya paksa oleh pejabat penyidik, seperti tindakan penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan-pemeriksaan surat. Tentunya menjadi penting diperhatikan yakni landasan yuridis dari keabsahan suatu tindakan yang dijadikan alasan permohonan pemeriksaan di pengadilan. Peraturan perundang-undangan terkait tata cara pemeriksaan dalam penanganan perkara adalah dengan mengacu pada KUHAP serta aturan perpajakan yang sifatnya internal lingkup Direktorat Jenderal Pajak.
ABSTRACT
The pretrial institution which is regulated in the Book of Criminal Legal Procedure is a forum for the legal protection of suspects or defendants, against the action of the authorities, in this case is an official investigator or prosecutor. In criminal cases commonly regulated in the Book of Criminal Law either special offenses separately regulated in special law, it allows actions to handle the criminal cases which are called attempt force remedies by the authorities, such as actions of arrest, detention, to make investigation searching, confiscation, and investigation of documentary letters. It would be important to note the legal basis of the legitimacy of a consideration of applications for excuse action in court. Laws and regulations relating to procedures for inspection in handling case, with reference to the Book of Criminal Legal Procedure, as well as its rule of internal Directorate General of Tax.
2010
S22508
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Inaya Safa Nadira
Abstrak :
Skripsi ini membahas tentang kedudukan sita umum pailit terhadap sita pidana dan jalan keluar atas objek sita umum pailit yang telah dieksekusi lelang yang di kemudian hari diketahui sebagai hasil tindak pidana serta akibat hukum bagi pembeli dalam lelang harta pailit. Dalam praktiknya, terdapat tumpang tindih antara sita umum pailit dengan sita pidana. Apabila harta yang berada di dalam proses pailit dan dilakukan sita umum disita oleh penyidik, maka harta tersebut tidak dapat dilakukan pemberesan dan dibagikan kepada para krediturnya sehingga mengakibatkan kerugian bagi kreditur. Namun, apabila tidak dilakukan penyitaan oleh penyidik, maka penyidik akan mengalami kesulitan dalam melakukan penyidikan, penuntutan, dan pengajuan perkara ke pengadilan karena harta tersebut merupakan barang bukti. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan tipologi deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa pelaksanaan sita pidana dalam rangka kepentingan publik harus didahulukan dan dalam hal objek sita umum pailit telah dilelang namun di kemudian hari diketahui sebagai hasil dari tindak pidana, maka pembeli lelang yang beriktikad baik harus dilindungi kedudukannya. ...... This thesis discusses the legal standing of general bankruptcy confiscation against criminal confiscation and the settlement of the object of general bankruptcy confiscation that has been auctioned which in the future time is known as the proceeds of crime and the legal effects for buyers in the auction of bankrupt treasures. In practice, there is an overlap between general bankruptcy confiscation against criminal confiscation. If the property in the process of bankruptcy and general bankruptcy confiscation is re confiscated by the criminal investigator, then the property can not be settled and distributed to the creditors. But if there is no criminal confiscation, the investigator will have difficulty in conducting an investigation, prosecution, and court proceedings as the property is evidence. This research is a qualitative research with descriptive typology. The result of this research is that the execution of criminal confiscation in the framework of the public interest must take precedence and if the object of general bankruptcy confiscation has been auctioned but later known as the proceeds of crime, then the buyer with good faith must be protected.
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Purnomo Adi
Abstrak :
Secara umum pelaksanaan penagihan pajak belum dapat berjalan secara optimal, sementara di lain sisi jumlah tunggakan pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat. Dalam kenyataannya, upaya penagihan pajak dalam rangka pencairan tunggakan pajak ditempuh dengan berbagai cara baik melalui penagihan persuasif (soft collection) maupun tindakan keras (hard collection). Tindakan keras terutama dilakukan terhadap Penanggung Pajak non kooperatif dengan penagihan aktif mulai dari penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, lelang, bahkan sampai dengan penyanderaan. Salah satu dari tindakan keras (hard collection) yang cukup efektif adalah penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank. Penyitaan ini dilakukan dengan pemblokiran rekening bank Penanggung Pajak dengan tujuan akhir memindahbukukan saldo rekening tersebut ke kas negara untuk pembayaran pajak. Melalui mekanisme pemblokiran tersebut, hasil pencairan tunggakan pajak tergantung dari besar kecilnya saldo rekening yang diblokir. Oleh karena itu sangat dibutuhkan kejelian dan kecennatan dalam menemukan rekening giro potensial yang akan disita. Adanya pemblokiran rekening Penanggung Pajak oleh bank juga sangat membantu tugas juru sita pajak dalam melakukan prosedur penyitaan. Apabila penyitaan dilakukan dengan obyek sita selain harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank, terdapat kemungkinan resistensi dari Penanggung Pajak mengingat kredibilitas dan nama baiknya dipertaruhkan jika prosedur penyitaan ditindaklanjuti pula dengan pengumuman lelang di media masa karena tidak dilakukannya pelunasan tunggakan pajak. Melalui mekanisme pemblokiran, juru sita pajak cukup berkoordinasi dengan pihak bank maka prosedur penyitaan dapat berjalan tanpa harus berhadapan langsung dengan Penanggung Pajak. Masalah yang diteliti dalam tesis ini meliputi pengaruh penyitaan yang didahului oleh mekanisme pemblokiran terhadap pencairan tunggakan pajak serta faktor-faktor yang menyebabkan keberhasilannya. Ruang lingkup penelitian adalah studi kasus pada KPP PMA Lima. Pemblokiran utarnanya dilakukan terhadap rekening giro Penanggung Pajak sehingga sangat mengganggu beban finansial dan cash flow perusahaan. Dengan adanya pemblokiran tersebut Penanggung Pajak tidak dapat melakukan transaksi bisnis melalui giro terutama untuk melakukan pembayaran tagihan kepada pihak ketiga. Oleh karena itu prosedur pemblokiran yang dilanjutkan dengan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank ini merupakan cara efektif agar Penanggung Pajak segera melakukan pembayaran baik melalui saldo rekening yang diblokir untuk dipindahbukukan ke kas negara maupun dana selain dari rekening yang diblokir. Metode penelitian yang digunakan adalah metode dengan melakukan pendekatan data kuantitatif yang diukur dalam skala numerik (angka) dan termasuk kategori data runtut waktu yaitu jumlah (rp) hasil penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak pada tahun 2002, 2003 dan Semester I 2004. Data yang digunakan termasuk data rasio, yaitu data yang jaraknya sama dan mempunyai nilai nol mutlak. Seberapa besar pengaruh hasil penyitaan tersebut terhadap pencairan tunggakan pajak diuji dengan analisis regresi, sedangkan tingkat hubungan antara keduanya diuji dengan analisis korelasi. Hasil dari kedua analisis tersebut diperkuat dengan hasil wawancara terhadap pihak-pihak yang terkait dengan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian, bahwa penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank berpengaruh dan berkorelasi kuat terhadap pencairan tunggakan pajak. Salah satu faktor yang menyebabkan keberhasilannya adalah adanya koordinasi dan kerja sama yang baik pihak bank dalam prosedur penyitaan dimaksud. Faktor yang lain adalah tingkat kepatuhan Penanggung Pajak dan kinerja juru sita pajak. Oleh karena keberhasilan penyitaan harta kekayaan Penanggung Pajak yang tersimpan di bank sangat tergantung pada pihak bank dan Penanggung Pajak, disarankan agar sosialisasi mengenai ketentuan tentang pemblokiran rekening kepada pihak bank lebih ditingkatkan. Selain itu perlu dibuat data base nomor rekening bank Penanggung Pajak yang dapat diperoleh dari berbagai sumber di antaranya dan hasil pemeriksaan pajak. xiii + 106 halarnan + 13 lampiran + 18 Label Daftar Pustaka : 43 buku, 3 artikel, 9 peraturan
In general tax collection still cannot optimally be performed, whereas the number of arrears is tremendously increased on annual basis. In fact, the bill collection for arrear liquidation is well-conducted through various ways both on soft collection as well as hard collection. 1-lard collection is imposed on non cooperative tax payer with active collection commencing from the issuance of Warning Letter, notification on Compulsion, confiscation auction even up to the case of taking hostage. One of the effective hard collection is asset confiscation of Tax payers' asset in bank. This kind of confiscation is applied by freezing the bank account of tax payer with final purpose is to transfer such account balance to treasury in order to settle tax payment Based on such freezing mechanism, the liquidation of tax arrear shall depends on the amount of freeze account balance. Apparently, we need to be extremely accurate and through in selecting the most potential bank account. Freezing of tax payer account by bank is also helpful to support bailiff in perform the confiscation process. In case the confiscation include tax payer's asset in bank. there is possibility of tax payer's resistance since it may ruins his credibility since it will be followed by auction notification published in mass media due to the tax arrear. In implementing bank account freeze, the bailiff just coordinate with bank and confiscation procedure may work out without directly meeting the Tax payer. The issues to be examined in this paper shall include the impact of confiscation prior to the account freezing procedure to liquidate the arrear and other successful factors. Scope of examination is case study on KPP PMA Lima. Freezing is mainly performed on the demand deposit account of tax payer that strongly disturb the financial load and corporate cash flow. Due to such freezing , the tax payer cannot conduct business transaction through demand deposit specially on payment to third party. Thus, freezing process followed up by confiscation of tax payers asset is considered as the effective way to motivate to immediately settle his debt through the freeze account balance to be transferred to treasury besides the other fund. The applied research method is through approaching quantitative data measured in numeric scale (figure) and it includes category data of time namely total (rp) of confiscation of tax payer's asset in 2002, 2003, and 1st semester of 2004. Ratio data is used in this case, namely data that has similar distance and has absolute zero value. How much is the impact of confiscation against the liquidation of tax arrear is tested according to correlation analyses. The result of both analyses is strengthened by interview made to the related parties against the tax payer's asset confiscation in bank. Conclusion on this research result is that confiscation of tax payer's asset in bank may impact and has strong correlation against the tax arrear liquidation; One of the successful factor is the sound cooperation between bank in regards with such confiscation case. The other factor is the compliance rate of Tax payer and strategy of bailiff. Obviously, the successful confiscation on tax payer's asset in bank depends on the bank and tax payer, it is recommended that socialization aspect regarding the provision of account freezing to be significantly improved. Besides, data base of bank account number of tax payer is to be prepared and to be obtained from various sources such as the taxation examination result. xiii + 106 pages + 13 enclosures + 18 tables Literature: 43 books, 3 articles, 9 rules
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T13890
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2   >>